BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Atribusi Teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan mengenai perilaku individu. Lebih khususnya, teori ini menjelaskan mengenai proses bagaimana kita menentukan penyebab dan motif tentang perilaku seseorang (Ayuningtyas, 2012). Teori ini mengacu tentang bagaimana seseorang mengidentifikasikan penyebab dan motif dari prilaku diri sendiri atau orang lain yang ditentukan dari internal individu seperti sifat, karakter, kepribadian, kemampuan, dan motivasi ataupun eksternal seperti tekanan situasi dan keadaan tertentu yang akan memberikan pengaruh terhadap individu (Luthans, 2005). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori atribusi karena peneliti ingin mengetahui dampak dari karakteristik personal yaitu komitmen auditor dalam mempengaruhi hubungan pengalaman auditor terhadap kualitas audit. Pada dasarnya, karakteristik personal auditor akan menderong auditor untuk melakukan suatu aktivitas. 2.1.2 Teori Harapan (Expectancy Theory) Teori harapan mulai dikembangkan pada tahun 1930an. Oleh Victor Vroom pada tahun 1964, model teori harapan ditulis secara sistematis dan komprehensif pertama kali dalam buku karangannya yang berjudul Work and Motivation. Setelah itu usaha dari Victor Vroom terus dikembangkan oleh 9
Galbraith dan Cummings (1967), Porter dan Lawler (1968), Graen (1969) dan Campbell et al. (1970) yang dimuat dalam Hudayati (2002). Dalam teori harapan, motivasi merupakan penggerak perilaku yang akan menghasilkan sejumlah keinginan yang akan diharapkan sebagai hasilnya. Teori motivasi menyatakan bahwa karyawan akan termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan tingkat usaha yang tinggi ketika mereka yakin bahwa usaha yang dilakukan akan menghasilkan penilaian kinerja yang baik, kinerja yang baik akan menghasilkan penghargaan penghargaan organisasional, dan penghargaan penghargaan organisasional akan memuaskan tujuan pribadi karyawan (Robbins dan Judge, 2008 dalam Astriana, 2010). Teori harapan dapat digunakan untuk memperkirakan perilaku setiap situasi dimana ada dua pilihan atau lebih alternatif yang harus dibuat. Sebagai contoh teori ini dapat memperkirakan seorang individu akan tetap tinggal atau keluar dari pekerjaannya dengan mempertimbangkan hal hal yang akan diperoleh apabila tetap menjalankan pekerjaannya, dan apakah hasil yang diperoleh telah sesuai dengan keinginannya. Jika kedua hal tersebut tidak terpenuhi, maka individu tersebut tidak akan memiliki motivasi dalam menjalankan pekerjaannya. Pada penelitian ini menggunakan teori harapan karena peneliti merasa bahwa besarnya komitmen auditor yang tercipta, didasari oleh adanya motivasi atau keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan tertentu seorang individu yang dapat mempengaruhi hubungan pengalaman auditor terhadap kualitas audit. 10
2.1.3 Auditing Auditing menurut Arens et al. (2011:4) adalah akumulasi suatu evaluasi bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan. Menurut Mulyadi (2002:9) mengemukakan bahwa auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomis, dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Halim (2008:1) mengemukakan bahwa auditing merupakan proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi tentang tindakan maupun kejadian ekonomi untuk menentukan apakah asersi tersebut telah sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dan selanjutnya disampaikan kepada para pengguna laporan yang berkepentingan. 2.1.4 Tipe-tipe Auditor Menurut Halim (2008:8), terdapat tiga tipe auditor seperti di bawah ini. 1) Auditor Internal Auditor internal merupakan karyawan suatu perusahaan tempat mereka melakukan audit. Tujuan audit internal adalah membantu manajemen dalam melaksanakan tanggungjawab secara efektif. Auditor internal terutama berhubungan dengan audit operasional dan audit kepatuhan. Pekerjaan auditor internal dapat mendukung audit atas laporan keuangan yang dilakkan auditor independen. 11
2) Auditor Pemerintah Auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas utamanya adalah melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan dari berbagai unit organisasi dalam pemerintahan. Audit ini dilaksanakan oleh auditor pemerintah yang bekerja di BPKP dan BPK. 3) Auditor Independen Auditor independen adalah para praktisi individual atau anggota kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien (perusahaan bisnis). Auditor independen juga menjual jasa lain seperti konsultan pajak, konsultasi manajemen, penyusunan sistem akuntansi, penyusunan laporan keuangan, serta jasa jasa lainnya. 2.1.5 Standar Audit Standar audit terdiri dari tiga yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (Arens et al., 2011:42). 1) Standar Umum (1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. (2) Pada semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. (3) Saat pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 12
2) Standar Pekerjaan Lapangan (1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. (2) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. (3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3) Standar Pelaporan (1) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. (2) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. (3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. (4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi. 13
2.1.6 Pengalaman Auditor Pengalaman auditor merupakan salah satu cara pembelajaran formal dan non formal yang baik bagi auditor untuk menjadikan auditor kaya akan teknik audit. Menurut Horngren (2001:40) Pengalaman auditor merupakan ukuran tentang lama waktu dan masa kerjanya yang telah dilalui seseorang dalam memahami tugas tugas pekerjaannya dengan baik. Sesuai dengan standar umum dalam Standar Profesional Akuntan Publik menyebutkan bahwa seorang auditor disyaratkan memiliki pengalaman kerja yang cukup dalam profesi yang ditekuninya serta dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis dan berpengalaman dalam industri industri yang mereka audit (Arens et al., 2011:42). Pengalaman auditor dapat memengaruhi auditor dalam pengambilan keputusan yang tepat dalam melaksanakan audit karena berdasarkan pengalaman auditor, auditor akan semakin terampil dalam melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola pikir dan sikap dalam bertindak. Purnamasari (2005) memberikan kesimpulan yaitu seorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami kesalahan dan 3) mencari penyebab munculnya kesalahan. Pengalaman auditor akan terus meningkat seiring dengan makin banyaknya audit yang dilakukan, masa kerja seorang akuntan publik serta kompleksitas transaksi keuanggan perusahaan yang diaudit sehingga menambah dan memperluas pengetahuannya dibidang akuntansi dan auditing yang akan 14
berdampak pada kemampuan dalam mengatasi masalah hambatan maupun persoalan dalam pelaksanaan tugas. 2.1.7 Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana seorang auditor memihak pada organisasi tertentu dan tujuannya serta berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi tersebut (Robbins dan Judge, 2009:100). Komitmen organisasional juga merupakan sikap loyalitas auditor pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi (Witasari, 2009). Auditor yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi akan menunjukkan perilaku positif terhadap lembaganya, memiliki jiwa membela organisasi, berusaha meningkatkan prestasi kerja, dan memiliki tujuan untuk mewujudkan tujuan organisasi. Komitmen organisasional juga merupakan kesetiaan auditor terhadap organisasinya dan akan menumbuhkan loyalitas serta mendorong keterlibatan auditor dalam pengambilan keputusan (Akbar, 2013). Oleh karena itu, komitmen akan menimbulkan rasa ikut memiliki terhadap organisasinya (Trisnaningsih 2007). Komitmen organisasional dibedakan menjadi dua bagian yaitu: komitmen organisasional affective dan komitmen organisasional continuance (Kalbers dan Fogarty, 1995). Komitmen organisasional affective yaitu berkaitan dengan emosional berupa perasaan cinta pada organisasinya. Sedangkan komitmen organisasional continuance adalah persepsi seseorang tentang kerugian yang dialaminya bila meninggalkan organisasinya (Allen dan Meyer's, 1990). 15
2.1.8 Komitmen Profesional Komitmen profesional adalah tingkat loyalitas individu pada profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut (Larkin, 1990). Dengan adanya komitmen profesional yang dimiliki auditor, maka prilaku, sikap dalam melaksanakan tuganya akan berorientasi dari norma norma, aturan dan kode etik profesinya. Norma, aturan dan kode etik berfungsi sebagai alat pengendalian yang akan menentukan kualitas hasil pekerjaan. Keinginan individu untuk mempertahankan komitmen profesional akan berbeda-beda dan tergantung persepsi individu masing-masing. Hal ini tentunya akan menentukan nuansa komitmen profesional yang berbeda-beda. Cho dan Huang (2011) menyatakan bahwa komitmen profesional seseorang dapat diketahui dari kemampuan individu tersebut mengidentifikasi profesi yang ditekuninya. Individu dengan komitmen profesional yang tinggi ditandai sebagai individu dengan keyakinan kuat pada profesinya sekaligus memahami tujuan dari profesinya itu. Selain itu individu tersebut mempunyai kemauan untuk mengarahkan usaha yang kuat demi profesi, dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam profesi. Hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa komitmen profesional memiliki efek negatif pada niat untuk meninggalkan profesi. 2.1.9 Kualitas Audit Kualitas audit merupakan kesesuaian pemeriksaan yang telah dilakukan auditor dengan standar audit. Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) audit dikatakan berkualitas, jika audit yang dilakukan memenuhi 16
ketentuan atau standar pengauditan. Kualitas audit juga berhubungan dengan seberapa baik sebuah pekerjaan diselesaikan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan. DeAngelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai joint probability bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan penyimpangan dalam sistem akuntansi klien. Auditor dituntut memiliki kualitas audit yang tinggi karena auditor bertanggungjawab kepada pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan termasuk masyarakat. Kane dan Velury (2005), mendefinisikan kualitas audit sebagai kapasitas auditor eksternal untuk mendeteksi terjadinya kesalahan material dan bentuk penyimpangan lainnya. Kualitas audit biasanya diukur dengan pendapat profesional auditor yang tepat dan didukung oleh bukti dan penilaian objektif (Badjuri, 2011). Selain itu, penilaian mengenai kualitas audit dapat dilihat dari kualitas keputusan keputusan yang diambil (Sari, 2014). Probabilitas auditor dalam melaporkan penyelewengan dalam sistem akuntansi klien tergantung dari independensi auditor. Sedangkan kemampuan menemuan penyelewengan yang ada pada sistem akuntansi klien berdasarkan atas keahlian (kompetensi) auditor. Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas audit. Agar laporan audit yang dihasilkan auditor berkualitas, maka auditor harus menjalankan pekerjaannya secara profesional (Josoprijonggo, 2005). Berdasakan pengertian kualitas audit diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas audit adalah segala kemungkinan auditor pada saat mengaudit menemukan pelanggaran dan ketidaksesuaian dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya pada laporan keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan 17
audit, auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan. 2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh Pengalaman Auditor pada Kualitas Audit Sesuai dengan standar umum dalam Standar Profesional Akuntan Publik bahwa auditor disyaratkan memiliki pengalaman yang cukup dalam profesi yang ditekuninya, serta dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis dan berpengalaman dalam bidang industri yang digeluti kliennya (Arens et al., 2011:42). Kemudian penelitian Christiawan (2002) mengatakan pengalaman auditor akan terus meningkat seiring dengan makin banyaknya audit yang dilakukan serta kompleksitas transaksi keuangan perusahaan yang diaudit sehingga akan menambah dan memperluas pengetahuannya di bidang akuntansi dan auditing. Herliansyah dkk., (2006) menunjukkan bahwa pengalaman auditor mengurangi dampak informasi tidak relevan terhadap keputusan auditor. Pengalaman auditor merupakan atribut yang penting yang dimiliki auditor, terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat auditor, auditor yang sudah berpengalaman biasanya lebih dapat mengingat kesalahan atau kekeliruan yang tidak lazim atau wajar dan lebih selektif terhadap informasi-informasi yang relevan dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman (Meidawati, 2001). Lebih lanjut pula dapat dikatakan bahwa dalam rangka pencapaian keahlian, seorang auditor harus mempunyai pengetahuan yang tinggi dalam bidang audit. Pengetahuan ini bisa didapat dari pendidikan formal yang diperluas dan ditambah antara lain melalui pelatihan dan pengalaman - pengalaman dalam 18
praktek audit. Indah (2010), Putra (2012), dan Wiratama (2015) mengatakan bahwa pengalaman auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Oleh karena itu, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H1 : Terdapat pengaruh positif pengalaman auditor pada kualitas audit. 2.2.2 Komitmen Organisasional Memoderasi Pengaruh Pengalaman Auditor pada Kualitas Audit Komitmen organisasional merupakan salah satu keadaan seseorang karyawan yang memihak pada suatu organisasi tertentu beserta tujuan-tujuannya, serta berniat untuk memelihara keanggotaannya dalam organisasi tersebut (Harret dkk., 1986 dalam Ayu, 2009). Dengan komitmen organisasional yang kuat, akan membuat loyalitas auditor terhadap organisasinya semakin kuat. Sehingga auditor akan cenderung mengikuti tujuan organisasi agar dapat bertahan pada organisasi tersebut. Seberapapun banyak pengalaman kerja yang dimiliki auditor, diduga akan dipengaruhi oleh komitmen organisasional terhadap kualitas audit. Hal tersebut disebabkan karena komitmen organisasional akan menjadikan suatu dorongan bagi sesorang untuk berkerja lebih baik atau sebaliknya dapat menyebabkan seseorang justru meninggalkan pekerjaannya, akibat terdapat suatu komitmen lain (Carolita, 2012). H2 : Komitmen organisasional memoderasi pengaruh pengalaman auditor pada kualitas audit. 19
2.2.3 Komitmen Profesional Memoderasi Pengaruh Pengalaman Auditor pada Kualitas Audit Komitmen profesional merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki auditor independen dalam melakukan jasa audit. Adanya komitmen profesional, auditor akan lebih mentaati norma, aturan dan kode etik profesinya dalam menangani suatu permasalahan dan tugas yang diberikan. Penelitian yang dilakukan oleh Trisnaningsih (2001), Pardi dan Nurlayli (2007), dan Tranggono dan Kartika (2008) menunjukkan bahwa komitmen profesional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. Sehingga nantinya kepuasan kerja auditor akan berpengaruh positif terhadap kualitas audit (Futri dan Juliarsa, 2014). Pengalaman auditor dalam menghasilkan kualitas audit yang baik diduga dapat dipengaruhi oleh komitmen profesional dari individu auditor. Semakin tinggi komitmen profesional yang dimiliki auditor akan menciptakan kualitas audit yang baik dan diduga dapat memoderasi hubungan antara pengalaman auditor auditor terhadap kualitas audit. H3 : Komitmen profesional memoderasi pengaruh pengalaman auditor pada kualitas audit. 20