BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bab IV, maka hasil yang

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena ketimpangan kesejahteraan telah mengurung masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK:

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang, pokok

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bagi pengembangan daerah baik pemerintah maupun masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, untuk terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kerja finansial Pemerintah Daerah kepada pihak pihak yang berkepentingan.

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Otonomi Daerah yang saat ini sangat santer dibicarakan dimana-mana

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah, dan kurang melibatkannya stakeholder di daerah. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas serta kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan aspek potensi pasar. Kondisi tersebut memungkinkan pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya (Gunawan, 2000). Selain kondisi demografi, ketimpangan pembangunan juga sebagai akibat dari besarnya peran pemerintah pusat dalam pengambilan keputusan dan peran pemerintah daerah yang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, sehinggga daerah tidak memiliki kewenangan untuk berkreasi dalam menentukan arah pembangunannya dan menjadi tidak berdaya menghadapi dominasi pemerintah pusat yang sangat dominan. Terkonsentrasinya pembangunan dan pelayanan publik di pusat terutama di pulau Jawa menimbulkan kesenjangan perekonomian antar daerah di tanah air. Oleh karena itu, wajar jika pergerakan ekonomi dan perputaran modal relatif lebih besar dan lebih cepat di Pulau Jawa dibandingkan dengan di luar Pulau Jawa (Kuncoro, 2002). Gagasan melakukan desentralisasi dengan otonomi penuh adalah alternatif yang paling cocok untuk menghilangkan kesenjangan perekonomian antar daerah di tanah air. Indonesia sebagai negara republik dan negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi di dalam penyelenggaraan pemerintahan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Pemberian otonomi kepada daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia esensinya telah

terakomodasikan dalam pasal 18 UUD 1945 yang intinya bahwa membagi daerah Indonesia atas daerah besar (propinsi) dan daerah propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil (Yudhoyono,2001). Dengan demikian UUD 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah. Pemerintah Orde Baru menetapkan realisasi otonomi daerah melalui Undang- Undang No 5 Tahun 1974 dengan konsep otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab. Sebagai konsekuensi di dalam salah satu bagian undang-undang tersebut yang menyatakan bahwa otonomi lebih merupakan kewajiban dari pada hak, maka kontrol pemerintah pusat terhadap daerah menjadi sangat ketat. Akibatnya muncul keresahan di daerah terhadap komitmen pemerintah pusat untuk melaksanakan desentralisasi. Di tengahtengah kondisi tersebut pada pasca Orde Baru untuk menjawab tuntutan otonomi yang lebih baik muncul Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (telah direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004) tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 (telah direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004) tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan Daerah. Walaupun Undang-Undang tersebut masih diwarnai dengan beberapa kelemahan dan menjadi sorotan kritis dari masyarakat, namun masih ada rasa optimisme karena makna otonomi itu sebenarnya adalah pengakuan pentingnya kemandirian. Pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai Januari 2001 menimbulkan reaksi yang berbeda-beda di berbagai daerah. Pemerintah daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang besar menyambut otonomi daerah dengan penuh harapan, sebaliknya daerah yang miskin sumber daya alamnya menanggapinya dengan sedikit rasa khawatir dan was-was. Kekhawatiran beberapa daerah tersebut bisa dipahami, karena pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membawa konsekuensi bagi pemerintah daerah untuk lebih

mandiri baik dari sistem pembiayaan maupun dalam menentukan arah pembangunan daerah sesuai dengan prioritas dan kepentingan mayarakat di daerah. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada dasarnya mendorong memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peranserta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Oleh karena itu Undang-Undang ini menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan daerah kota dengan prinsip bahwa pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah. Otonomi daerah menjadi wacana favorit bagi penyelenggaraan pemerintahan dewasa ini di seluruh dunia. Otonomi daerah yang merupakan antitesis dari ajaran sentralisasi dalam pengelolaan pemerintahan mendapat perhatian yang sangat luas di kalangan akademis maupun praktisi pemerintahan. Sebagai sebuah konsep penyelenggaraan pemerintahan, otonomi daerah menjadi panduan utama akibat ketidakmungkinan sebuah negara yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak untuk mengelola manajemen pemerintah secara sentralistik. Otonomi daerah juga diminati karena di dalamnya terkandung semangat demokrasi untuk mendekatkan partisipasi masyarakat dalam menjalankan sebuah pembangunan. Pada perkembangannya lebih jauh, otonomi daerah lalu menjadi semangat utama bagi negara-negara yang menyepakati demokrasi sebagai landasan gerak utamanya. Dikalangan ilmuan, berbagai derivasi dari konsep otonomi daerah terus bermunculan secara dinamis. Keseiringan-jalan antara otonomi daerah dan demokratisasi inilah yang membuat sebuah pemerintahan dimasa kini tidak bisa lagi memerintah secara otokratik, totaliter dan terutama sentralistis. Ada kesadaran baru di kalangan penyelenggara

pemerintahan bahwa masyarakat merupakan pilar utama dan penting yang harus dilibatkan dalam berbagai proyek pembangunan bangsanya (Koirudin,2005). Pemerintah pusat tidak lagi mendominasi kebijakan daerah. Peran pemerintah pusat dalam konteks otonomi adalah melakukan supervise, memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Peran ini tidak ringan, tapi juga tidak membebani daerah secara berlebihan. Karena itu dalam rangka otonomi daerah diperlukan kombinasi yang efektif antara visi yang jelas serta kepemimpinan yang kuat dari pemerintah pusat, dengan keleluasaan berprakarsa dan berkreasi dari pemerintah daerah (Haris,2005). Kebijakan otonomi daerah lahir dengan tujuan menyelamatkan pemerintahan dan keutuhan negara, membebaskan pemerintah pusat dari beban yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa daerah untuk mengejar kesejahteraan masyarakat, namun dalam prakteknya muncul distorsi-distorsi pemahaman yang memprihatinkan. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, Kota Binjai adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sumatra Utara yang ikut serta mengimplikasikan kebijakan otonomi tersebut, sehingga Kota Binjai memiliki kemandirian dalam melaksanakan pemerintahan dan menentukan sendiri kemajuan pembangunan. Kota Binjai berjarak 22 Km dari kota Medan (Ibukota Propinsi Sumatera Utara). Kota Binjai terletak antara 03 03'40"-03 40'02" LU dan 98 27'03" - 98 39'32" BT, dengan ketinggian rata-rata adalah 28 meter di atas permukaan laut. Kota Binjai terbagi atas 5 kecamatan yang kemudian dibagi lagi menjadi 37 kelurahan dan desa. Lima kecamatan tersebut masingmasing adalah: Binjai Kota, Binjai Timur, Binjai Barat, Binjai Utara dan Binjai Selatan. Dengan pemberian otonomi diharapkan pada pemerintah daerah (Kota Binjai) untuk memanfaatkan dan mengelola peluang dan potensi yang dimiliki daerah tersebut demi kesejahteraan masyarakatnya melalui pembangunan didaerahnya dengan melibatkan

partisipasi masyarakat setempat/daerah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah merupakan wujud dari pembangunan nasional daerah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitaraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika kesejahteraan masyarakat merupakan sasaran utama pembanguanan daerah maka tekanan utama pembanguan akan lebih banyak diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam bentuk peningkatan pendidikan, peningkatan kesehatan masyarakat dan peningkatan pendapatan masyarakat. Indeks Pembangunan manusia (IPM) merupakan salah satu indikator yang dijadikan alat ukur pembangunan manusia, terutama dalam mengukur kualitas fisik penduduk disuatu wilayah. Karena itu, IPM dijadikan standart keberhasilan kebijakan pembangunan yang komprehensif dan memadai yang dijadikan tolak ukur kemajuan pembangunan. IPM adalah suatu indeks komposisi yang didasarkan pada tiga indikator, yakni kesehatan, pendidikan, dan standar kehidupan. Jadi jelas bahwa 3 unsur ini sangat penting dalam menentukan tingkat kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusianya. Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, selain juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti ketersediaan kesempatan kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Jadi, IPM akan meningkat apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan, dan nilai IPM yang tinggi menandakan keberhasilan pembangunan ekonomi. Berikut ini disajikan data IPM Kota Binjai tahun 1999-2008.

Tabel 1.1 IPM Kota Binjai (1999-2008) Tahun Angka Harapan Melek Huruf Rata-Rata Lama Pengeluaran IPM Hidup (%) Sekolah Riil Perkapita (Tahun) (Tahun) 1999 65.6 95.9 5.7 529.2 65.8 2000 65.4 97.5 7.7 530.2 67.5 2001 65.4 99.2 7.1 541 68.4 2002 69.4 97.3 9.6 594.7 71.5 2003 71 98.7 9.7 632.3 72.9 2004 70.1 98 9.5 620.8 74 2005 70.5 98 9.7 622 74.4 2006 71.33 99.15 9.88 614.1 74.66 2007 71.5 99.2 9.8 624.4 75.5 2008 71.54 99.17 9.84 628.7 75.88 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Tahun 2001 Bila diperhatikan dari tabel diatas, terlihat bahwa terus membaiknya angka Indeks Pembangunan Manusia di Kota Binjai sejalan dengan adanya peningkatan dari tahun ketahun dari setiap komponen IPM. Angka harapan hidup dari tahun 1999 hingga tahun 2008 terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 1999 sebesar 65.6 tahun naik pada Tahun 2008 menjadi 71.54 tahun. Angka melek huruf pada tahun 1999 (95.9 persen) mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2002 (97.3 persen), Pada tahun 1999 rata-rata lama sekolah (5.7 tahun) mengalami kenaikan pada tahun 2002 (9.6 tahun). Pengeluaran Riil perkapita dari tahun 1999 yang sebesar Rp.529.2 ribu naik menjadi sebesar Rp.628.7 ribu pada tahun 2008. Kenaikan yang terjadi dari masing-masing komponen diperkirakan dipengaruhi oleh semakin membaiknya kondisi ekonomi penduduk sehingga dengan adanya kenaikan

pendapatan mengakibatkan kemampuan mereka untuk melanjutkan sekolah menjadi semakin baik. Usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat memang bukan hanya tugas Pemerintah Daerah tetapi juga tugas masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dalam mendukung kebijaksanaan Pemerintah Daerah akan membantu untuk mencapai sasaran pembangunan, dan pada akhirnya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul : Dampak Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kota Binjai. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana dampak otonomi daerah terhadap kesejahteraan masyarakat di Kota Binjai? 1.3 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian yang masih perlu diuji dan dibuktikan secara empiris tingkat kebenaranya dengan menggunakan data-data yang berhubungan. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut : Kesejahteraan masyarakat Kota Binjai mengalami peningkatan setelah di berlakukannya Otonomi Daerah.

1.4 Tujuan Penelitian Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui seberapa besar dampak Otonomi Daerah terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Binjai. 2. Untuk mengetahui perbedaan pada kesejahteraan masyarakat sebelum dan sesudah adanya Otonomi Daerah. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswa/mahasiswi ataupun peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis selanjutnya. 2. Sebagai bahan masukan bagi pengambilan keputusan dimasa yang akan datang. 3. Sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau instansi-instansi terkait. 4. Bahan acuan penelitian lain yang berminat meneliti masalah hubungan Otonomi Dearah terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kota Binjai.