Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi

dokumen-dokumen yang mirip
Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan

Sejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung

Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta

Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe

Desain Fasad Depan dan Ornamen pada Societeit Voor Officieren dan Stasiun KAI di Kota Cimahi

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

Aspek Arsitektur Kota dalam Perancangan Pasar Tradisional

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN LITERATUR

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

Sejarah Kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) di Semarang

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta

Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta

BAB III METODE PENELITIAN

Penghawaan dan Pengaruh Psikologi pada Aula Barat dan Aula Timur ITB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

Perpaduan Elemen Arsitektur Tradisional dan Eropa pada Masjid Agung Manonjaya

Masjid Cipari, Masjid Tertua dan Unik di Garut

Tipomorfologi Fasade Bangunan Pertokoan di Sepanjang Ruas Jalan Malioboro, Yogyakarta

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BANGUNAN BALAI KOTA SURABYA

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan

Rekomendasi Restorasi Fasade De Drie Locomotiven

Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN. Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Sumber:

Alkulturasi Budaya Hindu-Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram

Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya

PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH

BAB I PENDAHULUAN. arsitek Indonesia masih berkiblat pada arsitektur kolonial tersebut.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Kampus Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Bina Nusantara. yang Berhubungan dengan Arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. Belanda pada tahun 1619 yang dipimpin oleh Jan Pieterzoon Coen.

II. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANG

Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya)

BAB III KONSEP PERANCANGAN PUSAT ILMU PENGETAHUAN DAN KEBUDAYAAN RUSIA

KANTOR SEWA DENGAN TEMA PERKANTORAN TAMAN DI JAKARTA

PERKAMPUNGAN TUA DI TENGAH KOTA, Upaya Mewujudkan Kawasan Bantaran Sungai sebagai Kawasan Budaya Berjatidiri

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

Usaha Preservasi pada Masjid Jami Kalipasir, Tangerang, Banten

Struktur Arsitektur dalam Objek Rancang Pusat Komunitas Berperilaku Hijau Surabaya

KARAKTER INDIS KAWASAN SAGAN LAMA YOGYAKARTA

UTS SPA 5 RAGUAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Perancangan. adalah melalui jalur pariwisata.

Desain Spasial Kawasan sebagai Dasar Pengembangan Ekspresi Visual Tepi Sungai Kalimas Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan

Persepsi Masyarakat terhadap Suasana pada Bangunan Kolonial yang Berfungsi sebagai Fasilitas Publik

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

Architecture. Modern Aesthetic. Neoclassic Style Teks: Widya Prawira Foto: Bambang Purwanto. Home Diary #009 / 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Pentingnya Ruang Terbuka di dalam Kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Penerapan Konsep Tumpang Tindih Pada Rancangan Pasar Ikan Mayangan

Arsitektur Modern Indonesia (1940-Abad 20) BY: Dian P.E Laksmiyanti, S.T, M.T

TUGAS AKHIR. Kantor PT. Angkasa Pura 1 Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan

Citra Lokal Pasar Rakyat pada Pasar Simpang Aur Bukittinggi

Keselarasan antara Baru dan Lama Eks-Bioskop Indra Surabaya

Evaluasi Restorasi Gedung Indonesia Menggugat Terhadap Peraturan Daerah Tentang Bangunan Cagar Budaya

BAB III TINJAUAN TEMA INSERTION

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

PENILAIAN KEEFEKTIFAN PELAKSANAAN PELESTARIAN BANGUNAN PUSAKA DI KAWASAN MILITER, BANDUNG DRAFT TUGAS AKHIR. Oleh: FRISKA ELISABETH T.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah tidak banyak digunakan lagi pada bangunan-bangunan baru sangat. menunjang kelangkaan bangunan bersejarah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Toko Sumber Hidangan dibangun pada tahun 1929, didirikan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GEDUNG KEDUTAAN BERPALING DARI JALAN UTAMA. Tidak lazim bagi bangunan di koridor Thamrin, Jakarta, memalingkan wajahnya dari jalan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul 1.2 Pengertian Judul

Tipologi Arsitektur Fasad Bangunan Kantor Kolonial di Kawasan Kota Lama Semarang

Bab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN KOMPLEK PERKANTORAN BALAI KOTA DEPOK Mochamad Iqbal Permana

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

MODEL STRUKTURAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP PELESTARIAN KAWASAN PABRIK GULA KEBON AGUNG DAN KREBET MALANG

Architecture. White Simplicity in. Neoclassic. Home 80 #006 / Diary

Struktur Arsitektur dalam Objek Rancang Pusat Komunitas Berperilaku Hijau Surabaya

Kepentingan Ruang Terbuka di dalam Kota

BAB I PENDAHULUAN. 2 (dua) orang Sarjana Arsitektur yaitu Ir. Muhammad Hasan (alm) dan Ir. M.

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

MANAKALA GEDUNG BPI ITB UNJUK KEKUATAN

REVITALISASI BANGUNAN MEGARIA SEBAGAI PUSAT SINEMA

Permasalahan Cagar Budaya Living Monument Milik Perorangan di Perkotaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

PENERAPAN KONSEP ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR PADA STASIUN PASAR MINGGU

BAB I PENDAHULUAN CENGKARENG OFFICE PARK LATAR BELAKANG

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Architecture. Home Diary #007 / 2014

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture

Transkripsi:

SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi Aileen Kartiana Dewi aileen_kd@yahoo.com Mahasiswa Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung. Abstrak Dalam perencanaan Kota Kolonial Bandung, daerah Cimahi dialokasikan sebagai pusat militer pemerintahan Hindia-Belanda. Infrastruktur kota pendukung yang dibangun termasuk Rumah Sakit Dustira, dahulu bernama Militair Hospitaal. Bangunan rumah sakit ini kemudian menjadi salah satu cagar budaya yang dimiliki Kota Cimahi. Pada tahun 2014, wajah bangunan ini diubah menjadi relatif dapat menunjukkan identitas Cimahi sebagai kota militer (digambarkan dengan warna hijau), juga sama dengan beberapa bangunan lain di sekitarnya seperti Masjid ABRI, bangunan milik TNI di Jalan Stasiun, dan lain-lain. Wajah baru Militair Hospital ini kemudian memunculkan pertanyaan tentang pelestarian nilai-nilai budaya, historis, dan estetika arsitektur kolonial Rumah Sakit Dustira. Pada tulisan ini, penulis akan membahas kesesuaian pemberian wajah baru kepada Militair Hospitaal dengan nilai-nilai budaya, historis, serta estetika arsitektur kolonial pada bangunan cagar budaya ini. Kata-kunci : bangunan, cagar, cimahi, militer, wajah Pendahuluan Rencana pemindahan ibukota dari Batavia ke Bandung pada masa kolonial ditandai dengan beberapa persiapan, salah satunya yaitu menciptakan kawasan pertahanan untuk melindungi ibukota baru. Cimahi terpilih menjadi lokasi Pusat Militer Belanda karena areanya strategis secara geografis (Hermawan, 2010) serta infrastruktur yang ada pun cukup memadai. Kemudian untuk mendukung aktivitas dalam kompleks pertahanan ini dibangunlah sebuah rumah sakit (Pratama, 2016) yang dinamakan Milifaire Hospital pada tahun 1887 dan semenjak 1956 sampai sekarang dikenal sebagai Rumah Sakit Dustira. Sebagai salah satu bangunan cagar budaya, rumah sakit peninggalan kolonial ini tentunya memerlukan perawatan agar nilai fungsional, historis, dan arsitektural gedung tetap terjaga. Pemeliharaan bangunan ini dilakukan berkesinambungan sehingga hingga saat ini pada tahun 2017 pun Rumah Sakit Dustira masih menunjukkan kekokohan dan kemegahannya. Salah satu tindakan perawatan yang dilakukan adalah memperbaharui warna cat yang digunakan untuk fasad bangunan rumah sakit. Dalam 5-6 tahun terakhir ini paling tidak ada 2 perubahan pada wajah Rumah Sakit Dustira. Aslinya seluruh dinding dan ornamen arsitektural lain berwarna putih, kemudian sebagian ornamen diubah menjadi warna jingga kemerahan lalu pada akhirnya dinding dan ornamen lainnya diberi warna kombinasi hijau tua dan muda. Kombinasi warna hijau tua-muda ini dipergunakan untuk menunjukkan identitas Kota Cimahi sebagai kota militer. Hal serupa juga terjadi pada bangunanbangunan kolonial lainnya di Cimahi. Menurut Hamid Shirvani, salah satu unsur perancangan kota adalah bentuk dan massa bangunan, termasuk didalamnya adalah wajah atau fasad bangunan. Tetapi hal ini tidak berarti semua langkah pemeliharaan yang dilakukan kepada wajah Militair hospital tepat. Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 261

Wajah Militair Hospitaal dan Kota Militer Cimahi Menurut pasal 76 ayat 3 Undang-undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pembersihan, pengawetan, dan perbaikan atas kerusakan dengan memperhatikan keaslian bentuk, tata letak, gaya, bahan, dan/atau teknologi Cagar Budaya. Maka segala kegiatan perawatan yang dilakukan terhadap bangunan ini selayaknya menjaga identitas asli arsitektural dan menjaga nilai-nilai historis serta estetik yang ada pada bangunan. Tulisan ini akan membahas wajah Rumah Sakit Dustira yang bersama wajah bangunan lain disekitarnya akan membentuk wajah Kota Cimahi sebagai kota militer serta ketepatan wajah ini untuk menjaga nilai historis, estetika, dan arsitektural bangunan cagar budaya. Rumah Sakit Dustira dan Bangunan Sekitarnya Rumah Sakit Dustira (Milifaire Hospital/Militair hospitaal) beralamat di Jalan Dustira Nomor 1, Baros, Cimahi, Jawa Barat. Rumah sakit ini diperkirakan berdiri pada tahun 1887 dengan arsitek yang tidak diketahui (Ahmad, 2016). Penulis memperkirakan langgam arsitektur rumah sakit ini adalah neo-klasik. Pada zaman kolonial, rumah sakit ini dipergunakan untuk anggota militer, namun sekarang ini masyarakat sipil pun dilayani. Gambar 1. Peta Lokasi RS. Dustira dan Banguan Sekitarnya (Sumber: Google Maps) 262 ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017

Aileen Kartiana Dewi Gambar 2. Wajah Militair hospitaal Tempo Dulu (Sumber: http://kitlv.nl) Gambar 3. Sisi lain Militair hospitaal (Sumber: http://kitlv.nl) Gambar 3. Wajah Rumah Sakit Dustira 2014 (Sumber: http://kpm.cimahikota.go.id/) Gambar 4. Wajah Rumah Sakit Dustira 2017 (Sumber: http://www.cnnindonesia.com/) Gambar 5. Bangunan peninggalan masa kolonial lain di Kota Cimahi yang wajahnya juga sudah diubah dengan pengecatan dinding luar menjadi warna hijau. (Sumber: Google Maps) ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017 263

Wajah Militair Hospitaal dan Kota Militer Cimahi Diskusi Gambar 6. Masjid ABRI yang wajahnya pun diubah menggunakan cat warna hijau (Sumber: Google Maps) Wajah merupakan bagian yang paling mudah digunakan untuk menentukan identitas. Secara refleks, hal yang pertama dilihat seseorang terhadap orang lain adalah wajah dan juga penampilan luar. Demikian juga halnya dalam arsitektur, wajah atau fasad bangunan adalah sangat penting untuk memberikan identitas rancangan. Wajah ini akan menunjukkan langgam arsitektur, maksud-maksud perancang, nilai-nilai historis dan estetis yang ada dalam bangunan tersebut, dan kemudian akan membentuk wajah kota dimana bangunan tersebut berada. Oleh karena itu, dalam pemeliharaan bangunan cagar budaya, salah satu aspek yang diperhatikan adalah perawatan wajah atau fasad. Cimahi dijuluki sebagai kota militer karena memiliki banyak bangunan yang digunakan sebagai sekolah militer dan keperluan militer lainnya. Sekitar tahun 2014, wajah Kota Cimahi ini dibentuk kembali kesan militernya dengan mempergunakan kombinasi warna hijau tua-muda pada fasad bangunan. Militair hospitaal dan beberapa bangunan lain di jalan utama Kota Cimahi disulap dengan cat warna hijau demi membentuk citra kota militer yang kuat. Beberapa bangunan yang lain yaitu Masjid ABRI Cimahi, bangunan-bangunan sepanjang Jalan Gatot Subroto, dan Stasiun Cimahi. Wajah baru rumah sakit ini memang betul menunjukkan identitas yang melayani ketentaraan (terutama anagkatan darat), meskipun juga melayani masyarakat sipil lainnya. Penulis bahkan 264 ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017

Aileen Kartiana Dewi bertanya-tanya dan perlu memastikan pelayanan rumah sakit ini terhadap masyarakat sipil karena kesan yang diberikan wajah bangunan begitu eksklusif. Penulis memperkirakan langgam arsitektur rumah sakit ini adalah neo-klasik, dengan ciri-ciri dinding tebal, ornamen-ornamen geometris simetris, dan fasad asli berwarna putih, seperti kebanyakan gedung penginggalan kolonial lainnya. Dengan sekali lihat pada saat dinding fasad masih berwarna putih seutuhnya, seseorang dapat langsung mengenali bahwa gedung ini adalah gedung peninggalan zaman Belanda dulu. Namun dengan wajah barunya sekarang hal ini agaknya diragukan. Warna hijau menyibukkan mata pengamat sehingga kurang dapat merasakan suasana 'klasik' dan megah yang dirancang oleh arsitek aslinya terdahulu. Wajah Rumah Sakit Dustira pada tahun 2014 setidaknya masih dapat ditolerir. Warna yang diberikan pada ornamen tertentu memberikan aksen pada bangunan yang cukup menyegarkan. Nilai historis estetis yang dibawa kemudian mulai bergeser dengan pembaharuan warna dinding rumah sakit ini. Sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, seharusnya pergeseran nilai ini tidaklah terjadi. Memang keaslian bentuk terjaga, namun gaya arsitekturalnya tampak berbeda. Hal ini menimbulkan pertanyaan akan ketepatan perawatan yang dilakukan terhadap Rumah Sakit Dustira. Perawatan ini memang memberikan wajah yang sesuai dengan wajah Kota Cimahi sebagai kota militer, namun nilai-nilai estetika dan historis arsitektural bangunan ini bagaikan diabaikan dan dilupakan begitu saja. Dalam prinsip pemeliharaan bangunan cagar budaya seharusnya kejadian seperti ini tidak terjadi. Pada akhirnya, permasalahan ini memang tidak dapat dipastikan secara ilmiah kebenarannya. Tujuan daripada wajah baru rumah sakit ini dan kesesuaiannya dengan wajah Kota Cimahi hanya dapat ditentukan pemerintah dan pengelola Rumah Sakit Dustira sendiri. Alangkah lebih baik jika kaidah-kaidah pelestarian bangunan cagar budaya dilaksanakan secara menyeluruh dalam pembentukan wajah Kota Cimahi. Kesimpulan Wajah Rumah Sakit Dustira yang dapat dilihat sampai tahun 2017 (berwarna kombinasi hijau tuamuda) dan kombinasinya dengan bangunan-bangunan lainnya pada jalan utama Kota Cimahi berkesesuaian dengan wajah Kota Cimahi sebagai kota militer namun nilai-nilai historis, estetika serta identitas arsitektural asli bangunan ini mengalami pergeseran dan perubahan signifikan yang seakan-akan tidak mengindahkan kaidah pelestarian bangunan cagar budaya sehingga penulis menilai tindakan pembaharuan yang dilakukan untuk wajah bangunan tersebut kurang tepat. Ucapan Terima Kasih Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tuntutan mata kuliah pilihan AR3231 Arsitektur Kolonial program studi Arsitektur, SAPPK ITB, Semester II 2016-2017. Penulis berterima kasih kepada dosen pengampu Dr.Eng. Bambang Setiabudi, ST., MT. yang telah memberikan kesempatan untuk belajar lebih banyak melalu proses penulisan tulisan ini. Daftar Pustaka Ahmad, T. (2016). Perjalanan Sejarah Rumah Sakit Dustira dalam http://www.infobdg.com/v2/perjalanansejarah-rumah-sakit-dustira/ [diakses tanggal : 03-03-2017]. Hermawan, I. (2010). Bandung Sebagai Ibukota Hindia Belanda. Dalam Ali Akbar (Penyunting), Arkeologi Masa Kini (129-143). Bandung: Balai Arkeologi Bandung Alqaprint Jatinangor. ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017 265

Wajah Militair Hospitaal dan Kota Militer Cimahi Pratama, F. (2016). Dwi Fungsi Kota Bandung Sebagai Pusat Pemerintahan Sipil dan Kemiliteran Hindia- Belanda Masa Depan (1808-1942). Artikel dalam kegiatan Masa Pendidikan Karakter (MADIKA) 2016 Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah (HIMAS) UPI kepengurusan 2016/2017. Republik Indonesia. (2010). Undang-undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130. Sekretariat Negara. Jakarta. Shirvani, Hamid. (1985). The Urban Design Process. Michigan: Van Nostrand Reinhold. 266 ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017