ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG

dokumen-dokumen yang mirip
SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

ANALISIS PENGARUH SLOPE TERRAIN TERHADAP PATHLOSS PADA DAERAH SUBURBAN UNTUK MODE POINT TO POINT PADA SISTEM GSM 900

ANALISIS PENGARUH SLOPE TERRAIN TERHADAP PATHLOSS PADA DAERAH SUBURBAN UNTUK MODE POINT TO POINT PADA SISTEM GSM 900

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

SIMULASI MODEL EMPIRIS OKUMURA-HATA DAN MODEL COST 231 UNTUK RUGI-RUGI SALURAN PADA KOMUNIKASI SELULAR

Makalah Seminar Tugas Akhir PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

Proses. Pengolahan. Pembuatan Peta. Analisa. Kesimpulan

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI NILAI LEVEL DAYA TERIMA PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA PONTIANAK

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

PERANCANGAN JALUR GELOMBANG MIKRO 13 GHz TITIK KE TITIK AREA PRAWOTO UNDAAN KUDUS Al Anwar [1], Imam Santoso. [2] Ajub Ajulian Zahra [2]

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

BAB II STUDI LITERATUR

PERBANDINGAN NILAI BREAKPOINT DI DAERAH RURAL, URBAN DAN SUB URBAN PADA FREKWENSI CDMA

Modul 7 EE 4712 Sistem Komunikasi Bergerak Prediksi Redaman Propagasi Oleh : Nachwan Mufti A, ST 7. Prediksi Redaman Propagasi

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL PROPAGASI WALFISCH-IKEGAMI

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Journal of Informatics and Telecommunication Engineering

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler

INFORMASI TRAFIK FREKUENSI 700 MHz 3 GHz DI SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN PETA ELEKTRONIK

ANALISIS DAN PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DVB-T DAN DVB-H DI WILAYAH JAKARTA PUSAT

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM KOMUNIKASI BEGERAK WHAT TECHNOLOGY ABOUT THIS???

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

Universitas Kristen Maranatha

Perancangan dan Analisis Desain Jaringan Mobile WiMax e di daerah Sub urban (Studi Kasus di Kota Kediri)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.

Radio Propagation. 2

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA

SIMULASI MULTIPLE ACCESS PADA SISTEM PERSONAL HANDYPHONE SYSTEM (PHS)

ANALISIS RATA-RATA LINTASAN REDAMAN MODEL PROPAGASI PADA LAYANAN BASE TRANSEIVER STATION

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL ABSTRACT

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL PROPAGASI UNTUK KOMUNIKASI BERGERAK PADA SISTEM GSM 900. pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro.

OUTDOOR PROPAGATION MODEL PADA SISTEM CELLULAR

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR. dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lisa Adriana Siregar Dosen Tetap Program Studi Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknik Harapan

Analisis BTS Initial Planning Jaringan Komunikasi Selular PT. Provider GSM di Sumatera

ANALISIS PENYEBAB BLOCKING CALL DAN DROPPED CALL PADA HARI RAYA IDUL FITRI 2012 TERHADAP UNJUK KERJA CDMA X

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman kebutuhan manusia akan bidang telekomunikasi juga semakin meningkat,

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) BERDASARKAN PARAMETER JARAK E Node-B TERHADAP MOBILE STATION DI BALIKPAPAN

ANALISIS RSCP PADA HSDPA DAN HSUPA DI WILAYAH KOTA MALANG

EVALUASI EFISIENSI PERANGKAT BASE STATION MENGGUNAKAN DRIVE TEST PADA ANTENA SINGLE-BAND DAN MULTI-BAND

MODEL PROPAGASI KANAL RADIO BERGERAK PADA GSM FREKUENSI 900 MHZ DI DAERAH TALUK KUANTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS BTS BERBASIS ANTENA SINGLE- BAND DAN MULTI-BAND UNTUK MENDUKUNG KESTABILAN JARINGAN

Bab 7. Penutup Kesimpulan

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS HARD HANDOFF PADA SISTEM SELULER

Perancangan Jalur Gelombang Mikro 13 Ghz Titik Ke Titik Area Prawoto Undaan Kudus

Analisa karakteristik lingkungan propagasi pada daerah pepohonan di area PENS ITS

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi secara real time, dimana keterbatasan jarak, waktu dan ruang

SATUAN ACARA PERKULIAHAN EK.475 SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL


ANALISIS UJI KUAT SINYAL TERHADAP JARAK JANGKAU MAKSIMAL SISTEM PENERIMAAN SINYAL INTERNET BERBASIS EDIMAX HP-5101ACK

PENGUKURAN PROPAGASI RADIO AKSES DI AREA BANDUNG TENGAH DALAM KAITANNYA DENGAN MODEL OKUMURA-HATA & COST-231

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

ANALISIS LINK BUDGETING BERBASIS GUI (GRAPHICAL USER INTERFACE) MATLAB PADA DAERAH PUSAT KOTA (DPK), PERKANTORAN, DAN PERUMAHAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Perencanaan Kebutuhan Base Station Jaringan Fixed WiMAX Berdasarkan Demand Site

Global System for Mobile Communication ( GSM )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM RUANG PADA KOMUNIKASI RADIO BERGERAK

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

STUDI KELAYAKAN MIGRASI TV DIGITAL BERBASIS CAKUPAN AREA SIARAN DI BEKASI

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

JARINGAN TELEKOMUNIKASI

KATA PENGANTAR 4 JREC ANALISIS OPTIMASI MENARA SELULER. Pembaca yang terhormat,

PERHITUNGAN LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI GSM DI DAERAH URBAN CLUSTER CENTRAL BUSINESS DISTRIC (CBD), RESIDENCES, DAN PERKANTORAN

CALL SETUP FAILURE PADA JARINGAN CDMA X INTISARI

BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM PERENCANAAN JARINGAN SISTEM SELULAR

Transkripsi:

Makalah Seminar Tugas Akhir ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG Oleh : YULIE WIRASATI Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK Digital Communication System 1800 atau DCS 1800 adalah suatu standar sistem turunan GSM 900 yang dikembangkan oleh ETSI. DCS 1800 berada pada pita frekuensi 1800 MHz, serta mempunyai kapasitas trafik 3 kali lebih besar daripada jaringan GSM 900. Daya transmisi yang rendah diperlukan untuk jangkauan pendek dan kondisi propagasi pada pita 1800 MHz memungkinkan DCS 1800 mempunyai potensi reusability yang tinggi dari frekuensi transmisi sehingga menunjang penggunaan spektrum frekuensi yang efisien. Perambatan gelombang radio dari pemancar ke penerima mengalami rugi-rugi propagasi. Besarnya rugi propagasi tersebut bervariasi sesuai spektrum frekuensi dan kondisi alam serta lingkungan sekitarnya. Secara empiris, terdapat beberapa model propagasi yang dapat digunakan. Model propagasi yang secara umum dipergunakan antara lain adalah model Okumura-Hata, model Walfisch-Ikegami, serta model W.C.Y. Lee. Dari hasil analisa propagasi menggunakan beberapa pemodelan propagasi yang berbeda, dapat ditentukan pemodelan propagasi yang sesuai untuk kota Semarang. Data-data yang diperlukan dalam proses pembahasan dan analisa perbandingan pemodelan propagasi pada sistem DCS 1800 diperoleh dari operator selular PT. INDOSAT M-3 Area Jateng & DIY. I. PENDAHULUAN Dengan keterbatasan lebar pita frekuensi yang dimiliki saat ini yaitu sebesar 5 MHz sebagai teknologi GSM 900, keterbatasan kualitas dan kapasitas masih sangat dirasakan terutama pada daerah-daerah dengan trafik yang padat dan tinggi. GSM merekomendasikan DCS 1800 untuk kebutuhan Personal Communication Services dan mengusulkan pita frekuensi 1800 MHz, yang mempunyai lebar pita frekuensi sebesar 75 MHz dengan kapasitas trafik 3 kali lebih besar daripada kapasitas trafik GSM 900. Daya transmisi yang rendah yang diperlukan untuk jangkauan pendek dan kondisi propagasi pada pita 1800 MHz menunjang penggunaan spektrum frekuensi yang efisien karena potensi reusability yang tinggi dari frekuensi transmisi. Jaringan DCS 1800 dikembangkan dengan menggunakan jaringan komunikasi bergerak yang pintar untuk menunjang tingkat keandalan dan ketersediaan yang tinggi. Selain itu sistem ini memungkinkan standar mobile baru dikombinasikan dengan yang sudah ada. Dengan basis GSM ini, DCS 1800 merupakan sistem yang cukup matang yang tidak hanya mengoptimalisasi kekuatan awal untuk pengembangan di masa depan, tetapi juga memudahkan fasilitas-fasilitas GSM dapat segera dipergunakan. Dengan menganalisa kondisi karakteristik propagasi, dapat ditentukan prediksi karakteristik sel, memberikan masukan dalam pengembangan algoritma untuk pembuatan peta selular, dan pada akhirnya dapat menunjang pembuatan sistem komunikasi yang mempunyai kualitas pelayanan yang efektif. Dari hasil analisa propagasi menggunakan beberapa pemodelan propagasi yang berbeda, dapat ditentukan pemodelan propagasi yang sesuai untuk kota Semarang. II. SISTEM KOMUNIKASI SELULAR.1 Konsep Selular Pada masa awal perkembangan sistem telekomunikasi radio bergerak, pengembangan sistem lebih ditujukan untuk mendapatkan area cakupan yang luas dengan menggunakan satu buah pemancar berdaya besar dan sebuah antena yang ditempatkan pada sebuah tower yang tinggi [10]. Sistem ini sukses mencapai area cakupan yang luas yang diinginkan, tetapi mempunyai kelemahan yaitu ketika suatu kanal frekuensi sedang dipergunakan oleh seorang pengguna di suatu area, kanal frekuensi tersebut tidak dapat dipergunakan oleh pengguna lain di area yang sama, karena

penggunaan kanal frekuensi yang sama dalam satu area akan menyebabkan terjadinya interferensi. Untuk mengatasi inefisiensi penggunaan spektrum frekuensi dan keterbatasan layanan, dikembangkan suatu sistem telekomunikasi radio bergerak selular. Konsep sistem selular adalah suatu sistem yang mengganti sebuah pemancar berdaya besar untuk area cakupan yang luas dengan beberapa pemancar berdaya kecil, dengan setiap pemancar mempunyai area cakupan yang tidak begitu luas [9]. Kapasitas yang tinggi diperoleh dengan membatasi area cakupan pemancar pada area geografis yang tidak begitu luas yang disebut sel, sehingga suatu kanal frekuensi dapat dipergunakan kembali oleh pemancar lain yang letaknya tidak jauh dari pemancar pertama. Wilayah layanan yang hendak dicakup diatur menjadi suatu jaringan yang terdiri dari susunan sel yang saling bersinggungan. Tiap sel mempunyai radio base station yang memiliki sekumpulan kanal-kanal radio untuk menghubungkannya dengan mobile stations yang berada di dalam sel tersebut.. Digital Communication System 1800 (DCS 1800) Digital Communication System 1800 atau DCS 1800 adalah suatu standar sistem turunan GSM 900 (Global System for Mobile 900) yang dikembangkan oleh ETSI (European Telecommunication Standard Institute). Karakteristik utama DCS 1800 diberikan oleh Tabel.1. Tabel.1 Karakteristik utama DCS 1800 Parameter Frekuensi uplink Frekuensi downlink Metoda akses Spasi f carrier Metoda modulasi Nilai 1710 1785 MHz 1805 1880 MHz TDMA/FDMA 00 KHz GMSK Kecepatan transmisi 70,83 kbps Daya keluaran 1 W / 50 mw transmisi Jumlah kanal f pembawa Radius sel 374 pasang / 8 time slot 0, 8 Km III. PEMODELAN PROPAGASI 3.1 Propagasi Radio Propagasi gelombang radio sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan operasi. Gambar 3.1 menunjukkan parameter-parameter dasar propagasi radio. Gambar 3.1 Parameter dasar propagasi radio [4] Base station mentransmisikan daya sebesar P t dari suatu antena dengan gain G t. Pada jarak d, receiver menerima daya sebesar P r dari antena dengan gain G r. Daya yang diterima diberikan oleh formula berikut ini, dengan variabel berupa daya yang dipancarkan, jarak, gain antena, kecepatan cahaya, dan frekuensi, yaitu [4] : P r = (P t /4d ) G t G r (c /4f ) (3.1) Bagian pertama dari persamaan tersebut, P t /4d, menunjukkan daya yang dipancarkan oleh base station dengan daerah sebar seluas 4d. Bagian kedua, G t G r, menunjukkan gain dari antena pemancar dan antena penerima. Semakin besar gain, semakin besar pula daya yang diterima. Bagian terakhir dari persamaan tersebut, c /4f, menunjukkan bahwa daya yang diterima akan berkurang seiring dengan meningkatnya kuadrat frekuensi. Persamaan (3.1) dapat ditulis kembali dalam bentuk: P r = (P t G t G r ) / L 0 (3.) dengan: Free space loss = L 0 = (4df/c) (3.3) Dalam bentuk db, persamaan (3.3) menjadi: L 0 db = 3 + 0 log f MHz + 0 log d Km (3.4) 3. Pemodelan Propagasi Perambatan gelombang radio dari pemancar ke penerima mengalami rugi-rugi propagasi. Besarnya rugi propagasi tersebut bervariasi sesuai spektrum frekuensi dan kondisi alam serta lingkungan sekitarnya. Secara empiris, terdapat beberapa model propagasi yang dapat digunakan. Model propagasi yang secara umum dipergunakan antara lain adalah model Okumura- Hata, model Walfisch-Ikegami, serta model W.C.Y. Lee.

3..1 Model Okumura-Hata Model Okumura-Hata merupakan salah satu model perhitungan propagasi yang paling banyak dipergunakan. Laporan Okumura merupakan informasi path loss yang berbentuk grafik yang sepenuhnya berdasarkan data-data pengukuran yang dilakukan di kota Tokyo. Model Hata merupakan relasi matematis empiris dari laporan teknis Okumura, sehingga hasilnya dapat diimplementasikan pada perhitungan komputer []. Formula rugi-rugi propagasi untuk daerah urban yang dipergunakan, yaitu [] : L 50 = 69.55 + 6.16 log f c 13.8 log h b a(h m ) + (44.9 6.55 log h b ) log R (3.5) dengan: L 50 = rata-rata path loss (db) f c = frekuensi kerja (MHz) h b = tinggi antena base station (m) h m = tinggi antena mobile (m) a(h m ) = faktor korelasi untuk tinggi antena mobile (db) R = jarak mobile dengan base station (km) 3.. Model Walfisch-Ikegami Model Walfisch-Ikegami adalah kombinasi model empiris dan model deterministik yang digunakan untuk mengestimasi rugi-rugi lintasan sistem komunikasi selular di lingkungan perkotaan/urban. Model ini terdiri atas 3 elemen, yaitu: free space loss, roof-to-street diffraction and scatter loss, dan multiscreen loss. Secara matematis diekspresikan sebagai berikut []. L fs Lrts Lms L 50 (3.6) Lfs jikalrts Lms 0 dengan: L 50 = rugi-rugi propagasi model Walfisch-Ikegami (db) L fs = free space loss (db) L rts = roof-to-street diffraction and scatter loss (db) L ms = multiscreen loss (db) 3..3 Model W.C.Y. Lee Model propagasi Lee diturunkan dari data eksperimen yang dilakukan di beberapa kota besar di dunia. Parameter referensi yang digunakan yaitu pada frekuensi 900 MHz, pada tinggi antena 30.5 m, dengan daya transmisi 10 W. Persamaan matematika model Lee ini diberikan berikut ini []. L 50 = L O + log d + F O (3.7) dengan: L 50 = rugi-rugi propagasi model Lee (db) L O = loss transmisi pada jarak 1 km (db) γ = slope dari path loss (db/decade) d = jarak dari base station (m) F O = faktor penyesuaian Nilai L O dan γ diperoleh dari data eksperimen, yaitu seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 3.1 [7]. Tabel 3.1 Parameter Model Propagasi Lee Urban : ENVIRONMENT L O (db) γ Free space 91.3 0.0 Open (rural) 91.3 43.5 Suburban 104.0 38.0 Tokyo 18.0 30.0 Philadelphia 11.8 36.8 Newark 106.3 43.1 Sedangkan nilai F O diberikan oleh persamaan: F O = F 1 F F 3 F 4 F 5 dengan: Actual base station antenna height ( m) F1 30.5 m Actual transmitter power ( W ) F 10 W Actual gain of base station antenna F3 4 Actual mobile antenna height ( m) F4 3 m F 5 fc f 0 di mana f 0 1800 MHz IV. ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI Pengambilan data pada pembahasan dan analisa perbandingan pemodelan propagasi pada sistem DCS 1800 pada daerah urban terbuka di kota Semarang ini dilaksanakan pada operator selular PT. INDOSAT M-3 Area Jateng & DIY dengan mengambil beberapa lokasi BTS yang berada di kota Semarang. Lokasi BTS yang akan dihitung rugi-rugi propagasinya berada di: 1. BTS Puspowarno. BTS Simpang Lima 3. BTS Bon Agung 4. BTS Sultan Agung

Analisa Model Okumura-Hata Perhitungan rugi-rugi propagasi dengan menggunakan pemodelan Hata ini, diasumsikan bahwa frekuensi yang digunakan adalah sama untuk setiap lokasi BTS, yaitu frekuensi kerja DCS 1800 yang digunakan pada PT. INDOSAT M-3 Area Jateng & DIY (1845 MHz). Perbandingan antara hasil pengukuran RSL di lapangan dengan hasil perhitungan RSL menggunakan pemodelan Okumura-Hata, baik untuk daerah urban, suburban, maupun rural/open, pada keempat lokasi BTS dapat dilihat pada Tabel 4.1. Berdasarkan Tabel 4.1 tersebut, selisih nilai RSL untuk keempat lokasi BTS di Semarang antara hasil pengukuran dan hasil perhitungan dengan menggunakan pemodelan Okumura-Hata menunjukkan nilai sekitar -73 dbm untuk daerah urban, -74 dbm untuk daerah suburban, dan -59 dbm untuk daerah rural/open. Analisa Model Walfisch-Ikegami Pada perhitungan rugi-rugi propagasi dengan menggunakan model Walfisch-Ikegami ini, frekuensi kerja yang digunakan untuk tiap BTS adalah sama, yaitu 1845 MHz, yang merupakan frekuensi kerja DCS 1800 yang digunakan oleh PT. INDOSAT M-3 Area Jateng & DIY. Diasumsikan besarnya atau sudut relatif antena mobile terhadap jalan untuk tiap BTS adalah sama, yaitu 90 0. Sedangkan jarak mobile dengan BTS adalah 1 km. Perbandingan antara hasil pengukuran RSL di lapangan dengan hasil perhitungan RSL menggunakan pemodelan Walfisch-Ikegami, baik untuk daerah urban maupun suburban, pada keempat lokasi BTS dapat dilihat pada Tabel 4.. Berdasarkan Tabel 4. tersebut, selisih nilai RSL untuk keempat lokasi BTS di Semarang antara hasil pengukuran dan hasil perhitungan dengan menggunakan pemodelan Walfisch-Ikegami menunjukkan nilai sekitar -73 dbm, baik untuk daerah urban maupun daerah suburban. Analisa Model W.C.Y. Lee Perhitungan rugi-rugi propagasi dengan menggunakan model W.C.Y. Lee ini dilakukan berdasarkan persamaan 3.1, di mana nilai dari variabel L O (loss transmisi pada jarak 1 km) dan γ (slope dari path loss) diperoleh berdasarkan data eksperimen yang ditunjukkan oleh Tabel 3.1. Perbandingan antara hasil pengukuran RSL di lapangan dengan hasil perhitungan RSL menggunakan pemodelan W.C.Y. Lee, baik untuk daerah suburban maupun rural/open, pada keempat lokasi BTS dapat dilihat pada Tabel 4.3. Berdasarkan Tabel 4.3 tersebut, selisih nilai RSL untuk keempat lokasi BTS di Semarang antara hasil pengukuran dan hasil perhitungan dengan menggunakan pemodelan W.C.Y. Lee menunjukkan nilai sekitar -77 dbm untuk daerah suburban, dan -57 dbm untuk daerah rural/open. 4.4 Tinjauan Analisa Perbandingan Hasil Perhitungan dan Gambar 4.1 menunjukkan grafik perbandingan nilai RSL yang diperoleh untuk keempat lokasi BTS, baik dengan menggunakan perhitungan beberapa model propagasi maupun dari hasil pengukuran di lapangan. Gambar 4.1 Grafik perbandingan RSL hasil perhitungan dan pengukuran Untuk keempat lokasi BTS yang menjadi obyek penelitian, terdapat setidaknya model propagasi yang memberikan hasil perhitungan nilai RSL mendekati hasil pengukuran di lapangan, yaitu model Okumura-Hata suburban dan model Lee suburban. Walaupun model propagasi Okumura- Hata merupakan salah satu pemodelan propagasi yang paling sering digunakan, model ini mempunyai beberapa kelemahan. Model Okumura cenderung merata-ratakan situasi yang ekstrim sehingga tidak cukup tanggap untuk merespon perubahan yang terjadi dengan cepat dalam lintasan

propagasi. Model Okumura juga hanya berlaku pada tipe-tipe gedung seperti di Tokyo. Perbandingan pengukuran di Amerika Serikat menunjukkan bahwa daerah suburban di Amerika Serikat lebih sering memperlihatkan tipe daerah antara suburban dan daerah terbuka pada model Okumura []. Model W.C.Y. Lee memasukkan perhitungan faktor penyesuaian yang diperlukan sebagai kompensasi digunakannya nilai-nilai yang berbeda dari nilai-nilai parameter ketika eksperimen dilakukan, sehingga model ini lebih fleksibel digunakan untuk berbagai karakter lingkungan. Secara keseluruhan, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil pengukuran RSL untuk kota Semarang mendekati hasil perhitungan RSL menggunakan model propagasi W.C.Y. Lee untuk daerah suburban. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil perhitungan, pengukuran, dan analisa perbandingan pemodelan propagasi pada sistem DCS 1800 di kota Semarang dengan menggunakan model Okumura-Hata, model Walfisch-Ikegami, dan model W.C.Y. Lee, adalah: 1. Selisih nilai RSL (Received Signal Level) hasil pengukuran dan RSL hasil perhitungan dengan menggunakan pemodelan Okumura-Hata menunjukkan nilai sekitar -73 dbm untuk daerah urban, -74 dbm untuk daerah suburban, dan -59 dbm untuk daerah rural/open.. Selisih nilai RSL yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran dan hasil perhitungan dengan menggunakan pemodelan Walfisch-Ikegami menunjukkan nilai sekitar -73 dbm, baik untuk daerah urban maupun daerah suburban. 3. Selisih nilai RSL untuk keempat lokasi BTS di Semarang antara hasil pengukuran dan hasil perhitungan dengan menggunakan pemodelan W.C.Y. Lee menunjukkan nilai sekitar -77 dbm untuk daerah suburban, dan -57 dbm untuk daerah rural/open. 4. Hasil pengukuran RSL untuk kota Semarang mendekati hasil perhitungan RSL menggunakan model propagasi W.C.Y. Lee untuk daerah suburban. 5. Saran Mengingat berbagai keterbatasan yang ada, maka saran yang dapat penulis berikan, antara lain: 1. Analisa dapat dilakukan pada lebih banyak lokasi BTS yang tersebar pada berbagai kondisi geografis kota Semarang.. Pemodelan propagasi Okumura-Hata dapat diperluas dengan menggunakan formula Hata COST-31. 3. Pemodelan propagasi W.C.Y. Lee dapat diperluas dengan menggunakan metoda pointto-point. DAFTAR PUSTAKA 1. Bates. Regis J, Wireless Networked Communications : Concepts, Technology, And Implementation, McGraw-Hill Inc., 1995.. Blaunstien. Nathan, Radio Propagation In Cellular Networks, Artech House, 000. 3. Boucher. Neil J, The Cellular Radio Handbook, Quantum Publishing Inc., 1990. 4. Dayem. Rifaat A, PCS & Digital Cellular Technologies : Assessing Your Options, Prentice Hall PTR, 1997. 5. Freeman. Roger L, Telecommunications Transmission Handbook, John Wiley & Sons Inc., 1998. 6. Garg. Vijay K. and Joseph E. Wilkes, Wireless And Personal Communications Systems, Prentice Hall PTR, 1996. 7. Lee. William C.Y, Mobile Communications Design Fundamentals nd Ed., John Wiley & Sons Inc., 1993 8. Mehrotra. Asha, GSM System Engineering, Artech House, 1997. 9. Rappaport. Theodore S, Wireless Communications : Principles & Practice, Prentice Hall PTR, 1996. 10. Rappaport. Theodore S, Cellular Radio And Personal Communications, IEEE. 11. Walker. John, Mobile Information Systems, Artech House, 1990. Mengetahui, Pembimbing I Wahyudi, ST, MT NIP. 1308666 Pembimbing II Achmad Hidayatno, ST, MT NIP. 13137933

Nama : NIM : Tempat/Tgl Lahir : Semarang, 01 Juli 1979 Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Diponegoro Semarang Konsentrasi Telekomunikasi

Tabel 4.1 Perbandingan Nilai RSL antara Perhitungan Model Okumura-Hata dengan Lokasi Base Station Hata Urban Hata Suburban Hata Rural/Open Hasil Puspowarno - 9,17-80,15-60,07-67,61 Simpang Lima - 90,37-78,35-58,7-73,6 Bon Agung - 9,59-80,57-60,49-70,87 Sultan Agung - 89,54-77,5-57,44-79,84 Tabel 4. Perbandingan Nilai RSL antara Perhitungan Model Walfisch-Ikegami dengan Lokasi Base Station Walfisch-Ikegami Urban Walfisch-Ikegami Suburban Hasil Puspowarno - 90,63-88,0-67,61 Simpang Lima - 97,7-95,11-73,6 Bon Agung - 95,85-93,4-70,87 Sultan Agung - 95,15-9,54-79,84 Tabel 4.3 Perbandingan Nilai RSL antara Perhitungan Model W.C.Y. Lee dengan Lokasi Base Station Lee Suburban Lee Rural/Open Hasil Puspowarno - 67,57-54,87-67,61 Simpang Lima - 71,65-58,95-73,6 Bon Agung - 67,03-54,33-70,87 Sultan Agung - 74,18-61,48-79,84