I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini berupa deskriptif pemeriksaan laboratoris. Penelitian dilakukan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

Sakina Meta, Basuki Wiranto, Tjiptaningrum Agustyas, Soleha Tri Umiana Medical Faculty of Lampung University. Abstract

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. Etiologi demam tifoid diakibatkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

III. METODE PENELITIAN. cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Demam tifoid disebut juga dengan Typus Abdominalis atau. Typhoid fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

Typhoid fever (Demam tifoid) disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi), bersifat akut dan umumnya menyerang sistem RES (re

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jumlah banyak. Penularannya dapat melalui kontak antar manusia atau melalui

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya yaitu

BAB I. PENDAHULUAN. lainnya termasuk di Indonesia (Gasem et al., 2002; Vollaard et al., 2005; Prajapati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii

Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 1

DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN CILACAP TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan Diagnostik Serologik dan Pelacak Antigen Salmonella typhi

TUGAS PRESENTASI KASUS. Demam tifoid pada anak. Tutor: Dr. Nur Faizah, SP.A. Disusun Oleh: Rostikawaty Azizah G1A009022

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK. sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan

Choerunnisa N, Tjiptaningrum A, Basuki W Medical Faculty of Lampung University ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK HASIL PEMERIKSAAN IGM ANTI SALMONELA TYPHI DI LABORATORIUM SURYA HUSADHA DENPASAR PADA BULAN JUNI -NOVEMBER 2013

BAB XIX DEMAM TIFOID

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. merupakan kingdom Bacteria, phylum. Proteobacteria, class Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella typhi,

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 14

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB 1 PENDAHULUAN. kuman Salmonella Typhi (Zulkoni, 2011). Demam tifoid banyak ditemukan. mendukung untuk hidup sehat (Nani dan Muzakir, 2014).

ABSTRAK. Pembimbing II : Penny S M., dr., Sp.PK., M.Kes

ABSTRAK. UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN TUBEX-TF DAN WIDAL TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB II

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DEMAM TIFOID DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella enterica serovar typhi. Salmonella enterica serovar paratyphi A, B,

ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

GAMBARAN GEJALA KLINIK, HEMOGLOBIN, LEUKOSIT, TROMBOSIT DAN WIDAL PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DENGAN

DIAGNOSIS DEMAM THYPOID DENGAN PEMERIKSAAN WIDAL ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

PEMERIKSAAN WIDAL SLIDE UNTUK DIAGNOSA DEMAM TIFOID. Agnes Sri Harti 1, Saptorini 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN ). Penyakit Typhoid Abdominalis juga merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat

Laporan Pendahuluan Typhoid

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Anemia Hemolitik. Haryson Tondy Winoto,dr,Msi.Med.,Sp.A Bag. IKA UWK

PREVALENSI DEMAM TIFOID DENGAN TITER AGLUTININ O DAN H 1:320 MENGGUNAKAN UJI WIDAL PADA LABORATORIUM KLINIK NIKI DIAGNOSTIC CENTER TAHUN 2012

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella typhi (S. typhi). Penyakit ini masih sering dijumpai di negara berkembang yang terletak di daerah tropis seperti Indonesia dan daerah subtropis (Tumbelaka, 2000). Prevalensi demam tifoid di dunia diperkirakan sebanyak 17 juta manusia dan menyebabkan kematian sebanyak 600 ribu orang pertahunnya. Sementara itu, di Indonesia jumlah penduduk Indonesia yang menderita demam tifoid sebanyak 305-810/100.000 penduduk dengan jumlah kematian lebih dari 20.000/tahun. Penyakit ini merupakan penyakit endemis di Indonesia yang tidak terbatas pada umur tertentu, namun angka kesakitan tertinggi terdapat pada golongan umur 3-19 tahun (WHO, 2003; Marleni, 2012). Bandar Lampung merupakan salah satu daerah endemis demam tifoid walaupun dalam Riskesdas tahun 2007 bukan termasuk kota dengan prevalensi demam tifoid tertinggi (Riskesdas, 2007).

Penegakan diagnosis demam tifoid hanya dengan melihat tanda-tanda klinis sulit dilakukan karena tidak spesifiknya tanda-tanda dan gejala yang timbul, Gejala klinis demam tifoid yang timbul pada minggu pertama sakit yaitu keluhan demam, nyeri kepala, malaise dan gangguan gastrointestinal (Sudoyo, 2009). Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis demam tifoid secara garis besar dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu (1) pemeriksaan darah tepi, (2) pengisolasian kuman penyebab demam tifoid S. typhi dengan biakan kuman, (3) pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen S. typhi dan penentuan adanya antigen spesifik dari S. typhi, dan (4) pelacakan DNA kuman S. typhi. Diagnosis pasti dapat dilakukan dengan menggunakan biakan kuman dari darah, urin, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Pada beberapa penelitian didapatkan biakan darah terhadap S. typhi tergantung dari saat pengambilan pada perjalanan penyakit. Persentase terdeteksinya kuman antara 70-90% pada minggu pertama sakit, dan positif 50% pada akhir minggu ketiga. Pada pemeriksaan kultur darah, ketidakefektifan ditemukan pada penderita demam tifoid yang sebelumnya telah mendapat antibiotik, sehingga menghambat pertumbuhan kuman dalam media biakan dan hasil kultur menjadi negatif. Volume darah terlalu sedikit (kurang dari 5 cc) juga dapat mengakibatkan pembacaan hasil kultur menjadi negatif. Riwayat vaksinasi dapat menimbulkan antibodi pada darah pasien yang dapat menekan bakteriemia hingga kultur darah menjadi negatif. Pengambilan darah setelah minggu pertama juga bisa menghasilkan kultur darah negatif karena aglutinin yang semakin meningkat (Tumbelaka, 2003). Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur 2

mempunyai sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis rutin demam tifoid di tempat-tempat pelayanan kesehatan (Hayat, 2011). Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan serologis yaitu pemeriksaanwidal, pemeriksaan metode Dot Enzym Immunoassay (Typhidot), metode Enzymelinked Immunosorbent Assay (ELISA), pemeriksaan Dipstik dan pemeriksaan Tubex. PemeriksaanWidal merupakan metode serologi yang banyak dilakukan di Indonesia namun sulit untuk dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan standar aglutinasi (cut-off point). Belum ditemukan adanya kesamaan pendapat tentang titer aglutinin yang bermakna untuk diagnosis demam tifoid. Batas titer aglutinin yang sering digunakan hanya kesepakatan saja, berlaku setempat, dan bahkan dapat berbeda di berbagai laboratorium. Selain itu, sensitivitas pemeriksaanwidal hanya 74% dan spesifisitas 17 % (Marleni, 2012). Berbagai metode diagnostik sebagai pengganti pemeriksaanwidal dan kultur darah sebagai metode konvensional masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Beberapa metode diagnostik yang lebih cepat, mudah dilakukan dan terjangkau harganya untuk negara berkembang dengan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik, seperti pemeriksaan Tubex, Typhidot dan Dipstik mulai dapat dikembangkan penggunaannya di Indonesia (Tumbelaka, 2003). 3

Pemeriksaan serologis Typhidot merupakan suatu pemeriksaan serologi yang didasarkan pada deteksi antibodi spesifik IgM maupun IgG terhadap S. typhi. Pemeriksaan menggunakan suatu membran nitroselulosa yang diisi 50 KDa spesifik protein dan antigen kontrol. Deteksi antibodi IgM menunjukkan tahap awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan adanya peningkatan IgG menandakan infeksi yang lebih lanjut. Pada Typhidot IgM yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap IgM spesifik. Walaupun kultur merupakan pemeriksaan gold standar, perbandingan kepekaan Typhidot IgM dan metode kultur adalah >93%. Typhidot IgM sangat bermanfaat untuk diagnosis cepat di daerah endemis demam tifoid (Marleni, 2012; WHO, 2003). PemeriksaanTyphidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar S. typhi. Hasil positif pada pemeriksaantyphidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kda yang terdapat pada strip nitroselulosa (Sudoyo, 2009). Pemeriksaan Typhidot merupakan metode diagnostik demam tifoid dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan Widal. Kedua pemeriksaan tersebut lebih cepat, mudah, sederhana dan akurat untuk digunakan dalam penegakan diagnosis demam tifoid (Choo, 1999). Pada penelitian Gopalakhrisnan tahun 2002, sensitivitas pemeriksaan Typhidot sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76,6%, dan efisiensi 4

pemeriksaan sebesar 84%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Olsen dkk, didapatkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan Typhidot hampir sama dengan pemeriksaan Tubex yaitu 79% dan 89% dengan 78% dan 89% (Marleni, 2012). Pemeriksaan Typhidot tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Maka bila dibandingkan dengan pemeriksaan Widal, sensitivitas pemeriksaan Typhidot lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna tidak selalu disertai dengan pemeriksaanwidal positif (Choo,1999). Berbagai penelitian mengenai sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan Typhidot yang bervariasi mendorong keinginan penulis untuk mengetahui proporsi nilai pemeriksaantyphidot positif pada pasien yang terdiagnosis demam tifoid akut dengan pemeriksaan Widal positif di RSUD Dr.H.Abdoel Moeloek Bandar Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi nilai positif Typhidot IgM pada pasien dengan Widal positif disertai klinis yang mendukung ke arah demam tifoid untuk selanjutnya dari penelitian ini dapat mendeteksi kemampuan pemeriksaantyphidot mendeteksi IgM anti-s. typhi pada pasien demam tifoid akut sehingga hasil penelitian ini nanti dapat menjadi evaluasi kesuksesan intervensi dalam eliminasi demam tifoid akut, khususnya di RSUD Dr. H Abdul Moeloek dan secara umum pada daerah endemis seperti di Bandar Lampung. 5

B. Rumusan Masalah Variatifnya manifestasi klinis pada penderita demam tifoid yang seringkali tidak khas menyebabkan sulitnya penegakan diagnosis. Diagnosis pasti pada demam tifoid yaitu dengan ditemukannya bakteri S. typhi dalam biakan dan salah satu pemeriksaan serologis yang lebih cepat adalah pemeriksaan Typhidot yang mendeteksi antibodi spesifik IgM terhadap antigen S. typhi sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih tepat pada penderita demam tifoid akut (Marleni, 2012). Sampai saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan proporsi nilai Typhidot positif pada pasien yang terdiagnosis klinis demam tifoid dan pemeriksaan Widal dengan O 1/320 sehingga timbul pertanyaan penelitian Berapa proporsi pemeriksaan IgM anti-salmonella typhipositif menggunakan Typhidot dengan pemeriksaanwidal positif pada pasien klinis demam tifoid akut di RSUD Dr.H. Abdul Moeloek Bandar Lampung? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa proporsi pemeriksaan IgM anti-salmonella typhi positif menggunakan Typhidot dengan pemeriksaan Widal positif pada pasien klinis demam tifoid akut di RSUD Dr.H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. 6

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Dapat meningkatkan pengetahuan mengenai tata cara penulisan karya ilmiah, mendapatkan data perbandingan nilai Widal dan Typhidot yang dapat dijadikan referensi pada penelitian lanjut mengenai ketepatan Typhidot untuk mendiagnosis demam tifoid secara dini. 2. Bagi Masyarakat Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penegakan diagnosis demam tifoid. 3. Bagi Ilmu Kedokteran Dapat digunakan sebagai perbandingan dan landasan penelitian selanjutnya. E. Kerangka Teori Perjalanan penyakit demam tifoid melewati beberapa proses, yaitu invasinya kuman S. thypi yang lolos dari respon imun tubuh non spesifik dalam lambung, sebagian yang lolos akan menginvasi ke dinding sel epitel usus halus, di usus halus S.typhi menemui mekanisme pertahanan non spesifik lain yaitu motilitas dan flora normal usus. S.typhi yang berhasil menembus mukosa usus akan masuk ke lamina propia, menetap dan berkembang biak. Di lamina propria, kuman yang tidak mengalami fagositosis dapat bertahan hidup, berkembang biak dalam sel mononukler sebelum akhirnya menyebar ke dalam aliran darah. 7

Selanjutnya kuman masuk ke dalam aliran darah sistemik, setelah 24-72 jam terjadi bakteriemia primer namun karena jumlah kuman belum banyak maka gejala klinis belum tampak. Bakteriemia primer akan berakhir setelah kuman masuk ke dalam organ retikuloendotelial system (RES) di hati, limpa, kelenjar getah bening mesenterium dan kelenjar limoid intestinal untuk berkembang biak. Masa inkubasi selama 10-14 hari. Dalam organ RES kuman berkembang pesat, kuman akan masuk ke peredaran darah dan terjadi bekteriemia sekunder. Pada bakteriemia sekunder gejala klinis mulai terlihat (Marleni, 2012). Pemeriksaan serologis untuk penegakan diagnosis demam tifoid yang diketahui memiliki sensitivitas yang tinggi adalah pemeriksaan Typhidot dan pada pemeriksaan Typhidot, dideteksi adanya antibodi IgM dan IgG pada protein membran luar S. typhi. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kda yang terdapat pada strip nitroselulosa (WHO, 2003). 8

Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontaminasi makanan dan minuman (Dosis 1000-1 juta) Aliran darah sistemik (bakteriemia 1) 24-72 jam Aliran darah sistemik (bakteriemia II) Respon Imun Manifestasi klinis demam tifoid, (demam> 4 hari, gangguan GI, ggn Ig M Ig G Kultur darah, feses,urin S.thypi (+)/(-) PCR DNA S.Thypi (+)/(-) SEROLOGIS Tubex TF (IgM +/-) Dipstik (IgM +/-) Widal Antigen O (+)/(-) ELISA IgM 7& IgG (+)/(-) DOT EIA IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kda S. typhi Gambar 1. Diagram Kerangka Teori 9

F. Kerangka Konsep Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontaminasi makanan respon imun dalam tubuh Kuman masuk ke dalam sirkulasi darah Timbul gejala klinis IgM Pemeriksaan Typhidot Pemeriksaan Widal Gambar 2. Diagram kerangka konsep 10