BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN PAPUA NUGINI DALAM KERJASAMA BILATERAL PNG SOLUTION DENGAN AUSTRALIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Unauthorized Maritime Arrivals (UMAs) oleh Pemerintah Australia tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB III POTENSI ANCAMAN YANG DIAKIBATKAN OLEH HADIRNYA IMIGRAN ILEGAL

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

Bab I. Pendahuluan. negara lain. Hak tersebut dikenal dengan The Right to Asylum yang diakui Persatuan

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PAPUA NUGINI DALAM KERJASAMA BILATERAL PNG SOLUTION DENGAN AUSTRALIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Isu para pencari suaka politik (asylum seeker 1 ) ke Australia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Daftar Pustaka. Coplin, W. D Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis. Bandung. Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN AUSTRALIA TERHADAP IMIGRAN GELAP PADA MASA PEMERINTAHAN PARTAI BURUH AUSTRALIA

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Missbach, Antje, Trouble transit. UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology. Resensi Buku

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI

BAB V PENUTUP. yang mengalami kecelakaan di perairan Indonesia koordinasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dalam Hubungan Internasional untuk memenuhi national interest nya masingmasing.

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar dan esensial bagi setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. samudera, yaitu samudera Pasifik dan Samudera Hindia, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Papua New Guinea (PNG) berdiri sebagai sebuah negara merdeka pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah di Negara sendiri membuat penduduk menjadi tidak nyaman dan

Keterangan Pers Presiden RI pada acara Indonesia-Australia Annual Leaders Meeting, Bogor,5 Juli 2013 Jumat, 05 Juli 2013

JURNAL. Diajukan Oleh : HARYO PRADIPTA BAYUWEGA NPM : Internasional

JURNAL ILMIAH PERANAN INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION DALAM MENANGANI IMIGRAN ILEGAL ASAL TIMUR-TENGAH DI INDONESIA

Penerapan Prinsip Non-refoulement dalam Kasus Relokasi Pencari Suaka. Ilegal Australia Ke Pulau Manus dan Pulau Nauru. Oleh: Clara Ignatia Tobing

THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. memperkenalkan OrangIndonesiaID sebagai platform media online ke anak muda

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dunia internasional tidak luput dari masalah-masalah yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian publik pada pertengahan tahun Pada saat itu salah satu stasiun

Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan Orang dan Imigran Gelap di Indonesia

PEMINDAHAN PENCARI SUAKA ( TRANSFER OF ASYLUM SEEKER

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

F-IL PERIHAL PENANGANAN TERHADAP ORANG ASING YANG MENYATAKAN DIRI SEBAGAI PENCARI SUAKA ATAU PENGUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SATRESKRIM POLRES Kebumen. Pantai Mekaran Kebumen bahwa: Bangladesh dan Nepal.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang cukup menjadi perhatian besar bagi umat manusia, dimana

ALASAN INDONESIA-AUSTRALIA BEKERJASAMA DALAM BALI PROCESS UNTUK MENANGGULANGI IRREGULAR MIGRATION

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, hal Online di

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

III METODE PENELITIAN. melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

DAFTAR SINGKATAN. Intergovernmental Committee for European Migration. Intergovernmental Committee for Migration

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA)

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MUHAMMAD RIFQI HERDIANZAH ABSTRACT

Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di muka maka dapat. disimpulkan bahwa:

1 BAB I 2 PENDAHULUAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

JURNAL PENGUSIRAN PENCARI SUAKA OLEH AUSTRALIA MENURUT KONVENSI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 (THE 1951 CONVENTION RELATING TO THE STATUS OF REFUGEES)

(archipelagic state) dan sekaligus negara pantai yang memiliki banyak pulau

Negara Maritim Indonesia, Migrasi Tidak Teratur, dan Hak Pengungsi Lintas Batas Nurul Azizah Zayzda, Sri Wijayanti 1

SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

DAMPAK KEBIJAKAN ILLEGAL MARITIME ARRIVALS (IMA) AUSTRALIA TERHADAP HUBUNGAN AUSTRALIA-INDONESIA KONTEMPORER

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN PENGUNGSI LINTAS BATAS NEGARA DI INDONESIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 1 Oleh : Vindy Septia Anggrainy 2

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Australia merupakan negara yang banyak dijadikan tujuan oleh para imigran dari berbagai negara untuk mendapatkan perlindungan dan memulai kehidupan baru yang lebih baik. Hal ini dikarenakan Australia tergolong negara yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang mayoritas berasal dari negara konflik seperti Afghanistan, Iran, dan Sri Lanka datang ke Australia untuk mendapatkan rasa aman dan bebas dari ancaman, tindak kekerasan, serta perang yang terjadi di negara asalnya (Refugee Action Org, 2013). Unauthorized Maritime Arrivals (UMAs) adalah istilah yang diberikan oleh Pemerintah Australia untuk menyebut para imigran yang memasuki teritori Australia melalui jalur laut secara ilegal (Migration Amendment Act, 2013). Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Australia dalam menangani kasus UMAs salah satunya adalah menjalin kerjasama bilateral dengan negara-negara di sekitar wilayahnya. Papua Nugini adalah salah satu negara yang menjalin kerjasama bilateral dengan Australia bidang asylum seeker ilegal jalur laut. Kerjasama ini berupa pemindahan dan pemrosesan UMAs tersebut ke wilayah Papua Nugini di bawah hukum Papua Nugini. Dalam arena internasional, Papua Nugini juga merupakan salah satu negara yang menandatangani Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi. 1

Gambar 1.1 Jalur Perjalanan UMAs tujuan Australia Sumber: dari laman http://www.fkpmaritim.org Berbeda dengan Indonesia, wilayah Papua Nugini bukan merupakan jalur transit atau jalur yang dilewati oleh UMAs golongan non-melanesian yang jumlahnya 2/3 dari total keseluruhan UMAs tujuan Australia. Golongan non- Melanesian adalah istilah untuk menyebutkan warga negara selain masyarakat Kepulauan Pasifik. Golongan non-melanesian juga termasuk warga negara dari Afghanistan, Iran, dan Sri Lanka yang notabene tercatat sebagai negara mayoritas asal UMAs tujuan Australia. Pada tanggal 13 Agustus 2012, Pemerintah Australia mengumumkan system of third country processing for asylum seeker sesuai dengan isi dari The Migration Legislation Amendment (Regional Processing and Other Measures) Act 2012 subsections 5(1). Dalam sistem ini, UMAs yang tidak memiliki visa sah dan belum berstatus sebagai pengungsi akan dipindahkan ke negara penerima yang telah bekerja sama dengan Pemerintah Australia. UMAs akan ditampung di pusat detensi yang telah disediakan oleh Pemerintah Australia. Kemudian negara 2

penerima akan memproses klaim status pengungsi mereka berdasarkan hukum yang berlaku di negara setempat. Pada awalnya, system of third country processing for asylum seeker tersebut hanya berlaku bagi UMAs yang tiba di wilayah lepas pantai Australia seperti Pulau Christmas. Sesuai dengan Memorandum of Undesrtanding (MoU) yang telah ditandatangani pada bulan September 2012, negara ketiga atau regional processing country yang dimaksud adalah Pulau Manus di Papua Nugini (IMMI AU, 2012). Namun bulan Mei 2013, Pemerintah Australia meluaskan operasi pemindahan ini menjadi seluruh UMAs yang tiba di Australia menggunakan perahu baik itu di wilayah lepas pantai maupun di mainland. Penelitian ini membahas mengenai motivasi Papua Nugini menerima kerjasama bilateral dengan Australia dalam kasus kedatangan ilegal asylum seeker tujuan Australia. Kerjasama bilateral yang dimaksud adalah Regional Resettlement Arrangement (RRA) PNG Solution. Menurut Memorandum of Understanding (MoU) 2013 antara Australia dan Papua Nugini tanggal 19 Juli 2013 disebutkan bahwa UMAs yang akhirnya mendapatkan status sebagai pengungsi akan mendapatkan hak resettlement di Papua Nugini. Hal ini berkaitan dengan isi pidato PM Kevin Rudd yang diunduh ke situs Youtube secara resmi di channel pribadinya pada tanggal 19 Juli 2013; The rules have changed, from now on, any asylum seeker who arrives in Australia by boat will have no chance of being settled in Australia as refugees... If you come by boat you will never permanently live in Australia. PM Rudd mengatakan dengan tegas dan jelas bahwa Australia tidak akan menerima lagi pengajuan status pengungsi dari para pencari suaka jalur laut. 3

Pembahasan ini menarik untuk diangkat karena posisi Papua Nugini sebenarnya tidak terlibat langsung dalam keberadaan UMAs tujuan Australia. Terlebih lagi dalam penandatanganan Konvensi Pengungsi 1951, awalnya Papua Nugini telah mengajukan tujuh poin keberatan (seven reservations) yang menjadi pengecualian sikap Pemerintah Papua Nugini kepada para pengungsi. Tujuh poin tersebut adalah keberatan terhadap artikel 17(1) tentang wage-earning employment, artikel 21 tentang housing, artikel 22(1) tentang education, artikel 26 tentang freedom of movement, artikel 31 tentang non-penalisation of refugees unlawfully present in the country of refugee, artikel 32 tentang prohibiton against expulsion of refugees, dan artikel 34 tentang naturalization (Glazebrook, 2014). Namun pada akhirnya Papua Nugini turut berperan aktif dalam penanganan dan penyelesaian masalah asylum seeker dengan kesediaannya menjadi regional processing country dan tempat resettlement untuk Australia. Berdasarkan uraian di atas, judul penelitian yang diangkat yakni Keputusan Papua Nugini dalam Kerjasama Bilateral Papua New Guinea Solution (PNG Solution) dengan Australia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah Mengapa Papua Nugini bersedia menjadi regional processing centre dan resettlement untuk para pencari suaka ilegal tujuan Australia dalam bentuk kebijakan PNG Solution. 4

1.3 Batasan Masalah Penelitian ini membatasi pembahasan hubungan bilateral Australia dengan Papua Nugini hanya dalam bidang penanganan Unauthorized Maritime Arrivals (UMAs). Selanjutnya dalam penanganan UMAs tersebut, penelitian ini menjelaskan faktor yang menyebabkan Papua Nugini bersedia menerima kerjasama bilateral yang ditawarkan oleh Pemerintah Australia. Kerjasama bilateral yang dimaksud adalah pemindahan, penampungan, pemrosesan, dan resettlement para Unauthorized Maritime Arrivals (UMAs) ke Papua Nugini berdasarkan kesepakatan PNG Solution. Penelitian ini mengkaji hubungan bilateral Australia dengan Papua Nugini mulai periode tahun 2001 sampai dengan tahun 2014. Pembahasan tulisan ini dimulai dari tahun 2001 karena pada tahun tersebut pertama kali dilaksanakan kebijakan Pasific Solution oleh Perdana Menteri Australia John Howard. Pasific Solution merupakan kebijakan transfer of asylum seeker pertama yang dibuat oleh Pemerintah Australia. Kemudian, pembahasan akan dilanjutkan ke bulan Februari 2008 karena pada saat itu regional processing centre dalam kebijakan Pacific Solution ditutup oleh Pemerintah Australia pada masa pemerintahan PM Kevin Rudd I. Tahun ini menandakan berakhirnya kerjasama bilateral antara Australia dengan Papua Nugini dalam hal pencari suaka. Pembahasan akan difokuskan pada tahun 2012 dimana Pemerintah Australia kembali mengumumkan system of third country processing for asylum seeker dan mengamandemen The Migration Act 1958 menjadi The Migration Legislation Amendment (Regional Processing and Other Measures) Act 2012. 5

Pada tahun 2012, Pemerintah Australia dan Pemerintah Papua Nugini juga menandatangani Memorandum of Undertstanding (MoU) 2012 yang selanjutnya diperbaharui dengan MoU 2013 tanggal 19 Juli 2013. Isi dari MoU 2012 tersebut menyatakan bahwa Republik Nauru dan Pulau Manus di Papua Nugini kembali menjadi regional processing countries UMAs tujuan Australia. Batas waktu pembahasan dalam penelitian ini adalah sampai dengan akhir tahun 2014 untuk melihat kondisi Papua Nugini dan hubungan bilateral antara Australia dengan Papua Nugini pasca kerjasama ini. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bersifat eksplanatif, yang mana penelitian eksplanatif bertujuan untuk menemukan penyebab dari suatu peristiwa atau fenomena. Tujuan penelitian ini antara lain: 1. Menjelaskan motivasi Papua Nugini bersedia membantu sekaligus menyelesaikan salah satu problematika Australia yang berkepanjangan yakni Unauthorized Maritime Arrivals (UMAs). 2. Menjelaskan konsekuensi yang diterima Papua Nugini berdasarkan pelaksanaan kebijakan PNG Solution, baik konsekuensi positif maupun konsekuensi negatif. 1.5 Manfaat Penelitian Berdasarkan judul penelitian Analisis Keputusan Papua Nugini dalam Kerjasama Bilateral Papua New Guinea Solution (PNG Solution) antara Papua 6

Nugini dengan Australia bidang Asylum Seeker, penelitian ini dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di ranah keilmuwan Hubungan Internasional. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai peran Papua Nugini dalam penyelesaian masalah Australia yakni kasus Unauthorized Maritime Arrivals (UMAs). Dalam penelitian ini dipaparkan fakta-fakta dari kerjasama bilateral yang dilakukan oleh Australia dan Papua Nugini dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2014. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai alasan Papua Nugini bersedia membantu dan menyelesaikan masalah dalam negeri Australia. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi media informasi yang bermanfaat di bidang asylum seeker khususnya tujuan Australia. 1.6 Sistematika Penulisan Pada Bab I Pendahuluan, penelitian ini memaparkan tentang Latar Belakang permasalahan yang diangkat. Kemudian dilanjutkan dengan Rumusan Masalah yang dianggap menarik untuk dibahas. Selanjutnya, dalam penelitian ini dijelaskan tentang Batasan Masalah agar penelitian lebih fokus dan tidak melebar 7

jauh. Penelitian ini memaparkan pula Tujuan dan Manfaat Penelitian agar tulisan ini dapat memberikan sumbangsih di dalam kehidupan akademis. Pada Bab II Tinjauan Pustaka, penelitian ini memaparkan Kajian Pustaka yang digunakan sebagai acuan karena memiliki tema besar yang sama. Kemudian, penelitian ini menjelaskan tentang Kerangka Konseptual yang sesuai dengan penelitian ini yakni Model Aktor Rasional dan Kepentingan Nasional. Dalam Kerangka Konseptual, penelitian ini memaparkan Landasan Teori yang digunakan yakni Teori Rational Choice. Pada Bab III Metodologi Penelitian, penelitian ini memaparkan tentang Jenis Penelitian yang digunakan adalah eksplanatif-kualitatif. Sumber Data penelitian ini adalah sumber data sekunder (tidak langsung) dari berbagai literatur. Unit Analisis penelitian ini adalah negara. Teknik Pengumpulan Data pada penelitian ini adalah studi dokumen dan penelusuran data online. Teknik Analisis Data penelitian ini melalui dua tahapan yakni tahap pengolahan dan tahap interpretasi. Teknik Penyajian Data yang digunakan adalah bentuk narasi dengan jenis tematik. Keterbatasan Penelitian yang dirasakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah tidak mendapatkan narasumber langsung sebagai sumber data primer. Pada Bab IV Pembahasan, penelitian ini menjelaskan Gambaran Umum mengenai awal mula kedatangan UMAs ke Australia serta membahas tentang kebijakan apa saja yang pernah diambil oleh Pemerintah Australia dalam menghadapi fenomena ini. Kemudian, dilanjutkan dengan Hasil Temuan yang memaparkan visi-misi tertulis Perdana Menteri Papua Nugini. Setelah itu, 8

penjelasan dilanjutkan dengan analisis dari hasil temuan tadi terhadap teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini, kemudian menghasilkan analisa atas keputusan Papua Nugini yang dianggap menguntungkan. Bab ini ditutup dengan pemaparan faktor-faktor yang menyebabkan Papua Nugini bersedia menjadi regional processing countries dan tempat resettlement untuk para UMAs tujuan Australia. Faktor-faktor tersebut dijelaskan melalui beberapa poin keuntungan yang didapatkan oleh Papua Nugini melalui kerjasama ini. Pada Bab V Kesimpulan, dipaparkan mengenai rangkuman tentang permasalahan yang diangkat, data yang didapat, serta hasil analisis yang dilakukan berdasarkan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini juga memberikan saran-saran yang sekiranya dapat dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya. 9