BAB V PENUTUP Kebijakan pintu terbuka pada akhir 1978 menjadi awal keterbukan Cina atas berbagai peraturan yang bersifat lebih liberal terhadap pasar. Kawasan ekonomi khusus (Special Economic Zones, SEZ) menjadi salah satu kebijakan aplikatif pertama terkait liberalisasi di tahun 1980 oleh pemerintahan Deng Xiaoping. Pendirian awal empat SEZ, yaitu Shenzen, Zhuhai, dan Shantou di Provinsi Guangdong serta Xiamen di Provinsi Fujian di pesisir timur, sukses mengembangkan ekonomi liberal serta penyerapan kapital dari Hong Kong dan Makau. Pada era 1990-an muncul berbagai terminologi zona ekonomi khusus yang dibuat oleh pemerintah Cina. Pada dasarnya seluruh SEZ menawarkan berbagai kemudahan, baik investasi asing, kebijakan joint venture, hingga beberapa kebijakan pengurangan pajak dan hambatan-hambatan perdagangan. Selama bertahun-tahun SEZ menjadi salah satu alat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Cina. Sayangnya, pemerintah Cina hanya berfokus pada pengembangan wilayah pesisir timur yang didominasi SEZ sejak tahun 1980-an sehingga menyebabkan perkembangan wilayah Cina bagian barat dan timur begitu timpang. Penulis menemukan beberapa indikator ketimpangan, misalnya GDP yang dihasilkan dari SEZ wilayah timur pada tahun 2010 menunjukan angka 3,35 trilyun, sedangkan wilayah barat hanya 331 milyar. Selain itu, indeks pembangunan manusia di wilayah pesisir timur menunjukan angka rata-rata di atas 0,8, sedangkan di wilayah barat hanya berada pada rata-rata 0,6. Indeks tersebut menunjukan bahwa kualitas kehidupan di wilayah barat masih jauh di bawah wilayah timur. Pembangunan yang tidak merata semakin menimbulkan masalah baru. Ketimpangan mulai disadari pemerintah karena akan menimbulkan efek jangka panjang. Oleh karena itu, pada awal tahun 1999, Presiden Jiang Zemin (memerintah 1993-2002) meluncurkan kebijakan untuk mempercepat pembangunan di wilayah tengah dan barat Cina. Jiang mengusulkan strategi pergi ke barat pada Kongres Rakyat Nasional ke-9. Pasca penetapan kebijakan ini pemerintah mulai mengembangkan wilayah barat, termasuk Xinjiang. Investasi dan berbagai kebijakan pendukung pembangunan di wilayah barat terus ditingkatkan. Sejak tahun 1999 hingga 2013 gross regional product (GRP) wilayah barat tumbuh rata-rata sekitar 20% per tahun. Pada tahun 2010 pemerintah menetapkan Kashgar, salah satu kota di paling barat Cina yang terletak di provinsi Xinjiang, sebagai SEZ. Penulis menilai kebijakan ini 1
merupakan salah satu anomali mengingat beberapa prasyarat tidak terpenuhi di Kashgar. Kashgar merupakan prefektur kecil di bagian selatan Xinjiang, terletak paling barat dan berbatasan dengan Tajikistan, Afghanistan, Pakistan, dan Kirgistan. Kondisi wilayah yang beragam dan dikelilingi gurun serta pegungunan membuat wilayah ini sulit terjangkau. Posisi ini jelas berbeda dari SEZ yang telah ada sebelumnya, yang mayoritas berada di pesisir Cina. Kashgar termasuk salah satu kategori wilayah tertinggal dengan GDP berada pada angka 61,73 milyar pada tahun 2013 dan hanya menyumbang sekitar 7,3% dari total GDP Xinjiang, yang berada pada posisi ke-25 di Cina. Selain itu, keberadaan etnis mayoritas Muslim Uyghur dan etnis Han menjadikan Kashgar menjadi salah satu kota paling rawan konflik dan kekerasan etnis. Kerusuhan sempat pecah pada tahun 2009 yang merupakan kejadian terburuk dalam beberapa dekade terakhir. Penulis menilai terdapat beberapa alasan kuat secara ekonomi maupun politik yang mendasari penetapan SEZ di Kashgar. Terdapat empat motif ekonomi. Pertama, sekalipun GDP Kashgar relatif kecil dibandingkan daerah lain di Cina, namun ia mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun 12% yang merupakan efek dari Going West Strategy. Pertumbuhan ini yang dianggap pemerintah sebagai potensi; keunggulan Kashgar berasal dari pertanian, sektor jasa, dan pariwisata. Kedua, walau letak geografis Kashgar jauh dari pesisir dan berada dalam daerah tertutup gurun, namun kedekatan dengan beberapa negara di Asia Tengah menjadi keunggulan ekonomi yang potensial. Negara-negara Asia Tengah bergantung terhadap Cina untuk memenuhi komoditas pertanian dan setengah jadi. Total volume perdagangan antara Cina dan Asia Tengah pada tahun 2012 berada di angkat $46 milyar. Komoditas sehari-hari hingga barang berteknologi rendah diperdagangkan melalui Xinjiang, khususnya Kashgar. Ekspor komoditas terus mengalami peningkatan rata-rata 20% sejak tahun 2006 hingga 2010. Dilihat dari sini, motif pembentukan Kashgar sebagai hub regional adalah tepat. Ketiga, wilayah Asia Tengah yang kaya akan sumber daya alam dan energi seperti minyak bumi, gas, batu bara dan air menjadi perhatian khusus Cina. Penetapan SEZ di Kashgar merupakan upaya mengamankan akses sumber daya tersebut. Kebutuhan energi yang sangat besar menuntut Cina untuk mengimpor energi, salah satunya dari kawasan Asia Tengah. Selain kedekatan dengan wilayah Asia Tengah, Kashgar juga berada dekat dengan Cekungan Tarim yang merupakan produsen gas terbesar kedua di Cina pada tahun 2012 dengan memasok 680 billion cubic per feet atau sekitar 18% dari total produksi Cina. 2
Keempat, inisiasi China-Pakistan Economic Corridor pada tahun 2013 menjadi megaproyek yang mempunyai potensi ekonomi yang besar. Penulis meyakini bahwa terdapat sinergi penetapan SEZ di Kashgar dengan inisiasi ini. Kashgar sengaja lebih dahulu dipersiapkan oleh pemerintah untuk menghadapi kerja sama yang lebih besar dengan Pakistan dan negara-negara Asia Tengah di masa akan datang. Kashgar dan Pelabuhan Gwadar yang terletak di selatan Pakistan akan terhubung melalui jalan raya dan rute kereta api. Pelabuhan Gwadar yang berdekatan dengan Teluk Persia berpotensi penting dalam rantai pasokan Cina terkait jalur impor minyak. Akan halnya motif politik penetapan SEZ di Kashgar, penulis menemukan dua hal. Pertama, penetapan SEZ di Kashgar disebut-sebut sebagai upaya pemerintah mengurangi disparitas kawasan barat dan timur sesuai dengan arah kebijakan Cina, yaitu Going West Strategy. Namun, penulis lebih melihat bahwa maksud penetapan SEZ hanya sebagai langkah untuk mempermudah perpindahan etnis Han ke Kashgar. Dari sini, etnis Han dimungkinkan akan menerima manfaat lebih besar terkait dengan skenario ini. Kedua, penetapan SEZ di Kashgar dimaksudkan guna mempererat hubungan dengan negaranegara Asia Tengah. Cina berupaya untuk menjaga hubungan baik berdasarkan prinsip peaceful coexistence dan harmonious world. Salah satu bentuk hubungan baik tersebut adalah dengan meningkatkan volume perdagangan antarwilayah dan meningkatkan kepercayaan antarpemerintah. Dengan demikian, pada akhirnya kepentingan peningkatan ekonomi dan stabilitas keamanan akan lebih mudah dilaksanakan. Penetapan SEZ di Kashgar juga memiliki hambatan dan tantangan. Hambatan pertama berasal dari potensi konflik dan instabilitas keamanan di Kashgar yang belum bisa diselesaikan. Data menunjukan bahwa Kashgar merupakan kota yang paling rawan akan terjadi konflik. Terbukti dari tahun 2009 hingga 2014, terdapat empat insiden terjadi di kota ini. Selain itu, komposisi etnis Uyghur yang menjadi mayoritas, ditambah kedekatan dengan Afghanistan dan Pakistan, membuat Kashgar dianggap oleh pemerintah Cina berpotensi sebagai sarang teroris. Ini bisa menjadi hambatan untuk terwujudnya SEZ di Kashgar. Kedua, kebijakan pemerintah Cina masih diskriminatif terhadap etnis Uyghur. Pasca serangan 11 September 2001, pemerintah terus meningkatkan keamanan dan kontrol ketat. Hal tersebut berimbas pada kebijakan diskriminatif yang dikhususkan kepada Muslim Uyghur. Kebijakan-kebijakan anti-islam di Kashgar akan menimbulkan efek jangka panjang. Potensi konflik kekerasan akan muncul walaupun pemerintah mencoba memberikan insentif berupa penetapan SEZ di Kashgar. 3
Ketiga, minimnya infrastruktur dan ketersediaan sarana wilayah perkotaan di Kashgar menjadi hambatan lainnya. Infrastruktur transportasi layaknya sudah ada terlebih dahulu sebelum penetapan. Namun, wilayah Kashgar masih didominasi oleh pedesaan. Berdasarkan data luas wilayah, Kashgar dengan luas 112.057 km 2 merupakan yang terbesar dibandingkan dengan keempat SEZ lainnya, namun wilayah terbangun hanya dihuni oleh 819.095 jiwa. Apabila dibandingkan dengan Shantou dan Shenzhen, wilayah yang terbangun dihuni lebih dari 10 juta jiwa. Hal ini tidak sebanding dengan luas wilayah keduanya yang hanya 2.000 km 2. Ini menjadi hambatan parsial karena setelah penetapan SEZ di Kashgar, pemerintah harus terus melakukan investasi yang besar untuk membangun infrastruktur pendukung lainnya. Keempat, sumber daya manusia di Kashgar relatif rendah. Indeks pembangunan manusia di provinsi Xinjiang pada tahun 2013 hanya berada pada 0,6. Apabila dibandingkan dengan tiga provinsi lainnya Fujian, Guangdong dan Hainan yang memiliki SEZ angka rata-ratanya di atas 0,7. Hal tersebut menunjukan bahwa kualitas hidup masyarakat di tiga provinsi jauh lebih baik. Selain itu, pendidikan di Kashgar masih terbilang rendah. Pada tahun 2010 siswa yang masuk sekolah menengah atas hanya 43% dan meningkat menjadi 63% di tahun 2012. Hal tersebut berbanding terbalik dengan etnis Han yang lebih terdidik dan memiliki kemampuan. Ini tentu akan berdampak pada tingkat keterserapan tenaga kerja yang akan lebih menguntungkan etnis Han. Sementara itu, tantangan penetapan SEZ di Kashgar dapat dilihat dari upaya pemerintah yang begitu kuat untuk tetap menjalankan proyek ini. Misalnya, pemerintah Cina mengupayakan menarik investor-investor di kawasan dalam acara Central & South Asia Commodity Fair yang diadakan di Kashgar. Selain itu, koridor pembangunan Cina- Pakistan akan menjadi sarana pendukung kelancaran masuknya investasi di Kashgar. Kerja sama tersebut memberikan kesempatan lebih luas dari berbagai negara termasuk untuk kemajuan Kashgar. Kemudian, bergabungnya Pakistan dan India menjadi anggota penuh organisasi regional SCO akan menjadi sarana pendukung lain terciptanya SEZ di Kashgar. Akhirnya, penetapan SEZ di Kashgar juga bertujuan untuk meredam kekerasan pasca insiden tahun 2009. Meski demikian, pasca penetapan SEZ di Kashgar pada tahun 2010 masih saja terjadi kekerasan dan konflik di tahun 2011, 2013, dan 2014. Namun tren mengalami penurunan. Selain itu, dampak dari penetapan SEZ menyebabkan potensi perpindahan etnis Han ke Kashgar menjadi lebih tinggi. Tanpa mencoba mengambil eksaminasi terhadap proses dan penetapan SEZ di Kashgar, penulis melihat bahwa pemerintah harus lebih menekankan pada kebijakan-kebijakan yang tidak diskriminatif 4
sehingga tidak menimbulkan potensi konflik etnis yang lebih besar di masa akan datang. Pencapaian selama 5 tahun terakhir setidaknya Kashgar telah melakukan berbagai transformasi menuju kota modern. Perkembangan pembangunan dan juga peningkatan indikator baik GDP prefektur maupun kontribusi GRP regional Xinjiang. Hal tersebut menjadi salah satu bukti bahwa penetapan SEZ di Kashgar dapat menjadi potensi yang lebih besar dalam membantu perekonomian Cina di masa akan datang. Berbagai uraian penulis dalam penelitian ini juga mendukung argumen utama bahwa penetapan SEZ di Kashgar berkaitan dengan penyerapan ekonomi di perbatasan serta pemerataan pembangunan di kawasan barat. 5