BAB I PENDAHULUAN. lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

PARADIGMA BARU PERADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. membentuk organ tubuh masyarakat. Jika keluarga baik, masyarakat secara

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diperbaharui dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim

PEMAHAMAN AKTIVIS PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK LUAR KAWIN (STUDY DI MALANG)

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu ibadah wajib. Selain zakat fitrah yang menjadi kewajiban setiap

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB I PENDAHULUAN. perkara perdata islam tertentu, bagi orang-orang islam di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA BANGIL

PENGARUH MODERNITAS TERHADAP HUKUM ISLAM DI INDONESIA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

HANIFAH MUYASSARAH FAK. DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM IMAM GHAZALI CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Mempunyai anak adalah kebanggaan hidup dalam keluarga supaya kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1. yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu unsur penegak keadilan, advokat dalam peranannya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB V PENUTUP. 1. Persamaan dan perbedaan putusan ijin poligami No. 0258/ Pdt. G/ 2011/ No. 0889/ Pdt. G/2011/ PA. Kds. ditinjau dari hukum

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. ISLAM DAN ISU-ISU KONTEMPORER Oleh E.S

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah makhluk sosial yang harus diakui keberadaanya, dalam membentuk keluarga, masyarakat dan negara. Anak juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. ikatan suci yang dinamakan perkawinan. Perkawinan adalah suatu hubungan

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak bersentuhan dengan titah dan perintah agama atau kewajiban yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RIVIU DOKUMEN RENCANA STRATEGIS PENGADILAN AGAMA LAMONGAN

1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991.

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

BAB I PENDAHULUAN. setiap konsumen dalam menggunakan suatu barang atau jasa. Dengan demikian

BAB IV. Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), tepatnya pada Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa Pengadilan Agama merupakan salah satu lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Hatinya yang

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal yang dijalankan berdasarkan tuntutan agama. 1

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS PENGADILAN AGAMA KAB. MALANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H.

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun Hal ini berarti bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. perempuan. Sebelum diturunkannya al-quran perempuan kedudukannya

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

1 Pasal 105 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam 2 Salinan Putusan nomor 0791/ Pdt.G/2014/PA.Kab.Mlg, h. 4.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB 1 PENDAHULUAN. An-nisa, ayat 13 surah Al Hujurat, ayat surah As-Syura, ayat 45 surah An Najm dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU. DINA MARTIANY, S.H., M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 25A Undang - Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa wilayah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Kuasa Hukum: Fathul Hadie Utsman sebagai kuasa hukum para Pemohon, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 20 Oktober 2012.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan atau laki-laki secara terpisah, tetapi bagaimana menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

Perihal : Replik Penggugat dalam Perkara Perdata Nomor 168/ Pdt. G/ 2013/ PN.Jkt.Pst [REPLIK ATAS EKSEPSI DAN JAWABAN PERTAMA TERGUGAT III]

BAB I. Pendahuluan. melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam membangun keluarga

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS PENGADILAN AGAMA KAB. MALANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia, dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 1 Pengadilan Agama sebagai bagian dari penyelenggara kekuasaan kehakiman, merupakan peradilan negara yang bersifat lex specialis karena hukum acara yang digunakan di Pengadilan Agama, berlaku hukum acara pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, namun secara khusus berlaku hukum acara yang hanya dimiliki oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Eksistensi Pengadilan Agama diatur dalam Undang- Undang No. 70 Tahun 1191 tentang Peradilan Agama juncto Undang- Undang No. 70 Tahun 6773 tentang perubahan Undang-Undang No. 70 Tahun 1191 tentang Peradilan Agama juncto Undang-Undang No. 27 Tahun 6771 tentang perubahan kedua Undang-Undang No. 70 Tahun 1191 tentang Peradilan Agama. 1 Lihat Undang Undang Dasar (UUD) Negara RI Tahun 1112, Pasal 61. UUD Negara RI Tahun 1112 merupakan penyebutan atau penulisan resmi terhadap UUD 1112 yang telah 1 (empat) kali diamandemen. Hal ini digunakan untuk membedakan UUD 1112 yang belum diamandemen (UUD 1112) dengan UUD 1112 yang telah diamandemen (UUD Negara RI Tahun 1112).

6 Dijelaskan dalam undang-undang tersebut, bahwa Pengadilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu. Yang dimaksud dengan penanganan perkara tertentu sesuai dengan kompetensi (kewenangan) peradilan agama ialah memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama yang meliputi bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah wakaf, zakat, infaq, shodaqoh dan ekonomi syariah. 6 Hakim di pengadilan merupakan salah satu instrumen badan peradilan yaitu pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman, maka dari itu hakim memiliki kapasitas sebagai pembuat keputusan dengan berbagai macam pertimbangan, baik pertimbangan formil maupun materiil. Dalam upaya penetapan dan putusan yang dibuat, seorang hakim tidak hanya dituntut untuk bertanggung jawab terhadap hasil putusannya, tetapi juga harus memuat pertimbangan hukum yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. 0 Hasil dari tiap-tiap putusan seorang hakim ini senantiasa diharapkan mengarah kepada keadilan yang tanpa diskriminatif, sehingga rasa keadilan tersebut dapat dinikmati oleh segala lapisan masyarakat dan mampu menciptakan situasi dan suasana keteraturan dalam setiap individu. Dalam Inpres No. 71 Tahun 6777 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, mengamanatkan agar semua lembaga pemerintahan wajib memenuhi indikator gender di semua tingkatan. 6 Lihat UU No. 70 Tahun 6773 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 0 tahun 1191 tentang Peradilan Agama, pasal 11 0 Lihat UU No. 19 Tahun 6771 tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 20

0 Instruksi Presiden tersebut bertujuan terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1 Hal ini memiliki implikasi pada seluruh lembaga pemerintahan, tak terkecuali dalam sistem peradilan. Pengadilan Agama sebagai salah satu institusi pemerintahan dituntut tidak hanya berkutat untuk memenuhi standar jumlah kuantitas hakim dan pegawai perempuan, tetapi juga harus menyentuh pada aspek bagaimana pertimbangan putusan hakim yang berintegrasi dengan nilai-nilai kesetaraan gender sehingga terpenuhi rasa keadilan di dalam masyarakat. Diskursus akademik tentang persoalan gender sebenarnya telah masuk dalam kajian wacana di Indonesia sejak tahun 17-an. Bahkan menjelang memasuki era milenium, menjadi arus perbincangan utama di setiap forum kajian akademik dalam setiap pembahasannya. Meskipun isu dan perbincangan gender sudah banyak didengang-dengungkan tampaknya belum menjadi perhatian penting bagi semua kalangan sampai hari ini, malah oleh sebagian kalangan dipandang sebelah mata dengan nada sinisme. Memang gender oleh beberapa pihak, dikaitkan sebagai bagian dari tata nilai barat (western-isme) yang nantinya dianggap akan merusak tatatan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Mereka menganggap gender nantinya adalah sebuah upaya demoralisasi bangsa 1 Lihat Inpres No. 71 tahun 6777 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

1 yang dilakukan secara infiltratif oleh pihak asing, sebagai bagian dari cara menggeser budaya kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki bangsa Indonesia. Gender diartikan sebagai jenis kelamin sosial 2. Konsep gender sebenarnya memiliki kaitan erat dengan atribusi sosial laki-laki dan perempuan yang melekat dan dibentuk berdasar kostruk sosial-budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Dan akibatnya ruang gerak laki-laki dan perempuan selalu termarginalkan karena implikasi konstruk sosial-budaya. Dalam sumber yang lain, seks diartikan sebagai atribut biologis yang melekat secara given/kodrati, misalnya laki-laki adalah makhluk yang memiliki penis, jakala dan memproduksi sperma, sedang perempuan adalah makhluk yang memiliki alat reproduksi seperti rahim, dan saluran untuk melahirkan, memproduksi sel telur, memiliki vagina dan alat menyusui. Sedangkan gender adalah atribut yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Sehingga dikenal bahwa laki-laki itu kuat, rasional, jantan, maskulin, penentu kebijakan, dominasi dan perkasa, sedang perempuan dianggap lemah lembut, cantik, emosional feminis dan keibuan. Sifat-sifat di atas dapat dipertukarkan dan berubah dan waktu ke waktu. 3 Dalam skala mayoritas, masyarakat negara ini didominasi penduduk yang beragama Islam. Persoalannya adalah Islam secara sosio-historis 2 Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 6776), 020 3 Umi Sumbulah dkk, Spektrum Gender : Kilasan Inklusi di Perguruan Tinggi, (Malang : UINPress, 6779), 2

2 selama ini, lebih dikenal dengan dominasi budaya patriarkhal yang sangat kuat dan mengakar. Ditambah problem kerancuan pemaknaan gender oleh masyarakat yang diasosiasikan melekat dan identik kepada perempuan saja. Sehingga memperjuangkan gender, hanya dianggap perjuangan wilayah feminitas. Sehingga akan mengalami kesulitan dalam menggiring paradigma masyarakat menuju gender minded. Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi sekalian alam), menjadikan dua sumber pokok dalam proses sandaran (istinbath) hukum, yaitu Al-Quran dan Hadits. Kajian tentang apapun yang berada dalam ranah Islam haruslah bersumber dari syariat Islam di atas. Termasuk di dalamnya diskursus tentang gender. Pemaknaan gender sesungguhnya bukan sebuah konsep yang bertentangan dengan syariat Islam. Terbukti dijelaskan firman Allah SWT dalam QS al-hujurat ayat 10, yang berbunyi : 10. Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. 0 Berbicara tentang keadilan berupa sebuah putusan yang dihasilkan hakim di dalam pengadilan, biasanya sebelum memutuskan perkara hakim menggunakan berbagai macam perspektif dan mempertimbangkan aspek- 0 Lihat QS. al-hujurat ayat 10

3 aspek pendukung. Dan kaitannya dengan hal ini, hakim memiliki cara dan ukuran masing-masing dalam menentukan sebuah harga keadilan. Seperti contoh, dalam perspektif normatif, keadilan dapat berupa bunyi ayat dan pasal dalam sebuah perundang-undangan, berupa putusan hakim sebelumnya (jurisprudentie) 9 dan/atau dari hasil-hasil penelitian para akademisi (doktrin). Gender sebagai sebuah perspektif, juga memiliki kadar keadilan sendiri. Secara sederhana, keadilan gender dapat dilihat pada ada tidaknya bias gender dalam setiap putusan hakim. Artinya tidak ada putusan-putusan yang memberatkan salah satu pihak karena alasan berbeda status sosial antara laki-laki dan perempuan. Seringkali terjadi sebuah ketidakadilan yang terdapat pada hasil putusan di Pengadilan Agama, yang diakibatkan oleh lemah atau kurangnya pemahaman seorang hakim tentang konsep keadilan gender. Selain itu, sebagai informasi bahwa isu kekerasan dalam rumah tangga merupakan kasus yang banyak diadukan ke pengadilan terkait dengan cerai gugat yang diajukan perempuan. Data Badilag Mahkamah Agung RI menyebutkan tentang Prosentase Cerai Gugat dan Cerai Talak pada tahun 6771 menunjukkan bahwa secara nasional, perkara yang masuk untuk cerai gugat 110.010 (326), berbanding perkara untuk cerai talak 00.000 (026). 1 Hal ini akan menjadi persoalan serius apabila tidak ditangani lebih dini, mengingat hakim dalam sistem peradilan agama merupakan pelaksana 9 Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 6770), 676 1 www.badilag.net, Statistik Perkara, diakses pada tanggal 12 Desember 6771

0 kekuasaan kehakiman yang notabene menangani perkara-perkara perdata Islam. Tak terkecuali, institusi Pengadilan Agama Mojokerto yang merupakan salah satu bagian dari institusi penegakan hukum yang memiliki kewenangan tersebut. Oleh karena itu, sebagai bagian dari penyelenggara kekuasaan kehakiman yang berkedudukan di wilayah Kota dan Kabupaten Mojokerto, perlu menjadi perhatian lebih bagi para hakim dalam prakteknya adalah soal kekerasan dalam keluarga sebagai pintu masuk untuk memahami persoalan gender dan bagaimana sensitivitas gender dapat diterapkan. Berangkat dari fenomena sosial tersebut, hal inilah yang melatarbelakangi penulis dalam menetapkan sebuah pilihan tema skripsi yang berjudul Pandangan Hakim tentang Penerapan Hukum yang Berkeadilan Gender dalam Putusan. (Studi Di Pengadilan Agama Mojokerto). Sehingga keadilan yang dihasilkan dalam setiap amar putusan hakim adalah putusan yang dapat mengkaji persoalan secara mendalam, mampu bersikap arif dan bijaksana dengan memperhatikan norma norma yang adil dan sensitif gender, yang hidup dalam masyarakat baik itu norma hukum, agama, budaya, moral dan nilai-nilai lainnya, serta mampu memperhitungkan akibat dari putusannya. B. Rumusan Masalah Berdasar dari latar belakang tersebut diatas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Pandangan Hakim Pengadilan Agama Mojokerto terhadap Konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender?

9 6. Bagaimana Penerapan Hukum yang Berkeadilan Gender dalam Putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Mojokerto? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk Mengetahui Pandangan Hakim Pengadilan Agama Mojokerto terhadap Konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender. 6. Untuk Mengetahui Penerapan Hukum yang Berkeadilan Gender dalam Putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Mojokerto. D. Kegunaan Penelitian Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran yang signifikan dalam khazanah keilmuan yang nantinya dapat menjawab problem kontekstual tentang kehati-hatian masyarakat Indonesia terhadap penerimaan konsepsi gender serta memberi pandangan kepada segenap hakim peradilan dalam memberikan putusan yang ramah gender. Adapun lebih rincinya kegunaan hasil penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Kegunaan Teoritis Sebagai sumbangan pemikiran dalam khazanah keilmuan penelitian dan pemikiran hukum Islam pada Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyah Fakultas Syari ah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, khususnya Mata Kuliah Peradilan Agama di Indonesia,

1 serta dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian yang sejenis di masa akan datang. 6. Kegunaan Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk melihat lebih jauh peta pemikiran (mapping mind) hakim pengadilan agama dalam memutuskan sebuah perkara dalam kontekstualisasi zaman yang berkembang. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi hakim di seluruh lingkungan pengadilan yang ada di Indonesia, bahwa dalam memberikan putusan suatu perkara perlu memahami konsep gender, mempertimbangkan aspek kesetaraan dan keadilan gender, serta memiliki sensitivitas atau kepekaan terhadap gender sehingga nantinya menghasilkan putusan yang adil dan seimbang, dan tentunya ramah gender. c. Bagi penulis penelitian ini berguna untuk memenuhi tugas akhir akademik sebagai persyaratan kelulusan studi strata 1 (S-1) di Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

17 E. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul di atas, maka perlu dijelaskan makna dan maksud dari masing-masing istilah yang ada pada judul penelitian ini, antara lain Pandangan : perspektif, sudut pandang 17 Penerapan : (1) proses, cara, perbuatan menerapkan; (6) pemasangan; (0) pemanfaatan; perihal mempraktikkan 11 Keadilan : memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai dengan haknya. Yang menjadi hak setiap orang adalah diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, sederajat, hak dan kewajibannya, tanpa membedakan SARA. 16 Gender : jenis kelamin sosial 10 Putusan : hasil memutuskan 11 F. Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini disusun sebuah sistematika penulisan, agar dengan mudah diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh, maka secara umum penelitian terbagi menjadi 2 (lima) bab, antara lain : Pada Bab I sebagai Pendahuluan, yang di dalamnya berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, 17 Em Zul Fajri, Ratu Aprilia Senja, Kamus lengkap Bahasa Indonesia (Jakarta : Difa Publisher), 290 11 www.kamusbahasaindonesia.org, diakses pada tanggal 16 April 6711. 16 http://thinkquantum.wordpress.com/ diakses pada tanggal 16 April 6711 10 Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 6776), 020 11 www.kamusbahasaindonesia.org, diakses pada tanggal 16 April 6711.

11 definisi operasional dan sistematika penulisan. Bab ini yang nantinya mengarahkan peneliti pada pembahasan bab-bab selanjutnya. Selanjutnya Bab II sebagai Kajian Teori, yang berisi tentang penelitian terdahulu, sejarah dan konsep gender, teori laki-laki dan perempuan, konsep kesetaraan dan keadilan gender, gender dalam Islam, gender dalam produk perundang-undangan di Indonesia, serta konsep dasar putusan hakim. Hal ini diletakkan dalam bab ini, agar dapat dijadikan bekal bagi peneliti untuk menguji dan mengukur kebenaran teori dengan realitas di lapangan. Bab III sebagai Metode Penelitian, pada bab ini memuat tentang, jenis penelitian, lokasi penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, metode pengumpulan data serta metode pengumpulan data. Bab ini bermanfaat bagi peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian berdasar pedoman penelitian. Bab IV merupakan Paparan Dan Analisis Data yang meliputi gambaran umum kondisi objek penelitian yang terdiri atas situasi internal para hakim Pengadilan Agama Mojokerto. Paparan data yang meliputi pandangan hakim Pengadilan Agama Mojokerto terhadap konsep kesetaraan dan keadilan gender dan penerapan hukum yang berkeadilan gender dalam putusan majelis hakim Pengadilan Agama Mojokerto. Bab V merupakan bab terakhir yang berisi tentang Penutup. Bab ini terdiri dari dua bahasan yaitu kesimpulan dari hasil proses penelitian yang dilaksanakan mulai dari awal pemilihan judul sampai pada penentuan akhir yaitu kesimpulan serta berisi tentang saran-saran konstruktif kepada pihak yang berkaitan dengan penelitian ini.