BAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

dokumen-dokumen yang mirip
ARTIKEL TESIS PELAKSANAAN HAK INISIATIF DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN NGADA PADA TAHUN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang dibatasi oleh lautan, sehingga di dalam menjalankan sistem pemerintahannya

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan,

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

Bab I PENDAHULUAN. menyangkut 3 hal yaitu : legislasi, pengawasan dan anggaran.

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pilihan kebijakan dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia, selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. pusat atau disebut pemerintah dan sistem pemerintahan daerah. Dalam praktik

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

PENGARUH PERSONAL BACKGROUND, POLITICAL BACKGROUND DAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan Daerah Istimewaan yang berbeda dengan Provinsi yang lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG

BAB I PENDAHULUAN. mendasar dimana disetiap daerah berdasarkan kewenangan otonomi dibentuk Dewan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam mewujudkan good governance. Hal ini tercermin dari kinerja

BAB II LANDASAN TEORI

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan suatu wadah bagi masyarakatnya untuk turut serta dalam proses. daerah demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

PELAKSANAAN PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA PADANG TAHUN 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN TENTANG : KEDUDUKAN KEUANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SLEMAN

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang (UU) maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KINERJA ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM PENYERAPAN ASPIRASI MASYARAKAT DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA. Frian Gar. Andea

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

I. PENDAHULUAN. langsung, kebebasan berekspresi secara terbuka, berasosiasi, sampai kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KESATUAN BANGSA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT KABUPATEN SUBANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. diubah dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

Panduan diskusi kelompok

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2000 TENTANG TATACARA PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tiga asas yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 1

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA SEKRETARIAT DEWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu agenda reformasi, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda Dan Peraturan Lainnya. Yusdiyanto Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unila

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. fungsi-fungsi tersebut. Sebagaimana lembaga legislatif DPRD berfungsi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gerakan reformasi 1998 telah membawa angin perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Sistem pemerintahan yang sentralis dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah digantikan dengan pemerintahan yang desentralisasi. Hal ini berarti sejumlah wewenang pemerintahan pusat diserahkan kepada pemerintah daerah otonom, kecuali urusan pemerintahan yang merupakan urusan pemerintahan absolut yang meliputi meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, agama dan yustisi yang tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat. Klasifikasi urusan pemerintah di atas dituangkan juga di dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Prinsip otonomi daerah menekankan pada pemberian kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menjadi kewenangannya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indoneisia. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, hal ini terlihat dari pemberian kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah 1

2 atau dengan kata lain daerah diberi keleluasaan untuk mengurus sendiri urusan pemerintahannya seperti yan telah dijelaskan di atas. Joseph Riwu Kaho, sebagaimana dikutip oleh Bambang Yudoyono berpendapat bahwa, desentralisasi dapat memberikan kondisi yang ideal untuk penyelanggaraan pemerintahan yang dimaksud sebagai berikut (Bambang Yudoyono, 2001: 21). 1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan (game teori), desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekusaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani. 2. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serat dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi. 3. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. 4. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpukkan kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya. 5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut Kehadiran lembaga perwakilan rakyat daerah dalam negara demokrasi diharapkan agar dapat mengorganisir aspirasi rakyat untuk kepentingan bersama di tingkat lokal, sehingga dengan hadirnya lembaga perwakilan dapat membuat efisiensi dari makna keterwakilan itu sendiri yang pada akhirnya dapat mengimbangi kekuasaan pemerintah yang berkuasa. Hakikat dari perwakilan adalah mempercayai sepenuhnya pengambilan

3 keputusan ditingkat perwakilan oleh wakil-wakil yang dipilih oleh masyarakat. Rakyat adalah pihak yang mempunyai kepentingan terhadap badan perwakilan itu sendiri (Bambang Yudoyono, 2001: 42) karena rakyatlah yang menyerahkan kekuasaannya melalui proses politik. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menjamin keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai badan perwakilan yang mewakilan rakyat seluruh Indonesia sebagai lembaga kekuasaan yang memegang amanah publik, sebagaimana dijelaskannya Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. Sistem pemerintahan di atas, terjadi karena Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang mana pemerintah daerah adalah perpanjangan tangan pusat di daerah. Meskipun demikian hal ini dapat memberikan jalan bagi pemerintah daerah untuk mengatur secara penuh pelaksanaan rumah tangga dan dapat mengambil tanggungjawab yang lebih besar dalam memberikan pelayanan umum kepada masyarakat di daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (H.A.W Widjaja, 2002:1). Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang bersifat republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan adalah

4 dibentuknya pemerintahan negara Indonesia sebagai pemerintah nasional untuk pertama kalinya dan kemudian pemerintah nasional tersebutlah yang kemudian membentuk daerah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya. Esensi dari undang-undang yang mengatur pemerintah daerah pada dasarnya adalah untuk membangun pemerintah daerah dalam mengisi pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan, serta pelayanan masyarakat yang ada di daerah. Hal yang lain adalah, undang-undang pemerintah daerah di samping mengatur satuan daerah otonom juga mengatur satuan pemerintahan administratif. Dalam melaksanakan Pemerintahan secara efektif dan efisien, maka setiap daerah diberi hak otonomi (Bagir Manan, 2005: 45). Pada hakikatnya hak otonomi yang diberikan kepada daerahdaerah adalah untuk mencapai tujuan negara. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa, otonomi yang diberikan secara luas berada pada daerah kabupaten/kota dengan maksud asas desentralisasi yang diberikan secara penuh dapat diterapkan pada daerah kabupaten/kota, sedangkan daerah provinsi diterapkan secara terbatas (Penjelasan umum Undang-Undang Nomo 23 Tahun 2014). Pasal 236

5 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 menyatakan bahwa untuk menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, daerah membentuk Peraturan daerah. Peraturan daerah yang dimaksud, dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala daerah. Makna yang dapat diambil dari pemisahan pemerintahan daerah (eksekutif) dengan DPRD (legislative) dalam penjelasan umum Undang- Undang nomor 23 Tahun 2014 adalah untuk memberdayakan DPRD dan meningkatkan pertanggungjawaban pemerintahan kepada rakyat. Oleh karena itu, DPRD diberi hak-hak yang cukup luas dan diarahkan untuk menyerap serta menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembuatan suatu kebijakan daerah dan pengawasan pelaksanaan kebijakan. DPRD sebagai badan legislatif, anggotanya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum (Pemilu). Sebagai legislatif daerah, DPRD mempunyai fungsi sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Pasal 149 undang-undang ini menyebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi antara lain, fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dalam rangka melaksanakan fungsi tersebut, maka DPRD dilengkapi dengan tugas, wewenang, kewajiban dan hak. Salah satu fungsi DPRD yang sangat penting dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi luas di daerah adalah fungsi legislasi. Dalam melaksanakan fungsi legislasi, DPRD diberi bermacam-macam hak yang salah satunya adalah hak mengajukan rancangan peraturan daerah dan

6 hak mengadakan perubahan atas Raperda atau implementasi dari fungsi legislasi harus ditindaklanjuti dengan peraturan daerah. Dibentuknya peraturan daerah sebagai bahan pengelolaan hukum di tingkat daerah dengan tujuan mewujudkan perangkat-perangkat peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan pemerintahan daerah serta sebagai penampung aspirasi masyarakat yang berkenaan dengan hal tersebut. Kabupaten Ngada merupakan salah satu daerah otonomi, dimana DPRD Kabupaten Ngada mempunyai salah satu fungsi yang utama yaitu fungsi legislasi. Sejak lahirnya lembaga DPRD Kabupaten Ngada, anggota DPRD Kabupaten Ngada tidak pernah melaksanakan hak inisiatif dewan untuk membentuk peraturan daerah inisiatif. Pelaksanaan hak inisiatif dewan pada periode 2009-2014 merupakan yang pertama kali dalam sejarah DPRD Kabupaten Ngada. Anggota DPRD Ngada periode 2009-2014 dalam menjalankan fungsi legislasinya dapat dikatakan kurang optimal dalam membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Ngada karena berdasarkan data yang diperoleh, jumlah peraturan daerah yang dibentuk selama satu periode dari tahun 2009 sampai dengan 2014 adalah 49 (empat puluh sembilan) peraturan daerah, dimana sebanyak 5 (lima) peraturan daerah berasal dari hak inisiatif dewan dan 44 (empat puluh empat) peraturan daerah berasal dari eksekutif. Berdasarkan hal diatas, peneliti akan meneliti lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi legislasi DPRD Kabupaten Ngada periode 2009-2014.

7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka adapun permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana pelaksanaan hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngada periode 2009-2014? 2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngada? 3. Bagaimana konsep ideal bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngada dalam membentuk peraturan daerah? C. Batasan Masalah Otonomi daerah selalu dikaitkan dengan desentralisasi, pada masa orde baru, otonomi daerah bisa dikatakan wujud dari desentralisasi, namun otonomi daerah ini memiliki arti yang berbeda dengan desentralisasi tersebut. Istilah desentralisasi dimunculkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) setelah berakhirnya kekuasaan Jepang. Istilah ini muncul dalam rancangan Mr. Yamin yang menyebutkan bahwa negara Indonesia menjalankan pembagian pekerjaan negara atas dasar desentralisasi atau dekonsentrasi yang tidak mengenal federalisme atau perpecahan negara. Pembentukan peraturan daerah merupakan merupakan salah satu fungsi dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hal ini mengasumsikan bahwa dalam pembentukan peraturan daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

8 mempunyai peran yaitu membentuk peraturan daerah seperti yang tertuang dalam Pasal 154 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. DPRD Dalam menjalankan fungsinya membentuk peraturan daerah dengan menggunakan hak insiatif dewan, terkadang dapat dikatakan tidak produktif. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal. Berdasarkan uraian diatas, peneliti melihat dan mengkaji lebih dalam tentang pelaksanaan hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupten Ngada. Batasan Konsep: 1. Pelaksanaan Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Pelaksanaan biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Majone dan Wildavsky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah perluasan aktifitas yang saling menyesuaikan (Nurdin Usman, 2000: 70) 2. Hak Inisiatif Hak inisiatif adalah untuk mengajukan usul Rancangan Undang- Undang atau Peraturan Daerah (Raperda) merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh anggota DPR/DPRD untuk melaksanakan fungsinya di bidang legislasi. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

9 Dewan Perwakilan Rakyat atau sering disebut dengan parlemen, kata parlemen berasal dari kata parle yang berarti bicara (Inu Kencana Syafiie dan Azhari, 2008: 63) artinya aspirasi masyarakat yang sudah diakomodir dalam sebuah wacana kepentingan rakyat, kemudian harus mereka suarakan atau bicarakan dalam sidang parlemen kepada pemerintah yang berkuasa. 4. Peraturan Daerah Peraturan daerah adalah peraturan yang dibuat oleh kepala daerah provinsi maupun kabupaten/kota bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi maupun kabupaten/kota dalam ranah pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah yang menjadi legalitas perjalanan eksekusi pemerintah daerah (Maria Farida Indrati S, 2007: 202). 5. Kabupaten Ngada Kabupaten Ngada adalah sebuah kabupaten di bagian tengah pulau Flores, provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Ibu kota kabupaten adalah Bajawa. Luas wilayah 3.037,9 km² dengan jumlah penduduk kurang lebih 250.000 jiwa. Kabupaten Ngada memiliki dua suku besar, yaitu Suku Bajawa dan Suku Riung. Masing-masing suku ini mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri yang masih dipertahankan sampai saat ini, seperti rumah adat, bahasa yang berbeda satu sama lainnya, tarian, pakaian adat dan lain-lain.

10 D. Keaslian Penelitian Sejauh pengamatan penulis, belum ada baik itu buku maupun tesis yang meneliti dan mengkaji secara khusus tentang pelaksanaan hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngada. Namun ada beberapa tesis yang meneliti dan mengkaji mengenai pelaksanaan hak inisiatif dewan juga. Hal yang membedakan antara peneliti dan peneliti terdahulu adalah permasalahan yang akan dibahas dan daerah penelitian. Sebagai bahan perbandingan, penulis menampilkan beberapa tesis yang memiliki kemiripan substansi dengan tesis yang dikaji penulis. 1. Muntoha (R.1000.400.027) adalah mahasiswa pada program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Judul tesis yang bersangkutan adalah Pelaksanaan Hak Inisiatif DPRD (Studi Perbandingan Hak Inisiatif di DPRD Kabupaten Pemalang dan Kota Pekalongan). Adapun permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah bagaimana pelaksanaan hak inisiatif di DPRD Kabupaten Pemalang dan Kota Pekalongan, dan Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan hak inisiatif di DPRD Kabupaten Pemalang dan Kota Pekalongan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan hak inisiatif di DPRD Kabupaten Pemalang dan Kota Pekalongan, dan untuk mengetahui faktorfaktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan hak inisiatif di DPRD Kabupaten Pemalang dan Kota Pekalongan. Hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah pelaksanaan hak inisiatif DPRD Kabupaten Pemalang sangat minim dengan

11 jumlah peraturan daerah dalam satu tahun berjumlah 10 (sepuluh) peraturan daerah yang semuanya berasal dari pemerintah (eksekutif) sedangkan untuk Kota Pekalongan, peraturan daerah yang dihasilkan selama satu tahun berjumlah 16 (enam belas) peraturan daerah dimana 15 berasal dari usulan pemerintah dan satu peraturan daerah usulan DPRD Kota Pekalongan. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hak inisiatif DPRD Kabupaten Pemalang dan Kota Pekalongan adalah Sumber Daya Manusia yang terbatas pada anggota DPRD. 2. Tony Kurniadi adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Politik, Magister Ilmu Sosial Universitas Tanjungpura Pontianak. judul tesis yang bersangkutan adalah Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Barat (Suatu Studi tentang Penyusunan Raperda). Adapun permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah bagaimana pelaksanaan fungsi legislasi tentang penyusunan Raperda Provinsi Kalimantan Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan fungsi legislasi tentang penyusunan Raperda Provinsi Kalimantan Barat. Hasil dicapai dari penelitian ini adalah Diperoleh keterangan bahwa, secara umum pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat itu cukup baik. Namun tentu perlu diakui bahwa di dalam pelaksanaan tugas-tugas tersebut masih belum sempurna seperti yang diharapkan. Salah satunya pernah terjadi beberapa kali rapat paripurna DPRD Provinsi Kalimantan Barat batal karena tidak dihadiri oleh

12 mayoritas anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat. Keterangan selanjutnya menyatakan bahwa fungsi legislasi, anggota DPRD Provinsi Kalbar mempunyai dua fungsi di dalam proses penyusunan atau pembuatan suatu produk legislasi, yaitu berupa penggunaan hak inisiatif untuk menyusun suatu produk legislasi dan berdasarkan usulan dari eksekutif untuk membahas sebuah produk legislasi. Pelaksanaan Legislasi DPRD Provinsi Kalimantan Barat dalam penyusunan Raperda, pada kenyataannya belum sesuai dengan harapan. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya pelaksanaan sebagai perwakilan, terlihat dari banyaknya tuntutan/aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada lembaga ini, selama kurun waktu 2010-2012 banyak kasus-kasus yang belum dapat diselesaikan, baik dalam bentuk unjuk rasa, mengirim delegasi hingga meminta audensi dengan anggota DPRD, dalam pelaksanaan kegiatan legislasi, terlihat Raperda yang dihasilkan DPRD Provinsi Kalimantan Barat periode 2009-2014 relatif masih rendah, yakni banyak Peraturan Daerah selama kurun waktu 2010-2012. tidak mencapai target bahkan terjadi penurunan dari tahun ke tahun, pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Provinsi Kalimantan Barat hingga saat ini belum terlaksana seperti yang diharapkan. Belum efektifnya pelaksanaan fungsi pengawasan bersumber pada keterbatasan yang ada pada DPRD, karena pelaksanaan fungsi pengawasan selain memerlukan pengetahuan dan keahlian, juga memerlukan data dan informasi yang memadai.

13 3. AG. Sutriyanto Hadi (D4E002083) adalah mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, program studi Magister Ilmu Administrasi konsentrasi magister administrasi publik. judul tesis yang bersangkutan adalah Analisis Kinerja DPRD Jawa Tengah Periode 1999-2004. Penulis Adapaun permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah 1. Bagaimana kinerja DPRD Jawa Tengah periode 1999-2004 ditinjau dari segi akuntabilitas? 2. Bagaimana kinerja DPRD Jawa Tengah periode 1999-2004 ditinjau dari segi produktivitas? 3. Bagaimana kinerja DPRD Jawa Tengah periode 1999-2004 ditinjau dari segi responsivitas? 4. Bagaimana kinerja DPRD Jawa Tengah periode 1999-2004 ditinjau dari segi transparansi? Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kinerja DPRD Jawa Tengah Periode 1999-2004 ditinjau dari segi akuntabilitas. 2. Menganalisis kinerja DPRD Jawa Tengah periode 1999-2004 ditinjau dari segi produktivitas. 3. Menganalisis kinerja DPRD Jawa Tengah periode 1999-2004 ditinjau dari segi responsivitas. 4. Menganalisis kinerja DPRD Jawa Tengah periode 1999-2004 ditinjau dari segi transparansi.

14 Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kinerja DPRD Jawa Tengah periode 1999-2004 tidak akuntabel. DPRD Jawa Tengah ketika menjalankan tugas pokok dan fungsinya, baik dalam fungsi legislasi, fungsi anggaran, maupun fungsi pengawasan gagal memenuhi prinsip akuntabilitas. 2. Tingkat produktivitas DPRD Jawa Tengah periode 1999-2004 rendah baik secara kualitas maupun kuantitas. Perda-perda yang dihasilkan maupun keputusan yang ditetapkan kurang berorientasi pada kepentingan publik. 3. Tingkat responsivitas DPRD Jawa Tengah periode 1999-2004 sangat rendah. DPRD Jawa Tengah tidak responsif pada kepentingan publik. Kepentingan public yang harusnya diutamakan dalam melakukan tugasnya, tidak jarang ditenggelamkan oleh kepentingan pribadi, kelompok atau partainya. 4. DPRD Jawa Tengah periode 1999-2004 dalam menjalankan tugasnya tidak dapat memenuhi prinsip transparansi. DPRD Jawa Tengah tidak transparan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi utamanya dalam menjalankan fungsi anggaran.

15 E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian adalah: 1. Secara teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi pemerintah khususnya bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngada dalam melaksanakan hak inisiatif dewan untuk membentuk Peraturan Daerah. 2. Secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngada sebagai acuan sehingga lebih produktif dalam membentuk Peraturan Daerah. F. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah untuk: 1. Mengkaji dan mengetahui pelaksanaan hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngada tahun 2009-2014. 2. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngada tahun 2009-2014. 3. Mengetahui upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam pelaksanaan hak inisiatif DPRD Kabupaten Ngada.

16 G. Sistematika Penulisan Tesis BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan tentang pemerintahan demokrasi, desentralisasi dan otonomi daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Peraturan Daerah dan Landasan teori yaitu teori demokrasi dan teori pembentukan perundang-undangan. BAB III: METODE PENELITIAN. Bab ini terdiri dari enam pokok permasalahan yaitu jenis penelitian, pendekatan, data, pengumpulan data, analisis data dan proses berpikir. BAB IV: PEMBAHASAN. Bab ini mengeruaikan tentang gambaran umum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngada, Pelaksanaan hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngada, Kendala-kendala yang dihadapi dan konsep ideal bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngada dalam membentuk peraturan daerah. BAB V: PENUTUP. Bab ini berisi kesimpulan dan saran.