BAB I PENDAHULUAN Pengaruh Kemajuan Ekonomi Terhadap Pola Konsumsi Masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. makanan, kantin, swalayan di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum

BAB I PENDAHULUAN. fast food maupun health food yang popular di Amerika dan Eropa. Budaya makan

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../..

BAB I PENDAHULUAN. Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang. pedesaan. Salah satu alasan tingginya tingkat kesukaan pada makanan adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar (SD) adalah membeli jajanan di sekolah. Ketertarikan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Pada anak usia sekolah akan terus

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB I PENDAHULUAN. lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan. serta tumbuh kembang anak (Anggaraini, 2003:11).

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. gemuk adalah anak yang sehat merupakan cara pandang yang telah dibangun sejak lama oleh

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

SATUAN ACARA PENYULUHAN MENGENAI OBESITAS

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah pangan yang perlu disediakan untuk dikonsumsi. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. lebih memilih makanan instan yang biasa dikenal dengan istilah fast food. Gaya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

I. PENDAHULUAN. Industri daging olahan merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

BAB I PENDAHULUAN. dalam gizi makanan. Hal ini disebabkan karena serat pangan tidak

BAB I PENDAHULUAN. di wilayah Jakarta meningkat sebesar 1,06% dibandingkan tahun sebelumnya.

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah :

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB I PENDAHULUAN. Makanan cepat saji termasuk ke dalam junk food atau makanan sampah. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu keluarga, masyarakat maupun pemerintah harus memberikan

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Berikut ini akan dibahas secara lebih detail mengenai hal-hal di atas.

BAB I LATAR BELAKANG

Penderita Diabetes Pantang Makan Di Luar? Tenang, Ada Obat Herbal Diabetes Paling Ampuh

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah gizi kurang, berkaitan dengan penyakit infeksi dan negara maju

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pola makan remaja telah mengarah ke dunia barat. Pemilihan makanan remaja beralih ke pemilihan makanan cepat saji (fast

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD PADA ANAK SMP NEGERI 31 BANJARMASIN. Faidatur Rahmi H.*dan Aprianti**

I. PENDAHULUAN. Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala. yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi yang baik

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA NEGERI 4 SURAKARTA

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang masalah Dewasa ini tingkat kesibukan masyarakat membuat masyarakat menyukai segala sesuatu yang instan dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

7 Kebiasaan Penyebab Kadar Gula Darah Melonjak

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

tersebut dibanding produk lainnya (BPOM, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan vitamin dan mineral yang diperoleh dari buah-buahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk

BAB V PEMBAHASAN. Penerapan dan penyelenggaraan gizi kerja PT. X Plant Pegangsaan. Ruang/tempat Makan yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. makan. Selain itu anak sekolah umumnya tidak pernah lepas dari makanan jajanan, karena anak

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia.

KUESIONER PENELITIAN KONSUMSI SERAT DAN FAST FOOD SERTA AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA YANG BERSTATUS GIZI OBES DAN NORMAL

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Pengaruh Kemajuan Ekonomi Terhadap Pola Konsumsi Masyarakat Perubahan ekonomi Indonesia sejak tahun 2008 terus mengalami perbaikan terlihat dari GDP Indonesia yang naik sekitar 4,5% per tahun dan jumlah pengangguran terus menurun serta meningkatnya jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia. Perbaikan kondisi ekonomi berdampak pada perubahan standar hidup dan pola konsumsi masyarakat. Salah satu indikasinya adalah peningkatan jumlah pengeluaran belanja makanan jadi yang meningkat menjadi 13,73% di tahun 2011 dari 12,79% pada tahun 2010 (Data Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS, 2011). Market Analysis Report dari International Markets Bureau pada bulan Januari 2011 juga menunjukkan jumlah pengeluaran terbesar masyarakat Indonesia adalah pada makanan, yaitu mencapai 40% 60 % dari GDP (ats-sea.agr.gc.ca, 2011). 1

2 1.1.2 Perilaku Orangtua Yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Anak Sekolah Terdapat dua pola konsumsi di masyarakat, pada satu sisi kebutuhan makanan jadi dan makanan yang diawetkan meningkat namun di sisi lain permintaan akan buah, sayur, dan ragam makanan organik juga meningkat. Pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan serta semakin banyaknya jumlah penderita penyakit degeneratif membuat masyarakat mulai memperhatikan asupan nutrisi dan kalori yang dikonsumsinya. Trend hidup sehat yang ditularkan dari luar negeri melalui media pun menjadi pendorong bagi masyarakat untuk mengubah pola hidupnya, salah satunya yang paling populer adalah konsumsi makanan organik. Gaya hidup sehat di masyarakat menciptakan permintaan akan restoran, makanan kemasan, dan makanan siap saji yang sehat seperti menggunakan bahan organik, tidak menggunakan MSG maupun pewarna makanan terutama produk makanan sehat yang berbau western, tidak terkecuali untuk anak-anak (www.euromonitor.com, 2011). Pola hidup sehat juga diupayakan oleh orangtua untuk dijalankan oleh anakanak mereka. Orangtua semakin menyadari pentingnya nutrisi yang tepat dan makanan yang aman bagi tumbuh kembang anak mereka sehingga lebih memperhatikan nutrisi dan kalori yang dikonsumsi anak mereka. Di wilayah urban dan sub-urban, kebanyakan ibu rumah tangga bekerja sebagai wanita karir sehingga tidak memiliki cukup waktu untuk dapat memperhatikan nilai asupan gizi bagi anak mereka (female.kompas.com, 2011). Terbatasnya waktu membuat para ibu kesulitan untuk terus membawakan bekal ke

3 sekolah dan lebih memilih makanan cepat saji sebagai menu bekal (sosis, kornet, nugget). Para ibu sulit mengontrol makanan apa yang dibeli oleh anak-anak mereka di sekolah dengan uang jajannya. Selain waktu, keterbatasan pengetahuan gizi pada ibu rumah tangga juga menjadi faktor lain yang memicu ketidakseimbangan gizi pada anak. Takaran gizi yang diberikan bisa kurang atau bahkan berlebihan. Menyajikan makanan beku, kalengan, dan makanan berkadar gula dan lemak jenuh tinggi lebih karena sangat disukai oleh anak-anak, dapat memberikan asupan gizi berlebih dari angka kebutuhannya. Kekhawatiran bahwa anak kekurangan zat gizi malah dapat menimbulkan potensi obesitas (health.detik.com, 2012). 1.1.3 Peranan Pemerintah Terhadap Perbaikan Mutu Pangan Jajan Anak Sekolah Makanan jajan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan Bab 1 Pasal 1 adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan atau restoran, dan hotel. Penganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, dan penyajian makanan atau minuman (Pedoman Persyaratan hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, DepKes RI, 2003).

4 Ragam jenis pangan jajan yang dijual di sekolah-sekolah antara lain adalah nasi rames, mie ayam, siomay, hamburger, kue basah, makanan ringan, dan berbagai jenis gorengan serta minuman ringan berupa teh, soda, jus, dan sirup (health.kompasiana.com, 2012). Pangan jajan sebagai bagian penting dari sumber asupan gizi dan energi membuat pemerintah menetapkan aturan yang ketat dalam pengadaan makanan dalam upaya memperbaiki mutu gizi pangan jajan. Pemerintah membuat standarisasi melalui Kementerian Kesehatan melalui program penyuluhan Makanan Sehat Anak Sekolah, yang disosialisasikan melalui Jejaring Informasi Pangan dan gizi Kementerian Kesehatan RI tahun 2011. Kegemaran anak-anak untuk jajan di sekolah sulit untuk dihentikan karena berbagai faktor seperti lingkungan, contohnya saat melihat teman-temannya membeli jajanan di kantin sekolah, anak akan terdorong untuk ikut jajan terlebih saat makanan yang dijual gencar dipromosikan meskipun sudah dibawakan bekal dari rumah oleh orangtuanya (nasional.kompas.com, 2007). Menu yang disajikan di kantin sekolah harus dapat menyesuaikan dan diperhatikan nilai gizinya. Asupan gizi yang cukup merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan anak, mereka mendapatkannya dari makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Pentingnya masalah asupan gizi bagi tumbuh kembang anak juga telah mendapat perhatian pemerintah Indonesia, pemerintah melalui Wakil Presiden RI

5 mencanangkan Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu, dan Bergizi yang bertujuan untuk menjamin serta meningkatkan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang aman, bermutu, dan bergizi melalui pemberdayaan komunitas sekolah (www.marketplus.co.id, 2011). Upaya memperbaiki status gizi anak usia sekolah melalui program Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu, dan Bergizi ini sejalan dengan usaha pemerintah melakukan diversifikasi pangan. Tahun 2011 pemerintah mencanangkan program diversifikasi pangan yang dilaksanakan oleh Kementerian Perdagangan melalui menterinya Gita Wiryawan, untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras sebagai sumber karbohidrat sehingga dapat mengurangi impor beras Indonesia dan membangun ketahanan pangan (Bisnis Keuangan, 2011). 1.1.4 Peranan Sekolah Terhadap Perbaikan Mutu Pangan Jajan Anak Sekolah Anak usia sekolah dasar belum dapat menentukan pilihan makanan berdasarkan kandungan gizinya, tetapi lebih kepada rasa dan harga sehingga dibutuhkan peran orang dewasa dalam mengatur pola konsumsinya (tempo.co, 2012). Menu makanan yang terdapat di kantin sekolah harus dapat menjadi bagian dari diet sehat anak. Kandungan gizi dan energi dalam makanan maupun camilan sangat penting karena pemilihan makanan yang dilakukan anak pada masa pertumbuhan akan mempengaruhi kesehatan dan kebiasaan makannya di kemudian hari

6 (www.bbc.co.uk, 2011). Makanan yang dikonsumsi anak harus memiliki kombinasi protein, serat, zat besi, folat, dan kalsium serta kadar gula, garam, minyak, dan lemak yang dibatasi (www.hpb.gov.sg, 2011). Di setiap sekolah terdapat anak yang mengalami obesitas yang perlu diatur asupan kalorinya, anak-anak dengan berat normal yang perlu diperhatikan keseimbangan gizinya serta anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus seperti autis dan hiperaktif yang tidak dapat mengkonsumsi gluten, gula berlebih, dan pantang terhadap pewarna serta penyedap rasa. Pengurangan konsumsi gula menjadi salah satu kunci pencegahan obesitas pada anak, selain itu konsumsi gula berlebih pada anak penderita autis dan hiperaktif juga dapat memperburuk kondisinya (tempo.co, 2012). Kondisi memprihatinkan yang terjadi di kota besar adalah jumlah anak yang mengalami obesitas terus meningkat. Menurut Menteri Kesehatan, pada 2007 jumlah anak obesitas meningkat sebesar 9,5% pada anak laki-laki dan 6,4% pada anak perempuan, lebih dari empat persen dibandingkan tahun 1990. Masalah ini belum mendapatkan perhatian cukup serius. Bahkan anak dengan berat badan berlebih masih dianggap simbol kesuksesan orangtua (thejakartapost, 2010). Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Bagian Riset Medis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2010, 17,1% anak usia sekolah dasar mengalami obesitas dan Jakarta merupakan provinsi dengan prevalensi jumlah anak penderita obesitas terbesar (www.thejakartapost.com, 2011). Menurut

7 Rini Sekartini, Dokter Pediatrik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, salah satu penyebab utama obesitas pada anak adalah konsumsi gula buatan, pada wawancaranya menyebutkan, Banyak anak sekolah di Indonesia menderita obesitas karena konsumsi gula tambahan yang berlebihan. (Sekartini, 2011). Kelebihan konsumsi gula yang tersembunyi dalam formula makanan selain menyebabkan kelebihan kalori juga dapat menyebabkan anak resisten terhadap insulin dan bahaya penyakit degeneratif. Selain itu kelebihan konsumsi gula juga memperparah kondisi anak berkebutuhan khusus seperti autis dan hiperaktif. Selain ancaman penyakit, anak dengan berat badan berlebih juga akan mengalami masalah psikologis karena malu dengan kondisi fisiknya (www.thejakartapost.com, 2011). 1.1.5 Identifikasi Masalah Orangtua memiliki kekhawatiran terhadap apa yang dikonsumsi oleh anakanak mereka di sekolah, terutama mereka yang memiliki anak usia sekolah dasar karena mereka belum dapat memilih makanan yang tepat, aman, dan bergizi seimbang bagi dirinya. Orangtua memiliki keinginan untuk dapat memantau dan memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya terlebih dengan semakin maraknya berita mengenai makanan jajanan yang mengandung bahan berbahaya. Tetapi orangtua tidak dapat terus mengawasi anak-anak mereka selama berada di sekolah dan memiliki keterbatasan waktu untuk dapat menyiapkan bekal makanan ke sekolah yang sehat dan diolah segar setiap hari (Ayahbunda.co.id, 2011).

8 Anak-anak lebih menyukai jajan di sekolah meskipun telah membawa bekal dari rumah karena pengaruh dari teman-temannya dan lebih tertarik makanan cepat saji yang berwarna-warni serta berkadar gula tinggi. Anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di luar rumah. Kebutuhan nutrisi dan energinya didapat dengan mengkonsumsi makanan yang tersedia di dalam kantin sekolah maupun di sekitar sekolah. Berdasarkan studi IPB Bogor pada 2004, jajanan anak di sekolah menyumbang 36 persen kebutuhan energi anak (Suara Merdeka, 2012). Hal ini tentunya menjadi perhatian orangtua yang khawatir dengan jajanan di sekolah, karena menu jajanan di sekolah tidak terjamin nilai gizinya serta mengandung banyak gula dan bahan berbahaya lainnya. Faktanya masih terdapat 40 44 persen jajanan anak di sekolah yang tidak memenuhi standar karena kualitas bahan makanan yang diolah menjadi jajanan tidak memenuhi standar kebutuhan gizi, keamanan serta kebersihan (www.img21.com, 2011). Pangan jajan yang seharusnya menjadi makanan selingan fungsinya beralih menjadi makanan utama pemenuh kebutuhan nutrisi mereka, sehingga penting untuk diperhatikan kandungan nutrisinya. Berdasarkan observasi di lima sekolah di Jakarta Selatan, sekolah-sekolah swasta bertaraf internasional di Indonesia mulai menerapkan standarisasi pengadaan makanan di kantin sekolah mereka untuk menjamin siswanya mengkonsumsi makanan yang aman dan bergizi.

9 Menurut Ibu Hani, salah satu pemilik kantin di SD Bina Nusantara, untuk dapat membuka kedai di kantin SD Bina Nusantara, dirinya harus memenuhi standar seperti dilarang menggunakan MSG dan pewarna makanan, menjaga kebersihan dan higienis. Pihak SD Bina Nusantara pun secara rutin satu bulan sekali akan melakukan inspeksi terhadap gerai-gerai di kantin sekolahnya. Beberapa sekolah bahkan mulai menerapkan aturan yang lebih ketat, yaitu melarang penjualan minuman ringan dan makanan ringan di kantin sekolahnya. Harga makanan di kantin sekolah internasional ini pun lebih mahal dari sekolahsekolah negeri maupun swasta lain, kisaran harga yang ditawarkan antara Rp 8.000 Rp 25.000 per porsi. Pengadaan pangan jajan yang sehat dan aman memerlukan modal yang cukup besar bila tidak disiasati dengan pemilihan bahan baku pangan yang tepat. Diperlukan penggunaan bahan alternatif yang relatif lebih murah tetapi memberikan nutrisi yang setara dan harus kreatif dalam pengolahannya agar digemari oleh anakanak. Ketatnya aturan dan standar dari sekolah serta kebutuhan modal yang tidak sedikit membuat pengusaha makanan jajanan di kantin sekolah masih sedikit yang memenuhi kebutuhan segmen ini. Pengadaan pangan jajan sehat anak sekolah ini dapat menjadi peluang usaha dengan memberikan solusi pangan jajan berkualitas dengan harga terjangkau. Dengan penggunaan bahan baku alternatif yang biayanya lebih murah namun tetap memenuhi standar gizi dan kesehatan serta kualitas penyajian yang baik, membuka

10 peluang untuk dapat masuk kriteria tenant yang dipilih oleh komite pengawas kantin sekolah. 1.2 Business Plan Objectives Tujuan dibuatnya business plan ini adalah : 1. Menangkap peluang kebutuhan pangan jajan sehat yang memperhatikan kandungan gizi dan kalori bagi anak-anak di kantin-kantin sekolah dasar. 2. Membuat strategi dan gambaran tepat mengenai value proposition dari produk, konsumen dan pasarnya, distribusi, pricing serta strategi promosi untuk pangan jajan sehat bagi anak sekolah dasar melalui analisa 4P dan STP. Sebagai action plan dan road map yang membantu bisnis untuk tetap berada di jalurnya dan bergerak ke tujuan akhir. 3. Sebagai sarana untuk mengkomunikasikan bisnis dan menarik calon investor. 1.3 Methodology And Tools 1.3.1 Preliminary Research Supa Meal menggunakan data sekunder dalam preliminary research sebagai data pendukung yang dapat memperkuat pemikiran dasar mengenai ide bisnis pangan jajan anak sekolah, serta membantu untuk lebih memahami dan melihat potensi dari ide bisnis yang dipilih.

11 1.3.2 In Depth Interview Supa Meal melakukan wawancara dengan beberapa responden yang sesuai dengan kriteria target market potensial. Kriterianya adalah sekolah-sekolah dasar dengan uang pangkal Rp 30.000.000 yang memiliki perhatian terhadap kualitas dan gizi makanan untuk anak yang dijual di kantin sekolah mereka. Adapun profil responden dijelaskan pada Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Profil Responden Sumber : Penulis, 2012 No Nama Sekolah Biaya Masuk Biaya SPP Rata-Rata Jumlah Uang Saku Murid 1 Cikal Rp 58.000.000 Rp 2.750.000 per bulan Rp 25.000 2 Cita Buana Rp 50.000.000 Rp 2.500.000 per bulan Rp 20.000 3 Bina Nusantara Rp 40.000.000 Rp 15.000.000 per tiga Rp 30.000 Simprug bulan 4 Al-Izhar Rp 31.500.000 Rp 2.000.000 per bulan Rp 15.000 5 High Scope Rp 40.000.000 Rp 2.400.000 per bulan Rp 25.000

12 1.3.3 Qualitative Research Penulis melakukan qualitative research dengan dua metode yaitu observasi dan structured interview untuk mendapatkan insight mengenai pengetahuan ibu mengenai makanan sehat dan pola konsumsi anak di sekolah. 1. Observasi : Observasi dilakukan terhadap lima orang siswa Sekolah Dasar Al-Izhar Pondok Labu. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan dan pola makan anak di sekolah. Observasi ini menunjukkan hasil : Tabel 1.2 Hasil Observasi Sumber : Penulis, 2012 No. Action Jumlah Siswa 1 Membeli makanan di kantin 3 2 Membeli makanan dan membawa bekal 2 3 Membeli makanan di atas Rp 15.000 4 4 Tidak membeli/membawa makanan yang mengandung 5 sayur/buah 5 Melahap sayuran ketika diberikan sample Supa Meal 3 berupa sayuran

13 Dari hasil observasi dan wawancara ke lima siswa tersebut, disimpulkan bahwa : 1. Siswa yang membawa bekal memiliki kegiatan ekstrakulikuler, sehingga uang jajan dipakai untuk makan siang di kantin. 2. Anak-anak terkadang tidak menyukai bekalnya karena sudah dalam keadaan dingin. 3. Jenis makanan di kantin sekolah yang disukai oleh anak-anak adalah fried chicken dengan kentang goreng, mie bakso, lasagna, dan pancake dengan es krim. 4. Anak-anak membawa sosis, nugget, dan kentang goreng sebagai menu bekalnya dan tidak terdapat serat atau sayuran di dalamnya. 5. Anak-anak mengetahui apa itu makanan sehat hanya tidak menerapkannya pada pola makan sehari-hari. 6. Anak-anak pada umumnya menyukai sayuran meskipun terkadang pemilih. Sayuran yang diolah dan disajikan dengan cara yang unik menjadi daya tarik mereka untuk mulai menyukai sayuran. 2. Structured Interview : Structured interview dilakukan terhadap 30 responden yang merupakan orangtua murid, baik yang bekerja maupun ibu rumah tangga. Hasil wawancara kepada 30 orang tua murid, menunjukkan bahwa orangtua murid lebih memilih untuk membawakan bekal karena khawatir dengan makanan yang ditawarkan di kantin mengandung MSG dan khawatir akan kebersihannya.

14 Tetapi keterbatasan waktu membuat orangtua sulit untuk terus membawakan bekal dan makanan yang disajikan sebagai bekal pada akhirnya makanan beku seperti nugget, sosis, dan kentang goreng.