BAB V PEMBAHASAN. androgunus (L.) Merr.) terhadap mortalitas Ascaris suum Goeze secara in vitro,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. Linn. var. Assamica) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum, Goeze dilakukan

BAB IV HASIL PENELITIAN. cacing Ascaris suum Goeze yang mati pada perendaman dalam berbagai

1 Universitas Kristen Maranatha

UJI IN VITRO EKSTRAK ETANOL BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr) TERHADAP DAYA MORTALITAS CACING GELANG BABI (Ascaris suum Goeze)

I. PENDAHULUAN. menyerang unggas, termasuk ayam (Suripta, 2011). Penyakit ini disebabkan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan the post test only controlled group design (Taufiqurahman, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MORTALITAS LARVA 58 JAM

BAB I PENDAHULUAN. lumbricoides) yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted

BAB V PEMBAHASAN. konsentrasi granul ekstrak daun salam yang akan dipakai pada uji penelitian. Pada uji

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. cacing Ascaris suum Goeze yang menyerang ternak, terutama pada babi muda

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Soil-transmitted helminthiasis merupakan. kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

ABSTRAK. EFEK ANTELMINTIK EKSTRAK ETANOL DAUN PARE (Momordica charantia L.) TERHADAP CACING Ascaris suum BETINA SECARA IN VITRO

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit periodontitis (Asmawati, 2011). Ciri khas dari keadaan periodontitis yaitu gingiva kehilangan

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PENELITIAN

IDENTITAS DOKUMEN (Preview)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

Astuti dkk. Korespondensi: Ni Putu Erikarnita Sari

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EFEK ANTELMINTIK EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE MERAH. (Zingiber officinale Roscoe var. rubrum) TERHADAP CACING. Ascaris suum Goeze SECARA IN VITRO

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.)

Aktivitas Anthelmintik Ekstrak Tanaman Putri Malu (Mimosa Pudica l) Terhadap Cacing Gelang Babi (ascaris suum. L)

BAB I PENDAHULUAN. Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang. termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Rerata Zona Radikal. belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap bakteri penyebab

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mekanisme penyerapan Ca dari usus (Sumber: /16-calcium-physiology-flash-cards/)

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS BIJI DAN INFUS DAUN PETAI CINA (Leucanea leucocephala) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS DAUN DAN INFUS BIJI PARE (Momordica charantia) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Identifikasi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana)

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di negara berkembang seperti Indonesia banyak sekali faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat

S. Ainnurrahmah, K. Widnyani Astuti, dan P. Oka Samirana

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan konsentrasi 25%, 50%

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Lampiran 1. Pengujian Total Fenolik

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM.

DAFTAR ISI JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. ABSTRAK...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial dengan keanekaragaman hayati yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UJI EFEKTIVITAS ANTHELMINTIK EKSTRAK RIMPANG BANGLE (Zingiber purpureum Roxb.) TERHADAP CACING Ascaridia galli SECARA IN VITRO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN KETEPENG CINA (Cassis alata L.) TERHADAP MORTALITAS CACING Ascaris suum DEWASA SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi C. albicans

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2).

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II AKTIVITAS ANTELMINTIK. Nama kelompok. Ogy Goesgyantoro ( ) Nur azaniah Rakhmadewi ( )

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

Penelitian efek antidiare ekstrak daun salam (Eugenia polyantha) dengan metode transit intestinal oleh Hardoyo (2005), membuktikan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN Penelitian tentang uji antihelmintik esktrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) terhadap mortalitas Ascaris suum Goeze secara in vitro, dilakukan dalam dua tahap penelitian, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap uji penelitian. Penelitian pendahuluan menggunakan larutan NaCl 0,9% sebagai kontrol negatif untuk mengetahui lama hidup cacing Ascaris suum Goeze di luar tubuh hospesnya. Sedangkan, pirantel pamoat 5 mg/ml digunakan sebagai kontrol positif. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan pada tabel 4.1 diketahui bahwa rerata waktu kematian setiap cacing pada larutan NaCl 0,9% adalah 4137,38 menit. Hasil ini digunakan sebagai waktu maksimal pengamatan pada tahap uji penelitian. Pengujian larutan ekstrak pada penelitian pendahuluan dilakukan dalam beberapa konsentrasi ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) untuk mengetahui apakah daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) memiliki efek antihelmintik. Konsentrasi yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah 30%, 40%, dan 50%. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) memiliki efek antihelmintik pada semua konsentrasi. Rerata waktu kematian cacing yang ditimbulkan oleh pirantel pamoat 5 mg/ml berada di antara rerata waktu kematian yang ditimbulkan oleh ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) 47

48 Merr.) konsentrasi 40% dan 50%. Oleh karena itu, peneliti menggunakan konsentrasi ekstrak daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) antara 40% hingga 50% untuk mendapatkan konsentrasi optimal dari ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) yang mendekati pirantel pamoat 5 mg/ml. Tahap uji penelitian dilakukan dengan perendaman cacing Ascaris suum Goeze dalam larutan NaCl 0,9%, pirantel pamoat 5 mg/ml, serta ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) 40%; 42,5%; 45%; 47,5%; dan 50%. Hasil uji penelitian pada tabel 4.2 memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) maka semakin cepat rerata waktu yang dibutuhkan ekstrak tersebut untuk membunuh cacing Ascaris suum Goeze. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (tabel 4.6) didapatkan nilai probabilitas (p) = 0,000 (p < 0,05), yang berarti bahwa terdapat pengaruh ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) terhadap kecepatan rerata waktu kematian cacing Ascaris suum Goeze. Selain itu, hasil uji Kruskal-Wallis juga menunjukkan bahwa paling tidak terdapat dua kelompok data yang mempunyai perbedaan rerata waktu kematian cacing yang bermakna di antara ketujuh kelompok perlakuan, sehingga dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui kelompok data mana yang berbeda secara signifikan dengan kelompok lainnya.

49 Hasil analisis Mann-Whitney pada lampiran 5 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok NaCl 0,9% (kontrol negatif) dengan semua kelompok perlakuan ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) pada semua konsentrasi. Perbedaan yang signifikan dengan kelompok pirantel pamoat 5 mg/ml (kontrol positif) didapatkan pada kelompok ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) dari konsentrasi 40%; 42,5%; 45%; dan 47,5%. Sementara, kelompok ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) pada konsentrasi 50% memiliki perbedaan yang tidak signifikan dengan kelompok pirantel pamoat 5 mg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa esktrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) pada konsentrasi 50% memiliki aktivitas antihelmintik yang sebanding dengan pirantel pamoat 5 mg/ml. Uji antihelmintik dengan esktrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian Razali et al. (2014) menggunakan esktrak air dan ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) sebagai antihelmintik terhadap nematoda gastrointestinal pada ternak kambing secara in vivo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun katuk lebih efektif dalam mengurangi jumlah telur nematoda gastrointestinal sebesar 61,7% dibandingkan dengan ekstrak air daun katuk sebesar 32,7%. Penelitian yang lain adalah penelitian Tjokropranoto et al. (2011) menggunakan esktrak etanol daun pare (Momordica charantia L.) terhadap cacing Ascaris suum Goeze secara in vitro. Data yang diperoleh pada penelitian

50 Tjokopropranoto ini berupa jumlah kematian cacing setelah diberi ekstrak etanol daun pare (Momordica charantia L.) dan diinkubasi selama 3 jam. Hal ini sedikit berbeda dengan yang dilakukan oleh peneliti yaitu menghitung waktu kematian semua cacing setiap menit. Pada penelitian yang dilakukan Tjokropranoto didapatkan hasil bahwa pada kelompok ekstrak etanol daun pare (Momordica charantia L.) 10%, 20%, dan 40% terdapat perbedaan presentase jumlah kematian cacing yang signifikan dibandingkan dengan kontrol positif pirantel pamoat maupun kontrol negatif NaCl 0,9%. Selain itu, konsentrasi ekstrak 40% memiliki efek antihelmintik yang setara dengan kontrol positif pirantel pamoat, sedangkan penelitian menggunakan esktrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) memiliki efek yang setara dengan kontrol positif pirantel pamoat pada konsentrasi 50%. Adanya daya antihelmintik pada daun katuk (Sauropus androgunus (L.) diperkirakan disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa metabolit sekunder yaitu tanin dan saponin. Tanin memiliki efek antihelmintik secara in vitro maupun in vivo di dalam tubuh kambing dan domba (Novobilsky et al., 2011). Tanin dapat mengikat protein bebas pada saluran pencernaan cacing (Hoste et al., 2006) atau glikoprotein pada kutikula cacing sehingga mengganggu fungsi fisiologis seperti motilitas, penyerapan nutrisi dan reproduksi (Githiori et al., 2006). Sedangkan senyawa saponin akan menghambat kerja dari enzim asetilkolinesterase (Chastity et al., 2015). Enzim asetilkolinesterase merupakan enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis asetilkolin. Asetilkolin merupakan zat yang dilepaskan dari ujung saraf motorik untuk mengaktivasi reseptor sehingga mengawali serangkaian

51 kontraksi. Penghambatan kerja enzim asetilkolinesterase akan meningkatkan penghambatan penerusan impuls neuromuskuler sehingga akan menyebabkan paralisis otot pada cacing (Syarif dan Elysabeth, 2007). Selain saponin dan tanin, aktivitas antihelmintik pada ekstrak daun katuk juga dipengaruhi oleh komponen bioaktif lainnya seperti flavonoid, fenol, alkaloid, dan terpenoid. Senyawa-senyawa ini mampu meningkatkan kerja senyawa aktif lain atau melalui mekanisme tersendiri dalam melawan cacing. Klongsiriwet et al. (2015) memaparkan bahwa kandungan tanin terkondensasi dan dua flavonoid umum, quercetin dan luteolin, mampu menyebabkan degenerasi sel otot dan disorganisasi intraseluler sehingga mengakibatkan kematian cacing. Quercetin bertindak sebagai inhibitor P-glikoprotein (P-gp) sehingga terjadi akumulasi produk metabolik yang berlanjut menghasilkan toksisitas seluler. Fenol mampu memutus reaksi pada fosforilasi oksidatif dan mengganggu glikoprotein pada permukaan sel (John et al., 2007). Alkaloid bersifat toksik karena efeknya dalam menstimulasi kebocoran isi sel dan disfungsi neurologis (Nalule et al., 2013). Sedangkan, Terpenoid dapat menyebabkan inhibisi motilitas dan proses reproduksi pada cacing (Chitwood, 2002). Di samping kandungan senyawa aktif dalam ekstrak etanol daun katuk, mekanisme antihelmintik juga kemungkinan dipengaruhi beberapa faktor yang termasuk dalam keterbatasan penelitian ini. Sebagai contoh, pengaruh kadar oksigen dalam larutan uji yang terlalu pekat, diduga mampu mempengaruhi kematian cacing dalam lingkungan in vitro. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa kadar ph untuk mengetahui kondisi oksigenasi masing-masing larutan uji.

52 Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa daya antihelmintik pada pirantel pamoat terbukti lebih baik dari ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) pada berbagai konsentrasi, kecuali pada konsentrasi 50% dimana efektivitas ekstrak hampir sama dengan pirantel pamoat. Hal ini kemungkinan disebabkan kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak etanol masih tercampur dengan senyawa-senyawa lain. Senyawa lain ini kemungkinan ada yang bekerja menghambat daya antihelmintik dari ekstrak. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengisolasi zat aktif dari campuran zat-zat yang lain sehingga diharapkan daya antihelmintik yang dihasilkan oleh ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) akan lebih besar dibandingkan hasil yang didapatkan pada penelitian ini.