J xi5 $..C g 8 i R J A'/' ).:+-,LL AWALBSlS FINWNSIBI DAM PEHDAPWTAN USAHAMBINI PETWNB PESERFA PROYEK PRPBE LWDA (Studi Kasus Kecarnatan Abung Barat Kabupaten Lampung Utara) ANDARINI A. 24 0832 JURUSAM ILMU-ILMU SOSIAL EKOPIOIIAI PERTANIAIU FAKULTAS PERTARIAPI lrlstltut PERTARIIAN BOGOR 1989
RIN GKASAN ANDARINI. Analisis Finansial dan Pendapatan Usahatani Peta- ni Peserta Proyek PRPTE Lada, Studi Kasus Kecamatan Abung Barat, Kabupaten Lampung Utara (di bawah bimbingan A. HARJO ). SOE- Lada mernpakan salah satu komoditas perkebunan yang pen- ting, dimana 99.9 persen pengusahaannya dilakukan oleh perke- bunan rakyat dan 90 persen dari produksinya dijual sebagai komoditas ekspor. Daerah sentra produksi lada Indonesia ada- lah Lampung dan Bangka. Lampung menghasilkan lada hitam dan Bangka menghasilkan lada putih. Dalam kurun waktu 1984-1987 luas areal lada Lampung rata-rata sebesar 48,30 persen dari luas perkebunan lada nasional dan menyumbang 43.45 persen produksinya terhadap produksi lada nasional. Dibandingkan dengan negara lainnya, produktivitas lada Indonesia sangat rendah. Produktivitas lada Malaysia menca- pai 2 945 kg/ha. Produktivitas lada Indonesia pada Pelita I1 rata-rata sebesar 781,74 kg/ha dan turun pada Pelita I11 menjadi 767,55 kg/ha. Rendahnya tingkat produktivitas ini merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan rendahnya tingkat pendapatan petani. Upaya peningkatan pendapatan petani lada dengan peningkatan produktivitas telah dilaksanakan pemerintah melalui proyek PRPTE lada sejak tahun 1980/1981. Tujuan dari kegiatan Praktek Lapangan ini adalah untuk
Mengkaji kelayakan finansial proyek dari sudut petani, (3) Melihat manfaat proyek terhadap pendapatan petani peserta, (4) Mengetahui kemampuan petani peserta proyek PRPICE lada dalam mengembalikan kredi t. Di daerah Lampung, khususnya Lampung Utara, lada merupakan komoditas perkebunan utama yang diusahakan penduduk. Di daerah ini terdapat 2 Unit Pelaksana Proyek PRPTE lada, yaitu UPP Pembinaan Lada Cahaya Negeri dan UPP Pembinaan La- da Baradatu. Kegiatan Praktek Lapangan dilaksanakan di ke- camatan Abung Barat yang merupakan salah satu wilayah kerja UPP Pembinaan Lada Cahaya Negeri. Sampai dengan tahun 1987 realisasi pencapaian fisik UPP Pembinaan Lada Cahaya Negeri mencapai 1 498,75 ha areal binaan dengan 1 308 KK. Analisis finansial proyek dilakukan terhadap 6 tingkat kombinasi, yaitu produksi tinggi dan harga rendah (YIPI), produksi tinggi dan harga sedang (YIP2), produksi tinggi dan harga tinggi (YIP3), produksi rendah dan harga rendah (Y2p1), produksi rendah dan harga sedang (Y~P~), produksi fendah dan harga tinggi (Y2P3) selama 15 tahun. Tingkat harga rendah Rp 2 150, harga sedang Rp 4 000 dan harga tinggi Rp 5 850. Dari analisis kelayakan finansial proyek didapatkan bahwa pada kombinasi Y2P1, proyek dinilai sangat tidak meng- untungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan. Hal ini dise- babkan oleh nilai NPV yang diperoleh pada tingkat bunga po- tong 15 persen dan 18 persen bernilai negatif, yaitu masing- masing - Rp 523 796 dan - Rp 542 949. Nilai Net B/C yang
diperoleh kurang dari 1, yaitu masing-masing 0,4927 pada tingkat bunga potong 15 persen dan 0,4412 pada tingkat bunga potong 18 persen. Keadaan ini menyebabkan petani peserta proyek PRPTE mengalami kesulitan dalam ha1 pengembalian kre- dit. Surplus yang diperoleh petani dari kegiatan usahatani- nya setelah dikurangi kewajiban pembayasan bunga dan peng- angsuran kredit rata-rata sebesar Rp 27 347,67/tahun. Jum- lah ini sangat kecil dan tidak dapat menunjang kehidupan petani beserta keluarganya. Akibatnya kredit yang telah diterdma petani menjadi 'bumerangs bagi petani itu sendiri. Hal ini akan jelas terlihat jika penggunaan tenaga keluarga di- perhitungkan sebagai faktor biaya. Net B/C yang diperoleh sangat kecil, yaitu 0,1500 pada tingkat bunga potong 15 per- sen dan 0,1387 pada tingkat bunga potong 18 persen. Petani hanya menikmati surplus yang positif dari kegiatan usahataninya selama 3 tahun, yaitu tahun ke-6 sampai tahun ke-8 dan hanya dapat membayar bunga dan mengangsuk kredit pada tahun ke-6 dan ke-7. Keadaan akan jauh berbeda jika petani mampu mencapai tingkat produksi tinggi. Walaupun harga yang berlaku rendah, proyek dinilai masih layak dan menguntungkan karena nilai Net B/C yang diperoleh lebih dari 1 dan IPJI di atas tingkat bunga potong. Pada kombinasi YIP1, IRR yang diperoleh sangat tinggi, yaitu masing-masing 84,9462 persen dan 80,5068 persen jika memperhitungkan nilai tenaga keluarga. Pada kondisi ini proyek dinilai sangat layak dan sangat menguntungkan.
Jika harga yang berlaku di atas harga rendah, maka baik petani yang mempunyai tingkat produksi tinggi maupun tingkat produksi rendah tidak akan mengalami kesulitan dalam pernbaya- ran bunga dan pengangsuran kredit tepat pada waktunya. Pada kenyataannya di lapangan hanya 53,33 persen dari responden peserta proyek yang telah mengangsur kredit, yaitu rata-rata 21,31 persen dari jumlah kredit yang diterimanya. Hal ini terutama disebabkan oleh tuntutan petani terhadap penyelesaian sertifikat tanah, yang masih terkatung-katung sampai saat ini. Produksi lada yang dihasilkan oleh petani responden peserta proyek di kecamatan Abung Barat pada tahun 1988 ratarata mencapai 323,83 kg/ha dan non peserta proyek rata-rata rnencapai 255,78 kg/ha. Komponen terbesar dari biaya usahata- ni lada baik peserta maupun non peserta proyek adalah biaya tenaga kerja upahan. Pendapatan usahatani lada yang dipero- leh oleh peserta proyek pada tahun 1987/1988 rata-rata sebe- sar Rp 706 444,84 yang lebih tinggi Rp 135 794,17 atau 23,79 persen dibandingkan dengan pendapatan usahatani lada non pro- yek. Namun jika dilihat dari efisiensi ekonominya, usahatani lada non proyek l&ih efisien. Nilai WC rasio yang dipero- leh sebesar 2,19 yang lebih besar 2,60 persen dibandingkan dengan R/C rasio usahatani lada non peserta proyek. Perbe- daan ini terutama disebabkan oleh lebih intensifnya petani peserta proyek dalam mengelola kebun ladanya, ditambah adanya kewajiban bagi peserta proyek untuk membayar bunga kredit