BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan,

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan bangunan. Hal tersebut mengakibatkan semakin banyak pula

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

CADANGAN AIR TANAH BERDASARKAN GEOMETRI DAN KONFIGURASI SISTEM AKUIFER CEKUNGAN AIR TANAH YOGYAKARTA-SLEMAN

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB III TINJAUAN WILAYAH

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan jumlah penduduk dan industri pada CAT Karanganyar-Boyolali

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

I. KARAKTERISTIK WILAYAH

PENENTUAN ZONA KONSERVASI CEKUNGAN AIR TANAH WATES, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar dari tekanan atmosfer. Dari seluruh air tawar yang terdapat di bumi,

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang baik dan tahan lama. Bandara merupakan salah satu prasarana

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Daerah penelitian saat ini sedang mengalami perkembangan pemukiman

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

Pengelolaan Airtanah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

STUDI KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP PEMOMPAAN DI KOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

BAB III TINJAUAN KAWASAN

Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti, M.Sc. Teknik Geologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN

PEMETAAN KERENTANAN AIRTANAH DAN PERANANNYA DALAM PERENCANAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian, dan saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

POSITRON, Vol. VII, No. 1 (2017), Hal ISSN: ( print )

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya air yaitu Air Tanah, saat ini telah menjadi

IDENTIFIKASI AIRTANAH DAERAH CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI BERDASARKAN CITRA SATELIT, GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI

I. PENDAHULUAN. rendah. Studi mengenai aliran air melalui pori-pori tanah diperlukan dan

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK

STUDI KONSERVASI AIR UNTUK PEMANFAATAN AIRTANAH YANG BERKELANJUTAN PADA RECHARGE AREA LERENG GUNUNGAPI MERAPI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2020 mendatang (Nihon Suido, Nippon Koei Co. Ltd dan KRI

HIDROGEOLOGI MATA AIR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Airtanah merupakan air yang tersimpan dan mengalir dalam ruang antar butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air bersih. Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa (2014) menunjukkan bahwa sumber air bersih yang diolah selama tahun 2013 di Daerah Istimewa selain berasal dari sungai, waduk dan mata air, tetapi sebanyak 60,99 persen diantaranya berasal dari airtanah dan lainnya (Gambar 1.1). Kebutuhan manusia akan air bersih terus meningkat, tetapi airtanah mempunyai keterbatasan sehingga eksploitasi airtanah berlebihan akan beresiko merusak sistem airtanah tersebut. Penelitian mengenai hidrogeologi cekungan airtanah digunakan sebagai dasar dalam mengatur pemanfaatan dan pengelolahan sumberdaya airtanah untuk menghindari kerusakan sistem airtanah tersebut. Gambar 1.1 Sumber air bersih yang diolah perusahaan air bersih di DIY pada tahun 2013 dalam persen (BPS DIY, 2014) 1

2 Penelitian pertama mengenai hidrogeologi cekungan airtanah di wilayah Daerah Istimewa dilakukan pada tahun 1984 oleh MacDonald & Partners. Penelitian tersebut menunjukkan cekungan airtanah di wilayah Daerah Istimewa dengan konsep Sistem Akuifer Merapi sebagai akuifer utama disebut sebagai Cekungan Airtanah. Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2003) menyebut cekungan ini sebagai Cekungan Merapi -. Cekungan Airtanah dalam MacDonald & Partners (1984) atau Cekungan Merapi - dalam Putra (2003) ini sekarang dikenal sebagai Cekungan Airtanah - Sleman. Hal ini berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah di Indonesia yang menyebutkan cekungan airtanah di wilayah Daerah Istimewa adalah CAT No. 109 atau Cekungan Airtanah - Sleman meliputi wilayah Kabupaten Sleman, Kota dan Kabupaten Bantul. Pada bagian barat Cekungan Airtanah - Sleman menunjukan fenomena geologi yang menarik dengan adanya bukit - bukit intrusi, seperti Bukit Siwareng, Bukit Wungkal, Bukit Patuk dan Bukit Gedang (Asrizal, 2010) serta Bukit Berjo (Utami, 2009). Bukit - bukit intrusi tersebut tersusun oleh batuan beku masif dengan nilai porositas rendah yaitu pori - pori pada batuan sangat sedikit dan kemungkinan hanya berupa rongga antar butir mineral penyusunnya atau berat padat hampir seluruhnya menempati volume total massa batuan (Septeriansyah, 2000). Batuan tersebut relatif bersifat impermeabel dan bertindak sebagai akuifer yang buruk atau bahkan dapat bertindak sebagai akuifug sehingga keterdapatannya akan berpengaruh terhadap terbentuknya pola aliran airtanah yang berbeda.

3 Airtanah sebagai sumberdaya tersembunyi membutuhkan berbagai metode analisa untuk mengetahui kondisi aliran airtanah khususnya di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat, salah satunya melalui pemodelan airtanah. Pemodelan airtanah yang telah dilakukan masih bersifat regional untuk simulasi di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman secara keseluruhan sehingga dibutuhkan pemodelan airtanah detail yang mampu menggambarkan pola aliran airtanah terkait keterdapatan batuan beku intrusi di wilayah ini. Dengan demikian, model aliran airtanah yang dihasilkan ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pemanfaatan dan pengelolahan sumberdaya airtanah agar kerusakan sistem airtanah di wilayah ini dapat dihindari. I.2 Rumusan Masalah Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaruh keterdapatan batuan beku intrusi terhadap model aliran airtanah pada daerah penelitian. Permasalahan ini dapat dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan, sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi sistem hidrogeologi alamiah pada daerah penelitian? 2. Bagaimana model konseptual hidrogeologi yang ideal pada daerah penelitian? 3. Bagaimana dampak perubahan muka airtanah pada daerah penelitian apabila debit pemompaan terus meningkat di masa mendatang? I.3 Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk membuat model aliran airtanah di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat. Tujuan dari

4 penelitian ini adalah mengetahui kondisi sistem hidrogeologi alamiah pada daerah penelitian, menentukan model konseptual hidrogeologi yang ideal pada daerah penelitian dan mengetahui dampak perubahan muka airtanah pada daerah penelitian apabila debit pemompaan terus meningkat di masa mendatang. I.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai kondisi geometri, karakteristik dan sistem akuifer serta menghasilkan model aliran airtanah di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat. Model aliran airtanah ini selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pemanfaatan dan pengelolahan sumberdaya airtanah agar tercipta efektifitas dan efisiensi penggunaan airtanah secara berkelanjutan. I.5 Lokasi Daerah Penelitian Lokasi daerah penelitian berada di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat dengan posisi geografis antara UTM 49S 413358-427379 dan UTM 49S 9134519-9148492. Luas daerah penelitian mencapai 196 km 2 yang terdiri dari 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman (meliputi Kecamatan Tempel, Kecamatan Seyegan, Kecamatan Mlati, Kecamatan Minggir, Kecamatan Moyudan, Kecamatan Godean dan Kecamatan Gamping), Kabupaten Bantul (meliputi Kecamatan Sedayu dan Kecamatan Kasihan) dan Kabupaten Kulon Progo (meliputi Kecamatan Sentolo, Kecamatan Nanggulan dan Kecamatan Kalibawang). Lokasi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Provinsi Daerah Istimewa dan lokasi daerah penelitian beserta wilayah administrasinya 5

6 I.6 Peneliti Terdahulu Beberapa penelitian geologi dan hidrogeologi yang telah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat tercantum pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Beberapa penelitian yang telah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat Peneliti Tahun Penelitian Hendrayana 1993 Septeriansyah 2000 Putra 2003 Hendrayana dan Putra 2004 Utami 2009 Suryanto 2009 Judul Tulisan Hydrogeologie und Grundwassergewinnung im - Becken, Indonesien Geologi Daerah Gunung Berjo dan Sekitarnya, Godean, Serta Petrologi dan Pemanfaatan Mikrodiorit Berjo Sebagai Bahan Bangunan Integrated Water Resources Management In Merapi - Basin The Improvement of Groundwater Basin Concept Analisis Distribusi Ukuran Kristal Mikrodiorit Gunung Berjo, Godean, Menggunakan Perangkat Lunak JMICROVISION dan Manual Ketersediaan Sumber Daya Airtanah dan Arahan Pengembangannya di Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Hasil Suatu model airtanah dan simulasinya di wilayah Kota dan sekitarnya. Mikrodiorit Berjo dibedakan menjadi mikrodiorit biotit dan mikrodiorit piroksen yang mengalami alterasi hidrotermal. Mikrodiorit ini adalah tubuh stock yang terbentuk dekat permukaan bumi dan dimanfaatkan sebagai batu tempel/hias, konstruksi dalam, agregat beton kelas ringan dan sebagai landasan jalan raya dan bandar udara. Suatu manajemen sumberdaya air berdasarkan pemodelan airtanah dan daerah aliran sungai pada Cekungan Merapi -. Telah dikembangkan sebuah model airtanah 3-D untuk simulasi airtanah pada Cekungan Airtanah. Distribusi ukuran kristal plagioklas pada mikrodiorit di Gunung Berjo tergambarkan tekstur inequigranular sebagai proses pembekuan magma pembentuk batuan terdiri atas dua fase kristalisasi, yaitu fase fenokris dan fase massa dasar. Akuifer Kecamatan Moyudan berupa akuifer bebas dengan kedalaman airtanah berkisar 0,4-18,3 meter pada musim kemarau dan 0,1-17,2 meter pada musim hujan. Kedalaman airtanah ini relatif mendalam ke arah Sungai Progo dan ke arah selatan.

7 Tabel 1.1 Beberapa penelitian yang telah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat (lanjutan) Peneliti Tahun Penelitian Asrizal 2010 Puspasari 2010 Risdianto 2010 Hendrayana 2011 Fakhrunnas 2012 Iqbal 2013 Judul Tulisan Penentuan Batas Formasi dan Umur Relatif Antara Formasi Nanggulan dan Intrusi Mikrodiorit Pada Bukit Wungkal, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, DI Ketersediaan Sumber Daya Airtanah dan Arahan Pengembangannya di Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Ketersediaan Sumberdaya Airtanah dan Arahan Pengembangannya di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Peta Cekungan Airtanah - Sleman Kajian Hidrogeologi Desa Balecatur Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Pemodelan Aliran Airtanah di Wilayah Kota Hasil Satuan batulempung yang sebanding dengan Formasi Nanggulan anggota Watupuru bed sebagai satuan yang berumur lebih tua dan diintrusi oleh satuan mikrodiorit. Batas satuan batulempung dengan satuan mikrodiorit Bukit Wungkal adalah batas intrusi dan batas struktur. Akuifer Kecamatan Godean berupa akuifer bocor dengan litologi pasir sedang dan pola aliran airtanah relatif mengalir ke arah selatan. Kedalaman airtanah berkisar 0,7-8,9 meter pada musim kemarau dan 0,2-8,4 meter pada musim hujan dengan fluktuasi airtanah berkisar 0,2-4,05 meter. Pola aliran airtanah pada Kecamatan Minggir dominan ke arah barat daya dan barat, kecuali pada bagian utara yang arah alirannya ke barat laut. Semua arah aliran menuju ke tubuh Sungai Progo sebagai daerah elevasi terendah. Kedalaman airtanah daerah ini berkisar antara 1,1-11,64 meter pada musim kemarau dan 0,25-5,7 meter pada musim hujan dengan fluktuasi 0,37-5,94 meter. Cekungan terbagi menjadi empat daerah, meliputi Daerah Recharge, Daerah Transisi, Daerah Discharge dan Kelompok Non-akuifer serta secara hidrostratigrafi cekungan ini terbagi menjadi tiga, meliputi: Kelompok Akuifer 1 (Akuifer bebas), Kelompok Akuifer 2 (Akuifer Semi Bebas) dan Kelompok Non-akuifer. Muka airtanah di bagian barat laut Desa Balecatur relatif dangkal dan mendalam ke arah tenggara dengan kondisi elevasi permukaan tanah semakin meningkat dan pola aliran airtanahnya mengalir dari tenggara ke utara dan barat laut. Suatu model aliran airtanah untuk simulasi pengambilan airtanah di wilayah Kota.

8 Tabel 1.1 Beberapa penelitian yang telah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat (lanjutan) Peneliti Tahun Penelitian Suprayitno 2013 Oudone 2014 Aryawicaksono 2014 Vicente 2014 Judul Tulisan Kerentanan Airtanah di Daerah Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Groundwater Vulnerability Mapping Assessment in Minggir Subdistrict of Sleman Special Province, Indonesia Pemetaan Kerentanan Airtanah di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah - Sleman Hasil Sebagian besar wilayah Kecamatan Godean termasuk daerah kerentanan airtanah cukup tinggi dengan muka airtanah yang sangat mudah diambil melalui sumur gali, sangat rentan pencemaran dan juga sangat mudah mengalami penurunan muka airtanah. Sekitar 75% pada daerah Kecamatan Minggir termasuk zona kerentanan airtanah sangat tinggi dengan metode SVV dan GOD / tinggi untuk metode DRASTIC yang rentan oleh berbagai kontaminan dari daerah pertanian dan sangat rendah perlindungan efektifnya pada zona tidak jenuh air. Kedalaman muka airtanah berkisar 1-12 meter dengan litologi pada zona tidak jenuh berupa endapan pasir dalam berbagai ukuran. Daerah ini terdiri dari zona kerentanan airtanah tinggi dan zona kerentanan airtanah sangat tinggi. Ketebalan minimum akuifer bagian atas (bebas) berkisar 10-20 meter di Kabupaten Sleman dan 5-20 meter di Kabupaten Bantul, sedangkan akuifer bagian bawah (semi bebas) menipis ke arah selatan setebal 40-55 meter di Kabupaten Sleman dan 5-25 meter di Kabupaten Bantul. Berdasarkan beberapa penelitian di atas yang berkaitan dengan permasalahan hidrogeologi pada daerah penelitian, dapat diketahui bahwa: 1. Sistem akuifer di daerah penelitian terdiri dari akuifer bebas, akuifer semi bebas dan kelompok non-akuifer (Hendrayana, 2011). Ketebalan minimum akuifer bebas berkisar 10-20 meter di wilayah Kabupaten Sleman dan 5-20 meter di wilayah Kabupaten Bantul, sedangkan akuifer semi bebas semakin menipis ke arah selatan mencapai 40-55 meter di wilayah Kabupaten Sleman dan 5-25 meter di wilayah Kabupaten Bantul (Vicente, 2014).

9 2. Muka airtanah di daerah penelitian umumnya relatif mendalam ke arah selatan dan di sebelah barat sampai barat daya daerah penelitian cenderung mendalam ke arah Sungai Progo (Suryanto, 2009). 3. Pola aliran airtanah di daerah penelitian umumnya mengalir ke arah selatan (Puspasari, 2010) dan pada bagian barat hingga barat daya daerah penelitian dominan mengalir menuju tubuh Sungai Progo (Risdianto, 2010). 4. Sebagian besar daerah penelitian berada pada kondisi muka airtanah yang mudah diambil melalui sumur gali, rentan terhadap pencemaran dan mudah mengalami penurunan muka airtanah (Suprayitno, 2013) serta perlindungan efektif rendah pada zona tidak jenuh air (Oudone, 2014). Pemodelan airtanah oleh Putra (2003) dan Hendrayana dan Putra (2004) membahas model airtanah di wilayah Cekungan Airtanah secara regional. Pemodelan tersebut belum mampu menggambarkan pola aliran airtanah akibat pengaruh keberadaan batuan intrusi di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat. Beberapa pemodelan airtanah detail seperti pemodelan airtanah di wilayah Kota dan sekitarnya oleh Hendrayana (1993) dan pemodelan airtanah di wilayah Kota oleh Iqbal (2013) belum pernah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah - Sleman bagian barat. Penelitian ini dibutuhkan untuk melakukan pemodelan airtanah detail yang menggambarkan pola aliran airtanah akibat pengaruh keberadaan batuan intrusi tersebut. Dengan demikian, pemodelan ini berbeda dari pomodelan terdahulu dan menjadi penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya.