BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri

BAB I PENDAHULUAN. guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB I PENDAHULUAN. International Labour Organization (ILO) (ILO, 2003) diperkirakan di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. efeknya secara langsung, namun karena paparan yang berkepanjangan maka

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL).

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (UU) No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang

I. PENDAHULUAN. serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui undang- undang No. 13

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi

Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Gangguan Pendengaran pada Karyawan Tambang

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA KELAS X DAN XI TENTANG PENGGUNAAN EARPHONE DI SMA PASUNDAN 8 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan

PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah penyebab utama dari penurunan pendengaran. Sekitar 15 persen dari orang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi 6,4 sampai dengan 7,5 persen setiap

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pembangunan industri di Indonesia telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan di bidang industri dari industri tradisioal menjadi industri

GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

kenaikan tekanan darah atau hipertensi. [1]

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan audiometri nada murni (Hall dan Lewis, 2003; Zhang, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber. Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan pasar bebas (World Trade Organization/WTO) dan

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka membangun perekonomian, maka perkembangan industri sedang berlangsung dengan menggunakan semakin

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi di bidang industri menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk bagi kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesehatan, aktivitas karyawan perlu dipertimbangkan berbagai potensi

seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks Bandar Udara Djalaludin Gorontalo merupakan satu-satunya bandara yang

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi serta transformasi

BAB I PENDAHULUAN. terpapar bising melebihi 90 db di tempat kerjanya. Diperkirakan lebih dari 20 juta

METODE PENELITIAN III.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan teknologi tinggi, diharapkan industri dapat berproduksi. yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

BAB I PENDAHULUAN. contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Suma mur (2009) dalam bukunya menyatakan faktor-faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. gelombang suara (Hadinoto, 2014). Alat ini biasanya digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization

PENGENDALIAN KEBISINGAN DAN LINGKUNGAN. Oleh. KRT.Adi Heru Husodo. Pencemaran udara itu dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan, misalkan :

BAB I PENDAHULUAN. kerja. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak industri yang ada di Indonesia.

Pengaruh Kebisingan Konstruksi Gedung Terhadap Kenyamanan Pekerja Dan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. indusrialisasi yang ditandai adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN PADA PROSES SUGU DAN PROSES AMPELAS TERHADAP PENDENGARAN TENAGA KERJA DI BENGKEL KAYU X

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri akan selalu diikuti oleh penerapan teknologi tinggi penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. bayi dengan faktor risiko yang mengalami ketulian mencapai 6:1000 kelahiran

TINGKAT KEBISINGAN PETUGAS GROUND HANDLING DI BANDARA NGURAH RAI BALI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai

ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG

PENGARUH PAPARAN BISING TERHADAP AMBANG PENDENGARAN SISWA SMK NEGERI 2 MANADO JURUSAN TEKNIK KONSTRUKSI BATU BETON

PROGRAM PERLINDUNGAN PENDENGARAN PEKERJA TERHADAP KEBISINGAN

Lobes Herdiman 1, Ade Herman Setiawan 2 Laboratorium Perencanaan & Perancangan Produk (P3) Jurusan Teknik Industri-UNS 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan teknologi disamping dampak positif, tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization memperkirakan secara kasar bahwa di dunia terdapat ±120

BAB I PENDAHULUAN. tentu akan berdampak pada terjadinya berbagai masalah yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat. (Permenakertrans RI Nomor PER.13/MEN/X/2011).

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL

BAB I PENDAHULUAN. mana program tersebut tercakup dalam kegiatan Kesehatan Kerja dan Higiene

ABSTRAK. Pembimbing I : July Ivone,dr., M.K.K., MPd.Ked. Pembimbing II: Drs. Pinandojo Djojosoewarno,dr.,AIF.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO TINGKAT KECACATAN PADA PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS PADAS KABUPATEN NGAWI

PENGARUH BISING TERHADAP AMBANG PENDENGARAN PADA KARYAWAN YANG BEKERJA DI TEMPAT MAINAN ANAK MANADO TOWN SQUARE

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dapat bersumber dari suara kendaraan bermotor, suara mesin-mesin

BAB I PENDAHULUAN. modern. Seiring dengan adanya mekanisasi dalam dunia industri yang

hidup yang ada disekitarnya termasuk manusia.

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan. Dalam jangka panjang bunyibunyian

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran merupakan masalah utama pada pekerja-pekerja yang bekerja di tempat yang terpapar bising, misalnya pekerja di kawasan industri antara lain pertambangan, penggalian (peledakan, pengeboran), perkapalan, penerbangan, maupun mesin tekstil dan uji coba mesin-mesin jet. Hal ini akan sangat merugikan para pekerja karena dapat menyebabkan ketulian yang menetap (permanent threshold shift). Selain itu perusahaan juga akan mengalami kerugian, misalnya menurunnya kinerja para pekerja serta meningkatnya biaya kesehatan yang harus ditanggung perusahaan. Sehingga perlu dilakukannya deteksi dini adanya gangguan pendengaran untuk mencegah ketulian sementara (temporary threshold shift) menjadi ketulian yang menetap (permanent threshold shift) (Buchari,2007). Nilai ambang batas kebisingan adalah angka desibel yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No. SE- 01/MEN/1978, nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Buchari,2007). Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 db untuk waktu kerja 8 jam sehari (Roestam,2004). Jika nilai ambang batas dilampaui terus-menerus dalam waktu lama maka akan menyebabkan gangguan pendengaran (Tana, 2002). Faktor lain yang berpengaruh adalah intensitas suara yang terlalu tinggi, usia karyawan, gangguan pendengaran yang sudah ada sebelum bekerja, frekuensi bising, lamanya masa

kerja, jarak dari sumber suara, gaya hidup pekerja di luar tempat kerja (Buchari, 2007). Menurut perkiraan WHO (World Health Organization) pada tahun 1995 terdapat 120.000.000 penderita gangguan pendengaran di seluruh dunia. Pada tahun 2001 jumlah tersebut meningkat menjadi 250.000.000 jiwa; 222.000.000 jiwa diantaranya adalah orang dewasa dan sisanya anak berusia di bawah 15 tahun. Penderita gangguan pendengaran tersebut kira-kira 2/3 diantaranya berada di negara berkembang (Standar Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas, 2002 dalam Suwento 2002). Gangguan pendengaran akibat kebisingan merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis. Lebih dari 28.000.000 orang Amerika mengalami gangguan pendengaran dengan berbagai derajat, dimana 10.000.000 orang diantaranya mengalami gangguan pendengaran akibat terpapar bunyi yang keras pada tempat kerja. Sedangkan Sataloff (1987) mendapati sebanyak 35.000.000 orang Amerika menderita ketulian dan 8.000.000 orang diantaranya merupakan tuli akibat kerja (Depkes, 2004 dalam Suwento,2002). Dari hasil WHO Multi Centre Study tahun 1998, Indonesia termasuk empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi (4,6%), tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India (6,3%) (Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian,2006). Prevalensi gangguan pendengaran pada populasi penduduk Indonesia diperkirakan sebesar 4,2%. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2002 adalah 221.900.000 jiwa, sehingga jumlah penduduk yang menderita gangguan pendengaran diperkirakan 9.319.800 jiwa (World Health Organization, 2007). Data Survei Kesehatan Indera Pendengaran di tujuh propinsi tahun 1994-1996 menyebutkan prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia masingmasing adalah 16,8% dan 0,4%. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1994-1996 adalah 214.100.000 jiwa berarti diperkirakan terdapat 36.000.000 jiwa yang menderita gangguan pendengaran dan 850.000 jiwa menderita ketulian.

Berdasarkan kelompok usia, angka gangguan pendengaran terbanyak pada kelompok usia produktif dewasa (40-54 tahun) yaitu 20,8%, sedangkan angka ketulian terbanyak pada usia diatas 65 tahun yaitu 2,8% (Depkes RI,1998 dalam Suwento R, 2002). Sundari pada penelitiannya tahun 1994 di pabrik peleburan besi baja di Jakarta, mendapatkan 31,55 % pekerja menderita tuli akibat bising, dengan intensitas bising antara 85-105 db, dengan masa kerja rata-rata 8,99 tahun. Lusianawaty pada tahun 1998 mendapat 7 dari 22 pekerja (31,8%) di perusahaan kayu lapis Jawa Barat mengalami tuli akibat bising, dengan intensitas bising lingkungan antara 84,9-108,2 db (Alberti, 2000). Penelitian terdahulu melaporkan lebih dari 50% pekerja tekstil dengan masa kerja antara 1-10 tahun mengalami gangguan pendengaran pada frekuensi 3000-4000 Hz. Pada perusahaan baja ditemukan 45,9% kasus gangguan pendengaran pada frekuensi 6000 Hz, dengan pajanan bising terus-menerus (Tana, 2002). Oetomo, A dkk (Semarang, 1993) dalam penelitiannya terhadap 105 karyawan pabrik dengan intensitas bising antara 75-100 db didapati sebanyak 74 telinga belum mengalami pergeseran nilai ambang, sedangkan sebanyak 136 telinga telah mengalami pergeseran nilai ambang dengar, derajat ringan sebanyak 116 telinga (55,3%), derajat sedang sebanyak 17 telinga (8%), dan derajat berat sebanyak 3 telinga (1,4%) (Rambe, 2003). Penelitian terhadap 204 pekerja yang tidak memakai alat pelindung telinga dengan paparan kebisingan sekitar 95 db terdapat prevalensi sekitar 84,5% dan kebisingan antara 85-90 db terdapat prevalensi sekitar 75%, sedangkan pada kebisingan sekitar 80 db didapatkan prevalensi sekitar 2,9% - 3,5% terjadi gangguan pendengaran (Osibigun dkk,2000). Karnal, A (1991) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada di sekitar kota Medan. Ia mendapati sebanyak 92,30% dari pandai besi tersebut menderita ketulian akibat bising. Sedangkan Harnita, N (1995) dalam suatu

penelitian terhadap karyawan di pabrik gula mendapati sebanyak 32,2% menderita ketulian akibat bising (Rambe, 2003). Prevalensi gangguan pendengaran terus meningkat akibat kemajuan di bidang teknologi industri dan polusi bising lingkungan. Indonesia termasuk negara industri yang sedang berkembang, sehingga dalam upaya peningkatan pembangunan digunakan peralatan industri yang dapat menimbulkan kebisingan di lingkungan kerja. Hal tersebut menimbulkan dampak buruk bagi para pekerja jika tidak dicegah dengan program pengendalian kebisingan diantaranya penggunaan alat pelindung pendengaran bagi pekerja yang terpapar bising (Bashiruddin, J., 2009). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti gambaran audiogram pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan. 1.2. Rumusan Masalah Uraian dalam latar belakang masalah di atas, memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan peneliti berikut : Bagaimana gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimana gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan. 1.3.2. Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan berdasarkan umur.

2. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan berdasarkan masa kerja. 3. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan berdasarkan lama pajanan. 4. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan berdasarkan penggunaan alat pelindung telinga. 5. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan berdasarkan jenis gangguan pendengaran. 6. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan berdasarkan derajat gangguan pendengaran. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Mencegah ketulian bersifat permanen yang dapat merugikan para pekerja 2. Sebagai sarana memperdalam pengetahuan serta mengembangkan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan 3. Sebagai acuan untuk penelitian berikutnya