BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENGELOLAAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS X UPTD SMAN 1 MOJO KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PENGEDALIAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK KELAS X SMK PGRI 3 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dipandang sebagai periode perubahan baik dalam hal fisik, minat,

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK MODELING UNTUK MENGURANGI PERILAKU AGRESIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 WERU TAHUN PELAJARAN 2017/2018

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI SISWA KELAS X SMA KATHOLIK WIJAYA KUSUMA BLORA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

KORELASI ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEMEN TAHUN AJARAN 2015/2016

JURNAL HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN HUBUNGAN INTERPERSONAL PADA SISWA KELAS XI SMK PGRI 4 KEDIRI TAHUN AJARAN 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. alkohol, napza, seks bebas) berkembang selama masa remaja. (Sakdiyah, 2013). Bahwa masa remaja dianggap sebagai suatu masa dimana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pertama kalinya. Menurut Santrock 2002: 56 ( dalam Arif 2013 : 1),

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. Pemenuhan terhadap tugas perkembangan dapat dibantu melalui proses

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI

POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 10 KOTA JAMBI. Oleh: HENNI MANIK NIM:ERA1D009123

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

INDONESIA. Disusun Oleh : Mardhiana Setyaningrum Kelas D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari,

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya yang memiliki ciri-ciri yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

III. METODE PENELITIAN. suatu keadaan atau situasi. Jenis penelitian eksplanatori tersebut sama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2015 LAYANAN KONSELING DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI SELF-MANAGEMENT UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS EMOSI PESERTA DIDIK

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku dalam masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisiknya yang semakin berkembang. Pada masa remaja banyak perubahan yang bersifat universal, seperti perkembangan fisik, minat dan salah satunya semakin meningginya emosi remaja. Perubahan emosi biasanya semakin cepat selama awal masa remaja. Masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Ketegangan emosi yang dialami remaja diperoleh dari kondisi sosial yang mengelilingi remaja masa kini. Meningginya emosi terutama karena remaja laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Menurut Hurlock, remaja sebagian besar mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru (Hurlock, 1980: 213). Umumnya permasalahan remaja yang berhubungan dengan percintaan merupakan masalah yang rumit pada periode ini. Misalnya, bila kisah cinta remaja berjalan lancar, maka remaja merasa bahagia dan senang. Begitupun sebaliknya, remaja akan 1

2 merasa sedih, hancur, dan kadang mengekspresikan rasa bencinya terhadap seseorang yang telah menyakitinya itu sangat berlebih bahkan bisa menyakiti. Jika dilihat dari jenjang pendidikannya maka masa remaja adalah siswa yang sedang duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU), dan perguruan tinggi. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan, tempat yang aman dan sehat, tempat di mana para siswa dapat mengembangkan berbagai potensi yang mereka miliki dengan sepenuhnya (Ma ruf, 2007: www.hidayahilayya.blogspot.com). Ketika sekolah yang sudah menjadi tempat yang menyenangkan bagi siswa sudah dicemari dengan perilaku agresif, maka perilaku agresif disekolah dianggap biasa dan akan semakin meluas. Individu dalam kehidupan sehari-hari menyadari perilakunya akan menimbulkan akibat. Perilaku yang sesuai dengan keinginan dan harapan individu akan menimbulkan akibat yang positif. Apabila keinginan dan harapan tidak sesuai dengan kenyataan, dapat menimbulkan perilaku negatif. Dukungan dari luar terhadap kejadian-kejadian yang tidak diinginkan oleh individu sehingga memicu kemunculan perilaku agresif. Perilaku agresif muncul dikarenakan kegagalan dalam usahanya yang diekspresikan dengan kemarahan dan luapan emosi yang meledak-ledak, kadang disertai perilaku kegilaan, bertindak sadis dan usaha untuk merugikan orang lain. Fenomena menunjukkan meningkatnya perilaku agresif dikalangan siswa pada jenjang pendidikan menengah atas. siswa berani untuk melakukan apapun agar siswa bisa mendapatkan sesuatu yang menjadi keinginannya bahkan sampai

3 menyakiti orang lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat sekitar 5-10% anak usia sekolah menengah menunjukan perilaku agresif. Secara umum, remaja laki-laki lebih banyak menampilkan perilaku agresif, dibandingkan remaja perempuan. Menurut penelitian, perbandingannya 5 berbanding 1, artinya jumlah remaja laki-laki yang melakukan perilaku agresif kira kira 5 kali lebih banyak dibandingkan remaja perempuan (www.hidayahilayya.blogspot.com). Di indonesia, berdasarkan data dari Bimmas Polri Metro Jaya 2004 berbagai kenakalan remaja sebagai bentuk dari tindakan agresif dari tahun 1998-2003 yang tercatat adalah perkelahian antar pelajar (sebanyak 157 kasus), kasus menewaskan 38 pelajar, 2 anggota masyarakat dan 2 anggota Polri (sebanyak 607 kasus), dan tahun 2004 meningkat hingga 230 kasus yang menewaskan 37 korban (www. e- psikologi.com). Situasi emosi siswa yang labil membuat siswa dapat berperilaku agresif, karena diri siswa tidak dapat menerima kondisi yang dapat menimbulkan marah yang diberikan dari orang lain. Siswa akan mengekspresikan perilaku agresifnya dengan berbagai hal, misalnya dengan kekerasan dan dapat merugikan orang lain. Keterampilan emosi pada siswa harus dibentuk sehingga siswa dapat mengendalikan diri ketika berperilaku. Siswa yang sedang mengekspresikan emosi marah akan tampak dari perilakunya, seperti melotot, mengucapkan katakata kasar, bahkan memukul orang lain yang membuat marah. Contohnya ketika seorang guru yang memukul atau menghina siswa dengan menggunakan kekuasaannya sehingga menyakiti siswa. Selain itu juga antara teman sebaya yang saling menyakiti dengan salah satu pihak merasa dirugikan.

4 Penyebab meningkatnya perilaku agresif dapat berasal dari berbagai faktor. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan perilaku agresif adalah 1). faktor keluarga dan 2). rendahnya kematangan emosi (Hidayat, 2007 dalam www.hidayat-ilayya.blogspot.com). Faktor keluarga yaitu pola asuh orangtua dalam menerapkan disiplin yang tidak konsisiten terhadap anggota keluarga. Misalnya orangtua mengancam anak untuk tidak melakukan hal yang menyimpang, tetapi ketika perilaku menyimpang dilakukan hukuman kadang diberikan kadang tidak, sehingga membuat anak bingung karena tidak ada standar kedisiplinan yang jelas. Kondisi ini memicu perilaku agresif pada anak dikerenakan ketidakonsistenan penerapan disiplin pada orangtua. Anak dengan orangtua otoriter cenderung menunjukkan perilaku agresif atau menarik diri. Sikap orangtua yang keras dan penuh tuntutan, yaitu orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar anak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan pada anak untuk berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana kekeluargaan. Dalam hal ini, semakin anak dituntut orang tua, semakin tinggi keinginan anak untuk memberontak dengan perilaku agresif. Faktor yang memunculkan perilaku agresif dari rendahnya kematangan emosi, yaitu kemampuan anak mengatur emosi dan perilakunya untuk menjalin interaksi yang efektif dengan orang lain atau lingkungannya. Individu cenderung menunjukkan prasangka permusuhan saat berhadapan dengan stimulus sosial yang ambigu mereka sering mengartikannya sebagai tanda permusuhan sehingga menghadapinya dengan tindakan agresif. Siswa yang berperilaku agresif juga

5 kurang mampu mengontrol emosi, sulit memahami perasaan dan keinginan orang lain sehingga kurang terampil dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial. Pengaruh rendahnya kemampuan pengelolaan emosi ini sangat berpengaruh ketika emosi yang muncul pada diri individu dapat melemahkan semangat, menghambat kematangan emosi individu, bahkan akan mengganggu penyesuaian sosial yang berakibat pada perilaku individu. Emosi yang dapat memberikan pengaruh positif dapat menjadi pengaruh negatif apabila individu memiliki penilaian yang kurang tepat terhadap emosi yang ditimbulkan. Pengaturan emosi sangat membantu siswa untuk mampu bersosialisai. Siswa yang mampu mengatur emosi akan memiliki keterampilan sosial yang baik sehingga kompetensi sosialnya juga tinggi. Siswa yang mampu bersosialisasi namun kurang dapat mengontrol emosi, cenderung berperilaku agresif dan merusak. Munculnya perilaku agresif terkait dengan kemampuan siswa mengatur emosi dan perilakunya untuk menjalin interaksi yang efektif dengan orang lain atau lingkungannya. Siswa cenderung menunjukkan prasangka permusuhan saat berhadapan dengan stimulus sosial yang ambigu siswa sering mengartikannya sebagai tanda permusuhan sehingga menghadapinya dengan tindakan agresif (Ma ruf, 2007: www.hidayahilayya.blogspot.com). Siswa cenderung memiliki emosi yang sangat kuat, tidak terkendali dan irasional, mudah marah dan emosinya cenderung meledak apabila merasa terganggu, perasaan terganggu memungkinkan munculnya perilaku agresif yang dianggap sebagai jalan keluar yang tepat dalam memecahkan masalah. Perilaku

6 agresif yang dimunculkan ini dalam bentuk perilaku luar biasa, bukan hanya berbeda sedikit dari perilaku yang biasa. Misalnya, memukul itu termasuk perilaku yang biasa, tetapi bila setiap kali ungkapan tidak setuju dinyatakan dengan memukul, maka perilaku tersebut dapat diindikasikan sebagai perilaku agresif. Atau, bila memukulnya menggunakan alat yang tidak wajar, misalnya memukul dengan menggunakan tempat minum atau alat yg dapat melukai lainnya. Oleh karena itu, ketidakstabilan emosi yang dapat memunculkan perilaku agresif perlu direduksi. Perilaku agresif yang terjadi di lingkungan sekolah jika tidak segera ditangani dapat menggangu proses pembelajaran dan perkembangan sosialnya. Siswa cenderung untuk beradaptasi pada kebiasaan buruk. Situasi dan kebiasaan buruk yang terjadi di lingkungan sekolah akan membentuk siswa lain meniru dan berperilaku agresif pula. Perilaku agresif siswa di sekolah dianggap biasa dan akan semakin meluas. Bentuk ekspresi dari perilaku agresif sangat bermacam-macam. Salah satunya aggressiveness, yaitu perilaku yang memiliki sifat keagresifan yang tampak dalam bentuk perkelahian dengan teman sebaya, secara fisik menyerang orang lain, berlaku kasar terhadap orang tua, guru dan orang dewasa lainnya, serta memiliki daya saing secara ekstrim. Individu merasa tidak mampu mengungkapkan kemarahan dan terkadang pengungkapan perasaan yang tidak tepat sehingga menggunakan segala cara bahkan mampu untuk melukai dirinya sendiri.

7 Perilaku agresif siswa semakin kompleks manakala perilaku agresif diperlihatkan atau dilakukan oleh guru yang berperilaku agresif kepada siswanya, atau siswa yang melakukan perilaku agresif terhadap teman sebayanya dalam bentuk kerusuhan, tawuran, perkelahian dan tindakan kekerasan lainnya. Berdasarkan pandangan behavioral, agresif adalah respon dari perangsangan yang disampaikan oleh organisme lain. Perilaku agresif pada pandangan behavioristik harus membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan dengan lingkungan siswa tersebut. Konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar (Surya, 2003: 25). Perilaku agresif dapat dikatakan sebagai gangguan emosi dan perilaku. Gangguan emosi dan perilaku ini adalah ketidakmampuan yang ditunjukan dengan respons emosional atau perilaku yang berbeda dari usia sebayanya, budaya atau norma sosial. Dengan demikian individu dituntut untuk bisa merespon emosinya secara efektif agar dapat berperilaku positif. Salah satu penyebab munculnya perilaku agresif dilingkungan sekolah adalah rendahnya kematangan emosi pada siswa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal harus mengetahui dan memfasilitasi perkembangan peserta didiknya. Dalam hal ini, sekolah harus lebih memperhatikan perkembangan emosi siswa dengan tepat. Perkembangan emosi siswa perlu disiapkan dalam program pendidikan atau bimbingan yang memfasilitasi kemampuan pengelolaan emosi siswa dan yang memegang ranah ini adalah bimbingan dan konseling.

8 Bimbingan dan konseling di sekolah memiliki tujuan untuk membantu individu dalam mengembangkan potensi individu agar mampu mengenal dan memahami dirinya, dalam hal ini individu mampu untuk mengelola emosinya. Perilaku agresif dapat mengganggu dan merugikan individu lain apabila tidak diberikan pelayanan yang sesuai. Melihat fenomena yang terjadi pada siswa yang berperilaku agresif, dengan itu bimbingan dan konseling khususnya konselor diharapkan agar mampu untuk menangani dan memberikan bantuan pada siswa yang memiliki perilaku agresif agar dapat direduksi. Upaya untuk dapat mereduksi perilaku agresif siswa, agar dapat memiliki keterampilan pengelolaan emosi dan siswa memiliki cara yang efektif terhadap emosi yang dimunculkan. Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah terpaparkan, maka dirasa penting untuk mengungkapkan dalam penelitian ini mengenai hubungan antara kemampuan pengelolaan emosi dengan munculnya perilaku agresif. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum perilaku agresif siswa kelas XI SMA Pasundan 8 Bandung? 2. Bagaimana gambaran umum kemampuan pengelolaan emosi yang dimiliki siswa kelas XI SMA Pasundan 8 Bandung? 3. Bagaimana hubungan antara kemampuan pengelolaan emosi dengan perilaku agresif siswa?

9 C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dilakukan penelitian ini adalah melakukan pengkajian mengenai hubungan antara kemampuan pengelolaan emosi terhadap perilaku agresif pada siswa. Adapun tujuan khususnya adalah : 1) Mengetahui gambaran perilaku agresif siswa. 2) Memperoleh gambaran kemampuan pengelolaan emosi yang dimiliki siswa. 3) Mengetahui hubungan antara kemampuan pengelolaan emosi dengan perilaku agresif siswa. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai melalui penelitian adalah: 1. Bagi konselor Memberikan informasi bagi konselor mengenai gambaran karakteristik siswa agresif dan hubungannya dengan kemampuan pengelolaan emosi di SMA Pasundan 8 Bandung. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Memberikan gambaran mengenai rangkaian penelitian yang dilakukan dan berguna untuk membuat layanan selanjutnya yang dapat diuji coba program bimbingan dan konseling serta satuan layanan yang telah ditawarkan.

10 E. Asumsi Penelitian Asumsi dasar penelitian mengenai hubungan antara kemampuan pengelolaan emosi dengan siswa yang agresif sebagai berikut; 1) Munculnya perilaku agresif terkait dengan rendahnya kemampuan remaja dalam mengatur/ mengelola emosinya 2) Tingkahlaku agresif diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan (observasi) terhadap tingkah laku yang ditampilkan oleh individu lain yang menjadi model. 3) Perilaku agresif pada manusia merupakan insting yang digerakkan oleh sumber energi yang selalu mengalir, dan tidak selalu merupakan akibat dari reaksi terhadap rangsangan luar. F. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok, manusia, objek, suatu set kondisi, suatu set pemikiran, atau pun peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan tujuan memperoleh gambaran kemampuan pengelolaan emosi siswa yang berperilaku agresif.

11 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan dan penganalisisan data hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan dalam bentuk angka, sehingga alat pengumpul data atau instrument yang akan digunakan berupa angket/kuesioner untuk disebarkan kepada siswa sebagai sampel penelitian. 3. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI SMA Pasundan 8 Bandung. Pengambilan sampel merupakan suatu proses pemilihan dan penentuan jenis sampel dan perhitungan besarnya sampel yang akan menjadi objek penelitian. Sampel yang secara nyata akan diteliti harus representatif dalam arti mewakili populasi baik dalam karakteristik maupun jumlahnya (Sukmadinata, 2008:252). Teknik sampling yang digunakan adalah teknik simple random sampling. Seluruh individu yang menjadi anggota populasi memiliki peluang yang sama dan bebas dipilih sebagai anggota sampel. Setiap individu memiliki peluang yang sama, karena setiap individu memiliki karakteristik yang sama. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan dua angket yaitu angket mengenai perilaku agresif dan angket kemampuan pengelolaan emosi. 5. Pengolahan dan Analisis Data Prosedur pengolahan dan analisis data terhadap data yang didapat dari angket dan diolah menggunakan perhitungan statistik. Penelitian ditujukan untuk

12 mengetahui hubungan suatu variabel dengan variabel lain, yaitu variabel kemampuan pengelolaan emosi dengan perilaku agresif siswa. Nilai yang tinggi dari suatu variabel berhubungan dengan nilai yang tinggi pada variabel lainnya berarti variabel tersebut memiliki korelasi yang positif. Analisis data yang digunakan ini dimaksudkan untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel X dan variabel Y. Ukuran yang digunakan untuk mengetahui derajat hubungan dalam penelitian ini adalah koefisien korelasi (r) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: r xy = n ( ΣXY ) ( ΣX )(. ΣY ) ( ΣX ) 2. n ΣY 2 { n. ΣX }{ ( ) } 2. ΣY 2