BUNGKIL INTI SAWIT DAN PRODUK FERMENTASINYA SEBAGAI PAKAN AYAM PEDAGING

dokumen-dokumen yang mirip
Respon Broiler terhadap Pemberian Ransum yang Mengandung Lumpur Sawit Fermentasi pada Berbagai Lama Penyimpanan

PEMANFATAN LUMPUR SAWIT UNTUK RANSUM UNGGAS: 1. LUMPUR SAWIT KERING DAN PRODUK FERMENTASINYA SEBAGAI BAHAN PAKAN AYAM BROILER

PEMANFAATAN LUMPUR SAWIT UNTUK RANSUM UNGGAS: 3. PENGGUNAAN PRODUK FERMENTASI LUMPUR SAWIT SEBELUM DAN SETELAH DIKERINGKAN DALAM RANSUM AYAM PEDAGING

PENGGUNAAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN PRODUK FERMENTASINYA DALAM RANSUM ITIK SEDANG BERTUMBUH

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

PEMANFAATAN LUMPUR SAWIT UNTUK RANSUM UNGGAS: 2. LUMPUR SAWIT KERING DAN PRODUK FERMENTASI SEBAGAI BAHAN PAKAN ITIK JANTAN YANG SEDANG TUMBUH

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Pengaruh Pemberian Ampas Teh (Camellia sinensis) Fermentasi dengan Aspergillus niger pada Ayam Broiler

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

Mairizal 1. Intisari. Kata Kunci : Fermentasi, Kulit Ari Biji Kedelai, Aspergillus Niger, Ayam Pedaging.

VI. TEKNIK FORMULASI RANSUM

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

MATERI DAN METODE. Materi

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

KANDUNGAN LEMAK KASAR, BETN, KALSIUM DAN PHOSPOR FESES AYAM YANG DIFERMENTASI BAKTERI Lactobacillus sp

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

Pengaruh Penambahan ß-Xilanase dan ß-Glukanase terhadap Performans Ayam Broiler

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

PENGGUNAAN RAYAP (GLYPTOTERMES MONTANUS) SEBAGAI BAHAN PAKAN AYAM

Dulatip Natawihardja Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN KULLIT KOPI TERFERMENTASI DENGAN ARAS BERBEDA DALAM RANSUM TERHADAP PENAMPILAN TERNAK BABI

Denny Rusmana Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung

ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PENGGUNAAN POLLARD DAN ASAM AMINO SINTETIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP KONSUMSI PAKAN, KONVERSI PAKAN, DAN PRODUKSI TELUR

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN X KAMPUNG BETINA HASIL SELEKSI GENERASI KEDUA (G2)

PENGARUH SUBTITUSI MINYAK SAWIT OLEH MINYAK IKAN LEMURU DAN SUPLEMENTASI VITAMIN E DALAM RANSUM AYAM BROILER TERHADAP PERFORMANS.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

Roeswandy. Departemen Perternakan, Fakultas Pertanian USU

PERFORMANS AYAM BROILER YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG LUMPUR SAWIT TIDAK DAN DIFERMENTASI Aspergillus Niger DENGAN ARAS YANG BERBEDA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat Ransum dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh

Penggunaan Beberapa Tingkat Serat Kasar dalam Ransum Itik Jantan Sedang Bertumbuh. The of Some Crude Fiber Level In Rations of Male Duck Growth

PENGGUNAAN PAKAN BERBASIS UBI KAYU SEBAGAI PENGGANTI JAGUNGTERHADAP KARKAS AYAM BROILER

PEMANFAATAN CASSAPRO (SINGKONG FERMENTASI) DALAM RANSUM AYAM KAMPUNG PERIODE STARTER

SUBSITUSI DEDAK DENGAN POD KAKAO YANG DIFERMENTASI DENGAN Aspergillus niger TERHADAP PERFORMANS BROILER UMUR 6 MINGGU

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

PERTUMBUHAN AYAM BURAS PERIODE GROWER MELALUI PEMBERIAN TEPUNG BIJI BUAH MERAH (Pandanus conoideus LAMK) SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF

USAHA PEMBESARAN ITIK JANTAN DI TINGKAT PETANI DENGAN PENINGKATAN EFISIENSI PAKAN

MANFAAT DEDAK PADI YANG DIFERMENTASI OLEH KHAMIR SACCHAROMYCES CEREVISIAE DALAM RANSUM ITIK BALI JANTAN

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KETELA RAMBAT (Ipomea Batatas L) SEBAGAI SUMBER ENERGI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING FASE FINISHER

PENINGKATAN MUTU ONGGOK MELALUI FERMENTASI DAN PEMANFATAANNYA SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN AYAM KAMPUNG

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

PERLAKUAN PENYEDUHAN AIR PANAS PADA PROSES FERMENTASI SINGKONG DENGAN ASPERGILLUS NIGER

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

PENGARUH SUPLEMENTASI ASAM AMINO DL-METIONIN DAN L-LISIN KADALUARSA DALAM PAKAN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

PEMANFAATAN STARBIO TERHADAP KINERJA PRODUKSI PADA AYAM PEDAGING FASE STARTER

PEMAKAIAN ONGGOK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS PERIODE PERTUMBUHAN

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN SISTEM PEMBERIAN PAKAN SECARA MEMILIH DENGAN BEBAS

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

Produk Samping Kelapa Sawit sebagai Bahan Pakan Alternatif di Kalimantan Tengah: 1. Pengaruh Pemberian Solid terhadap Performans Ayam Broiler

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 6. No. 3. Th. 2001

Ade Trisna*), Nuraini**)

EVALUASI NILAI GIZI DARI HOMINI SEBAGAI PAKAN AYAM

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

PENGGUNAAN POLLARD DENGAN ASAM AMINO SINTESIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS FISIK TELUR

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 24 Juli 2014 di kandang

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN CAMPURAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN ONGGOK TERFERMENTASI OLEH

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. hasil produksi pengembangan ayam broiler akan semakin tinggi.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Animal Agriculture Journal 3(2): , Juli 2014 On Line at :

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

M. Datta H. Wiradisastra Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Bandung ABSTRAK

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

EFEK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN KELOR (Moringa oleifera) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

PEMBERIAN PAKAN TERBATAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERFORMA AYAM PETELUR TIPE MEDIUM PADA FASE PRODUKSI KEDUA

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

Pengaruh Penambahan Lisin dalam Ransum terhadap Berat Hidup, Karkas dan Potongan Karkas Ayam Kampung

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

Pemanfaatan Kapang Aspergillus niger sebagai Inokulan Fermentasi Kulit Kopi dengan Media Cair dan Pengaruhnya Terhadap Performans Ayam Broiler

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan alam semesta dengan sebaik-baik ciptaan. Langit

Transkripsi:

BUNGKIL INTI SAWIT DAN PRODUK FERMENTASINYA SEBAGAI PAKAN AYAM PEDAGING P.P. KETAREN, A. P. SINURAT, D. ZAINUDDIN, T. PURWADARIA, dan I. P. KOMPIANG Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia (Diterima dewan redaksi 25 Januari 1999) ABSTRACT KETAREN, P. P., A. P. SINURAT, D. ZAINUDDIN, T. PURWADARIA, and I. P. KOMPIANG. 1999. Fermented and unfermented palm kernel cake as broiler chicken feed. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(2): 107-112. An experiment was conducted to study the use of unfermented (BIS) and fermented palm kernel cake (FBIS) as broiler chicken feed. Two hundred and ten, day-old broiler chicks were used for this study. They were allotted to 6 different diets containing either BIS or FBIS at 3 different levels (5, 10 and 15%) and one control diet. The results showed that 5% BIS and 5% FBIS could be used in broiler diet without adversely affecting feed intake, weight gain and feed conversion ratio. FCR of those diets were significantly (P<0.05) better than the control diet. Carcass yields were not significantly affected by feeding of BIS nor FBIS. The FBIS diet produced less abdominal fat than the BIS diet. Key words : Palm kernel cake, fermentation, broilers ABSTRAK KETAREN, P. P., A. P. SINURAT, D. ZAINUDDIN, T. PURWADARIA, dan I. P. KOMPIANG. 1999. Bungkil inti sawit dan produk fermentasinya sebagai pakan ayam pedaging. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(2): 107-112. Suatu penelitian telah dilaksanakan untuk mengelaborasi penggunaan bungkil inti sawit (BIS) dan bungkil inti sawit yang sudah difermentasi (FBIS) sebagai pakan ayam pedaging. Sebanyak 210 ekor anak ayam pedaging umur sehari telah digunakan dalam penelitian ini. Anak ayam tersebut dibagi secara acak ke dalam 6 perlakuan dengan jenis pakan yang mengandung BIS dan FBIS pada tingkat 5, 10, 15% dan satu pakan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5% BIS dan 5% FBIS dapat digunakan dalam pakan ayam pedaging tanpa pengaruh buruk terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan bahkan konversi pakan (FCR) lebih baik daripada FCR pakan kontrol. Persentase karkas ayam tidak nyata dipengaruhi oleh pemberian BIS atau FBIS. Ayam yang diberi ransum FBIS menghasilkan lemak abdomen yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang diberi ransum BIS. Kata kunci : Bungkil inti sawit, fermentasi, ayam pedaging PENDAHULUAN Usaha peternakan ayam di Indonesia sudah berlangsung lebih dari 30 tahun dan bahkan berkembang sangat pesat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (sebelum resesi ekonomi dan keuangan pada bulan Juli 1997). Meskipun demikian industri perunggasan di Indonesia dipandang masih sangat labil karena sebagian besar kebutuhan pakan masih didatangkan dari luar negeri. AFFANDI (1996) memperkirakan jumlah kebutuhan pakan unggas pada tahun 1994 sebanyak 6 juta ton yang akan meningkat menjadi 9 juta ton pada tahun 2000. Dengan mengasumsikan bahwa 50% dari kebutuhan pakan tersebut adalah jagung, maka kebutuhan jagung untuk pakan unggas pada tahun 1994 sebanyak 3 juta ton. Begitu pula, jika penggunaan tepung ikan dan bungkil kedelai diasumsikan sebanyak 35%, maka tepung ikan dan bungkil kedelai dibutuhkan sebanyak 2 juta ton. AFFANDI (1996) melaporkan bahwa impor jagung untuk pakan unggas pada tahun 1994 sebanyak 1,1 juta ton atau sebanyak 40% dari kebutuhan. Impor bungkil kedelai pada tahun 1994 adalah sebanyak 450.340 ton. Dari fakta ketergantungan bahan baku impor tersebut serta mengingat bahwa biaya produksi unggas berkisar antara 60-70% berasal dari pakan, maka jelas bahwa masalah utama industri perunggasan di Indonesia adalah penyediaan pakan untuk mencukupi kebutuhan di dalam negeri. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya yang terarah untuk memanfaatkan limbah perkebunan lokal yang tersedia relatif banyak sepanjang tahun seperti bungkil inti sawit sebagai pakan ternak. BIRO PUSAT STATISTIK (1994) melaporkan bahwa produksi inti sawit pada tahun 1991 adalah sebanyak 607.100 ton (perkebunan besar dan perkebunan rakyat). Diperkirakan 50% dari jumlah inti sawit tersebut akan menghasilkan bungkil inti sawit atau kira-kira sebanyak 300.000 ton. Sampai saat ini, bungkil inti sawit belum lazim digunakan sebagai pakan ayam ras di Indonesia. Hal ini kemungkinan karena BIS mengandung nilai gizi yang rendah, terutama karena kandungan serat kasar 107

P. P. KETAREN et al. : Bungkil Inti Sawit dan Produk Fermentasinya sebagai Pakan Ayam Pedaging yang tinggi. Untuk itu, penelitian peningkatan nilai gizi bahan tersebut perlu dilakukan misalnya melalui fermentasi dengan menggunakan Aspergillus niger. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa BIS yang difermentasi dengan A. niger mempunyai nilai gizi secara in vitro lebih baik dari BIS yang tidak difermentasi (SUPRIYATI et al., 1998). Penelitian ini bertujuan untuk menguji penggunaan bungkil inti sawit (BIS) dan produk fermentasinya (FBIS) sebagai bahan pakan ayam pedaging. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 2 x 3. Faktor pertama adalah jenis bahan (BIS dan produk fermentasinya-fbis), sedangkan faktor kedua adalah kadar bahan tersebut dalam ransum (5, 10 dan 15%). Setiap perlakuan mempunyai 5 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 6 ekor anak ayam pedaging. Di samping itu, satu kelompok perlakuan kontrol juga diikutkan sebagai pembanding. Ransum kontrol disusun dengan kandungan gizi yang sama dengan ransum perlakuan, tetapi tidak mengandung bahan (BIS maupun FBIS) yang diuji. Anak ayam pedaging umur sehari sebanyak 210 ekor, masing-masing diberi nomor sayap, ditimbang dan dialokasikan secara acak ke dalam kandang yang berjumlah 35 unit. Kandang kawat tersebut ditempatkan di dalam kandang tertutup yang dilengkapi dengan lampu penerang, pemanas dan pengatur sirkulasi udara. Pemanas disediakan siang dan malam selama 3 minggu pertama, sedangkan lampu penerangan disediakan secara tidak terbatas selama penelitian. Anak ayam divaksin untuk mencegah penyakit tetelo pada umur 3 dan 18 hari; vaksinasi gumboro dilakukan pada umur 3 hari dan 11 hari. Bobot badan dan konsumsi pakan diukur setiap minggu per kelompok ulangan kecuali bobot badan pada akhir penelitian (minggu ke-6) ditimbang per ekor. Sedangkan persentase karkas dan kadar lemak abdomen diukur pada akhir penelitian dengan memotong satu ekor ayam dari setiap ulangan perlakuan. Seluruh bahan baku pakan yang digunakan dalam penelitian dianalisa di laboratorium kimia Balai Penelitian Ternak Ciawi. Dari hasil analisa tersebut, 6 pakan starter yang mengandung BIS dan FBIS serta pakan kontrol diformulasikan untuk mencukupi kebutuhan ayam pedaging umur 0-3 minggu sesuai rekomendasi NRC (1994), seperti disajikan pada Tabel 1. Kemudian setelah ayam berumur 3 minggu, diberi pakan finisher yang mengandung BIS dan FBIS serta pakan kontrol untuk memenuhi kebutuhan ayam pedaging berumur 3-6 minggu (Tabel 2). Kandungan gizi dari ransum penelitian disajikan masing-masing pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Susunan ransum starter (0-3 minggu) Bahan (%) Kontrol BIS FBIS 5 10 15 5 10 15 BIS (tidak difermentasi) - 5,00 10,00 15,00 - - - FBIS (difermentasi) - - - - 5,00 10,00 15,00 Dikalsium fosfat 1,36 1,32 1,29 1,25 1,28 1,19 1,11 Tepung ikan 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 Kapur 0,88 0,86 0,84 0,83 0,90 0,93 0,95 Jagung giling 51,30 46,03 40,77 35,50 46,51 41,72 36,93 D-L Metionin 0,18 0,17 0,17 0,16 0,17 0,17 0,17 Garam 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 Bungkil kedelai 35,83 35,36 34,89 34,43 34,74 33,65 32,56 Minyak nabati 5,76 6,55 7,34 8,13 6,70 7,64 8,59 Vitamin-mineral premix 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Perhitungan kandungan gizi : Protein kasar (%) 22,50 22,50 22,50 22,50 22,50 22,50 22,50 Energi (Kkal ME/kg) 3200 3200 3200 3200 3200 3200 3200 Total lisin (%) 1,25 1,26 1,26 1,27 1,24 1,24 1,23 Total metionin (%) 0,55 0,55 0,87 0,55 0,55 0,55 0,55 Total kalsium (%) 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 P tersedia (%) 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 Total P (%) 0,68 0,69 0,70 0,71 0,69 0,70 0,71 Tabel 2. Susunan ransum finisher (4-6 minggu) Bahan (%) Kontrol BIS FBIS 108

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 4 No. 2 Th. 1999 5 10 15 5 10 15 BIS (tidak difermentasi) - 5,00 10,00 15,00 - - - FBIS (difermentasi) - - - - 5,00 10,00 15,00 Dikalsium fosfat 1,36 1,32 1,29 1,25 1,28 1,19 1,11 Tepung ikan 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 Kapur 0,88 0,86 0,84 0,83 0,90 0,93 0,95 Jagung giling 51,30 46,03 40,77 35,50 46,51 41,72 36,93 D-L Metionin 0,18 0,17 0,17 0,16 0,17 0,17 0,17 Garam 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 Bungkil kedelai 35,83 35,36 34,89 34,43 34,74 33,65 32,56 Minyak nabati 5,76 6,55 7,34 8,13 6,70 7,64 8,59 Vitamin-mineral premix 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Perhitungan kandungan gizi : Protein kasar (%) 20,00 20,00 20,00 20,00 20,00 20,00 20,00 Energi (Kkal ME/kg) 3100 3100 3100 3100 3100 3100 3100 Total lisin (%) 1,08 1,09 1,09 1,10 1,08 1,07 1,06 Total metionin (%) 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 Total kalsium (%) 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 P tersedia (%) 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 Total P (%) 0,62 0,63 0,64 0,65 0,63 0,64 0,65 Bahan pakan hasil fermentasi bungkil inti sawit (FBIS) dipersiapkan dengan prosedur fermentasi menggunakan Aspergillus niger selama 3 hari aerob dan dilanjutkan 2 hari anaerob, seperti dilaporkan oleh SUPRIYATI et al. (1998). Bahan pakan tersebut kemudian dikeringkan dan digiling halus sebelum dicampur dengan bahan pakan lain. Setiap unit kandang kawat disediakan label sesuai dengan jenis pakan yang diberikan. Analisis statistik Pengaruh perlakuan terhadap konsumsi pakan, bobot badan, konversi pakan (FCR), persentase karkas dan kandungan lemak abdomen dianalisis dengan menggunakan sidik ragam. Pengaruh masing-masing faktor dan interaksinya dianalisis dengan analisis faktorial, sedangkan untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan dengan kontrol dilakukan dengan analisis ragam pola rancangan acak lengkap, seperti telah dilaporkan oleh SINURAT et al. (1993). Perbedaan rata-rata perlakuan diuji dengan menggunakan uji beda nyata terkecil (LSD). HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan ayam pedaging tidak nyata (P>0,05) dipengaruhi oleh jenis bahan, tingkat penggunaan BIS dan FBIS dalam pakan dan interaksi antara kedua faktor tersebut (Tabel 3). Demikian juga antara konsumsi pakan ayam perlakuan dengan kontrol tidak berbeda nyata (P>0,05). Interaksi antara jenis bahan dengan kadar bahan dalam ransum sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi bobot badan ayam pada akhir penelitian. Ayam yang diberi BIS tanpa fermentasi mempunyai bobot badan tertinggi bila kadar bahan dalam ransum diberi 5% dan tidak berbeda nyata dengan pemberian 15%, sedangkan pemberian kadar 10% nyata mempunyai bobot badan yang lebih rendah dari kedua kadar tersebut. Pemberian FBIS menghasilkan bobot badan yang paling tinggi bila kadar FBIS dalam ransum 5%. Pemberian FBIS pada kadar yang lebih tinggi (10 dan 15%) sudah menunjukkan pertumbuhan yang terganggu. Bila dibandingkan dengan ransum kontrol, perlakuan yang mempunyai bobot badan nyata (P<0,05) lebih rendah dengan kontrol adalah ransum dengan pemberian BIS 10% dan FBIS 15%. Tabel 3. Pengaruh pemberian BIS dan FBIS terhadap konsumsi pakan, bobot badan dan FCR ayam pedaging (0-6 minggu) Perlakua n Kadar dalam pakan (%) Konsumsi pakan (g/ekor) Bobot badan (g/ekor) FCR (g/g) 109

P. P. KETAREN et al. : Bungkil Inti Sawit dan Produk Fermentasinya sebagai Pakan Ayam Pedaging Kontrol 3.252 1.500A 2,22A BIS 5 3.153 1.502bA 2,16abA 10 3.074 1.426aB 2,22aA 15 3.071 1.513bc 2,09bB A FBIS 5 3.161 1.513cA 2,09bB 10 3.114 1.438aA 2,23aA 15 3.176 1.409aB 2,32aC Nilai dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan antara faktor perlakuan dan huruf besar menunjukkan perbedaan dengan kontrol (P<0,05) BIS = Bungkil Inti Sawit FBIS = Fermentasi Bungkil Inti Sawit Pengaruh perlakuan terhadap konversi pakan (FCR) selama penelitian mengikuti pola yang sama seperti pada bobot badan. Interaksi antara jenis bahan dengan kadar bahan sangat nyata (P<0,01) terhadap FCR. Ayam yang diberi BIS pada kadar 15% mempunyai FCR yang nyata (P<0,05) lebih baik dibanding dengan bila diberi 10%. FCR ayam yang diberi 5% BIS cenderung lebih baik dibandingkan dengan 10% BIS dan tidak berbeda nyata dengan 15% BIS. Sementara itu, ayam yang diberi FBIS 5% mempunyai FCR yang nyata (P<0,05) lebih baik daripada yang diberi 10% dan 15%. Perbandingan dengan kontrol menunjukkan bahwa FCR yang nyata lebih jelek dari kontrol adalah perlakuan FBIS 15% dan yang nyata lebih baik dari kontrol adalah pemberian BIS 15% dan FBIS 5%. Respon FCR terhadap tingkat penggunaan BIS kurang konsisten. Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian 15% BIS dan 5% FBIS nyata lebih efisien (FCR masing-masing 2,09) dibanding FCR ayam yang menerima BIS 10% (2,22). Data juga menunjukkan bahwa pemakaian 5% BIS dan 5% FBIS dalam pakan meningkatkan efisiensi penggunaan pakan pada ayam pedaging. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa FCR kedua pakan tersebut lebih baik daripada pakan kontrol yang tidak menggunakan BIS atau FBIS. Mortalitas ayam selama penelitian sangat rendah, yaitu 0,7% pada perlakuan BIS 15%, 0,13% pada perlakuan FBIS 15% dan 2% pada kontrol. Hal ini membuktikan bahwa pemberian BIS maupun FBIS pada ayam pedaging tidak berpengaruh terhadap tingkat mortalitas ayam. Pemberian BIS yang menghasilkan respon bobot badan dan FCR dengan pola yang tidak beraturan seperti dilaporkan dalam penelitian ini tidak diketahui penyebabnya. Berbagai laporan mengemukakan bahwa Tabel 4. serat kasar yang tinggi merupakan faktor penghambat dalam penggunaan BIS. Dengan demikian, mestinya semakin tinggi kadar BIS dalam ransum akan menghasilkan bobot badan yang lebih rendah dan FCR yang lebih jelek. Memang hasil penelitian yang dilaporkan tentang penggunaan BIS dalam ransum ayam pedaging sangat beragam. KAMAL (1984) dan GOHL (1981) melaporkan pemberian 20% dalam ransum ayam pedaging tidak mengganggu pertumbuhan, sementara AHMAD (1982) melaporkan penggunaan sebanyak ini sudah menimbulkan pengaruh negatif. OLOREDE et al. (1997) melaporkan pemberian BIS 15% belum memberikan pengaruh negatif terhadap penampilan ayam pedaging, sedangkan TANGENDJAJA dan PATTYUSRA (1993) melaporkan bahwa penggunaan 10% BIS sudah menyebabkan pertambahan bobot badan yang lebih rendah dari kontrol. Perbedaan hasil yang dilaporkan mungkin juga terkait dengan perbedaan komposisi BIS yang diperoleh. Dari berbagai laporan yang dikutip di atas, diperoleh gambaran bahwa BIS yang digunakan mengandung protein (14,2% hingga 20,4%) dan serat kasar (9,0% hingga 37%) yang sangat bervariasi. Penelitian ini memberi indikasi bahwa tingkat penggunaan 5% BIS dalam pakan ayam pedaging lebih aman dibandingkan dengan penggunaan yang lebih tinggi. Ayam nyata tumbuh lebih cepat jika diberi pakan 5% FBIS dibanding pakan yang mengandung 10 dan 15% FBIS (Tabel 3); ini menunjukkan bahwa fermentasi belum mampu meningkatkan penggunaan bungkil inti sawit, karena tanpa fermentasi, 5% BIS dapat dipakai dalam pakan ayam pedaging. Walaupun demikian, manfaat fermentasi setidaknya mampu meningkatkan nilai gizi bungkil inti sawit terutama kandungan protein dan energi. Karena fermentasi meningkatkan kadar gizi BIS, maka diharapkan penggunaan FBIS dalam pakan dapat menurunkan pemakaian sumber protein dari bahan impor seperti bungkil kedelai dalam pakan ayam pedaging (Tabel 1 dan Tabel 2). Meskipun proses fermentasi dapat menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan kandungan gizinya (SUPRIYATI et al., 1998), rendahnya batas penggunaan FBIS dalam ransum ayam broiler, mungkin terkait dengan adanya asam nukleat dan dinding sel mikroorganisme yang dihasilkan di dalam bahan tersebut selama proses fermentasi. KOMPIANG et al. (1994) juga melaporkan hal yang sama pada pemberian singkong terfermentasi dalam ransum ayam pedaging. Persentase karkas dan lemak abdomen ayam broiler yang diberi bungkil inti sawit atau produk fermentasinya Bagian BIS FBIS Kontrol 5% 10% 15% 5% 10% 15% 110

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 4 No. 2 Th. 1999 Karkas (% bobot hidup) 66,87 64,99 63,39 66,08 65,19 65,96 66,87 Lemak abdomen (% bobot hidup) 2,18Aa 1,92Aa 1,14Bb 1,38Ba 1,61abA 1,30bB 1,79A Nilai dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu baris menunjukkan perbedaan antara faktor perlakuan dan huruf besar menunjukkan perbedaan dengan kontrol (P <0,05) Persentase karkas dan lemak abdomen ayam perlakuan disajikan pada Tabel 4. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05) akibat perlakuan terhadap persentase karkas yang dihasilkan. Hasil yang serupa juga sudah dilaporkan pada pemberian kadar BIS yang berbeda (KAMAL, 1984) maupun pemberian produk fermentasi BIS dengan Rhizopus oligosporus (TANGENDJAJA dan PATTYUSRA, 1993). Kadar lemak abdomen sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh kadar bahan dan proses fermentasi (P<0,05). Pemberian produk fermentasi BIS dalam ransum menghasilkan kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak difermentasi (1,43% vs 1,75%). Hasil ini sesuai dengan laporan penelitian fermentasi bungkil kelapa yang juga menunjukkan kemungkinan adanya aktivitas lipase selama proses fermentasi sehingga menghambat penimbunan lemak di dalam tubuh (HAMID et al., 1999). Demikian juga dengan meningkatnya kadar BIS dan produk fermentasi BIS dalam ransum menghasilkan kadar lemak abdomen yang lebih rendah. Hal yang hampir sama juga dilaporkan oleh MAURICE dan JENSEN (1978), di mana terjadi penurunan kandungan lemak hati dengan pemberian produk sisa fermentasi butiran dalam ransum ayam petelur. Bila dibandingkan dengan ransum kontrol, maka penurunan kadar lemak abdomen nyata (P<0,05) terlihat pada ayam yang diberi ransum dengan BIS dan produk fermentasi BIS 15%. Peningkatan kadar BIS dan FBIS dalam ransum secara otomatis meningkatkan kadar serat kasar ransum. Hal ini kemungkinan yang menyebabkan penurunan kadar lemak abdomen pada ayam yang mengkonsumsi ransum dengan kadar bahan BIS dan FBIS yang tinggi. JORGENSEN et al. (1996) mengemukakan bahwa dengan meningkatnya konsumsi serat oleh ayam pedaging, maka energi pakan yang diretensi akan lebih banyak digunakan untuk pembentukan protein daripada lemak. Peneliti lain juga telah melaporkan bahwa peningkatan kadar serat ransum dapat menyebabkan penurunan kadar lemak plasma darah dan lemak dalam hati ayam pedaging (AKIBA dan MATSUMOTO, 1982). KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bungkil inti sawit yang belum (BIS) maupun yang sudah difermentasi (FBIS) dapat dipakai 5% dalam pakan ayam pedaging. Dengan pemberian kadar (5%) tersebut maka dihasilkan nilai konversi pakan yang lebih baik dari kontrol. Pemberian BIS dan FBIS tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap persentase karkas ayam yang dihasilkan tetapi pemberian FBIS nyata menghasilkan lemak abdomen yang lebih rendah dibandingkan dengan BIS dan pakan kontrol. DAFTAR PUSTAKA AHMAD, M. Y. 1982. The feeding of palm kernel cake for broilers. MARDI Res. Bull. 10(1):120-126. AFFANDI, F. 1996. Pokok-pokok pemikiran dalam menyusun strategi industri perunggasan Indonesia untuk menghadapi era globalisasi perdagangan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta AKIBA, Y. and T. MATSUMOTO. 1982. Effects of dietary fibres on lipid metabolism in liver and adipose tissue in chickens. J. Nutr. 112:1577-1585. BIRO PUSAT STATISTIK. 1994. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta. GOHL, B. 1981. Tropical feeds. Feed information summaries and nutritive values. Anim. Prod. Health Series FAO No. 12:364-366. HAMID, H., T. PURWADARIA, T. HARYATI, dan A. P. SINURAT. 1999. Perubahan nilai bilangan peroksida bungkil kelapa dalam proses penyimpanan dan fermentasi dengan Aspergillus niger. J. Ilmu Ternak Vet. (in press). JORGENSEN, H., X. Q. ZHAO, K. E. B. KNUDSEN, and B. O. EGUM. 1996. The influence of dietary fibre source and level on the development of the gastrointestinal tract, digestibility and energy metabolism in broiler chickens. Br. J. Nutr. 75:379-395. KOMPIANG, I. P., A. P. SINURAT, S. KOMPIANG, T. PURWADARIA, and J. DARMA. 1994. Nutritional value of enriched cassava : Cassapro. Ilmu dan Peternakan 7:22-25. KAMAL, M. 1984. Pemanfaatan bungkil kelapa sawit sebagai bahan pakan ayam pedaging. Pros. Seminar Pemanfaatan Limbah Pangan dan Limbah Pertanian untuk Makanan Ternak. LKN-LIPI, Bandung. hal. 52-57. MAURICE, D. V. and L. S. JENSEN. 1978. Effect of fermentation by-products (FBP) and levels of dietary fat on liver lipid deposition in caged hens. Poult. Sci. 57:1105-1106. OLOREDE, B. R., A. A. ONIFADE, A. O. OKPARA, and G. M. BABATUNDE. 1997. Growth, nutrient retention, 111

P. P. KETAREN et al. : Bungkil Inti Sawit dan Produk Fermentasinya sebagai Pakan Ayam Pedaging haemathology and serum chemistry of broiler chickens fed sheabutter cake or palm kernel cake in the humid tropics. J. App. Anim. Res. 10:173-180. NRC. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 8th ed. National Academy of Sciences. Washington D.C. SINURAT, A. P., A. R. SETIOKO, A. LASMINI, dan P. SETIADI. 1993. Pengaruh dedak padi dan bentuk pakan terhadap performans itik Pekin. Ilmu dan Peternakan 6:21-26. SUPRIYATI, T. PASARIBU, H. HAMID, dan A. P. SINURAT. 1998. Fermentasi bungkil inti sawit secara substrat padat dengan menggunakan Aspergillus niger. J. Ilmu Ternak Vet. 3(3):165-170. TANGENDJAJA, B. dan P. PATTYUSRA. 1993. Bungkil inti sawit dan pollard gandum yang difermentasi dengan Rhizopus oligosporus untuk ayam pedaging. Ilmu dan Peternakan 6(2):30-33. 112