BAB IV ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

UNIVERSITAS INDONESIA

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV ANALISA DATA. = reduced mean yang besarnya tergantung pada jumlah tahun pengamatan. = Standard deviation dari data pengamatan σ =

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

PRAKIRAAN DEBIT BANJIR RENCANA DALAM ANALISIS KAPASITAS TAMPUNG BANJIR KANAL BARAT, PROVINSI DKI JAKARTA. Abstract

SKRIPSI SUYANTI X. Oleh

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

Luas (Ha) L ms (km) h10. aws (%) L c (km) ars (%) h 85 (m) SubDAS. (m)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1 BAB VI ANALISIS HIDROLIKA

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

I. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

Analisa Debit Banjir Sintetis. Engineering Hydrology Lecturer: Hadi KARDHANA, ST., MT., PhD.

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1

BAB VI ANALISIS KAPASITAS DAN PERENCANAAN SALURAN

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian

PENGARUH PERUBAHAN TATAGUNA LAHAN TERHADAP KAPASITAS DAN DESAIN BANJIR KANAL TIMUR (BKT) SKRIPSI

ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA)

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

HUJAN (PRECIPITATION)

Modul 3 ANALISA HIDROLOGI UNTUK PERENCANAAN SALURAN DRAINASE

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

SKRIPSI KAJIAN PENGARUH CURAH HUJAN TERHADAP LIMPASAN CILIWUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODE REGRESI. Oleh: AHMAD LUTFI F

II. IKLIM & METEOROLOGI. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

BAB III DATA EKSISTING

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

Bab V Analisa dan Diskusi

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Lokasi dan kondisi Banjir Kota Bekasi (Lanjutan)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Gambar 1.1 DAS Ciliwung

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

Perencanaan Sistem Drainase Kebon Agung Kota Surabaya, Jawa Timur

Analisis Drainasi di Saluran Cakung Lama Akibat Hujan Maksimum Tahun 2013 dan 2014

KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI UNTUK PERKIRAAN DEBIT BANJIR (Studi Kasus Kota Solo)

TUGAS AKHIR KAJIAN HIDROGRAF BANJIR WILAYAH SUNGAI CILIWUNG DI PINTU AIR MANGGARAI, PROVINSI DKI JAKARTA

Rt Xt ...(2) ...(3) Untuk durasi 0 t 1jam

BAB IV KONDISI EKSISTING SISTEM DRAINASE PADA WILAYAH STUDI

Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK

PENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

III. METEDOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 3.1 Daerah Rendaman Kel. Andir Kec. Baleendah

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

PENDAMPINGAN PERENCANAAN BANGUNANAN DRAINASE DI AREA PEMUKIMAN WARGA DESA TIRTOMOYO KABUPATEN MALANG

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

Surface Runoff Flow Kuliah -3

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1)

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB V ANALISIS HIDROLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang akan digunakan untuk keperluan penelitian. Metodologi juga merupakan

PENGARUH HUBUNGAN TATA GUNA LAHAN DENGAN DEBIT BANJIR PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI MALALAYANG

PENERAPAN KOLAM RETENSI DALAM PENGENDALIAN DEBIT BANJIR AKIBAT PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRI

BAB 3 PRESIPITASI (HUJAN)

Surface Runoff Flow Kuliah -3

ANALISIS KAPASITAS DRAINASE PRIMER PADA SUB- DAS SUGUTAMU DEPOK

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas

LATAR BELAKANG. Terletak di Kec. Rejoso, merupakan salah satu dari 4 sungai besar di Kabupaten Pasuruan

BAB III METODE ANALISIS

PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI GAYUNGSARI BARAT SURABAYA DENGAN BOX CULVERT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

Tahun Penelitian 2005

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

Transkripsi:

BAB IV ANALISA DATA Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 4.1 ANALISA CURAH HUJAN Dalam menganalisa curah hujan, stasiun yang dipakai adalah stasiun yang langsung berhubungan dengan DAS sungai Ciliwung. Untuk skripsi ini stasiun yang dipakai adalah stasiun Darmaga, stasiun Gunung Mas dan stasiun Depok yang diambil dari Badan Meteorologi Geofisika ( BMG ) propinsi DKI Jakarta. Tiap stasiun curah hujan ditarik garis poligon untuk mendapatkan luas daerah pengaruh tiap-tiap stasiun. Lokasi tiap stasiun curah hujan dan penggambaran garis poligon dapat dilihat pada gambar 4.1. Data curah hujan dicatat secara manual dengan perincian berupa data curah hujan harian kemudian diolah menjadi data curah hujan bulanan dan tahunan. Data curah hujan tahunan dapat dilihat pada Lampiran 1. 4.1.1 Menentukan Curah Hujan Tahunan Tiap Stasiun Data data yang didapat dari BMG adalah kumpulan data-data hujan harian yang diperinci setiap harinya. Dari data-data harian tiap bulan dipilih yang paling maximum untuk dijadikan sebagai curah hujan bulanan. Setelah didapat curah hujan bulanan pada tiap bulannya maka kita dapat memilih data yang paling maximum dari 12 bulan tersebut untuk dijadikan curah hujan tahunan. Curah hujan tahunan inilah yang dipakai untuk perhitungan perhitungan selanjutnya. Adapun data curah hujan tahunan tiap stasiun dapat dilihat dilampiran perhitungan.

B A T A S -B A T A S W IL A Y A H P E N G A R U H T IA P S T A. C U R A H H U J A N J A K A R T A D E P O K ttk tengah grs ttk pertemuan ttk tengah grs G U N U N G M A S ttk tengah grs D A R M A G A Gambar 4.1 Penggambaran Garis Poligon 4.1.2 Melengkapi Curah Hujan Yang Belum Lengkap Tiap Stasiun Data curah hujan yang didapat dari BMG tidak sepenuhnya lengkap. Ada data-data yang hilang atau tidak tercatat oleh petugas pencatat curah hujan BMG. Data-data yang hilang tersebut berupa data-data curah hujan harian. Untuk data curah hujan yang tidak lengkap tiap bulannya tentunya tidak dapat dipakai dan tidak diikut sertakan dalam mengklasifikasikan data curah hujan tahunan dan dianggap pada tahun itu data curah hujan dianggap catat atau tidak tercatat. Untuk melengkapi data curah hujan tahunan yang tidak ada tersebut, maka kita harus melengkapinya, salah satu caranya adalah dengan menggunakan metode Regresi Linear y = a + bx yang dapat dibantu dengan program Regresi Linear. Dari persamaan tersebut akan didapat sebuah persamaan garis linear yang tergantung pada data-data stasiun yang lengkap.

Dalam prosesnya, stasiun Depok dianggap sebagai data x dan stasiun Darmaga atau Gunung Mas sebagai data y yang ingin diketahui nilainya. Tiap hubungan stasiun seperti stasiun Depok dan Darmaga serta stasiun Depok dan stasiun Gunung Mas memiliki masing-masing satu persamaan. Adapun persamaan yang dihasilkan adalah sebagai berikut : - Stasiun Depok dan Darmaga : y = -,12x + 137,77 - Stasiun Depok dan Gunung Mas : y = -,15x + 136,8 Proses melengkapi data curah hujan tahunan yang hilang atau tidak ada dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.1.3 Pengujian Data Curah Hujan Data yang sudah lengkap kemudian diuji dengan uji konsistensi. Pengujian ini bertujuan adalah untuk mengetahui apakah data yang kita dapat ini memenuhi syarat dan layak dipakai atau tidak. Ada 2 ( dua ) cara menguji konsistensi data, yaitu : 4.1.3.1 Lengkung Massa Ganda ( Double Mass Curve ) Lengkung massa ganda adalah pengujian antara dua atau lebih data curah hujan tiap stasiun yang dirata-ratakan ( sebagai sumbu x ) terhadap suatu data curah hujan pada stasiun yang ingin diuji konsistensinya ( sebagai sumbu y ). Dalam kasus ini, pengujian konsistensi data dilakukan antara rata-rata penjumlahan kumulatif data stasiun Depok dan Darmaga ( sumbu x ) terhadap penjumlahan kumulatif data stasiun Gunung Mas ( sumbu y ), serta rata-rata penjumlahan kumulatif data stasiun Depok dan Gunung Mas ( sumbu x ) terhadap penjumlahan kumulatif data stasiun Darmaga ( sumbu y ). Kurca Lengkung Massa Ganda dapat dilihat pada Gambar 4.2 Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa hubungan antara rata-rata stasiun Depok dan Darmaga terhadap stasiun Gunung Mas didapat nilai α = 1,7. Sedangkan hubungan antara rata-rata stasiun Depok dan Gunung Mas terhadap stasiun Darmaga didapat nilai α = 1,8, sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa data-data dari 3 stasiun tersebut layak dan bisa dipakai.

LENGKUNG MASSA GANDA UNTUK DEPO K & DARMAGA Kumulatif Sta. Gunung Mas 2 15 1 5 97 28 326 433 56 676 768 896 123 Rata-Rata Kum. Sta. Depok & Darmaga y = 115.7x + 14.293 LENGKUNG MASSA GANDA UNTUK DEPO K & GUNUNG MAS α=1,7 1145 133 1441 1615 179 1914 238 Kumulatif Sta. Darmaga 25 2 15 1 5 4.1.3.2 Rataan Aritmatik Gambar 4.2 Lengkung Massa Ganda Pengujian ini dilakukan terhadap jumlah curah hujan tahunan pada tahuntahun yang mempunyai data yang lengkap / tidak cacat yang dirata-ratakan terhadap stasiun yang lainnya.. Perbedaan antara rata-rata jumlah curah hujan tahunan terhadap jumlah curah hujan tahunan di tiap-tiap stasiun tidak boleh lebih dari 1%. Dari pengujian ini data rataan terhadap 3 stasiun yaitu stasiun Depok, Darmaga dan Gunung Mas ternayata < 1 %, sehingga data-data 3 stasiun dapat digunakan. Pengujian dengan metode Rataan Aritmatik dapat dilihat pada Lampiran 3. 95 24 319 424 549 Rata-Rata Kum. Sta. Depok & G.Mas y = 122.51x + 7.2136 α=1,8 662 747 872 997 1128 1253 141 1572 1736 1875 1993

4.1.4 Pembuatan Kurva IDF Kurva IDF digunakan untuk menentukan intensitas curah hujan pada periode tertentu ( 25, 5 dan 1 tahunan ). Metode yang dipakai untuk membuat kurva IDF adalah metode Mononobe dengan rumus : d24 24 i = 24 t m = 2 3 m Kurva IDF dapat dilihat pada gambar 4.4, sedangkan proses perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 4 Intensitas (mm/jam) 18 16 14 12 1 8 6 4 2 CURAH HUJAN PERIO DE ULANG 25, 5 & 1 TAHUNAN 1 5 1 15 2 25 3 35 4 45 5 55 6 12 18 24 CH 1 THN CH 5 THN CH 25 THN Durasi (menit) Gambar 4.3 Kurva IDF Dengan Periode Ulang 25, 5 dan 1-an 4.2 TATA GUNA LAHAN 4.2.1 Komposisi Tata Guna Lahan DAS Sungai Ciliwung Tata guna lahan yang dianalisa ada 14 daerah, yang terdiri atas : a. Atta awun b. Cisampai c. Cilember d. Pasir Angin e. Katulampa f. Sempur g. Kedung Halang h. Pondok Rajeg

i. J. Panus j. Kelapa Dua k. Condet l. Manggarai m. Kwitang n. Gunung Sahari Untuk mengetahui lokasi masing-masing daerah dapat dilihat pada gambar 4.4 P E T A L O K A S I P E N E L I T I A N G. S a h a r i K w i t a n g M a n g g a r a i K e l a p a D u a C o n d e t D e p o k P. R a j e g K e d u n g H a l a n g S e m p u r K a t u l a m p a P. A n g i n C i l e m b e r A t t a ' a w u n C i s a m p a i Gambar 4.4 14 Wilayah Kajian Tata Guna Lahan Dari daerah-daerah tersebut diatas kemudian dibagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu : 1. Lahan Hutan 2. Lahan Basah Meliputi : sawah, perairan ( danau, situ, empang ) dan rawa.

3. Lahan Kering Meliputi : perkebunan / kebun, tegalan, tanah kosong dan semak belukar. 4. Lahan Terbangun Meliputi : bangunan ( prasarana umum dan sosial ) dan pemukiman. Data tata guna lahan yang didapat adalah data tata guna lahan untuk tahun 1982, 1992 dan 22. Data-data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5. 4.2.2 Proyeksi Data Tata Guna Lahan Dalam memproyeksi tata guna lahan digunakan porsentase bobot lahan terhadap luasan total DAS sungai Ciliwung yang dibatasi hanya sampai pintu air Manggarai. Adapun luasannya ± 263,93 km2. Proyeksi dilakukan dengan menggunakan hubungan grafik antar data yang tersedia ( yang telah diolah ) yang dikelompokkan dalam 4 kelompok besar ( sumbu y ) terhadap tahun yang diketahui datanya ( tahun 1982,1992 dan 22 ) sebagai sumbu x. Kemudian pada masing-masing grafik tiap jenis lahan dibuat trend. Grafik untuk proyeksi tata guna lahan dapat dilihat pada Lampiran 6. 4.2.3 Data Banjir DKI Jakarta Data banjir yang didapat dari PU DKI Jakarta merupakan data genangan tahun 22 dan 27 yang terdiri atas data : daerah-daerah yang tergenang oleh banjir, luasan daerah yang tergenang, tinggi genangan dan lama waktu genangan. Data ini hanya sebagai data pendukung atau sebagai data evidance terhadap perkiraan bahwa Banjir Kanal Barat telah atau mungkin mengalami overload atau kelebihan beban. Data Banjir dan Genangannya dapat dilihat pada Lampiran 7. 4.2.4 Hubungan Perbandingan Antar Data Hubungan perbandingan yang dapat dilakukan terhadap data-data diatas, yaitu : a. Hubungan antara koefisien limpasan ( C ) dan luas genangan banjir di wilayah Jakarta ( tahun 22, 27 dan 212 ).

Pada gambar 4.5 menunjukan grafik yang terus meningkat, artinya bila koefisien limpasan di hulunya terus mengalami peningkatan maka kenungkinan genangan banjir di hilirnya ( Jakarta ) akan terancam bertambah luas. Perbandingan Antara Cterbobot & Luas Genangan Luas genangan ( Ha ) 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, 1,751,766x-1,165,731.675.685.699 C terbobot Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Koefisien Limpasan vs Luas Genangan Banjir b. Hubungan antara koefisien limpasan ( C ), intensitas curah hujan dan luas genangan banjir di wilayah Jakarta ( tahun 22, 27 dan 212 ). Bila koefisien limpasan meningkat dengan curah hujan yang tetap, menunjukan luas genangan banjir cenderung meningkatan. Apalagi ditambah peningkatan intensitas curah hujan maka laju genangan banjir akan bertambah cepat. c. Hubungan antara koefisien limpasan ( C ) dan debit aliran dengan periode ulang 25, 5 dan 1 tahunan. Bila koefisien limpasan meningkat maka debit aliran akan cenderung meningkat pula. d. Hubungan antara intensitas curah hujan dan debit aliran dengan periode ulang 25, 5 dan 1 tahunan. Bila intensitas curah hujan meningkat maka kecendrungan debit aliran akan meningkat. e. Hubungan antara debit aliran dan luas genangan banjir di wilayah Jakarta ( tahun 22, 27 dan 212 ). Bila debit aliran yang dihasilkan meningkat maka genangan pada daerah hilir ada kemungkinan akan bertambah luas.

Hubungan antar data seperti yang terlihat pada point b sampai dengan e dapat dilihat pada Lampiran 8. 4.3 SMADA 4.3.1 Input Data Watershed Pada watershed data yang perlu dimasukan antara lain : luas daerah yang perlu diamankan oleh system drainase, luas daerah yang tingkat penyerapannya kecil ( impervious ) dan porsentase daerah tersebut terhadap luasan keseluruhan, time concentration serta SCS curve number ( CN ). Output yang dihasilkan adalah berupa nilai initial abstraction.. Berdasarkan input data yang dimasukan didapat nilai initial abstraction sebesar 1,8, seperti yang disajikan pada gambar 4.6. Gambar 4.6 Menginput Data Watershed Untuk waktu konsentrasi ( tc ) dihitung dengan menggunakan metode Kirpich dengan rumus : t c,77 L =, 78,385 S Dengan : L = jarak limpasan ( m ) : 117. m didapat nilai Tc = 645,7 menit. S = slope / kemiringan ( m/m ) :,248

4.3.2 Input Data Rainfall Terdiri atas : lamanya durasi curah hujan yang terjadi, selang waktu pengamatan, jumlah curah hujan dan jenis pendistribusian curah hujan yang telah tersedia oleh program SMADA. Untuk pendistribusian curah hujan dipakai type SCS type 1A karena mendekati pola persebaran curah hujan di Indonesia yang bersifat konektif. Untuk outputnya didapat curah hujan maximum pada periode 1 tahunan sebesar 4,4 inches ( 11,7 mm ) pada waktu 1,5 jam. Sedangkan untuk curah hujan kumulatifnya didapat nilai sebesar 12,673 inches (321,89 mm). Output dari rainfall di tampilkan seperti gambar 4.7 5 Rainfall Hyetograph 4 Rainfall (inches) 3 2 1 1 2 3 4 15 Time (hours) Cumulative Rainfall Hyetograph Rainfall (inches) 1 5 1 2 3 4 Time (hours) Gambar 4.7 Output Dari Rainfall ( Grafik )

4.3.3 Input Data Hyetograph Input data dari hyetograph berdasarkan input yang telah kita masukan kedalam watershed dan rainfall. Di Hyetograph kita hanya menentukan bentuk kurva apa yang kita ingin pilih sebagai hasil outputnya. Untuk kurva Hyetograph penulis memilih SCS 484 Method 1. Dari hasil kurva tersebut didapat debit maximum 1 tahunan sebesar 1.164,42 m3/detik, 5 tahunan 1.17,26 m3/detik dan 25 tahunan sebesar 872,9 m3/detik. Untuk debit 1 tahunan dapat dilihat pada gambar 4.8 6 Watershed Hydrograph 5 Flow (cfs) 4 3 2 1 1 2 3 4 Time (hours) Gambar 4.8 Grafik Distribusi Debit Aliran dari SMADA 4.4 HEC-RAS Dalam menjalankan program aplikasi HEC-RAS, ada beberapa input data atau informasi data yang paling utama yaitu : 4.4.1 Geometri Data Memuat gambar geometri sistem aliran secara menyeluruh. Terdiri atas 5 titik pengamatan ( River Sta. 5 sampai dengan River Sta. 1 ),yaitu berlokasi di P.A. Manggarai, Mas Mansyur, P.A. Karet, Teluk Intan dan Muara. Dalam proses pemasukan data pada geometri data ini, HEC-RAS akan meminta nama Rivers dan Reach. Untuk River diberi nama Banjir Kanal Barat, sedangkan Reach diberi nama Jakarta.

4.4.2 Cross Section atau Dimensi Saluran Memuat ukuran atau dimensi dari Banjir Kanal Barat termasuk bantarannya, panjang saluran, koefisien manning dan elevasi dasar saluran serta koefisien dari contraction dan expansion. Sebagai gambaran input data pada cross section dapat dilihat pada gambar 4.1, yaitu pada River Sta. 5 Gambar 4.9 Input dan Output Data Cross Section 4.4.3 Debit Aliran Tiap Stasiun Sungai Memuat data debit aliran yang terjadi di setiap titik pengamatan ( River Sta. ). Debit aliran dibuat menjadi 3 macam yang diwakili dengan dengan inisial PF seperti yang terlihat pada gambar 4.11. Untuk debit aliran dibuat 3 macam, yaitu : a. PF 1 mewakili debit 25 tahunan b. PF 2 mewakili debit 5 tahunan c. PF 3 mewakili debit 1 tahunan Gambar 4.1 Form Pemasukan Debit Tiap PF Output HEC-RAS dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 1. Sebagai pembanding perhitungan manual dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12.