sebuah kelas ataupun dalam mengerjakan sesuatu.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan manusia tidak lepas dari kehidupannya sebagai makhluk

BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA. Kiranawati (dalam /2007/11/19/snowballthrowing/)

BAB II PEMBELAJARAN BERBICARA DAN METODE ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian berbicara di

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

Analisis Meningkatkan kemampuan berbicara. Sitti Musdalifah DB

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

melakukan hubungan komunikasi dengan orang lain. 11

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Marfuah, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan pilihan kata yang sesuai di kelas VII SMP Negeri 13 Kota Gorontalo

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterampilan Mengungkapkan Pendapat. 1. Mengungkapkan pendapat sebagai keterampilan berbicara

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antarpenutur untuk

UPAYA PENINGKATAN PEMBELAJARAN BERBICARA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN GAMBAR SERI UNTUK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 6 SEMARANG 1. Oleh: Sri Sudarminah 2

PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa memegang peran penting dan suatu hal yang lazim dalam

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya. Berbicara selalu tidak jauhjauh

BAB II LANDASAN TEORI. dengan cara yang beraneka ragam. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai. berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek yang

Public Speaking. Komunikasi Sebagai Tool Kompetensi Bagi Pembicara yaitu Human Relations melalui Komunikasi NonVerbal dan Verbal. Sujanti, M.Ikom.

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi kepada orang lain. Dalam proses berbicara seseorang akan

III. PROSEDUR PENELITIAN. dalam kelas yang dilaksanakan oleh guru dan siswa untuk melakukan

III PROSEDUR PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aenurohmah, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PROSEDUR TINDAKAN. Tempat penelitian adalah kelas X-6 SMA Negeri 6 Bandar Lampung, di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang ruang lingkupnya mencakup

BAB I PENDAHULUAN. bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia, pembelajaran keterampilan menyimak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan setiap siswa, bahkan mempengaruhi berbagai aspek perilaku

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dimengerti dan digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Adapun cara-cara

BAB I PENDAHULUAN. Masalah mendasar dalam dunia pendidikan ini di samping masalah. peningkatan kualitas untuk memenuhi kebutuhan akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang sifatnya verbalsampai kepada kegiatan visual. Dalam kegiatan

PENINGKATAN PARTISIPASI DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL SFE PADA SISWA KELAS VIII D SMP N 15 PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, budayanya serta budaya orang lain. Pembelajaran bahasa juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatnya kemampuan siswa, kondisi lingkungan yang ada di. dan proaktif dalam melaksanakan tugas pembelajaran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Berbicara Sebagai Keterampilan Berbahasa. a. Pengertian Kemampuan Berbicara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi peserta didik. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN PERFORMANSI BERBAHASA DENGAN MENERAPAKAN CONCEPT ATTAINMENT MODEL (MODEL PENCAPAIAN KONSEP) PADA KEMAMPUAN BERBICARA.

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. kepribadiannya sesuai dengan nilai nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Tarigan (1987: 15) mengemukakan bahwa berbicara adalah kemampuan

METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI*

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat yang penting untuk berkomunikasi bagi setiap

Jurnal SAP Vol. 1 No. 1 Agustus 2016 ISSN: X PENGARUH MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA TERHADAP KETERAMPILAN BERPIDATO

BAB I PENDAHULUAN. 1..1Latar Belakang Masalah. Kehidupan manusia tidak terlepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian,

II. TINJAUAN PUSTAKA

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK ABA 010 CABANG KUOK KABUPATEN KAMPAR

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tertulis dalam pasal 1 butir 14 Undang-undang RI Nomor 20. tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ketrampilan reseptif dan ketrampilan produktif. Ketrampilan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jasmani dan rohani anak, agar anak dapat memiliki kesiapan dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia seutuhnya, pembangunan di bidang pendidikan. pendidikan banyak menghadapi berbagai hambatan dan tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk sosial yang melakukan interaksi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. lain dan meningkatkan kemampuan intelektual. Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. lain. Untuk menjalin hubungan tersebut diperlukan suatu alat komunikasi. Alat

I. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa

MODEL SIMULASI KREATIF BERBANTU MEDIA VIDEO SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN INOVATIF

BAB I PENDAHULUAN. Motivasi erat kaitannya dengan hasil belajar yang dicapai siswa, semakin

2015 PENGGUNAAN METODE SHOW AND TELL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan seseorang dalam melakukan komunikasi sangat tergantung

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan media berkomunikasi dengan orang lain. Tercakup semua

KAJIAN PUSTAKA. Secara etimologi, metode berasal dari kata method yang artinya suatu cara kerja

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan

BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. belajar bahasa pada hakikatnya sama dengan belajar berkomunikasi. Kegiatan

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN TIPE KANCING GEMERINCING

BAB I PENDAHULUAN. eksternal diantaranya adalah keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum Nasional merupakan pengembangan dari Kurikulum 2013 yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara merupakan hal yang lazim dilakukan oleh masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pengertian pendidikan menurut Undang-Undang SISDIKNAS No. 20

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dalam kehidupan manusia menduduki fungsi yang utama. sebagai alat komunikasi. Bahasa dapat meningkatkan potensi diri manusia

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus,

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan bahasa yang digunakan dalam kelompok terebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk

Transkripsi:

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Percaya Diri a. Pengertian Percaya Diri Kepercayaan pada diri sendiri akan menentukan keberhasilan dari tindakan-tindakan yang dilakukan. Percaya diri akan membawa seseorang sampai pada tujuan hidupnya. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Ormrod (2008: 20) yang menyatakan bahwa keyakinan akan kemampuan diri atau self-efficacy adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini diindentifikasi sebagai penilaian seseorang terhadap kemampuan diri sendiri dalam mengatur dan melaksanakan suatu tindakan yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil kerja yang telah ditentukan sebelumnya. Keyakinan pribadi seseorang akan kemampuan dirinya akan berhasil, berdasarkan keyakinan akan kemampuan dirinya dalam mengatasi situasi yang sulit seperti tes, wawancara, mengajar sebuah kelas ataupun dalam mengerjakan sesuatu. Pengertian lain mengenai percaya diri juga banyak diungkapkan oleh para ahli. Diantaranya pengertian percaya diri menurut Mustari (2014: 51) diartikan sebagai keyakinan bahwa orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu untuk 9

10 mencapai tujuan tertentu. Percaya diri juga merupakan keyakinan individu atas kemampuannya untuk menghasilkan level pelaksanaan yang mempengaruhi kejadian yang mempengaruhi kehidupannya. Percaya diri adalah keyakinan bahwa orang mempunyai kemampuan untuk memutuskan jalannya suatu tindakan yang dituntut untuk mengurusi situasi-situasi yang dihadapi. Hal senada juga dikemukakan oleh Aunnurahman (2011: 184) yang menyatakan bahwa rasa percaya diri merupakan salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Rasa percaya diri pada umumnya muncul ketika seseorang akan melakukan atau terlibat di dalam suatu aktivitas tertentu yang membuat seseorang tersebut berusaha mencapai sesuatu hasil yang diinginkannya. Dari dimensi perkembangan, rasa percaya diri dapat tumbuh dengan sehat apabila ada pengakuan dari lingkungan. Percaya diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi dengan berbuat sesuatu. Percaya diri lahir dari kesadaran bahwa jika memutuskan untuk melakukan sesuatu, sesuatu itu pula yang harus dilakukan. Percaya diri datang dari kesadaran pribadi bahwa individu tersebut memliki tekad untuk melakukan apapun, sampai tujuan yang diinginkannya tercapai (Angelis dalam Tri Utami, 2014: 122).

11 Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa percaya diri adalah kondisi mental dan psikologis seseorang yang memberikan keyakinan terhadap diri seseorang tersebut, sehingga mempunyai keyakinan yang kuat bahwa seseorang itu mampu menyelesaikan segala sesuatu yang dihadapinya dan selalu optimis terhadap yang diharapkannya. Sesuatu yang diharapkannya akan dapat tercapai dengan maksimal apabila seseorang tersebut percaya pada dirinya sendiri. Tercapainya harapan atau tujuan itu akan menimbulkan perasaan bahagia dalam hidupnya. b. Ciri-ciri Percaya Diri Seseorang yang mempunyai rasa percaya diri mempunyai ciriciri tertentu yang membedakannya dengan orang yang rasa percaya dirinya kurang. Inge Pujiastuti (2010: 40) menyebutkan bahwa rasa percaya diri tersebut dapat dilihat dari sifat-sifat seseorang yang antara lain sebagai berikut: 1) Lebih independen. 2) Tidak terlalu tergantung orang. 3) Mampu memikul tanggungjawab yang diberikan. 4) Bisa menghargai diri dan usahanya sendiri. 5) Tidak mudah mengalami frustasi. 6) Mampu menerima tantangan atau tugas baru. 7) Memiliki emosi yang lebih hidup tetapi tetap stabil. 8) Mudah berkomunikasi dan membantu orang lain. Ciri-ciri lain mengenai percaya diri seorang siswa menurut Mustari (2014: 57) dapat dilihat melalui kegiatan pembelajaran di sekolah seperti:

12 1) Siswa bisa berani menyatakan pendapat. 2) Siswa berani tampil dihadapan orang lain (misalnya pidato, menyanyi, menari, dan lain-lain). 3) Yakin. 4) tidak ragu-ragu akan tindakan yang dipilihnya, dan 5) Jangan menyontek pekejaan orang lain. Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai ciri-ciri percaya diri, maka dapat disimpulkan indikator siswa yang mempunyai percaya diri antara lain sebagai berikut: 1) Berani berpendapat, bertanya atau menjawab pertanyaan atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu. 2) Tidak mudah putus asa. 3) Berani presentasi di depan kelas. 4) Menghadapi sesuatu dengan tenang atau tidak canggung dalam bertindak hal positif. c. Ciri-ciri Tidak Percaya Diri Banyak orang yang mempunyai rasa percaya diri, namum banyak juga orang yang tidak mempunyai rasa percaya diri. Seseorang yang mempunyai rasa percaya diri, mempunyai ciri-ciri tertentu, begitu juga seseorang yang tidak mempunyai rasa percaya diri, mempunyai ciri-ciri tertentu pula. Inge Pujiastuti (2010: 40) mengemukakan ciri-ciri individu yang tidak mempunyai rasa percaya diri dapat dilihat dari sifatnya yang antara lain sebagai berikut: 1) Tidak mau mencoba sesuatu hal yang baru. 2) Merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan.

13 3) Punya kecenderungan melempar kesalahan pada orang lain. 4) Memiliki emosi yang kaku dan disembunyikannya. 5) Mudah mengalami rasa frustasi dan tertekan. 6) Meremehkan bakat dan kemampuannya sendiri, dan 7) Mudah terpengaruh orang lain. Ciri-ciri tidak tidak percaya diri atau rendah diri yang dapat diamati juga dikemukakan oleh Eko Sugiarto (dalam Inge Pujiastuti 2010: 40) diantaranya: 1) Sering menghindari kontak mata (menunduk atau membuang pandangan ke arah lain). 2) Sering mengamuk untuk melepaskan kecemasan. 3) Tidak banyak bicara (sering menjawab secukupnya bila ditanya, seperti: ya atau tidak, bahkan hanya mengangguk atau menggelengkan kepala). 4) Tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan di kelas maupun di luar kelas (pasif). 5) Tidak mau meminta pertolongan atau bertanya pada orang lain yang belum dikenal dengan baik. 6) Mengalami demam panggung disaat-saat tertentu, misalnya saat diminta maju ke depan kelas. 7) Sulit berbaur dengan lingkungan atau situasi baru (butuh waktu cukup lama untuk menyesuaikan diri). d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Percaya Diri Siswa sekolah dasar mempunyai karakteristik tertentu yang membedakannya dengan siswa yang masih duduk di PAUD atau TK serta dengan siswa yang sudah duduk di bangku SMP maupun SMA. Perbedaan karakteristik tersebut menjadi hal yang perlu diperhatikan, khususnya berkaitan dengan tugas perkembangannya sebagai siswa sekolah dasar. Menurut Havighurts (dalam Desmita, 2009) tugas perkembangan siswa usia sekolah meliputi: 1) Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktifitas fisik.

14 2) Membina hidup sehat. 3) Belajar bergaul dan bekerja kelompok. 4) Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat. 5) Mencapai kemandirian pribadi. Adanya tugas perkembangan pada diri siswa, maka sikap untuk menumbuhkan rasa percaya diri sangatlah penting. Percaya diri seorang siswa akan muncul jika siswa mengalami pengalaman pribadi dalam melakukan tindakan yang memberi keberhasilan. Sikap percaya diri siswa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor perkembangannya saja, tetapi ada faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi adanya sikap percaya diri pada siswa diantaranya adalah: 1) Faktor lingkungan keluarga Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama dalam kehidupan setiap manusia, lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada pada dirinya dan diwujudkannya dalam tingkah laku sehari-hari. 2) Pendidikan formal Sekolah dapat dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi siswa, karena sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi siswa setelah lingkungan keluarga di rumah. Sekolah

15 memberikan ruang pada siswa untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya terhadap teman-teman sebayanya. 3) Pendidikan non formal Salah satu modal utama untuk dapat menjadi seseorang dengan kepribadian yang penuh dengan rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan tertentu yang berarti bagi dirinya sendiri dan orang lain. Rasa percaya diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu kelebihan yang membuat orang lain merasa kagum dan dirinya memiliki prestasi. Kamampuan atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa didapatkan melalui pendidikan non formal, misalnya: mengikuti kursus bahasa asing, jurnalistik, bermain alat musik, seni vokal, keterampilan memasuki dunia kerja, pendidikan keagamaan dan lain sebaginya. Sebagai penujang timbulnya rasa percaya diri pada diri individu yang bersangkutan. 2. Keterampilan Berbicara a. Pengertian Berbicara Seorang siswa dapat berbicara melalui belajar. Biasanya orang tua akan mengajarinya berbicara sejak masih kecil, dengan mengucapkan kata atau kalimat yang singkat dan mudah ditirukan oleh siswa tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pengertian berbicara yang dikemukakan oleh Tarigan (2008:3) yang menyebutkan bahwa

16 berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan siswa, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah tentu berhubungan erat dengan perkembangan kosakata yang diperoleh oleh siswa melalui kegiatan menyimak dan membaca. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi atau kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Sebagai perluasan dari batasan ini dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan atau ide yang dikombinasikan. Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial (Tarigan, 2008:16). Pengertian lain terkait berbicara juga dikemukakan oleh Mulgrave (dalam Tarigan, 2008:16) yang menyatakan berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan

17 kepada penyimak hampir secara langsung tentang bahan pembicaraannya dipahami atau tidak oleh pembicara tersebut maupun oleh penyimaknya; bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak pada saat sedang mengkomunikasikan gagasannya, dan waspada serta antusias atau tidak. Kemampuan berbicara adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain, baik ketika berbicara, presentasi, menyampaikan gagasan atau pendapat, berdebat, atau kegiatan lainnya. Senada dengan pendapat tersebut, Arsjad (1988:17) mendefinisikan kemampuan berbicara sebagai kemampuan mengucapkan bunyi atau mengucapkan kata atau kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Seseorang yang berbicara berusaha melalui kemampuan kebahasaan dan non kebahasaan dalam menyampaikan pesan atau informasi, sehingga dapat dengan mudah diterima oleh lawan bicara. Interaksi antara pembicara dengan pendengar dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung dan hanya terjadi satu arah. Pembicara hanya mengharapkan pendengar memahami dan mengungkap makna informasi yang disampaikan. Senada dengan yang dikemukakan oleh Tarigan (1986:86) keterampilan berbicara menunjang keterampilan berbahasa lainnya. Pembicara yang baik memberikan contoh yang dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik

18 memudakan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah keterampilan mengucapkan kata atau kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan gagasan atau pendapat, pikiran dan perasaan dengan menggunakan unsur fisik, psikologis, neurologis, dan lingusitik yang dilisankan. Informasi yang disampaikan oleh pembicara dapat diterima dan dipahami oleh pendengar sehingga pendengar dapat mengerti maksud dari yang disampaikan oleh pembicara. b. Tujuan Berbicara Berbicara sebagai bentuk komunikasi lisan mempunyai tujuan. Beberapa tujuan berbicara dikemukakan oleh beberapa ahli. Adapun tujuan utama dari berbicara menurut Tarigan (2008:16) adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka sebaiknya pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan, pembicara harus mampu mengevaluasi efek komunikasi terhadap (para) pendengarnya dan harus mengetahui prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Tujuan berbicara yang lain dikemukakan oleh Arsjad (1988:17) yang menyatakan bahwa agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara memahami isi

19 pembicaraannya. Di samping juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar. Jadi, bukan hanya isi yang akan dibicarakan, namun juga cara mengemukakannya. Untuk dapat menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara selain harus memberikan kesan bahwa pembicara menguasai masalah yang dibicarakan, pembicara juga harus memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Selain itu, pembicara juga harus berbicara dengan jelas dan tepat. Menyampaikan informasi kepada lawan bicara merupakan hal yang sering kali dilakukan. Tujuan disampaikannya informasi tersebut bermacam-macam. Seperti yang dikemukakan oleh Keraf (2001: 320) yang menyatakan bahwa tujuan yang akan dicapai dari berbicara seseorang yaitu memberikan dorongan, menanamkan keyakinan, bertindak atau berbuat, menginformasikan atau memberitahukan dan memberikan kesenangan. Reaksi yang diharapkan dari tiap berbicara disesuaikan dengan tujuan yang dicapai, yaitu: 1) Mendorong Tujuan berbicara yang bersifat mendorong dimaksudkan pembicara memberikan semangat, membangkitkan gairah serta menujukkan rasa hormat dan pengabdian. Reaksi yang diharapkan dari pendengar yaitu menumbuhkan ilham atau inspirasi, dan membakar semangat atau emosi pendengar.

20 2) Mempengaruhi Tujuan berbicara yang berusaha untuk mempengaruhi keyakinan atau sikap mental atau intelektual para pendengar merupakan tujuan berbicara yang bersifat meyakinkan atau mempengaruhi. Alat yang tepat dan penting untuk tujuan ini adalah bentuk argumentasi. Pembicara berusaha memantapkan keyakinan yang dimiliki pendengar atau mengubah pendirian pendengar sehingga mengikuti sikap dan keyakinan pembicara. Reaksi yang diharapkan dari pendengar adalah persesuaian pendapat atau keyakinan dan kepercayaan terhadap permasalahan yang dibawakan. 3) Berbuat dan Bertindak Tujuan berbicara ini adalah munculnya reaksi dari pendengar untuk melakukan sesuatu tindakan atau perbuatan. Berbicara dengan tujuan berbuat dan bertindak diperlukan kemampuan memilih kata yang dapat membangkitkan emosi pendengar. Disamping faktor linguistik, serta pilihan kata, susunan kalimat, intonasi dan tempo. Faktor para linguistik seperti penampilan, wibawa dan menjadi idola turut menjadi faktor penentu keberhasilan berbicara dengan tujuan berbuat dan bertindak. 4) Memberitahukan atau menginformasikan Berbicara dengan tujuan ini adalah berbicara dengan maksud menyampaikan sesuatu agar pendengar mengerti tentang suatu

21 hal, untuk memperluas bidang pengetahuan yang belum pernah diketahui. Informasi harus disampaikan secara jelas dan terinci sehingga pendengar tidak keliru dalam menerima informasi. Reaksi yang diinginkan dari pendengar adalah memperoleh pengertian yang tepat, bertambahnya pengetahuan tentang hal yang belum diketahui. 5) Menyenangkan atau menggembirakan Berbicara dengan tujuan ini tidak sesulit jika dibandingkan dengan tujuan berbicara yang lain, sebab bebicara pada tingkatan ini tidak membutuhkan beban psikologi yang berat. Pembicara berusaha membangkitkan suasana menghibur dan munculnya keceriaan. Oleh karena itu, pembicara pada tujuan ini harus memilih kata yang dapat menimbulkan kelucuan. Pembelajaran keterampilan berbicara pada tingkat pemula memliki tujuan tertentu. Adapun tujuan pembelajaran berbicara menurut Iskandarwassid (2009:286) dapat dirumuskan bahwa siswa dapat: 1) Melafalkan bunyi bahasa 2) Menyampaikan informasi 3) Menyatakan setuju atau tidak setuju 4) Menjelaskan identitas diri 5) Menceritakan kemabali hasil simakan atau bacaan 6) Menyatakan ungkapan rasa hormat 7) Bermain peran Berdasarkan tujuan tersebut maka keterampilan berbicara pada siswa usia sekolah dasar perlu dilatih dan dibimbing. Pembentukan

22 ujaran pada siswa perlu dilakukan sejak dini, agar mempunyai keterampilan berbicara yang memadai sesuai dengan usianya. Bagi manusia normal berbicara merupakan kebutuhan pokok, karena tanpa berbicara seseorang tidak akan mampu mengungkapkan segala sesuatu yang ada di hati dan pikirannya. Kehendak yang ada di hati tidak mampu dimengerti oleh orang lain tanpa berbicara. Berbicara juga menjadi salah satu cara untuk mengatasi kesalahpahaman yang mungkin terjadi. Berdasarkan tujuan-tujuan berbicara yang telah disampaikan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan berbicara secara umum adalah untuk berkomunikasi, menyampaikan informasi dan mengungkapakan isi hati dan pikirannya kepada lawan bicaranya. c. Konsep Dasar Bebicara Konsep dasar berbicara yang diungkapkan Tarigan (1981:4-9) mencakup tiga hal, yaitu: a) Berbicara dan menyimak adalah kegiatan respirokal Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung, merupakan komunikasi tatap muka atau face-to-face communication. Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang. Dua kegiatan ini saling melengkapi dan terpadu menjadi bentuk komunikasi lisan.

23 Berbicara dan menyimak dalam kegiatan komunikasi adalah kegiatan yang terpadu yang respirokal berganti secara spontan, mudah dan lancar, seorang pembicara akan menjadi seorang penyimak ketika komunikasi berpindah pada lawan bicara. Dua kegiatan yang saling berpindah ini berfungsi saling melengkapi. b) Berbicara adalah proses individu berkomunikasi Manusia adalah makhluk sosial, keberadaan seseorang akan diakui oleh masyarakat bila seseorang tersebut mampu berkomunikasi dengan lancar dengan anggota masyarakat lainnya. Melalui keterampilan berbicara seseorang dapat mengembangkan wawasan keilmuan, beradaptasi dengan lingkungan, serta menjadi pengontrol lingkungan. c) Berbicara adalah ekspresif yang kreatif Berbicara seseorang tidak hanya sekedar menyatakan suatu gagasan atau pendapat, namun lebih jauh merupakan suatu manifestasi dari kepribadian yang dimilikinya. Pengalaman telah menujukkan bahwa meningkatkan ekspresi yang kreatif para individu berarti turut pula meningkatkan daya pikirnya. d. Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara Keterampilan berbicara seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor penunjang keefektifan berbicara menurut Arsjad (1988: 17-22) sebagai berikut:

24 1) Faktor Kebahasaan a) Ketepatan ucapan Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar dan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik b) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai Kesesuaian tekanan, nada, sendi dan durasi merupakan daya tarik dalam berbicara bahkan menjadi faktor penentu dalam berbicara yang efektif. c) Pilihan kata (Diksi) Pilihan kata hendaknya tepat, jelas dan bervariasi agar mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham jika kata yang digunakan sudah dikenal oleh pendengar. d) Ketepatan sasaran pembicaraan Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Penggunaan kalimat yang efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Pembicaraan harus mampu menyusun

25 kalimat efektif sehingga mampu menimbulkan pengaruh, menimbulkan kesan atau menimbulkan akibat. b) Faktor Nonkebahasaan a) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku Merupakan kesan pertama yang penting untuk menjamin adanya kesinambungan perhatian pendengar. Dengan sikap wajar, pembicara dapat menujukkan otoritas dan integritas dirinya. Latihan sikap ini sebaiknya ditanamkan lebih awal karena merupakan modal utama untuk kesuksesan berbicara. b) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara Dengan sikap ini pendengar dan pembicara benar-benar terlibat dalam kegiatan bebicara. Hal ini sering diabaikan pembicara yang hanya tertuju pada satu arah sehingga pendengar merasa kurang diperhatikan. c) Kesediaan menghargai pendapat orang lain Seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya yang keliru.

26 d) Gerak-gerik dan mimik yang tepat Hal ini dapat menunjang keefektifan berbicara dan menghidupkan komunikasi. Selain mendapat tekanan, biasanya dibantu dengan gerak tangan atau mimik. e) Kenyaringan suara Tingkat kenyaringan suara disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah, pendengar, dan akustik. Dengan kenyaringan suara, pendengar dapat mendengar dengan jelas isi pembicaraan. f) Kelancaran Kelancaran dalam berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraan. Sebaliknya, berbicara yang terlalu cepat akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraan. g) Relevansi atau penalaran Gagasan demi gagasan harus berhubungan logis. Hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan. h) Penguasaan topik Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara.

27 Berdasarkan penjelasan di atas maka keterampilan berbicara siswa khusunya siswa sekolah dasar dapat dilihat melalui beberapa aspek, antara lain: 1) Lafal 2) Intonasi 3) Kelancaran 4) Ekspresi berbicara 5) Pemahaman isi 3. Metode Student Facilitator and Explaining (SFE) a. Pengertian Metode Student Facilitator and Explaining (SFE) Metode Student Facilitator and Explaining (SFE) merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan presentasi. Pendapat tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Huda (2014: 228) yang mendefinisikan SFE sebagai rangkai penyajian ajar yang diawali dengan penjelasan secara terbuka, memberi kesempatan siswa untuk menjelaskan kembali kepada rekan-rekannya dan diakhiri dengan penyampaian semua materi kepada siswa. Gagasan dasar dari strategi pembelajaran ini adalah guru mampu menyajikan atau mendemontastrasikan materi di depan siswa lalu memberikan siswa kesempatan untuk menjelaskan kepada teman-temannya.

28 Hal senada juga dikemukakan oleh Tukiran (2011: 110) mengatakan bahwa metode SFE yaitu siswa mempresentasikan ide atau pendapat pada rekan siswa lainnya. Pada metode ini siswa belajar bicara menyampaikan ide dan gagasan. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) adalah metode pembelajaran yang diawali dengan guru menjelaskan materi kepada siswanya secara garis besar kemudian siswa diberi kesempatan untuk menjelaskan kembali semua materi kepada temantemannya sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Metode ini sangat bermanfaat bagi guru untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan, sekaligus memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat berperan layaknya seorang guru, mengungkapkan gagasan atau pendapat dan perasaannya serta melatih siswa untuk berbicara di depan umum. b. Langkah-langkah Metode Student Facilitator and Explaining (SFE) Metode SFE sebagai metode yang digunakan dalam proses pembelajaran, sudah pasti memiliki langkah-langkah dalam penerapannya saat proses pembelajaran dilaksanakan. Seperti yang dikemukakan oleh Huda (2014:228) langkah-langkah metode SFE adalah sebagai berikut:

29 1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. 2) Guru mendemonstrasikan atau menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran. 3) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya, misalnya melalui bagan atau peta konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran atau acak. 4) Guru menyimpulkan ide atau pendapat siswa. 5) Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu. 6) Penutup. c. Kelebihan Metode Pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan yang berbeda. Kelebihan yang dimiliki metode pembelajaran menjadi bahan pertimbangan peneliti untuk memilih metode yang sesuai dengan permasalahan yang ada. Sama halnya dengan metode pembelajaran SFE yang memiliki kelebihan. Kelebihan dari metode Student Facilitator and Explaining disebutkan oleh Huda (2014:229) yaitu sebagai berikut: 1) Membuat materi yang disampaikan lebih jelas dan konkret. 2) Meningkatkan daya serap siswa karena pembelajaran dilakukan dengan demonstrasi. 3) Melatih siswa untuk menjadi guru, karena siswa diberi kesempatan untuk mengulangi penjelasan guru yang telah didengar. 4) Memacu motivasi siswa untuk menjadi yang terbaik dalam menjelaskan materi ajar. 5) Mengetahui kemampuan siswa dalam menyampaikan ide atau gagasan.

30 B. Hasil yang Relevan Keberhasilan pembelajaran yang dicapai dengan menggunakan metode pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) ini telah dibuktikan oleh penelitian sebelumnya. Peneliti tidak menemukan penelitian yang sama persis dengan permasalahan yang peneliti teliti, namun terdapat beberapa penelitian yang dilakukan oleh: 1. Ayu Wiratningsih (2014) dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Student Facilitator and Explaining Berbantuan Peta Konsep terhadap Hasil Belajar PKn Kelas V SD Gugus Igusti Ngurah Rai. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining berbantuan media peta konsep dengan siswa yang belajar secara konvensional. Rata-rata nilai hasil belajar PKn siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol yaitu 0,67>0,42. Hal tersebut menujukkan bahwa model pembelajaran Student Facilitator and Explaining berbantuan media peta konsep berpengaruh terhadap hasil belajar PKn siswa kelas V SD Gugus 1 Gusti Ngurah Rai Denpasar Timur tahun pelajaran 2013/2014. 2. Dewik Irlinawati (2013) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining pada Perkalian Bilangan Bulat. Hasil penelitian tersebut menujukkan bahwa prestasi belajar siswa selama pembelajaran mengalami peningkatan, pada siklus I ketuntasan klasikal 32,56% dengan nilai rata-rata kelas 65,03 dan pada

31 siklus II ketuntasan klasikal 81,4% dengan nilai rata-rata kelas 76,2. Aktivitas siswa selama pembelajaran mengalami peningkatan setiap siklusnya dari 67,43% pada siklus pertama, menjasi 82,02% pada siklus kedua. siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Wonogiri. C. Kerangka Berpikir Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang paling menonjol dibandingkan dengan keterampilan yang lain. Hal ini dikarenakan berbicara sering digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi dengan orang lain secara lisan. Apabila seseorang menguasai keterampilan berbicara maka komunikasi dapat berjalan dengan baik dan lancar. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti melalui observasi dan wawancara, peneliti menjumpai permasalahan yang menunjukkan bahwa rasa percaya diri dan keterampilan berbicara siswa di SD Negeri Jipang masih rendah, sehingga terkadang siswa merasa kurang mampu menentukan dan mengembangkan gagasannya untuk berbicara. Rendahnya rasa percaya diri dan keterampilan berbicara siswa di SD Negeri Jipang, membuat peneliti ingin berusaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan rasa percaya diri serta keterampilan siswa dalam berbicara. Keberhasilan penggunaan metode Student Facilitator and Explaining (SFE) pernah dilakukan oleh Ayu Wiratningsih (2014) dengan judul Pengaruh Student Facilitator and Explaining Berbantuan Peta Konsep terhadap Hasil Belajar PKn Kelas V SD Gugus Igusti Ngurah Rai dan Dewik Irlinawati

32 (2013) dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining pada Perkalian Bilangan Bulat, menunjukkan bahwa metode tersebut dapat meningkatkan hasil dan prestasi belajar siswa. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti dan guru kelas V SD Negeri Jipang sepakat untuk menerapkan metode SFE sebagai metode pembelajaran yang dirasa dapat menumbuhkembangkan rasa percaya diri dan keterampian siswa dalam berbicara. Metode SFE merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kembali materi yang telah diberikan oleh guru kepada rekan-rekannya. Metode ini diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan gagasan atau pendapat, dan pikirannya, sehinga dengan ini rasa percaya diri dan keterampilan berbicara siswa dapat tumbuh dan berkembang. Metode SFE akan menjadi solusi terbaik bagi guru agar tercipta kegiatan belajar mengajar yang diinginkan.

33 Secara sistematis, kerangka berfikir dapat ditunjukkan di bawah ini: Siswa Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Metode Student Facilitator and Explaining Metode Konvensional Rasa Percaya Diri dan Keterampilan Berbicara Siswa Rasa Percaya Diri dan Keterampilan Berbicara Siswa dibandingkan Pengaruh penerapan metode Student Facilitator and Explaining terhadap rasa percaya diri dan keterampilan berbicara siswa Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

34 D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berfikir diatas dirumuskan hipotesis penelitian, sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh metode pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) terhadap rasa percaya diri siswa kelas V SD Negeri Jipang, Kecamatan Karanglewas. 2. Terdapat pengaruh metode pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Jipang, Kecamatan Karanglewas.