I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

BAB I PENDAHULUAN. September Matriks Rencana Tindak Pembangunan Jangka Menengah per Kementerian/Lembaga.

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pembangunan Pariwisata di PPK yang didalamnya berisi beberapa strategi, meliputi:

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadi agenda utama pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata semakin dikembangkan oleh banyak negara karena

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY

DAMPAK KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI LAGOI OLEH INVESTOR ASING TERHADAP MASYARAKAT SETEMPAT DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN RIAU

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:

Arahan Pengembangan Pariwisata di Kawasan Tanjung Lesung Berdasarkan Partisipasi Masyarakat

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kepariwisataan menjadi suatu industri yang populer karena manfaat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tempat wisata yang cukup besar, mulai dari aneka warisan sejarah

I. PENDAHULUAN. Menurut Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang kepariwisataan, pengembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata di Kota Padang sangat penting dikarenakan Kota Padang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. sangat membutuhkan devisa untuk membiayai pembangunan Nasional. Amanat

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut mencapai 5,8 km 2. Kondisi ini didukung oleh keanekaragaman hayati terumbu karang yang mencapai sekitar 600 species dan 40 genera, dengan luasan terumbu karang sekitar 7.500 km 2 yang tersebar dan dimiliki oleh pulau-pulau kecil. Kondisi yang kaya tersebut dapat diandalkan untuk kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam pembangunan bidang wisata bahari (Departemen Kelautan dan Perikanan atau DKP, 2006). Pembangunan wisata bahari di pulau-pulau kecil sejalan dengan amanat Undang Undang No. 27 Tahun 2007 beserta turunannya, yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. PER.20/MEN/2008 tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya. Laut Indonesia merupakan bagian terbesar di kawasan Asia Tenggara yang memiliki potensi wisata bahari yang beraneka ragam dengan berbagai keunikan yang lebih tinggi dan kelangkaan yang lebih banyak. ASEAN yang merupakan bagian dari Asia Tenggara memiliki potensi pariwisata bahari yang lebih baik dibandingkan dengan kawasan Mediterranian dan Carribean. Dalam konteks tersebut, Indonesia berpeluang menjadi salah satu tujuan wisata bahari terbesar di dunia, dengan basis Marine Ecotourism, khususnya dalam pengembangan wisata bahari di pulau-pulau kecil (PPK) termasuk kawasan pulau-pulau kecil terluar (PPKT). Pengalaman yang diperoleh dari negara-negara yang telah mengembangkan kegiatan wisata bahari di PPK terbukti dapat membangkitkan pengaruh berganda (multiplier effect) yang sangat besar pada kegiatan dan pertumbuhan ekonomi. Skala nasional menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berasal dari wisata bahari memberikan dampak positif bagi neraca keuangan negara, baik dari sisi pendapatan domestik maupun nasional atau GNP. Prediksi pariwisata Indonesia terhadap GNP tahun 2007 menurut World Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sekitar 8,5 juta orang (DKP, 2006). Upaya pengelolaan dan pemanfaatan potensi wisata bahari di pulau kecil secara optimal dapat dilakukan melalui pembinaan usaha kecil, menengah dan mikro (UMKM). Pembinaan dimaksud meliputi peningkatan kemampuan atau

35 keahlian dengan mengadakan (mendatangkan) pelatihan secara berkala, dengan harapan dapat meningkatkan keahlian masyarakat setempat, sehingga akhirnya dapat menciptakan lapangan pekerjaan dalam mendukung pengembangan usaha wisata bahari di pulau-pulau kecil. UMKM dalam penelitian ini adalah usaha kecil sebagaimana dimaksud Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008, yang menyatakan bahwa: 1. usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 2. usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Pengembangan UMKM merupakan aktivitas pendukung dalam pengembangan wisata bahari di pulau kecil. Menurut Lubis (2008), peran strategis dari UMKM di Indonesia patut diperhitungkan dalam segi peningkatan perekonomian masyarakat karena berdasarkan data Pusat Inovasi UMKM Tahun 2007 sebagai berikut. 1) Jumlah unit usaha sekitar 48,9 juta (99% dari unit usaha nasional). 2) Penyerapan tenaga kerja sekitar 85,4 juta (96,2% dari tenaga kerja nasional). 3) Sumbangan terhadap nilai PDB sekitar Rp. 1.778,7 triliun (53,3% dari PDB Nasional). 4) Sumbangan terhadap nilai ekspor non-migas sekitar Rp. 110,3 triliun (20,3% dari ekspor nasional). 5) Sumbangan terhadap nilai investasi sekitar Rp. 369,8 triliun (46,2% dari investasi nasional). Kondisi ini mengindikasikan bahwa UMKM di Indonesia memiliki peran yang besar dalam jumlah, paling efektif dalam menyerap tenaga kerja, serta paling bertahan dalam menghadapi dinamika dunia usaha. Beberapa jenis UMKM yang dapat dikembangkan dalam mendukung wisata bahari adalah sebagai berikut:

36 1. Usaha wisata bahari berbasis laut seperti jasa penyewaan peralatan snorkling, diving, surfing, jet ski, game fishing dan boat. 2. Usaha wisata bahari berbasis pesisir atau daratan seperti penginapan, kedai minuman dan restoran kecil, toko atau warung cindramata. 3. Usaha wisata bahari pendukung seperti jasa penyewaan sepeda, motor dan mobil, penyedia translater, warung internet, warung telepon, pedagang asongan, pedagang buah kelapa dan kegiatan ekonomi lainnya. Jenis UMKM tersebut di atas, khususnya di sektor wisata bahari tidak serta merta dapat diterapkan begitu saja di pulau-pulau kecil. Hal ini antara lain dikarenakan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik khusus dari segi sosial, ekonomi, budaya, ekologi, serta daya dukung yang terbatas, terutama menyangkut terbatasnya ketersediaan lahan dan air tawar yang tersedia. Sisi lain menunjukkan pula bahwa pengembangan UMKM yang telah ada di pulau-pulau kecil selama ini masih bersifat parsial, belum melibatkan stakeholder terkait dan masyarakat lokal, serta belum dikelola secara optimal dan profesional. Berdasarkan kondisi dimaksud maka dibutuhkan adanya strategi pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang lebih bersifat lintas sektoral, dan memerlukan suatu studi yang komprehensif karena pariwisata bahari cenderung borderless. Kebijakan harus standar, tetapi tetap tidak menghilangkan hak daerah terhadap pengelolaan sumberdaya alam yang berada dalam batas kewenangan Pemerintah Daerah. Hal ini perlu diwujudkan dalam suatu analisis strategi pengembangan usaha kecil yang tepat bagi sektor wisata bahari di pulau-pulau kecil, yang diharapkan dapat mengakomodasi berbagai kepentingan yang didasarkan atas niat baik untuk memberdayakan masyarakat lokal bagi pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang berkelanjutan, dengan berbasis kekuatan sumberdaya lokal. Strategi dimaksud menggambarkan pula dengan jelas kelemahan, kekuatan, peluang serta ancaman dalam pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang tepat arah (systemic) dan khas (specific) termasuk nilai-nilai sosial, ekonomi dan budaya. Dalam penelitian ini Pulau Bunaken di Kota Manado, Sulawesi Utara, diambil sebagai studi kasus mengingat di Pulau Bunaken telah terdapat institusi dan aktivitas wisata bahari yang cukup berkembang. Disamping itu pada tahun 2009 Kota Manado akan menjadi tuan rumah World Ocean Conference dan Kota Manado sebagai kota pariwisata dunia 2010. Dengan demikian diharapkan

37 strategi yang dihasilkan dapat diaplikasikan pada pengembangan di pulau-pulau kecil yang memiliki karakteristik yang mirip dengan Pulau Bunaken. B. Perumusan Masalah Potensi pasar regional dan global, untuk industri wisata bahari (marine tourism) ternyata tumbuh dan berkembang pesat dengan volume permintaan (demand) yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sisi lain menunjukkan terjadinya persaingan di sisi penawaran (supply) yang semakin ketat sehingga pengembangan wisata bahari membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah. Pengembangan UMKM dalam pengembangan usaha wisata bahari harus dianalisis dampaknya pada triple bottom line benefit cost (Munandar, 2007). Secara ekonomi dampak tersebut meliputi pertumbuhan perekonomian, pertumbuhan usaha, income atau kesejahteraan masyarakat sebagai dampak dari usaha berbasis wisata. Dari sisi kualitas lingkungan adalah integritas lanskap, kerusakan obyek atau ekosistem khas, serta berkurangnya spesies langka. Secara secara sosial budaya adalah keterlibatan masyarakat dalam kegiatan wisata bahari. Permasalahan yang timbul bagi pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil antara lain sebagai berikut. 1. Permodalan. Umumnya usaha-usaha yang dilakukan berskala rumahtangga yang dimiliki oleh masyarakat, yang notabene adalah para pemodal kecil. 2. Aksesibilitas. Usaha yang dilakukan di pulau kecil membutuhkan pasar yang sangat tergantung pada jumlah kunjungan wisatawan. Sisi lain kunjungan wisatawan sangat tergantung pada aksesibilitas yang relatif lebih mahal dan minim ketersediannya untuk mencapai pulau kecil. 3. Ketergantungan terhadap alam. Usaha sektor wisata bahari di pulau kecil yang dilakukan sangat tergantung pada kelestarian sumberdaya alam yang ada. Sementara di sisi lain pemahaman akan arti penting lingkungan belum menjadi prioritas masyarakat pulau kecil dan Pemerintah Daerah, sehingga degradasi lingkungan pulau kecil tetap berjalan. Berbagai faktor umum penghambat pengembangan usaha wisata bahari, khususnya di pulau-pulau kecil antara lain adalah sebagai berikut.

38 (1) Belum tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung. Terbatasnya sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil, khususnya sarana seperti transportasi, cenderung menyebabkan pulau-pulau kecil relatif terisolir dan sulit untuk mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Tanggung jawab pemerintah untuk melakukan investasi berupa sarana dan prasarana dasar di pulau-pulau kecil adalah mutlak. (2) Kualitas sumber daya manusia, serta kesadaran masyakarakat dan Pemerintah Daerah yang relatif masih rendah. Kurangnya pelibatan masyarakat dalam pengembangan wisata bahari di pulau kecil merupakan salah satu kendala yang perlu diperhatikan. Undang-undang No.9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan menyatakan, bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan pariwisata. Salahsatu pelibatan masyarakat lokal dalam mendukung pengembangan wisata bahari adalah melalui pembinaan dan pelatihan dari pemerintah atau lembaga atau LSM dalam peningkatan kemampuan (skill) untuk pengembangan UMKM. (3) Kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang tidak konsisten baik di tingkat Pusat maupun daerah. Adanya euforia otonomi daerah menciptakan koordinasi dan sosialisasi yang belum optimal sehingga saat kebijakan diimplementasikan di lapangan cenderung menimbulkan ketidakkonsistenan. (4) Minimnya anggaran pembiayaan yang ada. Pemerintah dengan anggaran yang terbatas sesungguhnya hanya bertindak sebagai fasilitator dan promotor. Keterlibatan pihak swasta, baik sebagai pemodal maupun sebagai operator diharapkan dapat ditingkatkan untuk membangun salahsatu mesin penghasil devisa negara di bidang pariwisata bahari. Mengingat volume investasi yang dibutuhkan dan resiko finansial yang cukup besar, diperlukan pendekatan yang cermat (prudent) dan sistematis untuk meningkatkan gairah swasta dalam berinvestasi dan mengelola bisnis wisata bahari. (5) Dalam rangka investasi maka peraturan, hukum dan kemudahan perbankan dan fiskal yang menarik sejalan dengan sistem reward and punishment bagi para investor dan pelaku usaha perlu dikembangkan di bidang pariwisata bahari. Hal ini seiring pula dengan peningkatan

39 pembangunan sarana transportasi, jaminan keamanan, perijinan, keimigrasian dan bea cukai, baik untuk wisatawan maupun investor. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), agar pengembangan wisata bahari dapat tercapai maka faktor-faktor penghambat tersebut harus ditangani dengan serius, sistematis dan menyeluruh berdasarkan skala prioritas. Berdasarkan analisis di atas, maka dapat dirumuskan permasahan penelitian untuk mendapatkan penanganan pengembangan UMKM di pulau kecil sebagai berikut. 1. Usaha mikro dan kecil apa sajakah yang telah berkembang? 2. Bagaimana mekanisme pengelolaan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari sehingga dapat menunjang pemberdayaan masyarakat lokal? 3. Bagaimana strategi pengembangan yang tepat berdasarkan skala prioritas? C. Tujuan 1. Mengidentifikasi usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil. 2. Menganalisis mekanisme pengelolaan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil dalam rangka pemberdayaan masyarakat guna mencapai pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal yang lebih baik. 3. Menyusun strategi pengembangan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang tepat. D. Kegunaan 1. Sebagai masukan untuk meningkatkan pengembangan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari yang dimiliki oleh masyarakat di lokasi penelitian. 2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi setiap kelompok bisnis atau usaha, stakeholders di bidang wisata bahari, serta Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam pengambilan kebijakan yang mendukung tumbuhkembangnya usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di lokasi penelitian.