BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan

menyebabkan kekeringan di musim kemarau,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

II. IKLIM & METEOROLOGI. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Worm dan Hattum (2006), penampungan air hujan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air

BAB I PENDAHULUAN. mahluk hidup, termasuk manusia. Penggunaan air oleh manusia sangat beraneka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

pemakaian air bersih untuk menghitung persentase pemenuhannya.

Jln Ir. Sutami 36 A, Surakarta

ANALISIS KAJIAN METEOROLOGIS KETERSEDIAAN DAN TINGKAT KEKRITISAN AIR DOMESTIK DESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI SISTEM DRAINASE DAN PENANGGULANGAN GENANGAN BERBASIS KONSERVASI AIR DI SUB SISTEM BENDUL MERISI, SURABAYA

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

Rt Xt ...(2) ...(3) Untuk durasi 0 t 1jam

Perencanaan Sistem Penampung Air Hujan Sebagai Salah Satu Alternatif Sumber Air Bersih di Rusunawa Penjaringan Sari Surabaya

Analisis Dimensi Tanki PAH guna Pemanfaatan Air Hujan sebagai Sumber Air Cadangan untuk Bangunan Rusunawa (Studi Kasus: Rusunawa Semanggi, Surakarta)

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya

TUGAS AKHIR No: 880/WM.FT.S/SKR/2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB 3 PRESIPITASI (HUJAN)

BAB III LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu kebutuhan manusia secara berkelanjutan. Penggunaan air pada bidang sanitasi sangatlah penting.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya air bersifat dinamis dalam kualitas dan kuantitas, serta dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air memiliki karakteristik unik dibandingkan dengan sumber daya alam

EVALUASI PENAMPUNGAN AIR HUJAN (PAH) UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR DOMESTIK DI DESA GIRIHARJO KECAMATAN PANGGANG KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehilangan air pada suatu sistem hidrologi. panjang, untuk suatu DAS atau badan air seperti waduk atau danau.

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv DAFTAR ISI...

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB III LANDASAN TEORI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

EVALUASI SALURAN DRAINASE KELURAHAN RAWALUMBU BEKASI PADA SUBSISTEM SUNGAI RETENSI RAWALUMBU. Bayu Tripratomo

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Dari berbagai masalah yang timbul di masyarakat, sering adanya keluhankeluhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup,

Studi Optimasi Operasional Waduk Sengguruh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS CURAH HUJAN DI MOJOKERTO UNTUK PERENCANAAN SISTEM EKODRAINASE PADA SATU KOMPLEKS PERUMAHAN

INDOCEMENT AWARDS STR WRITING COMPETITION

TINJAUAN SISTEM DESAIN PEMANFAATAN AIR HUJAN PADA RUMAH TINGGAL DI BINTARO, JAKARTA

POLA DAN PROSES KONSUMSI AIR MASYARAKAT PERMUKIMAN SEPANJANG SUNGAI JAJAR DI KABUPATEN DEMAK (Kecamatan Demak Kecamatan Kebonagung) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota

TUGAS AKHIR. Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya. Tjia An Bing NRP

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Air diperuntukan untuk

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sebagai sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan manusia merupakan sesuatu yang mutlak. Akan tetapi, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini keberadaan air sebagai suatu sumberdaya sudah mencapai titik yang mengkhawatirkan karena akan sangat mempengaruhi keberlangsungan fungsi. Kerawanan atau kekritisan pemenuhan sumberdaya air telah terjadi tidak hanya dipandang dari sudut pandang ketimpangan antara jumlah ketersediaan yang semakin tak sepadan dengan kebutuhan (kuantitas) saja, tetapi kerawanan juga terjadi pula pada sudut pandang dan sebaran (distribusi) baik secara temporal maupun spasial. Masalah air telah mendapat perhatian yang tinggi tidak hanya skala lokal, nasional maupun regional, tetapi sudah mnejadi agenda global masyarakat dunia (Sudarmadji et al., 2012). Permasalahan air cukup kompleks, menurun dari segi kualitas maupun kuantitas. Permasalahan tersebut tidak hanya semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk, tetapi juga semakin beragamnya aktivitas yang dilakukan manusia, baik domestik, industri, pertanian, perdagangan dan lainlain. Begitu pun yang terjadi di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul DIY yang termasuk dalam kawasan karst Gunungsewu. Sebagai kawasan yang memiliki keunikan sistem hidrologi khususnya hidrologi bawah permukaan, permasalahan air yaitu kekeringan telah menjelma menjadi suatu bencana yang berkelanjutan. Sumberdaya air yang ada tidak dapat mencukupi kebutuhan air domestik masyarakat setempat, khususnya saat musim kemarau. Sumber air yang utama saat ini adalah airtanah. Namun untuk kawasan karst seperti karst Gunungsewu, akses untuk mendapatkan airtanah sangat sulit dan terbatas. Menurut Utomo dan Siregar (2000), kedalaman 1

airtanah di Kecamatan Tepus dapat mencapai lebih dari 150 meter. Keberadaan mataair di Kecamatan Tepus sebetulnya cukup melimpah karena mayoritas mataair mempunyai debit aliran yang cenderung stabil sepanjang tahun. Menurut Kapedal (2007), terdapat 13 mataair di Kecamatan Tepus. Namun sayang, distribusi mataair tidak merata pada semua desa. Di Desa Tepus sendiri setidaknya terdapat 5 mataair, yaitu mataair Sundak, Watunggal, Sruni, dan Cluwakan yang debit alirannya stabil sepanjang tahun dengan debit rata-rata mencapai 0,05-0,25 m³/detik, serta mataair Sapen yang alirannya bersifat sesaat dengan debit aliran <0,05 m³/detik. Sementara itu, air permukaan yang ada di telaga akan mengering saat musim kemarau. Jaringan pipa-pipa PDAM dan Saluran Rumah (SR) juga terhambat masalah aksesibilitas sehingga hanya mampu menjangkau setidaknya 2 desa dari 5 desa yang ada di Kecamatan Tepus. Salah satu desa di Kecamatan Tepus yang mengalami kondisi tersebut adalah Desa Tepus. Bahkan saat ini pipa-pipa PDAM yang menjangkau Desa Tepus, seperti yang tersaji dalam Gambar 1.1, sudah tidak lagi mengalirkan air sejak tahun 2008. Sehingga praktis, masyarakat di Desa Tepus tidak dapat mengandalkannya untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Sumber: Iswandari, Gambar 1.1 Pipa PDAM di Desa Tepus yang sudah tidak lagi mengalirkan air 2

Melihat kondisi di atas, maka penggunaan air hujan menjadi salah satu alternatif dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terutama bagi wilayah yang tidak memiliki cadangan airtanah ataupun kesulitan dalam mengakses airtanah serta minim air permukaan. Salah satu upaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air yaitu dengan memanen air hujan (rain water harvesting). Cara yang paling mudah dan sederhana adalah dengan menampung air hujan yang dipanen dari atap rumah ke dalam suatu bak Penampungan Air Hujan (PAH) seperti yang tersaji pada Gambar 1.2. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan air dapat terpenuhi terutama pada musim kemarau sehingga mampu meminimalisir kekurangan air. Sumber: Iswandari, Gambar 1.2 Bak penampung air hujan di Desa Tepus Kecamatan Tepus Masyarakat Kecamatan Tepus telah mengembangkan sistem PAH tersebut sejak tahun 1970-an. Bahkan setiap rumahtangga telah memiliki PAH sendiri. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat tetap mengalami defisit air saat musim kemarau, sekalipun mereka telah menampung air hujan. Hal ini sangat terkait dengan kapasitas bak penampung air hujan yang digunakan dan besar kecilnya konsumsi air. Dengan demikian maka pembuatan bak penampung air hujan seharusnya menyesuaikan dengan curah hujan yang turun dan konsumsi air agar penampung air hujan yang dibuat efektif. 3

Berdasarkan uraian di atas, maka sangat menarik untuk dikaji terkait estimasi kapasitas PAH yang efektif berdasarkan karakteristik hujan wilayah dan kebutuhan air domestik masyarakat melalui penelitian yang berjudul: Studi Estimasi Kapasitas Bak Penampung Air Hujan di Desa Tepus Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul. 1.2 Perumusan Masalah Air mutlak diperlukan dari segi kuantitas dan kualitas. Apabila secara kuantitas air tersebut melimpah tapi secara kualitas air tersebut buruk maka tidak akan berdaya guna. Air yang dibutuhkan adalah air yang mencukupi dari segi kuantitas dan kualitasnya baik, salah satunya adalah air hujan. Di daerah-daerah yang keberadaan sumber airnya terbatas, baik itu airtanah maupun air permukaan seperti di Desa Tepus Kecamatan Tepus, memanfaatkan air hujan sudah menjadi suatu kewajiban agar masyarakat tidak kekurangan air saat musim kemarau tiba. Semua bak Penampungan Air Hujan (PAH) pada dasarnya sangat potensial untuk menampung air hujan guna keperluan sehari-hari. Akan tetapi, dalam kenyataannya di lapangan belum semua masyarakat memahami sistem penampung air hujan yang efektif. Banyak ditemukan bak yang kosong, terlebih lagi ketika musim kemarau datang. Selain itu, meskipun telah menampung air hujan, kekurangan air tetap dirasakan saat musim kemarau. Hal ini terjadi karena dimensi maupun kapasitas PAH yang menunjukkan ketidakseimbangan antara air hujan yang ditampung dengan besarnya kebutuhan air. Uraian di atas dapat digunakan untuk merumuskan pertanyaan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana ketersediaan air di Desa Tepus Kecamatan Tepus dilihat dari karakteristik hujan wilayahnya? 2. Seberapa besar rata-rata jumlah kebutuhan air domestik penduduk di Desa Tepus Kecamatan Tepus? 4

3. Berapa kapasitas bak Penampungan Air Hujan (PAH) yang ideal dan efektif untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk di Desa Tepus Kecamatan Tepus? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk: 1. Mengetahui ketersediaan air berdasarkan karakteristik hujan di Desa Tepus Kecamatan Tepus. 2. Menghitung rata-rata kebutuhan air domestik penduduk di Desa Tepus Kecamatan Tepus. 3. Mengestimasi kapasitas bak Penampungan Air Hujan (PAH) yang ideal dan efektif untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk di Desa Tepus Kecamatan Tepus. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kapasitas bak Penampungan Air Hujan (PAH) yang ideal dalam kegiatan pemanenan air hujan melalui atap rumah untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk, dengan mendasarkan pada karakteristik hujan dan tingkat konsumsi air penduduk. Dengan memperhatikan berbagai pertimbangan tersebut, maka diharapkan PAH yang dibangun akan memberikan efektivitas yang tinggi dalam pemanfaatannya. 1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1 Hujan Hujan merupakan salah satu presipitasi yang berbentuk cair dan pada umumnya memiliki diameter sekitar 0,5-4,0 mm (Wiesner, 1970). Tidak semua ukuran butiran air dapat jatuh atau turun menjadi hujan disebabkan 5

adanya gesekan udara. Presipitasi itu sendiri merupakan semua bentuk hasil kondensasi uap air yang terkandung di atmosfer yang jatuh ke permukaan bumi (Wiesner, 1970). Presipitasi adalah faktor pengontrol yang utama dalam siklus hidrologi di suatu wilayah, sebagai masukan utama air ke permukaan bumi. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai pola hujan dalam suatu tempat dan waktu sangat penting untuk mengetahui kelembaban tanah, proses resapan airtanah dan debit aliran (Ward dan Robinson, 1990). Presipitasi dapat dipandang sebagai faktor pendukung sekaligus pembatas bagi usaha pengelolaan sumberdaya air dan tanah (Asdak, 2002). 1.5.2 Variabilitas Curah Hujan Data mengenai hujan sangat bermanfaat untuk berbagai bidang. Variabilitas curah hujan umumnya dibedakan menjadi variabilitas yang berdimensi ruang dan waktu. Variabilitas hujan di daerah tropis jauh lebih besar. Besarnya curah hujan bulanan atau tahunan bervariasi. Secara umum besarnya curah hujan bervariasi menurut ketinggian tempat sebagai akibat pengaruh orografis. Besarnya curah hujan yang turun di daerah tropis umumnya bervariasi dari tahun ke tahun bahkan dari musim ke musim dalam kurun waktu satu tahun. Adanya variasi tersebut maka diperlukan data hujan dalam kurun waktu panjang untuk dapat memperkirakan besarnya nilai tengah hujan dan besarnya frekuensi hujan, yaitu ketika suatu besaran hujan tertentu akan datang lagi pada periode waktu tertetu (Asdak, 1995). Data hujan di stasiun hujan terkadang tidak lengkap karena kesalahan pencatat atau pun alat. Dengan demikian perlu adanya estimasi pengisian data hujan yang hilang. Pengisian data hujan yang hilang tersebut dibantu dengan data yang tersedia pada stasiun hujan di sekitarnya. Cara yang dipakai dinamakan ratio normal. Syarat menggunakan cara ini adalah tinggi hujan rata-rata tahunan stasiun hujan yang datanya hilang harus diketahui, di samping itu dibantu dengan data tinggi hujan rata-rata tahunan dan data pada stasiun hujan di sekitarnya (Linsley, 1982; Soemarto, 1999). 6

Data hujan hasil pengukuran beberapa tahun perlu diuji konsistensinya. Hal ini karena selama periode jangka panjang memungkinkan terjadinya perubahan lingkungan di sekitar penakar hujan. Uji konsistensi data dapat dilakukan dengan metode kurva massa ganda (double mass curve). Sumbu vertikal menunjukkan nilai kumulatif hujan dari stasiun yang diuji dan sumbu horizontal untuk kumulatif hujan rata-rata dari beberapa stasiun penakar hujan yang ada di sekitarnya (Linsley, 1982; Suyono, 2004). Data hujan dapat digunakan untuk menghitung curah hujan di suatu wilayah atau yang biasa disebut dengan hujan wilayah. Metode yang biasa digunakan antara lain metode aritmatik, metode polygon thiessen dan metode isohyet (Asdak, 1995). 1.5.3 Kebutuhan Air Domestik Penduduk Kebutuhan air domestik penduduk merupakan kebutuhan air rumah tangga sehari-hari yang digunakan untuk minum, masak, wudhu, mandi dan mencuci. Pada dasarnya kebutuhan air setiap individu berbeda-beda, baik di setiap tempat maupun di setiap waktu. Kebutuhan air domestik sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik eksternal maupun internal. Faktor internal merupakan faktor dari setiap individu. Faktor ini berkaitan dengan kebiasaan setiap individu dalam menggunakan air. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor di luar individu. Faktor eksternal antara lain iklim, kondisi sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan tempat tinggal. Kebutuhan air penduduk kota biasanya lebih banyak dibandingkan penduduk desa. Di Indonesia, untuk kebutuhan rumah tangga penduduk di pedesaan memerlukan air sekitar 40-50 liter/hari/jiwa, sedangkan penduduk di perkotaan lebih banyak menggunakan air yaitu 80-100 liter/hari/jiwa (Manik, 2003). 1.5.4 Pemanenan Air Hujan Pemanenan air hujan merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi (musim penghujan) untuk digunakan pada waktu curah hujan rendah (musim 7

kemarau). Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yaitu menggunakan air yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan (Arnold, 1986). Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan kering dengan curah hujan <100 mm per bulan dan lebih dari 4 bulan berturut-turut, sedangkan pada musim penghujan curah hujannya sangat tinggi yaitu lebih dari 200 mm per bulan. Ketersediaan air yang berlebihan pada musim hujan tersebut dapat ditampung atau dipanen untuk digunakan pada musim kemarau (Sutikno, 2008). Usaha-usaha pemanenan air hujan seharusnya diprioritaskan untuk daerah-daerah yang mengalami hujan dengan intensitas cukup tinggi dengan diselingi periode waktu tanpa hujan dengan atau hujan turun dalam jumlah yang tidak memadai. Hal ini tergantung pada keadaan setempat (Asdak, 2002). Bentuk memanen air hujan diantaranya adalah dengan kolam atau bak pengumpul air hujan (PAH). Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2006), kolam pengumpul air hujan merupakan kolam atau wadah yang dipergunakan untuk menampung air hujan yang jatuh di atap bangunan (rumah, gedung perkantoran atau industri) yang disalurkan melalui talang sebagaimana tersaji dalam Gambar 2.1. Pengumpul air hujan ini telah banyak dipakai masyarakat secara tradisional sebagai cadangan air bersih. Gambar 1.3 Teknik panen air hujan dengan atap rumah (Bolkland, 2008) 8

Pemanenan air hujan yang optimal perlu adanya rancangan alat pemanen air hujan yang dibuat sedemikian rupa sehingga air hujan yang tertampung oleh atap rumah dialirkan ke bak penampung yang dilengkapi dengan saluran pembuangan air yang tidak tertampung oleh bak tersebut. Ukuran atap yang diperlukan untuk pemanenan air hujan akan tergantung dari atap rumah yang akan digunakan untuk kegiatan pemanenan air hujan (David, 1998). Sedangkan jumlah air hujan yang dapat dipanen ditentukan oleh efektivitas atap yang digunakan dan oleh curah hujan tahunan yang berlangsung di daerah tersebut. Untuk mencukupi kebutuhan air bagi keperluan rumah tangga pada saat-saat terjadi periode kekeringan yang panjang, rancangan atap bak penampung air hujan dan luas bak penampung air yang dikumpulkan seyogyanya dibuat melebihi keperluan air yang dibutuhkan pada tingkat keperluan minimum atau angka kelebihan 50% dari keperluan dasar penduduk akan air sudah dapat mencukupi (Asdak, 2002). Perencanaan bak penampung air hujan dapat dilakukan dengan menggunakan metode Rippl. Metode ini digunakan untuk merencanakan suatu bangunan penampung air, seperti waduk. Bak tersebut digunakan sebagai penyediaan air bersih bagi penduduk sekitar. Pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yaitu membuat garis massa dan membuat tabel (Subarkah, 1980). 1.6 Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian terkait pemanfaatan air hujan maupun bak penampungan air hujan (PAH) telah cukup banyak dilakukan, baik yang menyoroti aspek kualitas dari air hujan yang ditampung maupun aspek kuantitas, baik itu banyaknya hujan yang dapat ditampung maupun penentuan kapasitas bak penampungan air hujannya. Namun demikian, penelitian tentang estimasi kapasitas bak penampungan air hujan di Desa Purwodadi Kecamatan Tepus ini merupakan penelitian pertama yang dilakukan. Penelitian lain dengan tema sejenis telah dilakukan di lokasi lain dengan tujuan yang berbeda-beda. Penelitian terdahulu telah dilakukan oleh Sunardi (1992) di Kecamatan 9

Pracimantoro Kabupaten Wonogiri, Dwiningsih (2003) di Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten, Kusuma (2008) di Banda Aceh, dan Rulliawati (2009) di Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul. Sunardi (1992) melakukan penelitian di Kecamatan Pracimantoro yang bertujuan untuk mengevaluasi sistem pemanenan air hujan agar mampu memenuhi kebutuhan air tumah tangga penduduk, yang meliputi luas tangkapan hujan, jumlah bak penampung yang sudah ada, kekurangan air dan koefisien pengaliran atap genting. Metode yang digunakan adalah persamaan V=CxAxP. Dwiningsih (2003) melakukan penelitian di Kecamatan Jatinom dengan tujuan merencanakan kapasitas bak penmapung yang efektif untuk mencukupi kebutuhan air minum penduduk. Metode yang digunakan adalah metode Rippl dengan cara membuat tabel dan perhitungan kapasitas bak menggunakan data curah hujan terkering dan data hujan rata-rata. Kusuma (2008) melakukan penelitian di Banda Aceh dengan tujuan menentukan kapasitas bak penampung yang efektif sesuai dengan kebutuhan domestik penduduk. Metode yang digunakan adalh metode Rippl dengan plotting kurva demand ke kurva massa curah hujan untuk mengetahui nilai kekurangan air maksimum tahunannya. Nilai kekurangan air ini juga dihitung probabilitasnya untuk periode ulang tertentu. Selain itu penelitian ini juga menyajikannya secara spasial. Metode yang serupa juga dilakukan oleh Rulliawati (2009) dalam penelitiannya tentang evaluasi efektivitas bak penampungan air hujan yang telah ada di Kecamatan Gedangsari. Penelitian yang dilakukan oleh Iswandari (2012) memfokuskan pada estimasi kapasitas bak penampungan air hujan yang didasarkan pada karakteristik hujan wilayah dan kebutuhan air domestik penduduk di Desa Purwodadi Kecamatan Tepus. Metode yang digunakan adalah metode Rippl dengan melakukan plotting kurva demand ke kurva massa curah hujan sehingga diketahui indeks kekurangan air maksimum tahunannya. Berbeda dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, pada penelitian ini analisis peluang tidak hanya dilakukan untuk indeks kekurangan air nya saja 10

tetapi juga pada hujan, sehingga dihitung juga hujan rancangannya untuk periode ulang tertentu. Hal ini bertujuan agar estimasi kapasitas bak penampung dapat tetap relevan hingga beberapa tahun ke depan dengan karakteristik hujan yang berbeda. Beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut dijadikan acuan untuk penelitian yang akan dilakukan di Desa Purwodadi Kecamatan Tepus. Perbandingan penelitian terdahulu dan penelitian yang dilakukan disajikan pada Tabel 1.1. 11

Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Sebelumnya dan Penelitian yang Dilakukan Peneliti dan No. Tahun 1 Sunardi (1992) 2 Dwiningsih (2003) Judul Tujuan Metode Hasil Tinjauan Pemanfaatan Mengetahui kemampuan air Air Hujan dengan Bak hujan dalam memenuhi Penampung untuk kebutuhan air untuk Keperluan Rumah keperluan rumah tangga bagi Tangga di Kecamatan penduduk Kecamatan Persamaan : Rata-rata curah hujan sebesar 12 mm/hari V = C x A x P dengan luas tangkapan 72 m² dapat memenuhi kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga penduduk. Di daerah penelitian terdapat 2.058 bak pribadi Pracimantoro Wilayah Pracimantoro. dengan volume 6.500 lt dan 106 bak Selatan Kabupaten Wonogiri Pemanfaatan Air Hujan dengan Bak Penampung untuk Air Minum Penduduk Kecamatan Jatinom Kabupaten umum dengan volume rata-rata sebesar 9.000 lt. Kekurangan air karena jumlah bak penampung air hujan dan volume bak penampung air hujan yang sudah ada belum sesuai dengan jumlah kebutuhan air. Angka pengaliran atap genting sebesar 0,86 menunjukkan bahwa kehilangan air di atap rumah rendah. Merencanakan kapasitas bak Metode Rippl dengan Kapasitas bak penampung untuk air penampung yang efektif cara membuat tabel, minum menggunakan data hujan terkering untuk mencukupi kebutuhan perhitungan kapasitas untuk keluarga beranggotakan 4 orang air minum penduduk pada bak menggunakan data adalah 13.200 lt, sedangkan menggunakan daerah penelitian. curah hujan terkering dan data hujan rata-rata dengan probabilitas 12

3 Kusuma (2008) Klaten data hujan rata-rata. Kapasitas bak hasil perhitungan menggunakan metode ini ditambah 10% untuk persiapan kebutuhan air yang lebih banyak. Analisis Pemanfaatan Menentukan kebutuhan air Curah Hujan untuk domestik per orang per hari Mencukupi Kebutuhan yang akan digunakan untuk Air Bersih di Banda Aceh penentuan kapasitas efektif bak penampung air hujan untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk di daerah penelitian serta menentukan bagaimana distribusi spasialnya. Metode Rippl dengan plotting kurva demand ke dalam kurva massa curah hujan sehingga didapatkan nilai kekurangan air tahunan. Analisis peluang menggunakan metode Weibull dengan menghitung nilai P dan Tr untuk menentukan kekurangan air maksimum dengan hujan 50% adalah 5.500 lt dan kapasitas bak penampung menggunakan data hujan rata-rata dengan probabilitas 60% adalah 6.500 lt. Kapasitas bak penampung yang efektif adalah kapasitas bak penampung yang dihitung dengan menggunakan data hujan terkering karena data hujan terkering lamanya adalah satu tahun sehingga perhitungan lebih detail. Kebutuhan air domestik 159 lt/orang/hari, kekurangan air terbesar yaitu 0,36 m³ terjadi pada tahun 1990 dan kekurangan air terkecil yaitu 0,12 m³ pada tahun 1993. Dari perhitungan didapatkan 20 data indeks kekurangan air maksimum tahunan. Untuk periode ulang 5 tahunan dibutuhkan volume air sebanyak 4.700 lt/orang/bulan, untuk periode ulang 10 tahunan dibutuhkan volume air sebanyak 5.921 lt/orang/bulan, sedangkan untuk periode ulang 20 tahunan dibutuhkan volume air sebanyak 7.350 lt/orang/bulan. 13

periode ulang lainnya. 4 Rulliawati Analisis Karakteristik Mengetahui karakteristik Metode Rippl dengan Curah hujan di daerah penelitian cukup (2009) Hujan untuk Kebutuhan hujan di Kecamatan cara plotting kurva besar tap hanya terkonsentrasi pada bulan Air Domestik Penduduk Gedangsari, mengetahui demand ke kurva massa November-April. Kebutuhan air domestik di Kecamatan rata-rata jumlah kebutuhan curah hujan sehingga penduduk di daerah penelitian di setiap Gedangsari Kabupaten air domestik penduduk di diperoleh indeks musimnya relatif berbeda. Kebutuhan air Gunungkidul Kecamatan Gedangsari dan kekurangan air domestik rata-rata sebesar 66 mengetahui efektivitas bak maksimum tahunan. lt/orang/hari. Kapasitas bak penampung penampung air hujan yang Indeks ini kemudian air yang telah ada sesuai dengan peluang telah ada di Kecamatan dicari peluang dan kejadian indeks kekurangan air 75% Gedangsari. periode ulangnya dengan periode ulang 1,33 tahun. Volume menggunakan metode air yang harus disediakan penduduk agar Weibull. tidak mengalami kekurangan air untuk periode ulang 20 tahun sebesar 16,51 m³/orang/tahun. 5 Iswandari Studi Estimasi Kapasitas Mengetahui kondisi Data curah hujan diolah Ketersediaan air di Desa Purwodadi (2012) bak Penampungan Air ketersediaan air berdasarkan dengan metode hujan berdasarkan karakteristik hujan wilayah Hujan di Desa karakteristik hujan wilayah rancangan. Kebutuhan dan hujan rancangan hingga periode ulang Purwodadi Kecamatan di Desa Purwodadi, air domestik penduduk tertentu. Tepus Kabupaten menghitung rata-rata didapat dengan cara Rata-rata kebutuhan air domestik Gunungkidul kebutuhan air domestik wawancara. Estimasi penduduk. penduduk di Desa kapasitas bak Analisis kekurangan air sebagai dasar 14

Purwodadi dan penampung air hujan mnegestimasi kapasitas bak didasarkan pada indeks penampung air hujan untuk kekurangan air penyediaan air di Desa maksimum tahunan Purwodadi. dengan metode Rippl yaitu plotting kurva demand ke kurva massa curah hujan. Estimasi kapasitas bak penampung memperhitungkan tebal hujan, luas atap rumah dan jumlah anggota Sumber : Sunardi, 1992; Dwiningsih, 2003; Kusuma, 2008; Rulliawati, 2009 keluarga (persamaan V=AxCxP). Indeks kekurangan air maksimum tahunan dihitung peluang dan periode ulangnya dengan metode Weibull. estimasi kapasitas bak penampung air hujan yang efektif dan relevan hingga beberapa tahun ke depan. 15

1.7 Kerangka Pemikiran Curah hujan dalam siklus hidrologi mempunyai peran yang sangat penting. Curah hujan tersebut tidak semuanya dapat sampai ke permukaan tanah, tetapi ada yang tertahan di pohon ataupun atap bangunan, bahkan ada yang menguap kembali ke atmosfer. Air hujan yang jatuh ke atap rumah untuk ditampung sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas atap rumah dan koefisien pengaliran atap rumah. Pembuatan penampung air hujan berkaitan juga dengan rata-rata kebutuhan air domestik penduduk. Biasanya kebutuhan air pada musim hujan dan musim kemarau relatif berbeda. Kebutuhan air domestik pada musim hujan dapat terpenuhi, sedangkan pada musim kemarau terkadang belum dapat terpenuhi (defisit). Hal ini terkait dengan kapasitas bak penampung air hujan yang digunakan dan besar kecilnya konsumsi air. Dengan demikian maka pembuatan bak penampung air hujan seharusnya menyesuaikan dengan curah hujan yang turun dan konsumsi air agar penampung air hujan yang dibuat efektif. Kerangka pemikiran tersebut tersaji dalam diagram pada Gambar 1.4. Curah Pendudu Non atap Atap rumah Jumlah Dipengaruhi oleh luas atap rumah & koefisien Volume air hujan Kebutuhan yang dapat air domestik Surplus/Defisi Estimasi kapasitas bak penampung air Gambar 1.4. Kerangka pemikiran penelitian 16

1.8 Batasan Operasional Hujan wilayah adalah banyaknya hujan rata-rata yang turun dan distribusi hujan yang diperkirakan dari beberapa titik penakar hujan yang tersebar pada suatu wilayah yang ditinjau (Wiesner, 1970). Kebutuhan air domestik merupakan kebutuhan air sehari-hari yang digunakan untuk minum, masak, mencuci, mandi dan wudhu. Pemanenan air hujan merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada kondisi dimana curah hujan rendah (Arnold, 1986). Indeks kekurangan air maksimum tahunan merupakan besarnya nilai kekurangan air maksimum tahunan penduduk pada periode kering yang didapatkan dari plotting kurva demand dan kurva massa curah hujan (supply). Distribusi peluang (probability distribution) adalah jumlah kejadian dari pada sebuah deskrit dibagi dengan jumlah total kejadian (Soewarno, 1995). Kapasitas bak penampung air hujan yang efektif merupakan volume maksimal air hujan yang dapat ditampung oleh bak penampung air hujan dan sesuai dengan kebutuhan air domestik penduduk. BAB II METODE PENELITIAN 17