BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Wilayah

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan

Gambar 1.1. Proses kerja dalam PLTU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Arief Hario Prambudi, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM PLTU DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Demikian juga halnya dengan PT. Semen Padang. PT. Semen Padang memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah batubara. Selama beberapa dasawarsa terakhir. kini persediaan minyak bumi sudah mulai menipis.

listrik di beberapa lokasi/wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya

SISTEM TENAGA LISTRIK

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Risiko di sini adalah kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh Asclepias R. S. Indriyanto Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. Disampaikan pada Forum Diskusi Sore Hari LPEM UI 5 Agustus 2010

BAB 1. .Banyak pembangkit tenaga listrik yang telah dibangun yaitu PLTA (Pembangkit Listrik

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, termasuk Amerika Serikat, China, Australia, India, Rusia, dan

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua, yaitu energi terbarukan (renewable energy) dan energi tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Di era yang serba modern seperti saat ini, energi merupakan salah satu hal penting

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

BAB III METODE PENELITIAN

Memahami sistem pembangkitan tenaga listrik sesuai dengan sumber energi yang tersedia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Energi adalah salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi umat manusia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. penting pada kehidupan manusia saat ini. Hampir semua derivasi atau hasil

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dengan mengacu pada Rencana Usaha Penyedian Tenaga Listrik

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

TESIS JOHAN JOHANNES PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNIK TRANSPORTASI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

BAB I PENDAHULUAN. Pusat listrik tenaga gas (PLTG) adalah Salah satu jenis pembangkit listrik

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2014 meningkat sebesar 5,91% dibandingkan dengan akhir tahun 2013

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN

Gambar 3.1. Struktur Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik seluruh Indonesia (Statistik Ketenagalistrikan 2014, 2015)

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK

BAB IV ANALISIS DATA LAPANGAN. Ananlisi ini menjadi salah satu sarana untuk mencari ilmu yang tidak

SEMINAR ELEKTRIFIKASI MASA DEPAN DI INDONESIA. Dr. Setiyono Depok, 26 Januari 2015

1. Apa keunggulan dari PT. PLN Batu Bara? 2. Mengapa keunggulan perusahaan dijadikan sebuah kekuatan di perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada sebuah peralatan atau mesin berputar (rotary machine) sudah pasti terdapat

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

Laporan Hasil Survey PLTU Sanggau 2 x 7 MW KALBAR

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.1

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

PLTU (PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP)

Abstract. Key words: risk management, hedging, futures

BAB I 1. PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. generator. Steam yang dibangkitkan ini berasal dari perubahan fase air

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ahmad Ragana Yudha, 2014 Optimalisasi Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air Berskala Pico Hydro

ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL. Oleh :

Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam Asam650 MW 10 Unit DalamRangkaInterkoneksi Kalimantan - Jawa. OLEH : Gilang Velano

I. PENDAHULUAN. menghasilkan energi listrik. Beberapa pembangkit listrik bertenaga panas

MODUL 5A PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU)

BAB I PENDAHULUAN MW yang termasuk dalam Fast Track Program (FTP) tahap 1, dimana

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi listrik tersebut terus dikembangkan. Kepala Satuan

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Kata Kunci : PLTMH, Sudut Nozzle, Debit Air, Torsi, Efisiensi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

WAHYU HENDRO UTOMO D

BAB I PENDAHULUAN. produksi energi nasional, dimana menurut data Departemen Energi dan Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kelayakan..., Arde NugrohoKristianto, FE UI, Universitas Indonesia

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

PT LEYAND INTERNATIONAL Tbk PUBLIC EXPOSE. KAMIS, 25 Juni 2015 Hall B, Panin Building Lt. 4 Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Potensi Sumber Daya Energi Fosil [1]

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. khusus dalam bidang engineering. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

transportasi yang tidak dapat dipastikan membuat perusahaan khawatir akan mengalami kehabisan stok raw coal. Hal ini menyebabkan perusahaan memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini, pemenuhan pelayanan berkualitas bagi perusahaan kemudian tidak jarang

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Benda ini biasanya berwarna hitam, dan kadang berwarna coklat tua.

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, persaingan bisnis semakin ketat menuntut setiap

Bab PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

SENSITIVITAS ANALISIS POTENSI PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK RENEWABLE UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya demikian juga perkembangannya, bukan hanya untuk kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sebuah negara besar yang sedang berkembang, konsumsi energi di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, termasuk konsumsi energi listrik. Berdasarkan data dari PLN (2014), rata-rata kebutuhan penggunaan listrik di Indonesia tiap tahun meningkat 7,5% dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2010, 2011, dan 2012 saja penjualan listrik oleh PLN selalu mengalami peningkatan yaitu 145,7 TWh, 156,3 TWh, dan 172,2 TWh berturut-turut. Kebutuhan listrik Indonesia yang selalu meningkat dari tahun ke tahun berdasarkan data dari PLN (2014) di atas menjadi tantangan bagi PLN untuk dapat memenuhinya. PLN sebagai perusahaan penyedia listrik utama mengupayakan beberapa cara untuk dapat memproduksi listrik ini, yaitu dengan mengerahkan berbagai jenis pembangkit listrik seperti PLTA, PLTB, PLTD, PLTG, PLTS, PLTU, dan lain sebagainya (PLN, 2014). Dari berbagai macam upaya tersebut, PLN mendapatkan listrik paling besar dari PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Berdasarkan data statistik dari PLN (2014), PLTU menyumbang 15.554 MW (45,47%) dari total kapasitas terpasang PLN, yaitu 34.206 MW. Untuk dapat memproduksi listrik, PLTU memanfaatkan uap panas bertekanan tinggi untuk memutar turbin yang terhubung dengan generator. Dari generator inilah listrik dapat dihasilkan. Sementara itu, untuk mendapatkan uap panas sebagai penggerak turbin, PLTU membutuhkan batubara sebagai bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan air pada bagian boiler PLTU. Batubara merupakan salah satu jenis sumber daya yang paling banyak tersedia di dunia. Persediaan total dari berbagai macam batu bara yang ada mencapai 990 miliar ton atau setara dengan 150 tahun konsumsi global (BGR, 2009). Jumlah yang besar ini pun didukung dengan sifat batubara yang merupakan bahan bakar yang siap guna. Selain itu, batubara juga dapat ditemukan di berbagai 1

2 tempat di seluruh dunia. Keadaan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan komoditas ini sebagai sumber energi. Berbagai jenis batubara yang ada membuat pihak-pihak tersebut memiliki banyak pilihan untuk digunakan. Akan tetapi, dari berbagai jenis batubara yang ada, masing-masing memiliki kandungan kalori atau nilai panas yang berbeda-beda. Secara logis, semakin tinggi kandungan kalori yang dimiliki batubara akan semakin baik untuk digunakan. Akan tetapi, semakin tinggi kandungan kalorinya, maka harga batubara tersebut juga akan semakin tinggi. Masalah pemilihan jenis batubara yang tepat terjadi pada penggunaan batubara untuk PLTU di Indonesia. Masing-masing PLTU memiliki kebutuhan tersendiri terhadap jenis batubara yang akan digunakan. Hal ini disesuaikan dengan jenis mesin, daya dan kapasitas dari masing-masing PLTU. Kebutuhan listrik yang meningkat juga menyebabkan peningkatan kebutuhan batubara bagi masing-masing PLTU. Pada tahun 2005, PLTU di Indonesia hanya mengonsumsi 16,9 juta ton batubara untuk proses pembangkitan, tetapi meningkat menjadi 39,6 juta ton pada tahun 2013 (PLN, 2014). Hasilnya, masing-masing PLTU akan mencoba untuk menjaga stok batubara pada posisi aman sebagai upaya untuk terus bisa memproduksi listrik. Selain keunikan masing-masing PLTU, kondisi geografis Indonesia yang berbentuk negara kepulauan menjadi tantangan terkait pemilihan batubara. Di Indonesia, produsen atau tambang batubara kebanyakan ditemukan di wilayah Kalimantan dan Sumatra. Sementara itu, lokasi PLTU yang ada di Indonesia tersebar di berbagai wilayah atau pulau di Indonesia. Berdasarkan kenyataan ini, proses penyaluran batubara dari pemasok ke PLTU harus dilakukan bukan hanya melalui jalur darat, tetapi juga jalur laut. Perjalanan melalui jalur laut dianggap lebih tidak stabil jika dibandingkan dengan perjalanan melalui jalur darat. Selain faktor stabilitas lingkungan atau faktor cuaca, faktor biaya transportasi juga menjadi masalah lain. Oleh karenanya, perencanaan alokasi yang tepat serta penjadwalan pengiriman batubara ke PLTU menjadi hal yang krusial untuk dapat mempertahankan keberlangsungan produksi listrik di Indonesia.

3 Perencanaan supply chain batubara ke PLTU menjadi hal krusial ketika dihubungkan dengan keberlangsungan operasi yang efisien. Perencanaan yang buruk akan membawa dampak yang buruk pula bagi keberlangsungan proses pembangkitan listrik. Contohnya, di India ada 38 pembangkit listrik yang hanya memiliki stok batubara untuk 7 hari operasi dan 20 di antaranya hanya memiliki stok batubara untuk dari 4 hari operasi (CEA, 2014). Bila terjadi keterlambatan supply selama lebih dari batas waktu ini, maka otomatis produksi listrik akan terhenti. Berkaitan dengan keadaan pengiriman di Indonesia yang harus melalui laut, resiko keterlambatan menjadi semakin besar bila tidak direncanakan dengan baik. PLTU Tanjung Jati B pernah menghentikan satu unit pembangkitnya karena supply batubara terlambat pada Desember 2007. Setelahnya, giliran PLTU Cilacap yang berhenti beroperasi pada Januari 2008 (Kompas, 2008). Penelitian mengenai masalah ini sebelumnya pernah dilakukan oleh Kurniawan (2015). Akan tetapi, pada penelitian tersebut cakupan penelitian hanya mampu menangani 30 PLTU dan 10 pemasoks. Jika dibandingkan dengan kebutuhan listrik Indonesia sekarang dan jumlah PLTU serta pemasok yang lebih banyak, maka pengembangan penelitian ini perlu dilakukan untuk memperoleh hasil yang aktual. Selain itu, pada penelitian Kurniawan ini, spesifikasi nilai kalor batubara yang dibutuhkan masing-masing PLTU hanya dibagi menjadi kelompok tinggi, rendah dan sedang. Padahal pada kenyataanya, nilai kalor batubara yang dibutuhkan oleh masing-masing PLTU adalah spesifik. Pengembangan model yang lebih aktual mengenai pengaturan alokasi dan distribusi batubara menuju PLTU di Indonesia penting dilakukan. Selain untuk mendapat hasil alokasi dan distribusi yang paling optimal, model yang baru bisa digunakan untuk merencanakan proses supply chain batubara ke PLTU dengan lebih baik untuk menjamin keberlangsungan pembangkitan listrik Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, diperlukan adanya model perhitungan baru yang mampu digunakan untuk menentukan alokasi dan distribusi batubara yang optimal dan efisien serta aktual dari pemasok yang ada menuju berbagai

4 PLTU yang ada di seluruh Indonesia, dengan mempertimbangkan cuaca sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pengiriman. 1.3 Asumsi dan Batasan Masalah 1.3.1 Asumsi 1. Tidak ada pembatalan kontrak dari kedua belah pihak menyangkut transaksi batubara yang ada. 2. Moda transportasi yang digunakan tidak akan mengalami kerusakan yang menyebabkan kegagalan beroperasi. 3. Biaya transportasi di darat sudah termasuk dalam biaya batubara, sementara biaya transportasi di laut dihitung berdasarkan jarak. 4. Semua batubara yang dikirim pemasok akan diterima oleh PLTU tanpa mempertimbangkan penurunan nilai kalori selama pengiriman. 1.3.2 Batasan Masalah 1. Penelitian hanya mencakup pengalokasian dan pendistribusian dari pelabuhan pemasok menuju pelabuhan PLTU. 2. Segala bentuk perancangan, negosiasi, dan pembuatan kontrak kerjasama antara pemasok dengan PLTU, pelabuhan, dan kontrol kualitas batubara yang ada tidak termasuk dalam lingkup penelitian. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan model alokasi dan distribusi batubara yang optimal untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Indonesia. 2. Mengetahui alokasi batubara dari masing masing pemasok serta mendapatkan jadwal pengiriman yang tepat. 1.5 Manfaat Penelitian Menekan biaya pengadaan batubara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap dengan mengetahui alokasi pembelian batubara yang optimal serta menjamin

5 kelangsungan proses pembangkitan listrik dengan penjadwalan distribusi yang efisien.