Pembelajaran Kontekstual Sebagai Upaya Mengatasi Kesulitan Siswa Kelas V SD Laboratorium Unesa dalam Memahami Materi Panas

dokumen-dokumen yang mirip
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI INTERAKSI ANTAR FAKTOR-FAKTOR FISIK DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN MOTOR LISTRIK

IMPLEMENTASI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PKn SISWA DI SEKOLAH DASAR. Oleh. Arif Firmansyah*

Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa Melalui Model

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR FISIKA MENGGUNAKAN MODEL INKUIRI DI SMP

PENERAPAN PENDEKATAN CTL DENGAN METODE EKSPERIMEN DALAM PENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA TENTANG GAYA KELAS IV SD NEGERI 2 PANJER

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS IV SDN 9 TANJUNG

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SUB MATERI KETELADANAN ROSULULLAH SAW PERIODE MEKAH. Oon Rehaeni.

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PELAJARAN IPA DENGAN METODE DEMONSTRASI BERBANTU MEDIA GAMBAR PADA KELAS IV SDN LOMPIO. Oleh.

IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN MEDIA LINGKUNGAN SEKITAR UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SAINS (IPA) DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

Samriani. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Tema Lingkungan di Kelas 1 SD Negeri 10 Tolitoli

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN MEDIA MUATAN DALAM PENINGKATAN

Oleh: Gunawan Guru SMP Negeri 1 Raha Kabupaten Muna

Meningkatkan Pemahaman Konsep Perubahan Wujud Benda Pada Siswa Kelas IV SDN 3 Siwalempu Melalui Pendekatan

IMPLEMENTASI PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA DI SEKOLAH DASAR

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SUB MATERI KETELADANAN ROSULULLAH SAW PERIODE MEKAH. Oon Rehaeni.

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVELOPMENT

UPAYA MENINGKATKAN HASIL PEMBELAJARAN IPA TERPADU DENGAN METODE EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS VIII-1 SMP NEGERI 8 TEBING TINGGI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas

ilmiah serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan yang Maha Esa perlu ditanamkan kepada siswa. Hal tersebut dapat tercapai salah

PENGGUNAAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN MEDIA BENDA KONKRET

Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tumbuhan Hijau di Kelas V SDN 3 Tolitoli

ARTIKEL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Matematika. Oleh: SASMITASARI E1R

Riwa Giyantra *) Armis, Putri Yuanita **) Kampus UR Jl. Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru, Pekanbaru

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dirancang dengan menggunakan metode penelitian tindakan

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Hannaning dkk : Penerapan pembelajaran Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Kemampuan

Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Gaya Magnet di Kelas V SDN 2 Labuan Lobo Toli-Toli

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Oleh: Asih Pressilia Resy Armis Zuhri D ABSTRACT

PENERAPAN MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN MEDIA KONKRET


PEGGUNAAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS III SD NEGERI TANJUNGREJO TAHUN AJARAN 2012/2013

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENDEKATAN CTL DI KELAS V SD INPRES 03 TERPENCIL BAINA A

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENENTUKAN NILAI TEMPAT (RATUSAN, PULUHAN, DAN SATUAN) DENGAN COOPERATIVE LEARNING

Penerapan Model Pembelajaran CTL

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP MAHASISWA CALON GURU BIOLOGI

PENERAPAN MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMP

PENGGUNAAN TIPE STAD DENGAN MEDIA FLIP CHART DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

J. Pijar MIPA, Vol. X No.1, Maret 2015: ISSN (Cetak) ISSN (Online)

Unesa Journal of Chemical Education Vol. 2, No. 2, pp May 2013 ISSN:

MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA TEMA LINGKUNGAN DI KELAS II SDN 2 TALISE

Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPA Dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Di Kelas III Sekolah Dasar

Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Melalui Model Siklus Belajar Dengan Pemanfaatan Lingkungan Alam Sekitar Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 9 Ampana

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Konseling dan Pendidikan

PENERAPAN METODE INKUIRI DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

RUSMI HARTATIK SMP Negeri 1 Sumberrejo Bojonegoro

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA DENGAN METODE PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY) Imam Rosyidi SDN Paciran I, Kecamatan Paciran, Kab.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No. 2, pp , May 2015

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM MATERI PENGHANTAR PANAS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS VI SDN JAMBUWER 02 KAB

Oleh : SUGIYATMI NIM. A54A100088

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. eksperimen dapat dideskripsikan sebagai berikut.

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN MEDIA BENDA KONKRET DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS III SDN 3 PANJER

Diterima 13 November 2006, Disetujui 10 Januari 2006

Wahyu Eko Saputro 1), Siti Istiyati 2), Peduk Rintayati 3) PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jalan Slamet Riyadi 449 Surakarta

LINGKUNGAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR KELAS IV SD N BALANGAN II

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD N SABDODADI KEYONGAN

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *)

Jasmanyah76.wordpress.com

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GLOBALISASI DI KELAS IV SDN NO.

Rusdel Syam, Rini Dian Anggraini, Jalinus No. HP.

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Model Kooperatif Learning Tipe STAD di Kelas 3 SD Inpres 1 Siney

PENGGUNAAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV MATERI BANGUN RUANG

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-3 SMAN 2 Kalianda semester

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Panjang Selatan Kecamatan Panjang

Premiere Educandum Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran

Raihan SD Negeri 007 Bagan Besar

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL POE (PREDICTION, OBSERVATION AND EXPLANATION) Oleh: Sholikhan

BAB III METODE PENELITIAN

Sutarno Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan PMIPA FKIP UNIB ABSTRAK

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AJAR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBATALKAN SHALAT

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Deskripsi Data Pelaksanaan Tindakan Siklus I Perencanaan Pada tahap

PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IV SD. 1 Mahasiswa PGSD FKIP UNS 2,3 Dosen PGSD FKIP UNS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS II SDN SIDOTOPO WETAN I SURABAYA

PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN KOGNITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM TATANAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI PADA SISWA SMPN 6 PEKANBARU

PENINGKATAN KEMANDIRIAN MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA PADA MATA KULIAH MEKANIKA MELALUI METODE RECIPROCAL TEACHING

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Pendekatan Contekstual Teaching Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV SDN Santigi

Penerapan Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Sifat Benda Bagi Siswa Kelas IV di SD Alkhairat Bale

Penerapan Integrasi Model Pembelajaran Group Investigation (Gi) dan Inkuiri Terbimbing Berbasis Lesson Study

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI UPW SMK NEGERI 1 JEMBER MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

MODEL KOOPERATIF MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS BELAJAR IPS SISWA KELAS IV

PENERAPAN METODE INKUIRI DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Pacet Kecamatan Reban Kabupaten

PENINGKATAN KREATIVITAS MAHASISWA PADA MATA KULIAH MENGGAMBAR CAD

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKN SISWA

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Transkripsi:

Pembelajaran Kontekstual Sebagai Upaya Mengatasi Kesulitan Siswa Kelas V SD Laboratorium Unesa dalam Memahami Materi Panas Suryanti*, Wahono Widodo** dan Abdul Rokhim*** Abstrak: Tujuan penelitian tindakan kelas untuk mengetahui apakah pembelajaran kontekstual dapat membantu mengatasi kesulitan siswa kelas V SD dalam memahami materi panas, dan untuk mengetahui hambatan dalam pembelajaran kontekstual. Penelitian ini menggunakan alur perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi untuk setiap siklusnya. Berdasarkan data selama dua siklus dan matriks orang-butir skor hasil tes pemahaman konsep materi panas dan perpindahan panas ditemukan bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan faktor utama yang menghambat implementasi pembelajaran kontekstual di kelas adalah guru, yang belum menguasai keterampilan dasar mengajar dan keterampilan dasar pengelolaan pembelajaran. Abstract: This action research aims at knowing whether contextual learning can help fifth grade students to understand heat concepts and finding out the implementation of contextual learning model. The research cycles comprises planning, implementation, observation and reflection. In the planning stage, lesson plans, student activity sheets, assessments and observation instruments were prepared. The finding shows that CTL can improve the students understanding of heat concept and the main constraint of CTL implementation is the teacher s low mastery of teachinglearning skill. Kata kunci: pembelajaran kontekstual, pemahaman konsep panas Berdasarkan hasil diskusi peneliti dengan guru (peneliti mitra), ternyata siswa kelas V SD Laboratorium (SD Lab) Unesa masih kesulitan dalam memahami materi panas. Kesulitan tersebut misalnya siswa belum bisa membedakan antara suhu dengan panas. Sebagai contoh, satu gelas air bersuhu 40 o C jika dipindahkan ke dalam 2 buah gelas, sebagian besar siswa menjawab suhunya menjadi 20 o C. Kesulitan lain yaitu tentang pemahaman konsep pemuaian. Siswa beranggapan bahwa udara dipanaskan akan memuai, namun siswa mengartikan memuai ini seperti halnya kalau dia meniup sebuah balon, yang berarti ada penambahan zat baru lagi. Siswa juga belum bisa membedakan perpindahan kalor secara konduksi dan konveksi. Berdasarkan hasil diskusi dengan guru serta observasi peneliti di kelas guru mitra, yakni kelas V SD Lab UNESA, diperoleh penyebab siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi panas adalah sebagai berikut: 1) pembelajaran yang dilakukan guru mitra masih ceramah dan bersifat verbalistis tanpa adanya suatu percobaan dengan menggunakan alat peraga, sehingga guru sifatnya hanya memberikan informasi saja, 2) dalam memulai pelajaran guru kurang dapat memotivasi siswa sehingga siswa tertarik *Dosen PGSD FIP UNESA, **Dosen TIK FT UNESA dan ***Guru SD Lab UNESA 50

mengikuti pelajaran dan menemukan pertanyaan, 3) siswa hanya diminta membaca buku dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam buku, sehingga siswa hanya menghafal, 4) siswa kurang dimotivasi untuk mengaitkan materi panas dalam kehidupan sehari-hari. Melihat penyebab kesulitan seperti tersebut di atas, maka perlu dicari alternatif pemecahannya, baik dari segi alat peraganya dan proses pembelajarannya. Karena penyebab kesulitan yang paling menonjol adalah dalam hal cara guru mengajar, maka alternatif pemecahan yang diambil adalah memperbaiki proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran yang diharapkan harus mencerminkan: 1) siswa menemukan sendiri secara aktif materi (konsep, prinsip, hukum) melalui serangkaian percobaan atau diskusi, 2) pembelajaran diupayakan dimulai dari masalah yang muncul di kehidupan sehari-hari, 3) pembelajaran harus berpusat pada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator, 4) pembelajaran harus menggunakan benda-benda nyata. Menurut terori Piaget perkembangan anak SD masih berada pada tahap operasional konkrit, 5) menggunakan contoh benda-benda yang ada di lingkungan siswa, sehingga hasil belajarnya lebih bermakna dan retensinya tahan lama. Model pembelajaran yang sesuai dengan harapan di atas adalah model pembelajaran kontekstual. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan nyata (Blanchard, 2001). Pengajaran kontekstual memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam memecahkan masalah di dunia nyata. The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning (2001) mengidentifikasi terdapat tujuh unsur kunci CTL, yakni inkuiri, bertanya, konstruktivis, masyarakat belajar, penilaian otentik, refleksi, dan pemodelan. Berbagai penelitian berkaitan dengan CTL di Indonesia telah dilakukan. Penelitian Widodo (2002) dan Nur, dkk (2002) memperlihatkan pembelajaran kontekstual menunjukkan hasil yang positif dalam hal ketuntasan belajar dan aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa seperti mengajukan pertanyaan, berdiskusi antarsiswa dan guru serta bekerja dalam kelompok. Menurut Rustana (2002), pengalaman negara lain menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual mampu meningkatkan minat dan potensi belajar IPA pada saat mereka dibantu untuk membangun keterkaitan informasi baru dengan pengalaman yang telah mereka miliki. Keikutsertaan siswa di dalam tugas-tugas sekolah meningkat secara signifikan pada saat mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari berbagai konsep dan bagaimana konsep tersebut dapat digunakan dalam kelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran kontekstual dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan siswa kelas V SD Lab dalam memahami materi panas, serta untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan model pembelajaran kontekstual. Metode Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SD Lab UNESA Kota Surabaya, pada semester II dan melibatkan 3 peneliti yang terdiri atas satu orang guru kelas V dan dua orang dosen, dan 27 orang siswa kelas V. 51

Penelitian ini mengikuti siklus perencanaan tindakan, implementasi, observasi, dan refleksi sesuai dengan alur penelitian tindakan kelas oleh Kemmis dan Taggart (dalam Kasbolah, 1999) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1. Dalam tahap perencanaan, kegiatan yang dilakukan meliputi menyusun Rancangan Pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual, mengembangkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan media pembelajaran, menyusun Lembar Pengamatan Aktivitas Guru dan Siswa dan Lembar Pengamatan Kesesuaian Pembelajaran dengan Rencana Pembelajaran (RP) yang dibuat, membuat angket untuk mengetahui bagaimana respon siswa dan guru setelah pembelajaran kontekstual, serta membuat Lembar Penilaian Kinerja dan Tes Hasil Belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Gambar 1 Alur penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini Selama melakukan tindakan di kelas dilakukan observasi oleh peneliti tentang aktivitas guru dan siswa dengan menggunakan Lembar Pengamatan Akvitas Guru dan Siswa kesesuaian pembelajaran dengan Rencana pembelajaran. Selain itu juga diamati bagaimana kemampuan siswa dalam memahami panas dengan melakukan penilaian kinerja. Setelah semua data terkumpul dan dianalisis baik aktivitas guru, aktivitas siswa, kesesuaian pembelajaran dengan RP, dan tes kinerja siswa, selanjutnya dilakukan diskusi antara peneliti dan guru (peneliti mitra) mengenai pelaksanaan pembelajaran, hambatanhambatan yang muncul serta bagaimana kemampuan siswa dalam memahami materi 52

panas. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Data aktivitas siswa dan guru serta respon siswa dianalisis dengan persentase. Pembelajaran kontekstual ini dikatakan berhasil mengatasi kesulitan siswa dalam memahami materi panas jika paling tidak 85% siswa mencapai tuntas belajarnya (dikatakan tuntas jika nilainya 75), aktivitas berpusat pada siswa, dan guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario dalam Rencana Pembelajaran. Hasil dan Pembahasan Siklus I 1. Perencanaan kegiatan Berdasarkan hipotesis tindakan yang diajukan, dilakukan diskusi antara peneliti dengan peneliti mitra untuk menyusun skenario pembelajaran dalam bentuk Rencana Pembelajaran (RP) dengan model pembelajaran kontekstual. RP dirancang untuk setiap tatap muka, berisi judul dan identitas, tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, alat dan bahan, serta evaluasi. Sesuai dengan pilar-pilar pembelajaran kontekstual, maka RP dirancang agar siswa melakukan kegiatan belajar sesuai dengan tahapan inkuiri dan bertanya, yakni pengamatan awal, merumuskan masalah, merancang dan melaksanakan eksperimen untuk mengumpulkan data, serta menganalisis data untuk menjawab masalah tersebut. Pilar learning community diwadahi di dalam RP dengan cara merancang pembelajaran dengan model kooperatif. Konstruktivisme dijabarkan di dalam RP dengan memberikan kegiatan awal (hands on dan minds on activity) sebagai langkah awal siswa merekonstruksi pengetahuan di dalam otaknya, dilanjutkan dengan kegiatan lanjutan dan diskusi untuk memperkuat dan memperluas pengetahuan yang berhasil dikonstruksi siswa, scaffolding dilakukan pada saat perumusan masalah dan langkah eksperimen. Pada siklus ini disusun RP untuk tiga tatap muka, yakni RP 11.1: Panas dan Pengaruhnya pada Benda, RP 11.2: Pemuaian Zat Gas, dan RP 11.3: Pemuaian Zat Cair. Berdasarkan RP yang disusun, selanjutnya dilakukan penyusunan LKS. Pada tahap awal penyusunan, dilakukan diskusi untuk menentukan apakah LKS disusun berbasis inkuiri murni ataukah inkuiri terbimbing. Dalam LKS berbasis inkuiri murni, masalah dan perancangan eksperimen dirumuskan oleh siswa. Sedangkan dalam inkuiri terbimbing, LKS sudah memuat alternatif-alternatif masalah dan alternatif langkah-langkah eksperimen atau pengamatan dan penggiringan inferensi dan penyimpulan. Melalui diskusi akhirnya diputuskan, mengingat tingkat perkembangan intelektual subyek penelitian yang secara umum masih berada pada tahap operasional konkrit, maka diputuskan menggunakan LKS berbasis inkuiri terbimbing. Untuk setiap siklus inkuiri dirancang menggunakan satu LKS, sehingga terdapat 3 LKS untuk 3 tatap muka, yakni LKS 11.01: Panas Berpengaruh pada Benda, LKS 11.02: Pengaruh Panas terhadap Gas, dan LKS 11.03: Pengaruh Panas terhadap Benda Cair. Penilaian kinerja disusun dengan memperhatikan keterampilan siswa yang akan dinilai pada materi pokok panas, yakni keterampilan kerja ilmiah (mengukur suhu dengan menggunakan termometer, keterampilan melakukan eksperimen, membuat tabel data, mengisikan data ke dalam tabel, dan menginferensikan data). Tes hasil belajar terutama digunakan untuk menilai pemahaman konsep siswa pada materi 53

panas. Lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa disusun untuk mengamati aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran secara kooperatif. 2. Pelaksanaan tindakan Pembelajaran pada materi pokok panas dimulai pada hari Sabtu 22 Mei 2004. Bertindak sebagai guru adalah peneliti dari guru kelas Va SD Lab UNESA dibantu oleh satu peneliti. Pengamatan dilakukan oleh dua orang. Jadwal dan jam pelajaran mengikuti jadwal sekolah. 3. Observasi dan evaluasi Observasi meliputi aktivitas guru dan siswa, penilaian kinerja terhadap keterampilan siswa dalam mengukur suhu dengan termometer, dan keterampilan langkah-langkah eksperimen siswa. Selain itu dilakukan observasi terhadap kelebihan dan kekurangan pengelolaan pembelajaran guru. Observasi terhadap keterampilan siswa dan tes pemahaman konsep digunakan sebagai bahan evaluasi untuk refleksi baik terhadap proses pembelajaran dan hasil pembelajaran (pemahaman konsep). Hasil pengamatan observasi terhadap kelebihan dan kekurangan pengelolaan pembelajaran guru berupa catatan, ditunjukkan dalam Tabel 1. RP RP 11.1 RP 11.2 RP11.3 Tabel 1. Catatan Hasil Pengamatan Siklus I CATATAN Pemotivasian guru masih kurang Pengiriman terhadap masalah Manajemen papan tulis Pemodelan penggunaan termometer: bagus Modelkan cara membuat grafik Mana presentasi siswa? Mana yang akan ditulis siswa? Presentasi oleh siswa masih terlalu didominan guru Sebaiknya segera setelah kegiatan alat dikumpulkan. Manajemen papan tulis Mana yang akan ditulis siswa? Kurang memberikan kesempatan pengamatan saat pengamatan awal Saat kerja kelompok, seharusnya tidak ada instruksi secara klasikal Dorongan kelompok untuk bekerjasama menyelesaikan tugas 4. Analisis dan refleksi Berdasarkan rerata hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran oleh guru seperti ditunjukkan dalam Tabel 2, diperoleh bahwa guru telah cukup baik dalam hal mengkaitkan pelajaran dengan pengetahuan awal siswa, menyampaikan tujuan, memotivasi siswa, mengorganisasikan siswa dalam kelompok, membuat pembelajaran lebih menarik (siswa antusias). Namun guru masih kurang dalam hal memotivasi siswa, membimbing kelompok, dan merangkum, serta guru tidak baik dalam hal membimbing diskusi dan memberikan penekanan/perluasan konsep. Tabel 2. Rerata Skor Pengelolaan Pembelajaran Guru Siklus I No. Aspek Yang Diamati Rerata Penilaian 1. Mengaitkan materi dengan pengetahuan awal 2,7 (cukup) 2. Menyampaikan tujuan 3 (cukup) 54

3. Memotivasi siswa 2 (kurang) 4. Memodelkan 3,3 (cukup) 5. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok 3 (cukup) 6. Membimbing kelompok 2 (kurang) 7. Membimbing diskusi dan penekanan/perluasan 1 (tidak baik) 8. Membimbing merangkum 2 (cukup) 9. Siswa antusias 4 (baik) 10. Guru antusias 3,7 (baik) 11. Waktu sesuai alokasi 3 (cukup) 12. KBM sesuai skenario 3 (cukup) Berdasarkan observasi terhadap aktivitas siswa dalam kelompok, diperoleh frekuensi munculnya aktivitas kooperatif seperti ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Total Frekuensi Munculnya Aktivitas Kooperatif Siklus I No. Aktivitas Kooperatif Siswa Frekuensi Persentase (terhadap waktu kerja kelompok) 1. Mengajukan pertanyaan 4 16,7 2. Menjawab pertanyaan/menanggapi 2 4,1 3. Menyampaikan ide/pendapat 1 1,7 4. Mendengarkan dengan aktif 9 37 Tabel 3 memperlihatkan, bahwa selain aktivitas mengerjakan tugas dalam kelompok, ternyata di dalam kelompok yang diamati telah menunjukkan adanya aktivitas kooperatif, dengan aktivitas yang menonjol mendengarkan pertanyaan, jawaban, atau ide teman lain. Aktivitas yang masih kurang menonjol adalah menyampaikan ide/pendapat, dan aktivitas ini seharusnya dapat ditingkatkan pada siklus selanjutnya. Berdasarkan hasil observasi terhadap keterampilan siswa dalam mengukur suhu dengan termometer, ternyata melalui pembelajaran ini (pemodelan) seluruh siswa dapat mengukur suhu dengan termometer. Sedangkan observasi terhadap keterampilan siswa dalam kerja ilmiah ternyata siswa masih belum berhasil dengan baik membuat grafik (dapat dilihat pada Tabel 1). Berdasarkan matriks orang-butir skor hasil tes pemahaman konsep materi panas, dapat diketahui bahwa seluruh butir soal dapat dituntaskan oleh siswa (lebih dari 85% siswa yang nilainya lebih dari atau sama dengan 75). Namun terdapat 2 siswa yang memiliki skor di bawah skor ketuntasan. Bila butir soal dicermati, ternyata kedua siswa tersebut belum tuntas pada aspek perubahan wujud zat. Sedangkan nilai rerata siswa untuk materi panas sebesar 82. Refleksi dilakukan setelah kegiatan pembelajaran, dan setelah dilakukan analisis data. Refleksi terutama difokuskan pada pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru, yang digunakan untuk perbaikan pada kegiatan pembelajaran selanjutnya, sedangkan refleksi setelah analisis data digunakan untuk mengetahui apakah hipotesis tindakan dapat diterima, serta perbaikan-perbaikan apakah yang dapat dilakukan. Hasil analisis data memperlihatkan bahwa secara umum siswa telah mengkonstruksi pemahaman konsep panas dengan baik, sehingga dapat diinferensikan bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Selain 55

itu pembelajaran kontekstual dapat menumbuhkan keterampilan siswa dalam mengukur suhu dan keterampilan kerja ilmiah (kecuali membuat grafik). Walaupun demikian, dari sisi pengelolaan pembelajaran masih terdapat aspekaspek yang dapat ditingkatkan, yakni memotivasi siswa, membimbing siswa dalam kelompok, membimbing diskusi dan memberikan kedalaman dan perluasan serta penerapan lanjutan, serta membimbing siswa merangkum hasil belajarnya. Oleh karena itu pada siklus selanjutnya, penelitian lebih difokuskan pada upaya melatih guru untuk melakukan pengelolaan pembelajaran kontekstual, serta melatih siswa dalam hal mengefektifkan kerja (aktivitas) kelompok, dan melatihkan membuat grafik. Siklus II Berdasarkan siklus I diperoleh bahwa hambatan utama penerapan pembelajaran kontekstual terletak pada sisi guru, yakni dalam hal pengelolaan pembelajarannya. Oleh karena itu siklus II dilakukan terutama untuk mendapatkan jawaban yang lebih spesifik tentang masalah yang ketiga, yakni mengidentifikasi hambatan-hambatan penerapan pembelajaran kontekstual di kelas (yang sudah diperoleh dari refleksi siklus I), serta upaya mengatasi hambatan-hambatan itu, di samping tetap digunakan untuk menguji hipotesis tindakan dalam penelitian ini. 1. Perencanaan kegiatan Seperti halnya siklus I, tahap perencanaan siklus II diawali dengan penyusunan RP dan LKS. Sedangkan instrumen observasi telah dihasilkan melalui tahap perencanaan pada siklus I. Siklus II direncanakan pada materi pokok perpindahan panas. RP pada siklus ini adalah RP 11.4: Perpindahan Panas secara Konduksi, RP 11.5: Perpindahan Panas secara Konveksi, dan RP 11.6: Perpindahan Panas secara Radiasi. Sedangkan LKS yang berhasil disusun adalah LKS 11.04: Perpindahan Panas secara Konduksi, LKS 11.5: Perpindahan Panas secara Konveksi, dan LKS 11.6: Perpindahan Panas secara Radiasi. Sebelum dilakukan pelaksanaan tindakan, dilakukan workshop antara peneliti dengan guru mitra untuk mendiskusikan langkah-langkah pengelolaan pembelajaran kontekstual yang lebih efektif, terutama dalam menangani kerja kelompok dan melakukan pembimbingan diskusi dan perluasan, penekanan, dan penerapan konsep. 2. Pelaksanaan tindakan Pembelajaran pada materi pokok perpindahan panas dimulai pada hari Sabtu 2 Juni 2004, dengan komposisi tugas peneliti seperti halnya siklus I. Jadwal dan jam pelajaran mengikuti jadwal sekolah. 3. Observasi dan evaluasi Pada siklus II ini observasi lebih diarahkan kepada kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran kontekstual, dan aktivitas siswa. Sedangkan untuk keperluan menguji hipotesis tindakan, tetap dilakukan tes pemahaman konsep perpindahan energi panas di akhir tindakan. Hasil pengamatan observasi terhadap kelebihan dan kekurangan pengelolaan pembelajaran guru berupa catatan, ditunjukkan dalam Tabel 4. RP RP11.4 Tabel 4. Catatan Hasil Pengamatan Siklus II CATATAN Ada penekanan makna belajar secara kooperatif Ada peringatan tentang bahaya api 56

RP11.5 RP11.6 Ada kelompok yang ramai, pekerjaan tidak selesai, tidak dilakukan Treatment terhadap kelompok tersebut. Ada pembahasan mengapa hasil tiap-tiap kelompok berbeda Ada dorongan untuk mengemukakan pendapat dan bertanya Diskusi berjalan dan guru sebagai fasilisator Siswa antusias melihat demo, banyak pertanyaan yang dilontarkan siswa. Pengamatan dilakukan di luar ruangan: bagus 4. Analisis dan refleksi Berdasarkan rerata hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran kooperatif oleh guru seperti ditunjukkan dalam Tabel 5, diperoleh bahwa terdapat peningkatan pengelolaan pembelajaran kontekstual yang dilakukan guru dibandingkan siklus I. Tabel 5. Rerata Skor Pengelolaan Pembelajaran Guru Siklus II No Aspek yang Diamati Rerata Penilaian 1 Mengkaitkan materi dengan pengetahuan awal 3,7 (baik) 2 Menyampaikan tujuan 3 (cukup) 3 Memotivasi siswa 3 (cukup) 4 Memodelkan 3,3 (cukup) 5 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok 3,3 (cukup) 6 Membimbing kelompok 4 (baik) 7 Membimbing diskusi dan penekanan/perluasan 2,7 (cukup) 8 Membimbing merangkum 2 (cukup) 9 Siswa antusias 4 (baik) 10 Guru antusias 4 (baik) 11 Waktu sesuai alokasi 2,7 (cukup) 12 KBM sesuai skenario 3 (cukup) Berdasarkan observasi terhadap aktivitas siswa dalam kelompok, diperoleh frekuensi munculnya aktivitas kooperatif seperti ditunjukkan dalam Tabel 6, yang memperlihatkan, bahwa selain aktivitas mengerjakan tugas dalam kelompok, ternyata aktivitas kooperatif yang menonjol adalah mendengarkan pertanyaan, jawaban, atau ide teman lain. Aktivitas yang pada siklus I kurang menonjol, yakni menyampaikan ide/pendapat, pada siklus II meningkat. Tabel 6. Total Frekuensi Munculnya Aktivitas Kooperatif Siklus II No. Aktivitas Kooperatif Siswa Frekuensi Persentase (terhadap waktu kerja kelompok) 1. Mengajukan pertanyaan 2 10 2. Menjawab pertanyaan/menanggapi 3 15 3. Menyampaikan ide/pendapat 3 15 4. Mendengarkan dengan aktif 7 35 57

Berdasarkan matriks orang-butir skor hasil tes pemahaman konsep materi perpindahan panas, dapat diketahui bahwa seluruh butir soal dapat dituntaskan oleh siswa (lebih dari 85% siswa yang tuntas, atau nilainya lebih dari atau sama dengan 75). Namun jika dilihat ketuntasan pemahaman siswa, ternyata terdapat 1 siswa yang tidak tuntas, dan jika ditelusuri ternyata siswa tersebut belum mampu menggambarkan aliran konveksi dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan nilai rerata siswa dalam penguasaan materi perpindahan panas sebesar 85. Hasil analisis data memperlihatkan bahwa secara umum siswa telah mengkonstruksi pemahaman konsep panas dengan baik, sehingga dapat diinferensikan bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Berdasarkan refleksi siklus I dan perbaikan yang dilakukan pada siklus II, dapat diinferensikan bahwa faktor utama yang dapat menjadi penghambat implementasi pembelajaran kontekstual di kelas adalah guru itu sendiri, yang belum menguasai sejumlah keterampilan dasar mengajar dan keterampilan dasar pengelolaan pembelajaran (terutama dalam setting kelompok kooperatif). Berdasarkan hasil analisis data pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada Siklus I diperoleh bahwa guru telah cukup baik dalam hal mengkaitkan pelajaran dengan pengetahuan awal siswa, menyampaikan tujuan, memotivasi siswa, mengorganisasikan siswa dalam kelompok, membuat pembelajaran lebih menarik (siswa antusias). Namun guru masih kurang dalam hal memotivasi siswa, membimbing kelompok, dan merangkum, serta guru tidak baik dalam hal membimbing diskusi dan memberikan penekanan/perluasan konsep. Pengelolaan pembelajaran kooperatif pada Siklus II menunjukkan bahwa kekurangan yang ada dalam Siklus I sudah teratasi. Pengelolaan pembelajaran yang sudah baik ini ternyata relevan dengan pengamatan aktivitas siswa dalam kelas dan penguasaan konsep siswa. Berdasarkan hasil observasi pada Siklus I terhadap keterampilan siswa dalam mengukur suhu dengan termometer, ternyata melalui pembelajaran ini (pemodelan) seluruh siswa dapat mengukur suhu dengan termometer. Sedangkan observasi terhadap keterampilan siswa dalam kerja ilmiah ternyata siswa masih belum berhasil dengan baik membuat grafik. Berdasarkan matriks orang-butir skor hasil tes pemahaman konsep materi panas dapat diketahui bahwa seluruh butir soal dapat dituntaskan oleh siswa. Pada Siklus II aktivitas mengerjakan tugas dalam kelompok dan menyampaikan pendapat/ide sudah baik, sedangkan aktivitas kooperatif yang menonjol adalah mendengarkan pertanyaan, jawaban, atau ide teman lain. Berdasarkan matriks orang-butir skor hasil tes pemahaman konsep materi perpindahan panas dapat diketahui bahwa seluruh butir soal dapat dituntaskan oleh siswa. Berdasarkan data tersebut dapat diinferensikan bahwa hipotesis tindakan, yang menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual dapat mengatasi kesulitan siswa dalam memahami materi panas, diterima. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa secara umum telah mengkonstruksi pemahaman konsep panas dengan baik, sehingga dapat diinferensikan bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Hasil penelitian ini ternyata sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2002) dan Nur (2002) bahwa pembelajaran kontekstual mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu pilar utama pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme. Dengan diterimanya hipotesis tindakan ini, maka hasil ini konsisten dengan pernyataan Slavin (1994), yaitu agar siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, 58

mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Melalui penelitian ini ditemukan pula, bahwa salah satu hambatan pelaksanaan pembelajaran kontekstual di SD adalah kurangnya kemampuan guru, terutama dalam hal keterampilan dasar mengajar dan pengelolaan pembelajaran dengan setting kooperatif. Temuan ini ternyata juga sejalan dengan studi yang dilakukan Blazely (1997, dalam Depdiknas, 2002), yakni pembelajaran yang dilakukan guru cenderung textbook oriented dan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa cenderung menghapal. Suryanti (2001) dalam penelitiannya tentang penerapan bahan ajar IPA SD berbasis keterampilan proses menemukan bahwa guru ternyata juga belum terbiasa mengajar IPA sesuai dengan hakikat IPA. Walidjo dkk, (1996) dalam penelitiannya tentang kemampuan keterampilan proses guru IPA SD, menunjukkan bahwa kemampuan guru untuk mengontrol variabel dan melakukan eksperimen masih rendah. Temuan ini sesuai pula dengan pendapat Semiawan (dalam Hastuti, 1997) bahwa kualitas guru SD masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Weber (1999) bahwa KBM IPA SD tidak terstruktur, tidak ada kegiatan, guru banyak ceramah, dan proses pengembangan keterampilan dan pengamatan siswa kurang. Ini menunjukkan bahwa KBM IPA di SD berpusat pada guru, bukan pada siswa. Kenyataan ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan Dirjen Dikdasmen Indra Djati Sidi (2002) bahwa mutu guru masih harus ditingkatkan. Menurut Ki Supriyoko (2002) walaupun ruang belajar amat sederhana, peralatan praktik kurang lengkap, laboratorium dan perpustakaan mengenaskan, tetapi bila gurunya baik maka harapan untuk peningkatan mutu pendidikan masih ada. Untuk mengatasi kelemahan guru tersebut sebaiknya diadakan pelatihan tentang penguasaan keterampilan mengajar dan pemahaman konsep IPA bagi guru-guru SD secara periodik, misalnya dengan memberdayakan Kelompok Kerja Guru (KKG) di tiap gugus sekolah. Agar guru-guru mau melaksanakan pembelajaran dengan baik tentunya perlu adanya pengawasan pelaksanaan pembelajaran di kelas secara ketat oleh pengawas. Simpulan dan Saran Berdasarkan analisis data penelitian tindakan kelas ini maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam memahami materi pokok panas dapat dilakukan pembelajaran kontekstual dengan pendekatan inkuiri dengan setting kelompok kooperatif. Model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan aktivitas siswa di kelas dalam hal bertanya, mengemukakan pendapat/ide serta mendengarkan dengan aktif. Selain itu juga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pokok panas. Hambatan yang ditemui selama penerapan pembelajaran kontekstual di kelas adalah guru itu sendiri, yang belum menguasai sejumlah keterampilan dasar mengajar dan keterampilan dasar pengelolaan pembelajaran (terutama dalam setting kelompok kooperatif). Sesuai hasil temuan pada penelitian ini maka direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan pemahaman siswa dapat diterapkan pada materi pokok lain yang mempunyai karakteristik yang sama dengan materi pokok kalor. Pembelajaran kontekstual ini dapat diterapkan pada sekolah yang mempunyai karakteristik yang sama dengan sekolah ujicoba. 59

Daftar Acuan Blazely, Lloyd D., dkk. 1997. Science Study. Jakarta: The Japan Grant Foundation. Blanchard, Alan. 2001. Contextual Teaching and Learning. B.E.S.T., USA. Hastuti P. H., Sri. 1997. Bunga-bunga Rampai Berbagai Masalah Kependidikan. Jakarta: Konsursium Ilmu Pendidikan. Indra Djati Sidi. 2002. Tahun 2003, Pemerintah Rektrut 190.714 Guru Kontrak. WWW.Depdiknas.go.id. Kasbolah, Kasihani. 1999. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru Sains. Makalah disajikan dalam Pelatihan Guru Sains dengan Pendekatan STM. Malang, 12-15 Juli 1999.. Ki Supriyoko. 2002. Pendidikan Tanpa Guru Bermutu. WWW.Kompas.com. Nur, Mohamad, dkk. 2002. Laporan Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kontekstual untuk MIPA bagi Siswa SLTP. Laporan penelitian tidak dipublikasikan. Rustana, Cecep E. 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual. Jakarta: Dirjen Dikdasmen. Slavin, Robert E. 1994. Educational Psychology: Theory and Practice Fourth Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publshers. Suryanti. 2001. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA SD Berorientasi PKP untuk Menunjang Pelaksanaan Kurikulum IPA SD. Laporan Penelitian DCRG tahun 2000/2001. University of Washington (College of Education). 2001. Training for Indonesian Education Team in CTL. Seatle: Washington USA. Walidjo, dkk. 1996. Model Pembelajaran IPA SD Berorientasi PKP Dengan Menggunakan Alat Sederhana di Kec. Ngetos dan Sawahan Kab. Nganjuk. IKIP Surabaya: Lembaga Penelitian. Weber, Klaus. 1999. Struktur Pembelajaran IPA dengan Belajar Penemuan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Calon Konsultan SEQIP di Wisma Universitas Terbuka Jakarta tanggal 30 Juni 1999 7 Juli 1999. Widodo, Wahono. 2002. Laporan Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kontekstual untuk MIPA bagi Siswa SLTP Kelas I Cawu 1. Laporan penelitian tidak dipublikasikan. 60

61