Peningkatan Produktivitas Jagung Melalui Pengolahan Tanah dan Kompos Jerami Padi Sesudah Padi di Bayas Jaya Riau Yunizar Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Jl. Kaharuddin Nasution 341 Km.10 Padang Marpoyan Pekanbaru Kotak Pos. 1020, Telp. (0761) 35641,674205,674206 Fax. (0761) 674206; E-mail bptpriau@yahoo.com Abstrak Penelitian lapangan telah diksanakan pada musim hujan 2007 di Desa Bayas Jaya Kabupaten Indragiri Hilir Riau yang tanahnya merupakan lahan pasang surut dengan tipologi lahan potensial, tipe luapan B. Secara Klimatologis lokasi termasuk tipe iklim B1 (Oldeman), dimana 9 bulan berturut -turut merupakan bulan basah (CH > 200 mm) dan kurang sari 3 bulan kering berturut-turut. (CH <100 mm). Penelitian ini bertujuan 1) mendapatkan pengolahan tanah yang tepat untuk jagung sesudah padi pada lahan pasang surut tipe potensial dan 2). mendapatkan takaran kompos jerami padi yang tepat untuk jagung sesudah padi pada lahan pasang surut tipe potensial. Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial dalam Kelompok Acak Kelompok dengan dua faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah sistem pengolahan tanah yang terdiri dari 3 taraf yaitu T1: pemakaian herbisida glifosat dengan takaran 5 l/ha; T2: olah tanah dalam barisan dan T3: olah tanah dalam (20 30cm). Sedangkan untuk Faktor Kedua adalah takaran kompos jerami padi dengan taraf M1: tanpa mulsa M2: 2 ton/ha M3: 4 ton/ha dan M4: 6 ton/ha. Pengamatan meliputi tinggi tanaman, tinggi tongkol, Panjang tongkol, Jumlah baris per tongkol, lingkaran tongkol, bobot 100 biji. Sistem pengolahan tanah berinteraksi dengan takaran jerami terhadap panjang tongkol dan hasil jagung. Hasil jagung tertingi diperoleh dari olah tanah dalam barisan dengan pemberian kompos jerami padi dengan takaran 6 t/ha (5,6 t/ha), sedangkan hasil terendah didapatkan dari olah tanah dalam (20 30 cm) dengan tanpa kompos jerami padi (3,0 t/ha). Kata kunci : Produktivitas, jagung, kompos jerami padi Pendahuluan Upaya memenuhi kebutuhan pangan termasuk jagung nasional dihadapkan pada tantangan besar, yakni kebutuhan yang besar dan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, sementara disisi lain luas lahan pertanian makin terbatas dan kualitasnya makin merosot. Kondisi ini perlu disikapi dengan bijaksana agar lahan yang terbatas tersebut dapat menghasilkan produksi yang tinggi dan kelestariannya tetap terjaga. Hal ini penting karena penggunaan lahan yang makin intensif bila tidak dibarengi dengan penerapan kaedah konservasi akan mendorong terjadinya kerusakan lahan baik kimiawi maupun fisik yang pada gilirannya akan mengakibatkan penurunan daya dukung dan produktifitasnya. Sebagai salah satu bagian dari sistem ketahanan pangan, sub sektor tanaman pangan memiliki peranan yang sangat penting dalam sub sistem produksi/penyediaan bahan pangan. Produksi bahan pangan domestik telah menunjang sebahagian besar penyediaan berbagai kebutuhan pangan nasional. Bahkan untuk komoditas beras yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, telah mampu berswasembada sejak tahun 1984 214
(beras) walaupun dalam perjalanannya terutama pada dekade-dekade tahun-tahun terakhir (sejak tahun 1993) mengalami fluktuasi dan defisit lagi. Selain beras komoditi pangan lainnya seperti jagung, kedelai, kacang tanah dan komoditi sumber karbohidrat lainnya juga telah berperan banyak dalam menunjang ketahanan pangan nasional. (Jafar, 2002) Penyiapan lahan tanpa olah (TOT)tanah merupakan salah satu alternatif pengolahan tanah untuk jagung selain penyiapan lahan dengan olah tanah sempurna (OTS). Sistem olah tanah sempurna tanpa disadari memicu terjadinya degradasi lingkungan dan menurunnya produktifitas tanah. Bila dihubungkan dengan derasnya gaung kekurangan tenaga kerja di tingkat petani dan diperparah oleh rendahnya minat generasi muda untuk terjun ke bidang pertanian tanaman pangan, dirasakan perlunya teknoklogi alternatif dan prospektif untuk dintroduksikan dan dikembangkan pada beberapa agroekosistem budidaya tanaman pa-ngan yang sekaligus dapat mengkonservasi sumberdaya lingkungan yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani secara berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan pada lahan pasang surut tidak mutlak dilakukan OTS karena cukup air tersedia, rawan hara beracun, tenaga kerja terbatas dan relatif luasnya garapan (Hosen et al.,1998; Lamid et al., 2000). Selanjutnya untuk mengatasi akibat buruk OTS dapat dilakukan dengan penerapan OTK terutama TOT. Aplikasi TOT di lapangan sangat berkait dengan penggunaan herbisida purna tumbuh, sistemik dan non-selektif untuk mengendalikan gulma dan sisa tanaman sebelumnya. (Bangun dan Syam, 1989; Lamid, 1998). Penelitian bertujuan 1) mendapatkan pengolahan tanah yang tepat untuk jagung sesudah padi pada lahan pasang surut tipe potensial, dan 2). mendapatkan takaran kompos jerami padi yang tepat untuk jagung sesudah padi pada lahan pasang surut tipe potensial di Bayas Jaya Riau. Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan di lahan petani Desa Bayas Jaya Kabupaten Indragiri Hilir Riau pada Musim Hujan 2007. Lokasi penelitian merupakan lahan pasang surut dengan tipologi lahan potensial. Secara klimatologis lokasi termasuk tipe iklim B1 (Oldeman), dimana 9 bulan berturut-turut merupakan bulan basah (CH > 200 mm) dan 3 bulan kering (CH <100 mm). Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial dalam Kelompok dengan dua faktor dengan 3 ulangan. Faktor Pertama adalah sistem pengolahan tanah yang terdiri dari 3 taraf yaitu T1: pemakaian herbisida glifosat dengan takaran 5 l/ ha; T2: olah tanah dalam barisan dan T3: olah tanah dalam (20 30 cm). Sedangkan untuk faktor kedua adalah takaran jerami padi dengan taraf M1: tanpa kompos jerami padi M2: 2 ton/ha kompos jerami padi M3: 4 ton/ ha kompos jerami padi dan M4: 6 ton/ha kompos jerami padi. Jagung varietas Sukmaraga ditanam dengan takaran pupuk 300 kg Urea/ ha, 100 kg SP36/ha dan 100 kg KCl/ha. Pengamatan meliputi tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, panjang tongkol, jumlah baris biji per tongkol, lingkaran tongkol, bobot 100 biji dan hasil biji. Hasil dan Pembahasan Pemberian kompos jerami padi belum berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman maupun tinggi tongkol. Artinya pemberian kompos jerami padi sampai 6 ton/ha belum 215
mempengaruhi tinggi tanaman dan tinggi tongkol. Namun demikian terlihat kecendrungan penambahan jumlah kompos jerami padi yang diberikan memberikan tinggi tanaman dan tinggi tongkol lebih baik. (Tabel 1). Pemberian kompos jerami padi yang lebih banyak kemungkinan akan mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman maupun tinggi tongkol. Pemberian 6 t kompos jerami padi memberikan tinggi tanaman, dan tinggi tongkol tertinggi, yaitu 191,90 cm dan 94 cm, sedangkan tanpa pemberian kompos jerami padi memberikan tinggi tanaman dan tinggi tongkol terendah, yaitu 172,00 cm dan 76,80 cm (Tabel 1). (160,86 cm dan 86,80 cm). Hal ini disebabkan kondisi tanah di sekitar perakaran lebih baik dan mengurangi terjadinya evaporasi. Sedangkan perlakuan olah tanah 20 30 cm memberikan tinggi tanaman dan tinggi tongkol terendah. Hal ini disebabkan dengan pengolahan yang lebih dalam serta menyeluruh di hamparan lahan akan menyebabkan luas permukaan tanah jadi lebih besar yang akan mengakibatkan evaporasi tanah akan lebih besar, sehingga kehilangan air dari tanah akan semakin besar. Apabila curah hujan tidak begitu banyak/mencukupi kebutuhan tanaman, tanaman akan kekurangan air. Tabel 1. Pengaruh takaran mulsa jerami padi terhadap tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol jagung di Bayas Jaya, Riau 2007 Takaran mulsa jerami (t/ha) Tinggi tanaman (cm) Tinggi tongkol (cm) 0 172,00 a 76,80 a 2 175,72 a 77,61 a 4 182,20 a 90,10 a 6 191,90 a 94,00 a Pengolahan tanah juga tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan tinggi tongkol (Tabel 2). Namun demikian perlakuan olah tanah dalam barisan memberikan tinggi tanaman maupun tinggi tongkol terbaik Pengaruh takaran kompos jerami padi terhadap jumlah baris per tongkol, diameter tongkol dan bobot 100 biji jagung di Bayas Jaya, Riau disajikan pada Tabel 3. Terlihat bahwa pemberian kompos jerami padi sampai 6 Tabel 2. Pengaruh Pengolahan tanah tanah terhadap tinggi tanaman dan tinggi tongkol jagung di Bayas Jaya, Riau, 2007 Penyiapan lahan Tinggi tanaman (cm) Tinggi tongkol (cm) Glifosat 154,65 a 83,15 a Olah tanah dalam barisan 160,86 a 86,80 a Olah tanah 20-30 cm 157,00 a 82,44 a 216
Tabel 3. Pengaruh takaran mulsa jerami padi terhadap jumlah baris per tongkol, diameter tongkol dan bobot 100 biji jagung di Bayas Jaya, Riau, 2007 Takaran mulsa jerami (t/ha) Jumlah baris per tongkol Diameter tongkol (cm) Bobot 100 biji (g) 0 12,33 a 4,43 a 28,43 a 2 12,67 a 4,47 a 28,93 a 4 13,00 a 4,50 a 29,63 a 6 13,67 a 4,63 a 30,17 a ton/ha belum mempengaruhi pertumbuhan jumlah baris per tongkol, diameter tongkol maupun bobot 100 biji. Hal ini disebabkan karena pemberian kompos jerami padi baru pada musim pertama sehingga belum berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pola pertumbuhan jumlah baris per tongkol, diameter tongkol dan bobot 100 biji nampak berbanding lurus dengan pemberian kompos jerami padi, semakin tinggi jumlah pemberian kompos jerami padi. Semakin baik pertumbuhan jumlah baris per tongkol, diameter tongkol dan bobot 100 biji. Cara penyiapan lahan belum mempengaruhi jumlah baris per tongklol, diameter tongkol dan bobot 110 butir (Tabel 4). Akan tetapi terlihat kecendrungan perlakuan olah tanah dalam barisan memberikan hasil terbaik. Untuk perlakuan olah tanah 20 30 cm memberikan hasil terendah, baik untuk jumlah baris per tongkol, maupun diameter tongkol dan bobot 100 biji. Pemberian kompos jerami padi dan pengolahan tanah memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang tongkol jagung di Bayas Jaya Riau (Tabel 5). Panjang tongkol tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan antara pemberian kompos jerami padi sebanyak 4 ton/ha dengan pengolahan tanah dalam barisan (17,1 cm). Sedangkan panjang tongkol terpendek diperoleh pada kombinasi perlakuan antara pengolahan 20 30 cm dengan tanpa pemberian kompos jerami padi (14,0 cm). Hal ini disebabkan oleh Tabel 4. Pengaruh pengolahan tanah terhadap jumlah baris per tongkol, diameter tongkol dan bobot 100 biji jagung di Bayas Jaya, Riau, 2007 Penyiapan lahan Jumlah baris per tongkol Diameter tongkol (cm) Bobot 100 biji (g) Glifosat 12,25 a 4,53 a 27,30 a Olah tanah barisan 13,5 a 4,5 8 a 29,63 a Olah tanah 20-30 cm 13,0 a 4, 48 a 28,45 a 217
Tabel 5. Pengaruh interaksi takaran mulsa jerami padi dan pebgolahan tanah terhadap panjang tongkol jagung di Bayas Jaya Riau, 2007 Takaran Mulsa jerami (t/ha) Penyiapan lahan Glifosat 5 l/ha Olah tanah dalam barisan Olah tanaha 20-30 cm 0 14,1 c 14,3 c 14,0 c 2 14,1 c 15,5 b 16,1 b 4 16,7 a 17,0 a 16,5 ab 6 16,7 a 17,1 a 16,4 ab Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT pengaruh baik dari kompos jerami padi maupun olah tanah dalam barisan. Keuntungan dari pemberian kompos jerami padi adalah meningkatnya kapasitas tanah memegang air, mengurangi evaporasi, menambah bahan organik tanah, mengurangi gulma yang pada akhirya akan mengurangi kebutuhan tenaga kerja. Olah tanah dalam barisan akan membuat tanah di sekitar perakaran akan menjadi gembur sehingga pertumbuhan akar akan lebih baik yang pada akhirnya akan menyebabkan serapan hara oleh tanaman akan meningkat. Hasil pipilan kering jagung dipengaruhi secara nyata dengan pemberian kompos jerami padi dan pengolahan tanah (Tabel 6). Hasil pipilan kering tertinggi diperoleh dari kombinasi perlakuan pemberian 6 ton kompos jerami padi dengan pengolahan tanah dalam barisan yaitu 5,6 ton/ha. Sedangkan hasil pipilan kering terendah diperoleh dari perlakuan tanpa pemberian kompos jerami padi dengan pengolahan dalam 20 30 cm yaitu 3,1 ton/ha. Dalam menstabilkan agregat tanah maka senyawa organik memegang peranan sangat penting disamping bahan lain seperti oksida besi, oksida aluminium serta liat (Lynch et al., 1985). Pemberian mulsa jerami padi atau dari bahan tanaman lainnya sebagai sumber bahan organik tanah akan menyumbangkan senyawa organik sehingga mampu meningkatkan stabilitas agregat. Senyawa organik dapat menstabilkan agregat tanah dengan Tabel 6. Pengaruh interaksi takaran mulsa jerami padi dan pengolahan tanah terhadap hasil jagung di Bayas Jaya Riau, 2007 Penyiapan lahan Takaran mulsa jerami t/ha Glifosat 5 l/ha Olah tanah dalam barisan Olah tanah 20-30 cm M1 3,3 c 3,4 c 3,1 c M2 4,4 b 4,5 b 4,1 bc M3 5,2 a 5,1 a 4,9 b M4 5,3 a 5,6 a 5,2 ab 218
cara pengikatan dan menyelubungi ikatan patikel primer tanah atau dengan pengikatan lebih lanjut dari butir-butir agregat yang telah terbentuk (Tisdall, 1994). Pengolahan tanah yang intensif sehingga menjadikan tanah mengalami proses oksidasi yang berlebihan akan memacu dekomposisi aerobik terhadap senyawa organik di dalam tanah. Kondisi inilah yang menjadikan agregat tanah menjadi rendah nilai stabilitasnya. Kesimpulan 1. Pemberian kompos jerami padi sampai 6 ton/ha maupun pengolahan tanah tidak mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman, tinggi tongkol jagung, jumlah baris/ tongkol, diameter tongkol dan bobot 100 biji. 2. Kombinasi pemberian kompos jerami padi dengan cara pengolahan tanah memberikan pengaruh nyata terhadap panjang tongkol. Panjang tongkol tertinggi diperoleh dari pemberian kompos jerami 6 ton/ ha dengan olah tanah dalam barisan (17,1 cm). Sedangkan panjang tongkol terendah diperoleh dari tanpa pemberian kompos jerami padi dengan olah tanah dalam 20 30 cm (14,0cm). 3. Kombinasi pemberian kompos jerami padi dengan cara pengolahan tanah memberikan pengaruh nyata terhadap hasil pipilan kering jagung. Hasil pipilan kering jagung tertinggi diperoleh dari pemberian kompos jerami padi 6 ton/ha dengan olah tanah dalam barisan (5,6 t/ha). Sedangkan hasil pipilan kering jagung terendah diperoleh dari tanpa pemberian kompos jerami padi dengan olah tanah 20 30 cm (3,1 t/ha). Daftar Pustaka Bangun, P dan M.Syam, 1989. Pengendalian gulma pada padi. Hlm. 579 600, dalam Padi, buku 2, M. Ismunadji et al (penyunting). Puslitbangtan Bo-gor. Bistok, HS. 1997. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang, Terra Contem dan Blue Green Algae terhadap Karakteristik fisik Ultisol (Tidak dipublikasikan (UKSW). Hosen. N., Z. Lamid, Zul Irfan dan Asyiardi, 1998. Kajian ekonomi penggunaan herbisida pada Persiapan Lahan Tanpa Olah Tanah dan Pengendalian Gulma pada Budidaya Padi Pasang Surut di Sumatera Selatan. Hal. 516 523 dalam Prod. Seminar Nasional VI Budidaya Tanaman Pangan Olah Tanah Konservasi, Z. Irfan (Penyunting) HIGI. Padang. Jafar, M,H. 2002. Manfaat dan prospek budidaya olah tanah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Budidaya Olah tanah Konservasi, Kontribusi Olah Tanah Konsevasi dalam Memperkokoh Ketahanan Pangan di Indonesia, Himpuna Gulma Indonesia, Fakultas Pertanian UPN Jogyakarta, 30 Juli 2002. Lamid, Z., E. Saragih dan R Sutanto, 2000. Peluang Penggunaan Herbisida Glifosat dalam Pengembangan Budi daya Pengolahan Tanah Konservasi Tanaman pangan pada lahan Pasang Surut. Hlm, 253 264. Dalam Prosid. Sem. Nas. Penelitian dan Pengembangan Lahan Rawa, Buku 1. E. E Ananto et al. (Penyunting) Puslitbang. Tanaman Pangan Bogor. Lynch, JM and Elain 1985. Microorganism and soil agregate Stablity. Advances in Soils science. Vol. 2. Tisdall. J. 1994. Mycorhizae and soils conservation, 15 th World Congress of Soil Science. Vol. 14a Acapulco, Mexico. 219