BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV 3.1. Persiapan Sebelum kegiatan survei berlangsung, dilakukan persiapan terlebih dahulu untuk mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan selama kegiatan survei berlangsung. Tujuan dari persiapan adalah agar kegiatan survei berjalan dengan efektif dan lancar. Khusus dalam persiapan wahana ROV, penjelasannya sebagai berikut. 3.1.1. Wahana ROV Dalam studi kasus perencanaan rute pemasangan pipa gas di lepas pantai tanjung priok, wahana ROV yang digunakan adalah seri Seaeye 1255 Falcon. Seaeye Falcon merupakan ROV yang diproduksi oleh SAAB Technologies. Seaeye Falcon termasuk jenis ROV ringan dengan ukuran kecil dan memenuhi syarat dalam mendukung survei perencanaan rute pemasangan pipa gas. Seaeye Falcon dilengkapi kamera dengan sistem penerangan LED yang mampu mengambil gambar sampai kedalaman mencapai 300 meter. ROV yang digunakan merupakan milik dari P3GL (Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan). Gambar 3.1 Seaeye 1255 Falcon Milik P3GL (Sumber: Dokumentasi Djunarsjah, Eka 2006) 19
Untuk mengoperasikan ROV diperlukan kabel untuk menghubungkan wahana dengan ruang kendali. Kabel yang dimaksud adalah sebagai berikut: Gambar 3.2 Kabel Penghubung Seaeye Falcon (sumber: http://www.seaeye.com/) Gambar 3.2 menunjukkan kabel yang menghubungkan operator di kapal dengan ROV. Kabel tersebut juga berfungsi sebagai sumber tenaga listrik yang berasal dari kapal. Pada gambar di bawah akan dijelaskan komponen yang terdapat di kapal yang menunjang pengoperasian ROV. 20
Gambar 3.3 Komponen Seaeye Falcon (sumber: http://www.seaeye.com/) Setelah segala komponen pendukung Seaeye Falcon disiapkan, wahana siap dioperasikan. Gambar berikut menunjukkan situasi setelah pengecekan ROV tepat sebelum ROV dioperasikan. Gambar 3.4 ROV Seaeye Falcon Siap Dioperasikan (Sumber: Dokumentasi Djunarsjah, Eka 2006) 21
3.1.2. Peralatan Penentuan Posisi Akustik Untuk memantau pergerakan dan posisi ROV diperlukan peralatan penentuan posisi akustik. Pada kapal dipasang hydrophone yang berfungsi sebagai receiver yang akan menangkap gelombang akustik dari ROV. Alat penentuan posisi akustik yang terpasang pada Seaeye adalah beacon sebagai transmitter. Pada kapal hanya dipasang hydrophone karena beacon sebagai transmitter yang terpasang pada ROV tidak memerlukan suatu gelombang akustik sebagai sinyal untuk mengeluarkan gelombang akustik, tetapi langsung secara aktif memancarkan gelombang akustik yang secara terus menerus akan ditangkap oleh hydrophone yang berfungsi sebagai receiver pada kapal. Seaeye Falcon sudah dilengkapi dengan beacon sehingga tidak perlu dilakukan pemasangan sendiri. 3.2. Penentuan Posisi Metode USBL Untuk menentukan posisi ROV di dalam air digunakan metode USBL sebagai basisnya. Metode ini adalah bentuk sederhana dari SBL (Short Baseline) yang dikembangkan pada tahun 1970-an. USBL merupakan metode penentuan posisi bawah air yang sederhana sehingga hanya membutuhkan kapal kecil di mana transduser (hydrophone) dapat disandang di samping kapal. Diperlukan 3 buah sensor yang tergabung di dalam sebuah hydrophone atau transduser yang mempunyai diameter sekitar 230 mm. Penentuan posisi dengan metode USBL pertama kali diperlukan pengukuran beda fase gelombang yang datang pada sensor-sensor yang terdapat di dalam hydrophone. Fase hasil pengukuran kemudian digunakan untuk menentukan sudut miring (sudut datang gelombang akustik) pada sensor. Karena alat yang digunakan adalah beacon dan hydrophone maka jarak ukuran yang ditempuh pemancar ditentukan dalam satu arah. Jarak tersebut dikatakan satu arah karena gelombang hanya memancar sekali dan tidak bolak-balik seperti pada alat akustik transduser dan transponder. Beda fase diperlukan untuk menghitung nilai sudut miring θm. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada ilustrasi di bawah di mana perbedaan fase antara frekuensi 22
Gambar 3.5 Fase Gelombang Akustik Sebagai Fungsi Dari Sudut Miring Gelombang datang f 0 yang diterima oleh 2 buah sensor dengan jarak antara sensor sebesar b dan sudut miring sebesar θm. Sudut miring ini terletak pada bidang datar yang dibentuk oleh gelombang akustik (transmitter) pada kasus ini beacon ROV dan 2 buah sensor receiver yang terdapat di dalam hydrophone pada kapal. Hubungan antara beda fase dan sudut miring dapat dilihat pada persamaan berikut : dφ = k cos θm di mana : dφ = beda fase (konstanta) θm = sudut miring (derajat) k = 2π f 0 b / v (konstanta) f 0 b v = frekuensi gelombang akustik (Hz = 1/s) = panjang jarak antara 2 sensor (mm) = kecepatan perambatan gelombang akustik di air (m/s) (sumber: Yunus, M.,1989.) 23
Frekuensi gelombang dapat diatur sesuai kebutuhan akan jarak objek yang akan diamati. Semakin tinggi frekuensi maka ketelitian akan semakin baik, akan tetapi jarak jangkauan gelombang akan berkurang dan diperlukan suplai energi listrik yang semakin besar pula. Persamaan di atas memberikan gambaran bagaimana sudut miring dihitung dari beda fase gelombang akustik yang diterima oleh dua sensor hydrophone. θm juga merupakan sudut puncak dari sebuah bentuk kerucut yang sumbunya merupakan garis basis dari 2 buah sensor tersebut. Untuk melanjutkan ke perhitungan selanjutnya harus ditentukan terlebih dahulu metode perhitungan yang akan digunakan. Terdapat tiga cara perhitungan dalam USBL seperti yang telah dijelaskan dalam dasar teori. Cara yang digunakan erat kaitannya dengan peralatan akustik yang dipakai. Gambar 3.6 berikut menunjukkan cara perhitungan yang sesuai berdasarkan alat akustik yang digunakan. Gambar 3.6 Cara Penentuan Posisi Metode USBL Berdasarkan Alat Akustik Dalam kegiatan survei ini digunakan kombinasi beacon dan hydrophone sebagai perlatan gelombang akustik. Seperti dapat dilihat pada gambar 3.6 bahwa dengan menggunakan beacon data yang dicari adalah sudut miring dan kedalaman. Jarak R tidak dapat diperoleh karena sinyal satu arah. Dengan sinyal satu arah waktu tempuh gelombang tidak diketahui sehingga R tidak dapat diperoleh. 24
3.2.1. Cara Data Kedalaman dan Sudut Miring Pada cara data kedalaman dan sudut miring, konfigurasi sistem USBL dibentuk oleh beacon seperti pada gambar 3.6. Dapat diperhatikan pada gambar 3.7 bila tiga buah sensor pada hydrophone terletak pada dua garis basis yang saling tegak lurus, bx dan by, arah gelombang akan terletak pada perpotongan dua buah permukaan kerucut dengan sudut miring adalah θmx dan θmy. Untuk menentukan posisi 3 dimensinya, jarak vertikal atau kedalaman (h) harus diketahui. Pada gambar 3.8 dapat diketahui posisi horizontal dari beacon yang memiliki kedalaman sebesar (h) sebagai berikut. Gambar 3.7 Irisan Dua Permukaan Kerucut (sumber: Yunus, M.,1989.) Dapat diperhatikan pada gambar 3.8 di bawah, posisi horizontal beacon dinyatakan sebagai fungsi kedalaman dengan nilai sebesar (h) yang merupakan jarak vertikal. Gambar 3.8 menggambarkan bentuk geometri dari penentuan posisi dengan menggunakan metode USBL. 25
Gambar 3.8 Geometri Penentuan Posisi USBL Berikut akan dipaparkan penggunaan rumus untuk menentukan posisi suatu objek berdasarkan bidang geometri seperti pada gambar 3.8. Xa = R cos θmx (i) Ya = R cos θmy (ii) h 2 = R 2 sin 2 θmx R 2 cos 2 θmy (iii) R = (iv) Dengan mensubstitusikan persamaan (iv) ke dalam persamaan (i) dan (ii) maka posisi horizontal beacon dinyatakan seperti berikut : Xa = Ya = (sumber: Yunus, M.,1989.) 26
Dengan persamaan di atas, maka akan diperoleh koordinat horizontal (Xa, Ya) dan kedalaman (h) relatif terhadap kapal. Posisi kapal merupakan koordinat definitif yang diperoleh melalui DGPS yang terpasang pada kapal. Selain itu diperlukan juga data berupa koreksi pasut pada saat survei tersebut dilakukan. 3.2.2. Penentuan Posisi Definitif ROV Seperti yang telah dijelaskan pada landasan teori bahwa posisi ROV yang diperoleh melalui penentuan posisi akustik bawah air merupakan posisi relatif terhadap wahana yang membawa ROV, dalam kasus ini adalah kapal tempat ruang komando berada. Tetapi dapat dilakukan perhitungan untuk memperoleh posisi definitif dari ROV. Diperlukan data koordinat posisi definif kapal untuk mengikat koordinat relatif ROV terhadap kapal. Untuk mendapatkan kedalaman ROV sebenarnya diperlukan data koreksi pasut terlebih dahulu. Setelah data koordinat relatif ROV, koordinat posisi definitif kapal, dan koreksi pasut diperoleh maka dapat dilakukan perhitungan untuk memperoleh posisi definitif ROV. Bagan 3.1 menunjukkan diagram proses penentuan posisi definitif ROV. Penentuan posisi definitif ROV dapat dilakukan saat survei berlangsung maupun post-processing untuk posisi horisontal. Akan tetapi untuk menentukan posisi kedalaman sebenarnya dilakukan post-processing, karena data koreksi pasut dibutuhkan sesuai dengan waktu berjalannya survei. Tetapi bukan tidak mungkin untuk dilakukan pada saat itu juga, bila survei berjalan sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan sesuai dengan data koreksi pasut yang dimiliki sebelumnya. 27
Sinyal GPS Gelombang Akustik Beacon ROV Pengamatan Pasut Koreksi GPS Koreksi Pergeakan Kapal Dengan MRU Data Pasut & Chart Datum Translasi Offset GPS ke Pusat Sistem Koordinat Kapal Translasi Offset ke Pusat Sistem Koordinat Kapal Posisi Definitif Kapal Posisi ROV Relatif Terhadap Kapal Kedalaman ROV Realtime Transformasi Koreksi Kedalaman ROV Terhadap Chart Datum Posisi Definitif ROV Gambar 3.9 Diagram Alur Penentuan Posisi Definitif ROV 1. Posisi Horisontal Untuk menentukan posisi horisontal diperlukan data koordinat definitif kapal seperti yang telah dijelaskan untuk keperluan transformasi. Tetapi sebelum itu, perlu dilakukan translasi. Translasi dilakukan apabila posisi dari hydrophone tidak berada pada pusat sistem sumbu koordinat pada kapal. Begitu juga untuk posisi GPS kapal, perlu dilakukan translasi bila posisi receiver GPS tidak tepat berada pada pusat sistem koordinat kapal. Hal ini dilakukan agar semua acuan pusat koordinat sama, karena koreksi akibat pergerakan kapal mengacu pada pusat koordinat kapal. Setelah dilakukan translasi, posisi relatif ROV terhadap kapal dapat diikatkan dengan posisi definitif kapal. 28
2. Posisi Vertikal Untuk menentukan posisi vertikal diperlukan data koreksi pasut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Biasanya dilakukan post-processing untuk menentukannya. Data kedalaman yang ditampilkan pada layar ROV merupakan kedalaman terhadap muka laut sementara, dengan syarat koreksi terhadap draft kapal sudah diperhitungkan. Lalu dibutuhkan data Chart Datum dan pengamatan pasut (pasang surut) pada saat pengoperasian ROV berlangsung. Gambar 3.10 menggambarkan hubungan pengamatan pasut dengan Chart Datum. H BM = tinggi Bench mark H (t) = tinggi muka laut sesaat MLS = Muka laut Sesaat So = Tinggi muka sungai rata-rata Zo = Kedalaman muka surutan (chart datum) d = Selisih antara tinggi muka air rata-rata dan chart datum Gambar 3.10 Chart Datum (sumber: zenezky, 2012.) Bila terdapat data kedalaman ROV real-time terhadap tinggi muka laut sesaat, data Chart Datum, dan pengamatan pasut pada saat survei berlangsung maka kedalaman ROV terhadap Chart Datum dapat diperoleh. Kedalaman ROV terhadap Chart Datum dapat diperoleh dengan mengurangi kedalaman ROV realtime dengan ketinggian kapal terhadap Chart Datum. 29
Ketinggian kapal terhadap Chart Datum diperoleh dengan mengurangi pengamatan pasut pada saat survei dengan nilai Chart Datum. Maka akan diperoleh kedalaman ROV terhadap Chart Datum. 3.3. Koreksi dan Kalibrasi Seperti pengukuran pada umumnya baik di darat maupun di laut, nilai pengukuran tidak ada yang pasti. Oleh karena itu diperlukan koreksi untuk mencari nilai yang paling dianggap benar. Dalam kasus ini koreksi yang paling berpengaruh adalah kalibrasi kecepatan perambatan gelombang suara dan koreksi akibat pergerakan kapal. 3.3.1. Kalibrasi Cepat Rambat Gelombang Suara Parameter yang paling penting dalam penggunaan gelombang untuk pengukuran posisi adalah cepat rambat gelombang. Cepat rambat gelombang akustik di dalam air laut mempunyai harga yang berbeda-beda tergantung pada elastisitas atau tekanan medium. Berdasarkan Medwin, H. and Clay, C.S., Acoustical Oceanography: Principles and Applications, hal. 97 cepat rambat gelombang akustik dinyatakan sebagai berikut: v = (1) dengan v = cepat rambat (meter/detik) k = modulus bulk (newton/m 2 ) = densitas (kg/m 3 ) (sumber: Perpustakaan Departemen Geodesi ITB. 2001. Pemeruman) Di dalam air laut, cepat rambat gelombang akustik mempunyai harga 1500 m/s. Harga ini merupakan pendekatan yang didapat dari persamaan 1 dengan nilai k 2,28 x 10 9 N/m 2 dan 10 3 kg/m 3. Harga yang sebenarnya terletak antara 1460 m/s sampai 1540 m/s karena harga k dan berbeda-beda tergantung dari salinitas, suhu, tekanan, dan kedalaman. Oleh karena itu, parameter-parameter di atas mempengaruhi cepat rambat gelombang. 30
Untuk mendapatkan cepat rambat gelombang akustik rata-rata digunakan SVP (Sound Velocity Meter) yang telah mempertimbangkan salinitas, suhu, tekanan, dan kedalaman. Dengan perhitungan dapat dilakukan menggunakan 3 persamaan yaitu persamaan Wood, Wilson, dan Medwin. 1. Persamaan Wood di mana: T = temperatur S = salinitas Z = kedalaman 2. Persamaan Wilson di mana: Dengan selang temperatur (-4 0 C < T < 30 0 C), tekanan (1kg cm -2 < P < 1000kg cm -2 ), dan salinitas (0 o / oo < S < 37 0 / 00 ). 31
3. Persamaan Medwin Dengan selang temperatur (0 0 C < T < 35 0 C), salinitas (0 o / oo < S < 37 0 / 00 ), dan kedalaman (0 < Z < 1000m). (sumber: Thomson,D.B.,1993.) 3.3.2. Koreksi Pergerakan Kapal Dalam dasar teori dikatakan bahwa dalam metode USBL, posisi ROV relatif terhadap kapal sehingga pergerakan kapal sangat mempengaruhi. Pergerakan kapal berdasarkan sumbu x, y, dan z berupa pergerakan pitch, roll, dan yaw. Gambar 3.11 Pergerakan Kapal (sumber: http://sharathneelakanta.wordpress.com/) Persamaan umum kalibrasi pergerakan kapal sebagai berikut: dengan: (sumber: Rozi, Fakhrul. 2009.) 32