1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Internet dan jaringan komputer menyediakan kesempatan yang tidak paralel bagi komunikasi jelajah dunia (world wide communication) dan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Banyak isu kebijakan teknis yang harus dipecahkan dan salah satu diantarnya ialah masalah perlindungan Hak Cipta terkait dengan perkembangan yang pesat dari teknologi digital. 1 Legal framework perlindungan Hak Cipta telah diletakkan dalam Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterfeit Goods (TRIPs), sebagai salah satu agenda Agreement on Establishing the World Trade Organization (WTO) yang telah disahkan oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 serta Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang mulai berlaku efektif pada tanggal 29 Juli 2003. Dalam pelaksanaan TRIPs, Negara anggota mendasarkan diri pada the Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works sebagai basis minimal perlindungan. 2 Alasan penulis untuk memilih judul adalah karena akhir-akhir ini banyak terjadi pelanggaaran hak cipta atas karya buku dalam era digital yang merugikan pihak penulis dan juga pihak penerbit buku. Oleh karena itu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002 (selanjutnya 1 Candra Darusman, Internet dan Kebutuhan Global, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), hlm, 56 2 Kiswah Ambara, Pembaharuan Undang-Undang Hak Cipta, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm, 71
2 disingkat Undang-Undang Hak Cipta) semua bentuk pelanggaran tersebut harus ditertibkan dan juga dapat dikenakan sanksi hukum pidana maupun sanksi hukum perdata. Materi yang dilindungi Hak Cipta di internet atau dalam bentuk digital sama dengan ciptaan yang ada secara konvensional, yakni meliputi: karya ilmu pengetahuan, seni dan sastra (scientific, artistic and literary works). Ciptaan sastra bentuknya berupa buku, artikel, pesan e-mail, periklanan secara on-line, literature pemasaran, deskripsi produk, essay,catalog, kamus, informasi ataupun pesan dalam bentuk teks yang diposkan melalui situs internet, informasi hasil diskusi grup public maupun pribadi, bentuknya berupa data (sepanjang tidak menyangkut fakta) seperti, daftar harga, alamat URL untuk situs, kunci publik atau pribadi (private and public key) yang digunakan untuk enkripsi dan tandatangan digital serta data base berupa kompilasi dan koleksi data. Karakter baik karakter fiksi yang eksis dalam bentuk visual, teks cerita, gambar gerak baik berupa karya video dan audioviasual, film, video tape, video disc atau videograms, program tv. Karya musik dalam bentuknya musik dengan atau tanpa teks, musical instrument digital interface (MIDE).Karya rekaman suara berupa rekaman dari sejumlah, suara alam maupun efek suara khusus (special sound effect). Fotografi dan citra tetap (still image) berupa karya grafis dan pictorial termasuk pengiklanan, kartun, gambar, lukisan, desain, games, map, mosaic, pola, foto montase, perbanyakan seni dan hasil cetakannya, gambar teknik, pola rancang bangun arsitektur, cetak biru (blue print) gambar mekanik dan diagram. Program komputer (software) dan karya
3 multimedia lainnya. 3 Karya-karya tersebut dapat dilindungi Hak Cipta dengan syarat karyanya memenuhi standard of copyright s ability yang mencakup: (1) fixation (perwujudan); (2) originality (keaslian) dan (3) creativity (kreativitas). 4 Suatu karya dapat dilindungi Hak Cipta jika karya tersebut tidak terbatas pada ide, namun dapat diwujudkan dalam bentuk yang khas sehingga dapat dibaca, dilihat atau didengar. Suatu karya dilindungi Hak Cipta jika memenuhi unsur keaslian. Kata keaslian (originality) menyiratkan pencipta tidak dituntut untuk menciptakan sesuatu yang baru (new), namun bisa berawal dari karya cipta yang sudah ada dengan memperhatikan batas-batasnya misalnya, menyebutkan sumbernya. Keaslian dalam sistem hukum Civil Law System yang kita anut meminta derajat yang sangat tinggi dengan memperhatikan personality sebagai kepribadian yang tercetak dalam karyanya. Kreativitas menyiratkan adanya hubungan sebab akibat antara pencipta dan ciptaannya. Ketiga syarat tersebut bersifat kumulatif artinya satu syarat saja tidak dipenuhi, maka suatu karya tidak dapat dilindungi Hak Cipta dan pembuatnya tidak layak disebut Pencipta. 5 Perlindungan Hak Cipta bersifat otomatis (automatic propection). Namun demikian sangat sulit untuk menentukan siapa pencipta yang sebenarnya dalam kasus sengketa Hak Cipta. Oleh karena itu untuk kepentingan pembuktian, dihimbau agar ciptaan (karyanya) didaftarkan (sebenarnya lebih tepat diadministrasikan) di Ditjen HKI Departemen Hukum 3 Alvia Liani, Bentuk-Bentuk Perlindungan Hak Cipta, (Bandung: Bina Cipta, 2013), hlm, 46 4 Alvia Liani, Ibid, hlm, 49 5 Joko Yantono, Hak Ekslusif Pencipta Dalam Undang-Undang Hak Cipta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm, 25
4 dan HAM. Pendaftaran bukan untuk memperoleh Hak, tetapi untuk prima facie (bukti awal).dengan demikian jika seorang Pencipta tidak mendaftarkan karya ciptanya bukan berarti yang bersangkutan tidak dapat mempertahankan keabsahan haknya tanpa adanya petikan pendaftaran ciptaannya (yang disalah kaprahkan sebagai sertifikat oleh masyarakat luas, termasuk penegak hukum). Pencipta tersebut dan aparat penegak hukum dapat mendayagunakan dan menilai segala alat bukti yang ada. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) berkembang dari adanya pemahaman atas perlunya suatu bentuk penghargaan khusus terhadap karya intelektual seseorang dan hak yang muncul dari karya itu. HKI baru ada bila kemampuan intelektual manusia telah membentuk sesuatu yang bisa dilihat, didengar, dibaca, maupun digunakan secara praktis. David I. Bainbridge mengatakan bahwa, Intellectual Property is the collective name given to legal rights which protect the product of the human intellect. 6 HKI merupakan hak yang berasal dari hasil kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomi. 7 Sifat dari HKI adalah hak kebendaan, yaitu hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak atau hasil kerja rasio, dimana hasil kerja tersebut berupa benda immateriil (benda tidak berwujud). Hasil kerja otak tersebut dirumuskan sebagai intelektualitas, sehingga ketika sesuatu tercipta berdasarkan hasil kerja otak, 6 David I. Bainbridge, Computers and the Law, Cet. ke-1, (London: Pitmann Publishing, 1990), hlm, 7. 7 Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, Cet. ke-3, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hlm, 21-22.
5 maka dirumuskan sebagai HKI. Tidak semua orang dapat dan mampu mempekerjakan otak (nalar, rasio, intelektual) secara maksimal. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat menghasilkan HKI, namun hanya orang yang mampu mempekerjakan otaknya saja yang dapat menghasilkan dan membuahkan hak kebendaan HKI yang bersifat eksklusif, dimana suatu bentuk penghargaan atas hasil intelektualitas manusia, baik dalam bentuk penemuan-penemuan maupun hasil karya cipta dan seni, terutama ketika hasil kerja otak manusia itu digunakan untuk tujuan komersial. 8 Pada lingkup tatanan hukum Internasional, kesadaran terhadap HKI semakin meningkat. Pengaturan mengenai konsep-konsep HKI secara lebih komprehensif tertuang dalam Agreement on Trade-Related AspectsOf Intellectual Property Rights (Agreement on TRIPs), yang pengelolaannya dilaksanakan dalam kerangka World Trade Organization (WTO), melalui World Intellectual Property Organization (WIPO). Peningkatan kesadaran terhadap HKI ditandai dengan pendirian WIPO (World Intellectual Property Organization) pada tahun 1967, dan juga dengan diikutsertakannya persetujuan TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) sebagai salah satu syarat keikutsertaan untuk menjadi anggota dan bergabung dalam WTO (World Trade Organization). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Konvensi Paris, Konvensi Berne, persetujuan TRIPs maupun WTO (sebagai lembaga internasional yang mengatur hubungan antara satu Negara 8 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Cet.ke-6, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2007), hlm, 10.
6 dengan negara lainnya dalam bidang perdagangan dan segala aspek yang meliputinya), banyak memberikan pengaruh dalam pembentukan maupun penerapan hukum HKI baik di tingkat global maupun di tingkat nasional. Dalam hal ini, Indonesia telah menjadi anggota WTO pada tahun 1994 serta telah menjadi anggota WIPO pada tahun 1997. Dengan berlakunya Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC), maka Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 dan diperbaharui lagi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997, yang terakhir diperbaharui lagi menjadi Undang-Undang Hak Cipta 2002 tersebut mencabut keberlakuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997. Ada sejumlah perjanjian internasional/traktat yang berkaitan langsung dengan perlindungan Hak Cipta, yaitu: 1. Konvensi Berne untuk Karya Sastra dan Seni 1886 (Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works 1886). Konvensi Berne ini telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention For The Protection of Literary And Artistic Works. 2. Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan (The General Agreement on Tariff and Trade) yang mencakup perjanjian nasional mengenai aspek- aspek yang dikaitkan dengan perdagangan dari HKI atau Trade Related Aspect of IntelectualProperty Rights (TRIPs). 3. Konvensi Hak Cipta Universal (The Universal Copyright Convention/ UCC).
7 4. Konvensi Internasional untuk perlindungan para pelaku (performer), produser rekaman suara dan lembaga penyiaran (The Rome Convention). 5. Traktat Hak Cipta WIPO (WIPO Copyright Treaty/WCT), yang telah diratifikasi Indonesia dengan Keputusan Presiden No.19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyright Treaty; 6. Traktat Pertunjukan dan Rekaman Suara WIPO (WIPO Performances and Phonograms Treaty/WPPT), telah diratifikasi Indonesia dengan Keputusan Prsiden No.74 Tahun 2004 Tentang Pengesahan WIPO Performances and Phonograms Treaty 1996. Terkait dengan ciptaan yang dilindungi oleh Hak Cipta, L.J. Taylor berpendapat bahwa, yang dilindungi dari Hak Cipta adalah, ekspresi dari sebuah ide, jadi bukan melindungi idenya itu sendiri. Konsep Hak Cipta ini dianut dalam peraturan perundang-undangan Hak Cipta di Indonesia dan yang dilindungi adalah sudah dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih merupakan gagasan. 9 Timbulnya hak cipta adalah secara otomatis, yaitu setelah suatu ciptaan dilahirkan atau setelah adanya perwujudan suatu gagasan dalam bentuk yang nyata tanpa membutuhkan suatu formalitas tertentu. Perwujudan suatu gagasan dalam bentuk yang nyata tersebut merupakan suatu ciptaan sebagai hasil karya pencipta yang mengandung keaslian serta berada dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Selanjutnya, Undang- Undang Hak Cipta 2002 Pasal 1 Ayat (4) mendefinisikan yaitu, Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang 9 Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual... Op.Cit., hlm. 57.
8 menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut. Sehubungan dengan perkembangan teknologi dalam era digitalisasi, ada tiga isu penting yang dibicarakan dalam pertemuan asosiasi penerbitan surat kabar dunia di Hong Kong, November lalu, yaitu online and social media, tablet, serta mobile media. Perkembangan teknologi informasi memang memberikan tantangan serius yang menyangkut hidup-matinya dunia penerbitan cetak. Di negara maju, seperti di Amerika Serikat, penerbitan buku cetak juga menghadapi tantangan serupa dengan media cetak. Jalur distribusi ke konsumen, seperti toko buku konvensional, menghadapi persoalan. Beberapa toko buku, termasuk Borders 10 yang terkenal, gulung tikar karena pembeli berkurang. Toko-toko buku yang lebih kecil memetik keuntungan dari situasi buruk yang dihadapi oleh Borders, sedangkan konsumen lainnya terserap oleh raksasa (toko online) Amazon.com. 11 Perubahan bentuk ciptaan buku elektronik ini mengakibatkan pencipta atau dalam hal ini penulis, serta penerbit, harus menerapkan mekanisme perlindungan yang lebih kompleks guna melindungi Hak Cipta dari buku elektronik tersebut karena Hak Cipta atas buku elektronik rentan pembajakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab, yang ingin mengambil keuntungan dari nilai komersil dari buku elektronik. Era digital yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Di samping itu, 10 Amazon.com.Lihat, Jaringan Toko Buku Terbesar di AS Bangkrut, hlm 1, www.newsviva.co.id., diunduh tanggal 6 Juni 2014. 11 Buku Cetak Terancam E-Book, hlm.3.,www.tempointeraktif.com, diunduh tanggal 6 Juni 2014..
9 perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Tingginya penggunaan teknologi informasi justru telah memberi akibat berupa ancaman terhadap eksistensi karya cipta dan invensi yang ditemukan oleh para penemu Hak Kekayaan Intelektual. Karya-karya intelektual berupa program komputer dan objek-objek hak cipta yang ada di media internet dengan sangat mudah dilanggar, dimodifikasi dan digandakan. Media internet memudahkan terjadinya pelanggaran Hak Cipta atas karya buku versi elektronik dalam bentuk pembajakan hak cipta. Hendra Tanu Atmadja 12 menjelaskan tentang pembajakan hak ciptamerupakan suatu pelanggaran. Berdasarkan rumusan Pasal 72 ayat (1), (2), (3) dan Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002,maka unsur-unsur pelanggaran adalah sebagai berikut,1) "barangsiapa", 2) "dengan sengaja", 3) "tanpa hak", 4) "mengumumkan, memperbanyak, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual", 5) "hak cipta" dan "hak terkait"." Meskipun saat ini hukum Hak Cipta yang berlaku di Indonesia telah mengatur mengenai mekanisme perlindungan hukum Hak Cipta, namun pemanfaatannya tidak dilaksanakan dengan optimal. Ketidakefektifan pengaturan perlindungan hak cipta dalam Undang-Undang Hak Cipta dalam memberikan perlindungan bagi pemegang Hak Cipta dan kurangnya kesadaran 12 Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta Musik atau Lagu, (Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2003), hlm. 98.
10 dari masyarakat Indonesia atas konsep Hak Cipta sebagai hak kebendaan yang sifatnya eksklusif, serta lambatnya upaya menciptakan perlindungan hukum dalam mengantisipasi perkembangan teknologi, memunculkan permasalahan pada perlindungan Hak Cipta buku elektronik. Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Perlindungan Hukum Hak Cipta Karya Buku Dalam Era Digital Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini ialah; 1. Bagaimana perlindungan hukum hak cipta karya buku dalam lingkup internasional dan nasional (Indonesia)? 2. Bagaimana peran Pemerintah Indonesia melindungi hak cipta buku dalam era digital? 3. Bagaiman sistem perlindungan ciptaan digital dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini ialah berikut di bawah ini; 1. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum hak cipta karya buku dalam lingkup internasional dan nasional (Indonesia).
11 2. Untuk mengetahui dan menganalisis peran Pemerintah Indonesia melindungi hak cipta buku dalam era digital. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis sistem perlindungan ciptaan digital dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. D. Manfaat Penelitian Sejalan dengan tujuan tersebut di atas, diharapkan penelitian ini akan memberikan kegunaan, baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Secara teoritis, penelitian ini berguna bagi; a. Upaya menemukan konsepsi perlindungan hukum hak cipta karya buku dalam bentuk digital. b. Pengembangan hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, khususnya di bidang hukum hak cipta. 2. Secara praktis diharapkan penelitian ini berguna: a. Sebagai pedoman bagi para praktisi hukum dalam melaksanakan perlindungan hak cipta dalam bentuk digital berdasarkan perangkat hukum nasional dan internasional. b. Sebagai sumbangan pemikiran bagi penyusunan perangkat hukum hak cipta dalam rangka program pembangunan hukum nasional. E. Keaslian Penelitian Keaslian suatu penelitian dalam proses pembuatan suatu karya ilmiah berbentuk tesis merupakan salah satu bagian terpenting yang tidak terpisahkan dari kesempurnaannya sehingga sebelumnya perlu dipastikan pernah tidaknya
12 penelitian mengenai judul tesis ini dilakukan oleh pihak lain. Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahan berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Gajah Mada bahwa judul; Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Karya Buku Dalam Era Digital Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, sejauh ini belum pernah dilakukan, walaupun ada beberapa tesis yang membahas mengenai Hak Cipta. Tidak dipungkiri kemungkinan adanya kemiripan dengan tulisan lain tentang apa yang akan ditulis dalam tesis ini. Hal ini disebabkan karena diyakini bahwa persoalan Hak Cipta dalam bentuk digital merupakan pembahasan yang cukup menarik untuk diteliti. Apabila diperhadapkan dengan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini, maka permasalahan yang diteliti adalah berbeda.oleh karena itu, penelitian ini adalah bersifat perdana dan tidak pernah dilakukan sebelumnya sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan ilmiah.