APLIKASI METODE CELLULAR AUTOMATA UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TEMPERATUR KONDISI TUNAK

dokumen-dokumen yang mirip
Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2)

Penentuan Distribusi Suhu pada Permukaan Geometri Tak Tentu Menggunakan Metode Random Walk Balduyanus Yosep Godja a), Andi Ihwan a)*, Apriansyah b)

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

PRISMA FISIKA, Vol. VI, No. 2 (2018), Hal ISSN :

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

Menentukan Distribusi Temperatur dengan Menggunakan Metode Crank Nicholson

STUDI TENTANG PERPINDAHAN PANAS PADA LOGAM DENGAN VARIASI NILAI BATAS AWAL MENGGUNAKAN METODE ITERASI OVER RELAKSASI GAUSS-SEIDEL TESIS

Solusi Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson. (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method)

BAB I PENDAHULUAN. pedoman untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari dan juga untuk

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan

Simulasi Konduktivitas Panas pada Balok dengan Metode Beda Hingga The Simulation of Thermal Conductivity on Shaped Beam with Finite Difference Method

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

Metode elemen batas untuk menyelesaikan masalah perpindahan panas

PENYELESAIAN MODEL DISTRIBUSI SUHU BUMI DI SEKITAR SUMUR PANAS BUMI DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU. Jl. Prof. H. Soedarto, S.H.

SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS PADA PINTU FURNACELAPIS BANYAK MATERIAL DENGAN METODE BEDA HINGGA

ANALISIS DISTRIBUSI SUHU PADA PELAT DUA DIMENSI DENGAN MENGGUNAKAN METODA BEDA HINGGA

SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS PADA CEROBONG SEGIEMPAT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA DAN BEDA HINGGA

MODEL POLA LAJU ALIRAN FLUIDA DENGAN LUAS PENAMPANG YANG BERBEDA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

SOLUSI ANALITIK MASALAH KONDUKSI PANAS PADA TABUNG

KOMPUTASI DISTRIBUSI SUHU DALAM KEADAAN MANTAP (STEADY STATE) PADA LOGAM DALAM BERBAGAI DIMENSI

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS ALIRAN UDARA VENTILASI 2 DIMENSI DENGAN METODE BEDA HINGGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR RUANGAN BERDASARKAN BENTUK ATAP MENGGUNAKAN FINITE DIFFERENCE METHOD BERBASIS PYTHON

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Analisa Pola dan Sifat Aliran Fluida dengan Pemodelan Fisis dan Metode Automata Gas Kisi

METODE ELEMEN HINGGA DAN PENERAPANNYA DALAM TEKNIK KIMIA: ARTIKEL REVIEW. Ummi Habibah *) Abstrak

SISTEM KENDALI PROPORSIONAL, INTEGRAL, DAN DERIVATIF (PID) PADA PERSAMAAN PANAS*

I. PENDAHULUAN. II. DASAR TEORI Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

KONTROL OPTIMAL UNTUK DISTRIBUSI TEMPERATUR DENGAN PENDEKATAN BEDA HINGGA

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bakteri, sedangkan dalam bidang teknik yaitu pemodelan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 02 (2016), Hal ISSN :

Pengaruh Karakteristik Logam Dalam Elemen Pemanas Terhadap Waktu Pengeringan Kayu

PENGARUH LAJU ALIRAN SUNGAI UTAMA DAN ANAK SUNGAI TERHADAP PROFIL SEDIMENTASI DI PERTEMUAN DUA SUNGAI MODEL SINUSOIDAL

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

JAWABAN ANALITIK SEBAGAI VALIDASI JAWABAN NUMERIK PADA MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI ABSTRAK

ANALISA ALIRAN FLUIDA DAN DISTRIBUSI TEMPERATUR DI SEKITAR SUMBER PANAS DI DALAM SEBUAH CAVITY DENGAN METODE BEDA HINGGA

Minggu 13. MA2151 Simulasi dan Komputasi Matematika

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT

BAB I PENDAHULUAN. Karena penyelesaian partikular tidak diketahui, maka diadakan subtitusi: = = +

Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient

PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS PADA DINDING TUNGKU PEMBAKARAN LAPIS BANYAK BERONGGA UDARA DENGAN METODE BEDA HINGGA

METODE BEDA HINGGA dan PENGANTAR PEMROGRAMAN

Studi Analitik dan Numerik Perpindahan Panas pada Fin Trapesium (Studi Kasus pada Finned Tube Heat Exchanger)

ANALISA DISTRIBUSI PANAS PADA ALAT PENGERING RUMPUT LAUT (STUDI KASUS PADA ALAT PENGERING RUMPUT LAUT DI SITUBONDO)

POSITRON, Vol. VI, No. 2 (2016), Hal ISSN :

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

Bab 10. MA2151 Simulasi dan Komputasi Matematika

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya

Pengaruh Temperatur terhadap Pembentukan Vorteks pada Aliran Minyak Mentah dengan Metode Beda Hingga

ANALISA NUMERIK DISTRIBUSI PANAS TAK TUNAK PADA HEATSINK MENGGUNAKAN METODA FINITE DIFFERENT

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

TUGAS AKHIR SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI DUA DIMENSI PADA LAS TITIK DENGAN METODE BEDA HINGGA

BAB II TEORI DASAR. yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang

Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi dengan Metode Pemisahan Variabel

Kata Kunci :konveksi alir bebas; viskos-elastis; bola berpori 1. PENDAHULUAN

PENGARUH PERUBAHAN NILAI PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDE 3

SIMULASI NUMERIK ALIRAN 3D UNTUK KONDISI QUASI STEADY DAN UNSTEADY PADA TURBIN UAP AKSIAL

Prosiding Matematika ISSN:

Distribusi Air Bersih Pada Sistem Perpipaan Di Suatu Kawasan Perumahan

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PROSES PENYEBARAN LIMBAH CAIR PADA AIR TANAH

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi

EFEK DISKRITASI METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP AKURASI DARI SOLUSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SUKU KONVEKSI

Pengaruh ketebalan terhadap akurasi persamaan Rosenthal untuk model analitik distribusi suhu proses pengelasan Djarot B. Darmadi

Oleh. Muhammad Legi Prayoga

METODE GAUSS-SEIDEL PREKONDISI DENGAN MENGGUNAKAN EKSPANSI NEUMANN ABSTRACT

SIMULASI DINAMIKA FLUIDA PADA MEDIUM BERPORI DUA DIMENSI MENGGUNAKAN METODE LATTICE BOLTZMANN. Nur aeni Rahmayani dan Irwan Ary Dharmawan *

MODEL ALIRAN KONVEKSI CAMPURAN YANG MELEWATI PERMUKAAN SEBUAH BOLA

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 5. No. 1, 25-31, April 2002, ISSN :

Solusi Numerik Persamaan Difusi dengan Menggunakan Metode Beda Hingga

PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN ADVEKSI DIFUSI 2-D UNTUK TRANSFER POLUTAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DUFORT FRANKEL

TEOREMA FUNDAMENTAL PADA KALKULUS VEKTOR

POSITRON, Vol. IV, No. 1 (2014), Hal ISSN :

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE

Contoh klasik dari persamaan hiperbolik adalah persamaan gelombang yang dinyatakan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Simulasi Model Gelombang Pasang Surut dengan Metode Beda Hingga

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

Simulasi Numerik Aliran Fluida pada Permukaan Peregangan dengan Kondisi Batas Konveksi di Titik-Stagnasi

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

Transkripsi:

APLIKASI METODE CELLULAR AUTOMATA UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TEMPERATUR KONDISI TUNAK APPLICATION OF CELLULAR AUTOMATA METHOD TO DETERMINATION OF STEADY STATE TEMPERATURE DISTRIBUTION Apriansyah 1* 1* Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA UniversitasTanjungpura, Pontianak Jl. Prof. Dr. Hadari Nawawi, Pontianak email: apriansyahhakim@yahoo.com ABSTRACT Steady state temperature distribution on synthetic domain sized 1 feet x 2 feet has been determined by using cellular automata method. In synthetic area is just diffusion process are used for solving heat transfer equation with weighted rules in main and its cells. The weighted value of main cells are 0,10; 0,50 and 0,90. The patterns of temperature distribution used cellular automata method showed good agreement with analytical (analytical solution of Laplace s equation) and numerical method (numerical solution of Laplace s equation using Accelerated Alternating Direction Implicit (AADI)), where differences to analytical method are 6,58%, 6,49% and 5,68% for main cells weighted 0,10; 0,50 and 0,90. While the differences to numerical method are 6,06%; 5,97% and 5,17% for main cells weighted 0,10 ; 0,50 and 0,90. Keywords: temperature, Laplace s equation, cellular automata, analytical, numerical ABSTRAK Distribusi suhu kondisi tunak di daerah sintetik berukuran 1 kaki x 2 kaki telah ditentukan dengan menggunakan menggunakan metode cellular automata. Dalam daerah sintetik hanya proses difusi yang digunakan untuk memecahkan persamaan pengatur sebaran panas menggunakan kaidah pembobotan dalam sel utama dan sel sekitarnya (sel tetangga). Nilai bobot sel utama yang digunakan adalah 0,10; 0,50 dan 0,90. Pola distribusi suhu menggunakan metode cellular automata menunjukkan kesesuainan baik dengan metode analitik (solusi penyelesaian analitis dari persamaan Laplace) dan numerik (hasil penyelesaian persamaan Laplace dengan Accelerated Alternating Direction Implicit (AADI)), dimana rerata perbedaannya terhadap metode analitik masing-masing 6,58%; 6,49% dan 5,68% untuk bobot sel utama 0,10; 0,50 dan 0,90. Sementara perbedaannya dengan metode numerik masing-masing adalah 6,06%; 5,97% dan 5,17% untuk bobot sel utama 0,10; 0,50 dan 0,90. Kata Kunci: Suhu, persamaan Laplace, cellular automata, analitik, numerik 301

1. PENDAHULUAN Pemodelan matematis telah lama digunakan sebagai alat untuk memahami fenomenafenomena di alam. Contohnya seperti penyebaran panas atau distribusi suhu akibat proses difusi panas. Kajian mengenai difusi panas telah banyak dilakukan dengan menerapkan model konvensional yakni model analitik dan numerik yang memecahkan langsung persamaan pengatur sebaran panas akibat proses difusi. Dalam penelitian ini dikembangkan Model Cellular Automata untuk menghitung distribusi suhu keadaan tunak menggunakan kaidah pembobotan dalam aturan interaksi antara sel utama dan sel tetangga yang termuar dalam kisi persegi sembilan sel (konsep Moore). Fungsi perubahan yang digunakan adalah fungsi perubahan yang dirumuskan oleh Vick[1]. Hasil perhitungan dengan metode cellular automata ini diuji dengan solusi penyelesian analitis dari persamaan Laplace (persamaan sebaran panas). Kemudian dibandingkan dengan model numerik, hasil pernyelesaian persamaan Laplace dua dimensi dengan Accelerated Alternating Direction Implicit (AADI). 2. METODE CELLULAR AUTOMATA (MCA) Cellular automata adalah suatu metode matematika yang dapat menjelaskan interaksi antara ruang dan waktu dari suatu sistem (fisis, biologis, kimiawi, sosial, ekonomi dan lainnya). Cellular automata terdiri dari lima elemen dasar yaitu: kisi, keadaan, tetangga, variabel waktu dan fungsi perubahan.[2]. Kisi merupakan kumpulan sel dimana terjadi interaksi antar mereka. Sel merupakan satuan dasar ruang yang dapat berbentuk persegi, segitiga dan segienam, sedangkan parameter keadaan menyatakan sifat sel. Yang dimaksud dengan tetangga adalah sel sel yang berada di sekitar sel yang sedang dihitung (sel utama). Dalam ruang dua dimensi terdapat dua jenis tetangga, yaitu von Neumann yang terdiri dari empat sel tetangga, yaitu masing masing satu di kiri, kanan, atas, dan bawah sel utama (lihat Gambar 1.a), dan Moore dengandelapan sel tetangga, yaitu disekeliling sel utama seperti digambarkan pada Gambar 1.b. Gambar 1. Struktur sel utama (warna merah) dan sel tetangga (warna hijau) menurut von Neumann (a); dan Moore (b).[2] 302

Variabel waktu menyatakan sifat sel pada waktu tertentu dan sifat tersebut selalu diperbaharui dalam setiap langkah waktu. Sedangkan fungsi perubahan adalah aturan interaksi antar sel yang menentukan keadaan sel dalam waktu selanjutnya. Dalam tulisan ini fungsi perubahan dirumuskan oleh Vick [1],[3] seperti tertera dalam persamaan (1): (1) dengan merupakan fungsi perubahan suhu akibat difusi seperti ditulis di persamaan (1), dimana nilai suhu di sel utama pada waktu n+1 ditentukan olehkaidahpembobotanpadasuhu di sel utama dan 8 sel tetangganyapada waktu n seperti rancangan Moore (lihat Gambar 2). (2) dimana dan adalah koefisien bobot dan suhu pada waktu n di sel utama dititik(x,y). Sedangkan ; ; ; ; ; ; dan ; ; ; ; ; ; ; adalah koefisien bobot dan suhu pada waktu n di 8 sel tetangga yang terletak dititik (x- 1,y), (x+1,y), (x,y-1), (x,y+1), (x-1,y+1), (x-1,y-1), (x+1,y-1) dan (x+1,y+1). Koefisien bobot di sel utama dan 8 sel tetangganya pada proses difusi diatas analog seperti pada persamaan (2), yang dirumuskan di persamaan (3). (3) Gambar 2. Posisi koefisien pembobotan di sel utama SUDx,y k dan tetangganya pada proses difusi sesuai dengan aturan Moore [3] 303

3. DESKRIPSI DAN SKENARIO MODEL 3.1. DEKSRIPSI MODEL Deskripsi model yang digunakan sebagai kasus dalam tulisan ini diambil dari Hoffmann [4] sebagai berikut Lempeng segiempat berdimensi 1 ft x 2 ft dengan ukuran grid Δx = Δy = 0.05 ft dengan Suhu pada masing-masing batasnya (T 1 = 100 0 R dan T 2 = T 3 = T 4 = 0 0 R) seperti yang ditunjukkan pada Gambar (1) Gambar 3. Lempeng Persegi Dengan Distribusi Suhu Konstan pada masing-masing batas [4] Persamaan yang digunakan untuk masalah model adalah persamaan konduksi panas dua dimensi keadaan tunak atau dikenal sebagai persamaan Laplace berikut: 2 T 2 x 2 T 2 y 0 (4) dimana T adalah Suhu (R) dan x, y panjang sisi lempeng (ft). Nilai dugaan awal untuk model ini adalah T(x,y)=0 pada semua titik dan syarat batas pada tiap sisi lempeng adalah T(x,0)=T 1, T(0,y)=T 2, T(x,H)=T 3 dan T(L,y)=T 4. Sementara Ukuran grid yang digunakan konstan yakni Δx = Δy = 0,05. 3.2. SKENARIO MODEL Skenario model disusun berdasarkan prosentase bobot dalam sel utama dan tetangga dalam konsep moore pada Gambar 2. Dalam model ini diterapkan tiga skenario nilai bobot pada sel utama yakni adalah 0,10; 0,50 dan 0,90. (lihattabel 1) 304

Tabel 1. Skenario Model Skenario Bobot di SelUtama Total Bobot di SelTetangga 1 0,10 0,90 2 0,50 0,50 3 0,90 0,10 4. MODEL ANALITIK (MA) DAN NUMERIK (MN) Penyelesaian analitik persamaan (4)[2] dengan nilai awal dan syarat batas sesuai dengan deskripsi model yang selanjutnyadi sebut sebagai Model Analitik (MA) dirumuskan di persamaan (5) berikut: (5) dengan T 1 adalah suhu di lempeng batas bawah, H dan L dimensi lempeng, sedangkan x dan y adalah koordinat ruang sel yang dihitung. 3,14 Diskritisasi numerik (Model Numerik/ MN) dalam penyelesaian persamaan (4) menggunakan metode Accelerated Alternating Direction Implicit (AADI) [2]. Pengaturan perhitungan AADI dipakai dalam dua tahap, tahap pertama sapuan terhadap sumbu x dan kedua sapuan kearah sumbu y. Langkah perhitungan tahap 1 adalah:, dan tahap 2: (6) (7) dimana dan 1 adalah suhu dititik (i,j) pada langkah ke- k 2 dan k 1, k Ti j 1, suhu dititik (i,j+1) pada langkahk, β = x / y dan ω adalah parameter relaksasi (dipilih =1,27) 305

5. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengujian hasil pola distribusi suhu menggunakan metode cellular automata terhadap metode analitik dan perbandingannya dengan metode numerik. Perhitungan distribusi suhu ini dengan asumsi kondisi tunak (suhu sudah tidak bergantung terhadap waktu) menggunakan syarat batas tipe dirichlet dimana nilai dugaan awal dan syarat batas telah ditentukan untuk masing-masing sisi lempeng. Perhitungan suhu dengan metode cellular automata di dalam lempeng dilakukan dengan menerapkan beberapa skenario. Skenario model disusun berdasarkan prinsip pembobotan di dalam sel utama dan tetangganya dengan konsep delapan tetangga (Moore Neighbourhoods). Nilai bobot sel utama (SU) yang digunakan adalah 0,10; 0,50 dan 0,90. Sementara nilai bobot pada masing-masing sel tetangganya dihitung berdasarkan persamaan (1 - nilai bobot sel utama) dibagi 8 sel tetangga. Nilai bobot di sel utama dan tetangga ini untuk setiap skenario selanjutnya diterapkan pada persamaan (2) bersamaan dengan penerapan nilai dugaan dan syarat batas masalah model untuk menghitung distribusi suhu dalam lempeng persegi yang dijadikan masalah model. Sedangkan untuk distribusi suhu dalam model analitik didapat dari penyelesaian analitik dari persamaan (4) yang menghasilkan persamaan(5). Sementara model numerik didapat dengan mendiskritisasi persamaan (4) dengan metode AADI seperti yang dijelaskan pada bagian (4). 306

Gambar 4. Kontur Model Analitik (a), Kontur Model Numerik (b), dan Kontur Model Cellular Automata dengan SU = 0,10 (c); 0,50 (d) ; 0,90 (e) Gambar 4 menunjukkan pola distribusi suhu untuk ketiga metode yang digunakan yakni metode analitik (a), metode numerik (b) dan metode cellular automata (c), (d) dan (e). Dalam Gambar 4 ini terlihat bahwa tiga scenario nilai bobot sel utama model cellular automata yang digunakan menghasilkan pola distribusi suhu yang sesuai dengan model analitik dan numerik yang digunakan sebagai model penguji dan pembanding. Pola sebaran kontur isothermal yang dihasilkan ketiga model ini memperlihatkan suhu merambat dari lempeng yang memiliki suhu tinggi ke arah lempeng yang bersuhu lebih rendah. Perbedaan nilai suhu hasil model cellular automata dengan nilai bobot sel utama 0,10 terhadap model analitik adalah 6,58%; 6,49% untuk bobot 0,50 dan 5,68% untuk bobot 0,90. Sementara perbedaannya dengan metode numeric adalah 6,06% (0,10); 5,97% (0,50) dan 5,17% (0,90). 307

Gambar 5. Variasi Longitudinal, sumbu y antara MA, MN dan MCA (a); selisih nilai suhu antara MCA dengan MA (b) dan MN (c) dalam arah sumbu y Gambar 5a menunjukkan variasi suhu dalam arah sumbu y atau longitudinal. Hasil MCA memiliki variasi searah sumbu y yang sesuai dengan MA dan MN untuk ketiga skenario yang diterapkan. Perbedaan nilai suhu antara MCA dengan MA adalah sebesar 0,2098 o R untuk daerah yang dekat dengan sumber panas. Sementara daerah yang jauh dari sumber panas selisih nya hanya 0,0023 o R. Selisih nilai ini didapat dari hasil dari penggunaan nilai bobot sel utama 0,90. Sedangkan selisih nilai untuk bobot sel utama 0,10 dan 0,50 berturut-turutadalah 0,2118 o Rdan 0,2116 o R untuk daerah yang dekat dengan sumber panas serta 0,0006 o R dan 0,0008 o R untuk daerah yang jauh dengan sumber panas seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5b. Sementara perbedaan nilai suhu antara MCA dengan MN adalah sebesar 0,1152 o R untuk daerah dekat sumber panas dan sebesar 0,0030 o R untuk daerah yang jauh dari sumber panas. Sedangkan selisih nilai untuk sel utama 0,10 dan 0,50 berturut-turut adalah sebesar 0,1172 o R dan 0,1170 o R (daerah dekat dari sumber panas) serta 0,0012 o R dan 0,0014 o R (daerah jauh dari sumber panas). (lihat Gambar 5c) 308

Gambar 6. Variasi lateral,sumbu x antara MA, MN dan MCA (a); selisih nilai suhu antara MCA dengan MA (b) dan MN (c) dalam arah sumbu x Sedangkan Gambar 6a memperlihatkan variasi suhu kearah lateral (arah sumbu x). Sebaran panas hasil MCA untuk ketiga skenario yang diterapkan memiliki luasan yang relative sama dengan dengan hasil MA dan MN. Gambar 6b menunjukkan selisih nilai suhu antara hasil MCA dan MA. Selisih terbesar nilai suhu untuk penerapan nilai bobot 0,90 pada sel utama adalah sebesar 0,0685 o R. Selisih terbesar nilai suhu untuk bobot 0,10 dan 0,50 masing-masing adalah 0,0861 o R dan 0,0844 o R. Sementara selisih terbesar nilai suhu antara hasil MCA dan MN yang terlihat pada Gambar 6c untuk penggunaan bobot sel utama 0,90 adalah 0,0607 o R. Sedangkan selisih terbesar nilai suhu untuk bobot 0,10 dan 0,50 masing-masing adalah 0,0783 o R dan 0,0766 o R. Bervariasinya nilai selisih nilai suhu MCA terhadap MA dan MN ini dikarenakan di dalam MCA masih mengandung error difusi fisis dan difusi numerik. Dari hasil pengujian terhadap model analitik dan perbandingan terhadap model numerik dapat dikatakan bahwa peningkatan prosentase bobot sel utama yang digunakan akan mengakibatkan kecilnya perbedaan suhu terhadap model analitik dengan numerik. 309

6. KESIMPULAN Pola distribusi suhu menggunakan metode cellular automata menunjukkan kesesuaian baik dengan metode analitik dan numeric dimana rerata perbedaannya terhadap metode analitik masing-masing adalah 6,58%, 6,49% dan 5,68% untuk bobot sel utama 0,10; 0,50 dan 0,90. Sementara perbedaannya dengan metode numerik masing-masing adalah 6,06%; 5,97% dan 5,17% untuk bobot sel utama 0,10; 0,50 dan 0,90. Dari hasil pengujian terhadap model analitik dan perbandingan terhadap model numeric dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai bobot di sel utama semakin kecil perbedaan suhu antara model cellular automata dengan model analitik dan numerik. 7. PUSTAKA [1] Vick B. Multi-physics Modeling using Cellular Automata. Complex System Publication, Inc. 2007. 65-78 p [2] Srigutomo W. Kapita Selekta Fisika Sistem Kompleks. ITB Press.2002. [3] Apriansyah, Mihardja DK. Penyebaran Penyebaran Panas dalam Fluida Newtonian Tak Mampu Mampat Menggunakan Cellular Automata, Jurnal Matematika dan Sains, 2013 Apr 30; (18): 71-80 p [4] Hoffmann KA, Chiang ST. Computational Fluid Dynamics for Engineers. 4 th ed. Engineering Education System. 1989. 165-172 p 310