LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

KEBIJAKAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR YANG SNI NYA DIBERLAKUKAN SECARA WAJIB

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

Seksi Ekspor Impor Pasal 18

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK

PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM.07/HK.001/MPEK/2012

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN KINERJA (PK) KEMENTERIAN PERDAGANGAN TAHUN dalam ribu rupiah INDIKATOR KINERJA INDIKATOR KINERJA OUTPUT NO PROGRAM SASARAN

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

KESIMPULAN/KEPUTUSAN RAPAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN TERHADAP PELAKU USAHA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKSPOR

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks

2015, No DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang da

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ECONOMIC COOPERATION XXI TAHUN 2013

PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN LUAR NEGERI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYEMPURNAAN PERMENDAG NO. 20/M- DAG/PER/5/2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA

BUPATI BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW NOMOR TAHUN 2015

KESIMPULAN/KEPUTUSAN RAPAT

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 322); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL TENT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

2017, No Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Ekonomi Kreatif (Berita Negara R

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 14 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan P

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

2017, No Bintan, dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun, perlu mendelegasikan kewenangan penerbitan perizinan di bidang perd

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA, 19 SEPTEMBER

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PENGAWASAN PRODUK SNI WAJIB DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN oleh : DIREKTUR PENGEMBANGAN MUTU BARANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA GULA KRISTAL PUTIH SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

2017, No Penerbitan Perizinan di Bidang Perdagangan kepada Administrator Kawasan Ekonomi Khusus Palu; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Ta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK Tahun Sidang : 2015-2016 Masa Persidangan : I Rapat ke : 8 Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat (RDP) ke-2 Sifat Rapat : Terbuka Hari, tanggal : Senin, 14 September 2015 Waktu : 10.00 WIB s.d. Selesai Tempat : Ruang Rapat Pansus B, Gedung Nusantara II Lt. 3 Acara : Masukan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Merek Ketua Rapat : Drs. Wenny Warouw Sekretaris Rapat : Drs. Uli Sintong Siahaan, M.Si Hadir : a. Anggota : 23 orang dari 30 Anggota Pansus b. Narasumber : - Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri. - Ditjen Pengawasan Barang dan Jasa Kementerian Perdagangan RI. - Ditjen Pengembangan Promosi dan Citra Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan RI. I. PENDAHULUAN Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, Dirjen Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan RI, Ditjen Pengembangan Promosi dan Citra Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan RI dibuka pada pukul 10.50 WIB dan rapat dinyatakan terbuka untuk umum. II. KESIMPULAN/KEPUTUSAN 1. Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri menyampaikan masukan/tanggapan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Merek, sebagai berikut :

- 2-1) Hal-hal yang diatur dalam berbagai instrument hukum internasional terkait dengan Merek dan Indikasi Geografis memuat aspek : a. Definisi atau aspek-aspek yang menyebabkan suatu produk dapat memperoleh perlindungan Merek maupun GI; b. Mekanisme Pendaftaran, Penolakan, banding; c. Aspek perlindungan yang harus diberikan Negara kepada pemegang Merek atau GI; d. Lama Perlindungan Merek dan GI; e. Kerjasama antar Negara dalam rangka Perlindungan Merek dan GI. 2) Mengenai GI, teks negosiasi RCEP menyediakan 2 sistem registrasi, yakni system legislasi Merek dan sistem sui generis. Namun demikian, mengingat bahwa RUU Merek sudah mengatur mengenai GI maka apabila RCEP menyetujui sistem dimaksud, kiranya Indonesia tidak akan kesulitan untuk menyesuaikan. 3) RUU Merek mengajukan sejumlah perluasan definisi Merek yang mencakup bentuk 3 dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari dua atau lebih unsur-unsur tersebut. Sedangkan dalam Undang-undang Merek, definisi Merek hanya mencakup tanda yang berupa gambar, nama, kata huruf-huruf, angka-angka susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. 4) Tidak ada perubahan jangka waktu perlindungan antara RUU Merek dan Undang-undang yang memberikan jangka waktu perlindungan selama 10 tahun dan setelahnya dapat diperpanjang dengan jangka waktu perlindungan yang sama. Mekanisme pendaftaran juga mengalami peningkatan dari sebelumnya dilakukan secara Non-Elektronik saja, ditambahkan Metode Elektronik berdasarkan RUU. 5) Sesuai Pasal 114 IJEPA, tidak ada perbedaan substansi antara RUU Merek dengan IJEPA. IJEPA hanya memastikan compliance dan good office dalam pendaftaran dan perlindungan Merek, yang sudah diatur dalam RUU. 6) Sesuai Pasal 7 IP Chapter AANZFTA, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan dengan RUU. AANZFTA malah menegaskan ketentuanketentuan kunci dalam RUU Merek seperti: Indikasi geografis harus dilindungi di bawah rezim Merek, Penegasan acuan kepada hukum nasional serta TRIPs dalam perlindungan Merek. 7) Teks RCEP juga mendorong Negara anggota untuk bergabung ke dalam Protokol Madrid, yang merupakan salah satu bagian kunci dari implementasi RUU Merek. 8) Sehubungan dengan semakin berkembangnya teknologi dan dinamika perekonomian global, maka berkembang pula metode, mekanisme dan aspek yang dapat dijadikan sebagai elemen pembeda produk. Perkembangan ini tentunya menuntu Negara dalam hal ini Pemerintah

- 3- Indonesia untuk menyesuaikan diri dan menyediakan pengaturan yang tepat bagi perlindungan Merek dan GI. 9) Dengan menjadi pihak dari berbagai perjanjian internasional yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai Merek dan GI, Indonesia wajib untuk menyesuaikan Undang Undang Merek yang berlaku dengan ketentuanketentuan yang ada dalam perjanjian internasional yang telah diratifikasi tersebut. 2. Dirjen Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan RI menyampaikan masukan/tanggapan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Merek, sebagai berikut : Pengawasan Barang Beredar SNI wajib : a. Barang Produksi Luar Negeri (Wilayah Pabean RI) : - Label berbahasa Indonesia - Harus ada SPPT SNI dari Lembaga Sertifikat Produk (LS Pro) - Ada Surat Pendaftaran Barang (SPB) dan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) dari DPMB, Ditjen SPK Kemendag. b. Barang Produksi Dalam Negeri. - Label berbahasa Indonesia - Harus ada SPPT SNI dari Lembaga Sertifikat Produk (LS Pro) - Ada Nomor Registrasi Produk (NRP) dari DPMB, Ditjen SPK Kemendag. Parameter Pasar Dalam Negeri : 1. Standard 2. Label 3. Klausula Baku 4. Cara menjual 5. Cara iklan 6. Layanan Purna Jual Manfaat Pengawasan : Masyarakat : Memberikan kepastian mutu dan jaminan atas produk yang dikonsumsi sehingga tercipta perlindungan keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan bagi masyarakat. Dunia Usaha : memastikan implementasi standar maupun ketentuan lain dalam memenuhi spesifikasi minimum yang berdampak pada pengembangan daya saing di dunia usaha. 3. Ditjen Pengembangan Promosi dan Citra Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan RI, menyampaikan masukan/tanggapan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Merek, sebagai berikut : Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan Pasal 21

- 4- Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang promosi, pengembangan dan peningkatan produk, pasar ekspor serta pelaku ekspor. Pasal 22 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan di bidang pengembangan dan peningkatan produk, pasar ekspor dan pelaku ekspor serta penyelenggaraan promosi dagang, kampanye pencitraan Indonesia dan pengembangan kelembagaan promosi; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan dan peningkatan produk, pasar ekspor dan pelaku ekspor serta penyelenggaraan promosi dagang, kampanye pencitraan Indonesia dan pengembangan kelembagaan promosi; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penyelenggaraan promosi dagang dan kampanye pencitraan Indonesia; d. pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penyelenggaraan promosi dagang dan kampanye pencitraan Indonesia; e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengembangan dan peningkatan produk, pasar ekspor dan pelaku ekspor serta penyelenggaraan promosi dagang, kampanye pencitraan Indonesia dan pengembangan kelembagaan promosi; f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/M- DAG/PER/8/2012 Pasal 670 Direktorat Pengembangan Promosi dan Citra mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan promosi dan citra. Pasal 671 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 670, Direktorat Pengembangan Promosi dan Citra menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan pengembangan promosi dan citra dengan negara-negara di kawasan Amerika, Eropa, Afrika, Timur Tengah, Asia, Australia, New Zealand dan Pasifik; b. penyiapan pelaksanaan kebijakan pengembangan promosi dan citra dengan negara-negara di kawasan Amerika, Eropa, Afrika, Timur Tengah, Asia, Australia, New Zealand dan Pasifik; c. penyiapan penyusunan pedoman, standar, norma, prosedur dan kriteria kebijakan pengembangan promosi dan citra dengan negara-negara di

- 5- kawasan Amerika, Eropa, Afrika, Timur Tengah, Asia, Australia, New Zealand dan Pasifik; d. penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan kebijakan pengembangan promosi dan citra dengan negaranegara di kawasan Amerika, Eropa, Afrika, Timur Tengah, Asia, Australia, New Zealand dan Pasifik; dan e. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Materi pokok dalam Bab XI Pengembangan Ekspor (Pasal 74 - Pasal 81) sebagai berikut : Pasal 74 : - Pemerintah melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha dalam rangka pengembangan ekspor untuk perluasan akses pasar bagi barang dan jasa produksi dalam negeri; - Pembinaan tersebut dapat berupa pemberian insentif, fasilitas, informasi peluang pasar, bimbingan teknis, serta bantuan promosi dan pemasaran untuk pengembangan ekspor; Pasal 75 Untuk memperluas akses pasar bagi barang dan/atau jasa produksi dalam negeri, pemerintah dan/atau pemerintah daerah berkewajiban memperkenalkan barang dan/atau jasa dengan cara: a. menyelenggarakan promosi dagang di dalam negeri dan/atau di luar negeri; dan/atau b. berpartisipasi dalam promosi dagang di dalam negeri dan/atau luar negeri. Promosi dagang dapat berupa pameran dagang dan misi dagang. Pasal 76 Pelaksanaan promosi dagang di luar negeri dilakukan berkoordinasi dengan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri di negara terkait. Pasal 77 Setiap penyelenggara pameran dagang dan peserta pameran dagang wajib memenuhi standar penyelenggaraan dan keikutsertaan dalam pameran dagang. Pasal 78 - Pemberian fasilitas dan/atau kemudahan untuk pelaksanaan kegiatan pameran dagang yang dilakukan oleh pelaku usaha dan/atau lembaga selain pemerintah atau pemerintah daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. - Pemerintah dan pemerintah daerah saling mendukung dalam melakukan pameran dagang untuk mengembangkan ekspor komoditas unggulan nasional. Pasal 79

- 6- - Selain promosi datang untuk memperkenalkan barang dan/atau jasa perlu didukung kampanye pencitraan Indonesia di dalam dan di luar negeri. - Pelaksanaan kampanye tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, lembaga selain pemerintah dan pemerintah daerah dan/atau pelaku usaha secara sendiri atau bersama-sama. - Pelaksanaan kampanye pencitraan Indonesia di luar negeri berkoordinasi dengan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri di negara terkait. Pasal 80 Pembentukan Badan Promosi Dagang di luar negeri untuk menunjang pelaksanaan promosi dagang ke luar negeri. Tanggapan/Masukan Umum atas RUU tentang Merek : 1. Pada prinsipnya Kementerian Perdagangan menyambut baik rencana revisi atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dimana di dalam RUU Merek ini telah dilakukan penyederhanaan dalam proses dan jangka waktu pengajuan permohonan merek sampai dengan diterbitkannya Sertifikat Merek, antara lain pengumuman permohonan semula 3 bulan (Pasal 22 ayat (1)) menjadi 2 bulan (Pasal 14 ayat (2)), dan pemeriksaan substansi semula 9 bulan (Pasal 18 ayat(3)) menjadi 5 bulan (Pasal 23 ayat (5)). Melalui penyederhanaan ini dapat mempercepat dan mendorong pelaku usaha Indonesia khususnya pelaku UKM untuk secara aktif mendaftar merek barang dan/atau jasa yang dihasilkannya guna menjamin adanya kepastian hukum saat mereka berusaha. 2. Memperhatikan kondisi geografis Indonesia dan kekayaan alam Indonesia yang sangat beragam, tidak menutup kemungkinan munculnya potensipotensi baru terhadap indikasi geografis. Sesuai dengan ketentuan Pasal angka 6, untuk menjadi bahan pertimbangan bersama didalam RUU Merek ini diperlukan penambahan substansi mengenai peran aktif tidak hanya Pemerintah akan tetapi Pemerintah Daerah dan Masyarakat dalam hal menjaga dan melindungi agar karakteristik yang khas dan kualitas tertentu yang dipengaruhi faktor lingkungan geografis ini (faktor alam dan faktor manusia atau kombinasi) dapat tetap terjaga. 3. Penambahan substansi mengenai penetapan kawasan indikasi geografis melalui Program Nasional Indikasi Geografis menurut hemat kami merupakan langkah yang tepat dan sangat strategis, sesuai penjelasan kami sebelumnya, bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam memberikan perlindungan kekayaan intelektual melalui indikasi geografis. Sehubungan dengan ketentuan Pasal 53, dapat menjadi pertimbangan bersama mengenai kawasan indikasi geografis memiliki pengaturan lebih lanjut melalui Peraturan Presiden sehingga dapat mengakomodir di tingkat pusat dan daerah. Terkait dengan persyaratan pendaftaran merek, dimana tidak menutup kemungkinan terjadinya keadaan kahar sebagaimana diatur dalam Pasal

- 7-11, menurut hemat kami perlu diberikan penjelasan lebih lanjut mengenai keadaan kahar. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kepastian terkait jangka waktu pengajuan kelengkapan persyaratan merek khususnya bagi pengajuan permohonan dengan hak prioritas. III. PENUTUP Rapat Dengar Pendapat (RDP) Pansus Rancangan Undang-Undang tentang Merek ditutup pada pukul 12.30 WIB. KETUA RAPAT, Ttd DRS. WENNY WAROUW A-387