BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan cikal bakal terciptanya keluarga sebagai tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

Prosiding SNaPP2010 Edisi Sosial ISSN:

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN KETERBUKAAN DIRI DALAM TA ARUF DAN KEPUTUSAN MENIKAH KELOMPOK TARBIYAH PKS CABANG POLOKARTO

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak dan kewajiban didalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya. Diantara kebutuhan tersebut adalah kebutuhan sosial. juga orang mengakhirinya dengan perceraian.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 tentang Pernikahan). Menurut UU RI di atas definisi pernikahan tidak hanya bersatunya pria dan wanita secara lahir namun juga secara batin. Pernikahan di Indonesia juga mempunyai nilai yang luhur karena dilandasi nilai ketuhanan pada proses pembentukannya. Dalam memenuhi tugas perkembangannya ini, untuk mencari seseorang untuk menjadi teman hidup yang memiliki minat serta nilai yang sama serta untuk saling mencintai dan membentuk keluarga. Beberapa orang melakukan penjajakanpenjajakan dengan lawan jenisnya untuk menemukan pasangan hidup yang dirasa dapat menjadi partner dalam kehidupan berkeluarga. Banyak dari kelompok masa dewasa dini yang memiliki pacar sebelum melanjutkan ke jenjang pernikahan. 1

2 Pacar, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ketiga, 2002: 807) adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Sedangkan berpacaran adalah bercintaan; berkasih-kasihan (dengan sang pacar). Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Tradisi pacaran memiliki variasi dalam pelaksanaannya dan sangat dipengaruhi oleh tradisi individu-individu dalam masyarakat yang teribat. Dimulai dari adanya rasa ketertarikan kemudian proses pendekatan, pengenalan pribadi, hingga akhirnya menjalani hubungan afeksi yang eksklusif. Namun dewasa ini afeksi eksklusif yang dilakukan dalam masa pacaran cenderung selalu berkaitan dengan kontak fisik sampai mengarah pada hubungan seksual. Sedangkan umat muslim yang memegang keyakinan adanya pembatas antara laki-laki serta perempuan yang bukan muhrimnya yang tidak membolehkan adanya kontak fisik memutuskan untuk tidak berpacaran dan melakukan ta aruf sebagai bentuk perkenalan sebelum memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Ta aruf dilakukan dengan mencari kecocokan antara dua insan dan biasanya ditemani oleh muhrim dari salah satu pihak, dilakukan oleh yang telah siap menikah sehingga lebih menekankan kesiapan diri daripada daya tarik kepada pasangan yang dita arufinya.

3 Secara harfiah ta aruf berarti saling mengenal, namun dewasa ini pada masyarakat umum kata ta aruf dikenal sebagai satu proses awal individu muslim yang sudah siap menikah untuk mengenal calon pasangannya. Jika dilihat dari prosesnya, pacaran dan ta aruf ini jelas berbeda meski memiliki tujuan yang hampir sama. Sama-sama memiliki tujuan untuk saling mengenal pasangan yang akan dijadikan pasangan hidup. Setelah melewati masa perkenalan baik berpacaran ataupun berta aruf dan kemudian memutuskan menikah. Masalah dan konflik-konflik senantiasa muncul dalam perjalanan pernikahan yang dijalani. Dimulai dari proses penyesuaian pernikahan antara penyatuan visi dan harapan kedua individu, kemudian timbul masalah baru ketika ada hadirnya anak di dalam rumah tangga dan masalah-masalah yang mengiringi setiap tahap perkembangan pernikahan.. Dewasa ini, konflik-konflik yang dihadapi dalam rumah tangga sering kali membawa kepada perceraian dan dari tahun ke tahun angka perceraian di Indonesia semakin meningkat. dari data Kementerian Agama (Kemenag) Pada 2011, terjadi peristiwa nikah sebanyak 2.319.821 sementara peristiwa cerai sebanyak 158.119 peristiwa. Berikutnya pada 2012, peristiwa nikah yang terjadi yakni sebanyak 2.291.265 peristiwa sementara yang bercerai berjumlah 372.577. Pada pendataan terakhir yakni 2013, jumlah peristiwa nikah menurun dari tahun lalu menjadi sebanyak 2.218.130 peristiwa. Namun tingkat perceraiannya meningkat menjadi 14,6 persen atau sebanyak 324.527 peristiwa. (Republika online, 2014)

4 Begitu pun pasangan suami istri taaruf memiliki konflik-konflik dalam pernikahannya. Konflik pasangan suami istri taaruf dimulai ketika pasangan menikah dan menyesuaikan diri dengan pernikahannya. Pada penelitian Arien Dewanty tahun 2010 menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dalam penyesuaian pernikahan pasangan taaruf dengan pasangan yang berpacaran. Dimana penyesuaian pasangan taauf lebih rendah daripada pasangan yang berpacaran dengan selisih nilai rata-rata 14,15. Juga kerap kali munculnya kekecewaan terhadap pasangan karena merasa tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan ketika menjalani masa taaruf. Keterbatasan dalam komunikasi sebelum menikah menjadi salah satu faktor individu kesulitan mengungkapkan keinginan dan harapannya ketika telah menikah (Salim Al- Fillah, 2010). Hal ini tidak dapat dipungkiri akan berdampak pada penyesuaian di fase pernikahan selanjutnya. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan di Universitas Ain Syams, hasilnya menunjukkan bahwa 75% pernikahan yang dilakukan setelah proses pacaran yang romantis berujung pada kegagalan total dan perceraian. Sedangkan pernikahan yang dilakukan atas dasar perjodohan, baik dikenalkan oleh keluarga, teman, atau tetangga, menunjukkan jumlah keberhasilan yang mencengangkan, melebihi angka 95% (dalam Sukmadiarti, 2007). Keberhasilan dalam menjaga kelangsungan rumah tangga ini memberikan indikasi bagaimana individu yang bertaaruf dapat menjaga atau memiliki komitmen terhadap janji pernikahannya. Komitmen pernikahan adalah keinginan individu untuk tetap melanjutkan pernikahannya (Johnson, 1999).

5 Menurut Johnson komitmen pernikahan terdiri dari 3 komponen komitmen, yakni komitmen personal, yaitu sejauh mana keinginan seseorang untuk tetap tinggal dalam sebuah pernikahan karena faktor-faktor yang berasal dari dalam diri dan kondisi pernikahannya. Kedua komitmen moral, yaitusuatu rasa tanggung jawab secara moral untuk melanjutkan pernikahan. Ketiga komitmen struktural, yaitu keinginan untuk bertahan dalam pernikahan karena adanya faktor penahan dari lingkungan yang menghambatnya meninggalkan pernikahan. (Johnson, 1999) Data dari Pengadilan Agama Bandung pada februari 2014 menyebutkan penyebab utama perceraian di Kabupaten Bandung ini disebabkan oleh tidak adanya tanggung jawab dan tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga. (PTA Bandung, 2014) Dengan kata lain penyebab perceraian di Kabupaten Bandung karena individu memiliki komitmen personal dan komitmen moral yang rendah. Sedangkan Johnson menyebutkan dalam jurnalnya bahwa komitmen personal dan komitmen moral memegang peranan penting dalam kualitas sebuah pernikahan. Namun di Kabupaten Bandung terdapat komunitas pengkaji al-qur an (KPA) yang seluruh anggotanya dapat mempertahankan dan menjaga kelangsungan rumah tangganya. Dari segi administrasi Majelis Ta lim X ini mengupayakan mengatur sebisa mungkin agar efektif dalam pelaksanaan kegiatan. Seperti adanya data keanggotaan dan kurikulum materi yang sebisa mungkin kontinum dan komprehensif dalam membahas sebuah topik kajian. Serta adanya evaluasi kehadiran anggota

6 dalam setiap pertemuan untuk memastikan kesamaan materi yang didapatkan. Majelis ta lim ini juga mempunyai beragam kegiatan sosial yang diselenggarakan seperti program PAUD bagi anggota dan masyarakat sekitar. Juga program bakti sosial kesehatan gratis bagi masyarakat. Di majelis ta lim ini juga diberikan materi-materi rumah tangga yang disampaikan sebelum menikah dan adanya pembinaan mengenai kerumahtanggaan setelah individu menikah. Kegiatan pertemuan tidak selalu dilakukan dalam kelompok besar, tetapi terkadang dilakukan terpisah untuk laki-laki (suami) dan untuk perempuan (istri) tergantung materi yang akan dibahas sehingga dibahas lebih mendalam dan pihak pembina mengetahui kebutuhan anggotanya.selain mempelajari dan mengkaji al-qur an dan ilmu-ilmu keislaman di majelis ta lim X ini juga menerapkan proses taaruf diawal memilih calon pasangan hidupnya, program taaruf ini juga menjadi salah satu langkah dalam kaderisasi. Artinya bahwa semua anggota menikah melalui proses taaruf dalam memilih pasangan hidupnya. Diungkapkan anggota majelis ta lim X, mereka juga banyak menemui masalah-masalah dalam rumah tangganya. Seperti kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan pasangan dan pernikahan. Meski sebelum menikah diberikan materi mengenai pernikahan namun menghadapi secara langsung seseorang yang baru dengan karakter tertentu dengan sebuah ikatan intim tetap mengalami kesulitan. Ditambah juga dengan belum adanya rasa cinta kepada pasangan ketika awal pertama memulai kehidupan pernikahan, sehingga individu merasa risih ketika harus mengekspresikan kasih sayangnya terhadap pasangan khususnya yang memerlukan

7 kontak fisik seperti memeluk atau hanya sekedar membelai. Seiring berjalannya waktu permasalahan yang dihadapi pun semakin beragam, mulai dari segi ekonomi ketika mulai banyak hal yang menjadi prioritas dalam alokasi keuanganmulai dari saat awal menikah. Ketika tidak adanya kesesuaian antara prioritas suami dengan prioritas istri akan menimbulkan masalah. Suami memiliki proiritas untuk menabung agar cepat memiliki rumah sendiri sehingga dalam pengeluaran harus diminimalisir, tidak berlebihan sekedar cukup untuk makan dan kebutuhan rumah tangga, namun istri tidak mengetahui sehingga mengalokasikan keuangan bulanan secara royal karena ingin menyenangkan suami. Meski keduanya memiliki maksud baik namun hal ini juga membuat masalah.dari sudut pandang suami, istri dinilai boros karena tidak ada uang yang bisa ditabung dari pendapatan bulanan. Dari sudut pandang istri, merasa telah melakukan hal yang benar karena memang bermaksud menyenangkan suami, suami juga tidak memberitahukan dirinya untuk mengalokasikan sebagian dari pendapatan untuk hal tertentu.ketika hadirnya anak dalam rumah tangga, dalam merancang dan menerapkan pola asuh pada anak sering kali menjadi masalah yang harus dihadapi. Perbedaan pola asuh dan tidak konsisten dalam aturan dirasa individu akan menjadikan aturan tidak efektif. Seorang istri yang dididik secara tegas oleh orang tuanya sehingga begitu pun ketika menerapkan pola asuh pada anak. Istri berpendapat bahwa anak memang berhak berpendapat namun tetap saja sebagai orang tua memiliki kewajiban untuk menyampaikan apa yang benar dan salah, menyampaikan bahwa ada aturan-aturan yang harus dipatuhi. Namun ketika istri (ibu) menerapkan pola didik kepada anak tidak menjadi efektif ketika tidak didukung oleh suami (ayah). Ketika anak meminta dibelikan telpon genggam ibu melarang

8 karena untuk saat ini telpon genggam dirasa belum dibutuhkan oleh anak sehingga bersikeras untuk tidak membelikan apa yang diinginkan anak. anak yang merasa tidak senang dengan aturan yang dibuat oleh ibu, akan mendekati dan membujuk ayah sehingga aturan yang dibuat oleh ibu tidak lagi berlaku.dalam hal pola asuh anak ini sering sekali menjadi masalah yang diperdebatkan dan dibicarakan secara berulang. Dengan beragam masalah yang dihadapi anggota majelis ta lim ini tetap memandang sebuah masalah adalah hal yang positif meski dalam pelaksanaannya tetap saja terkadang dipengaruhi hawa nafsu sehingga memunculkan amarah. Diawal pernikahan anggota majelis ta lim X ini mengaku bahwa rasa cinta memang belum tumbuh, namun seiring berjalannya waktu mereka mulai merasakan ketertarikan kepada pasangan dan menikmati hubungan pernikahan yang dibangun. Salah satu subjek menyebutkan bahwa ketika menghadapi masalah yang terus berulang memang pernah terlintas pikiran untuk berpisah namun subjek kembali memikirkan dampak yang akan ditimbulkan, khususnya dampak bagi anak-anak. Anggota Majelis Ta lim X ini memaknai pernikahan sebagai sebuah bentuk ibadah yang amat besar. Dengan menikah juga berarti telah menggenapkan setengah dari agama sehingga pernikahan harus senantiasa dijaga. Anggota majelis juga memandang perceraian sebagai bentuk pengingkaran akan takdir Allah SWT. Sehingga masalah-masalah yang dihadapi senantiasa diatasi dengan kepala dingin, keluhan atau uneg-uneg disampaikan ketika kondisi diri dan pasangan tidak sedang emosional.pasangan juga membuat persetujuan untuk mengevaluasi kegiatan, masalah, rasa tidak suka, keluhan, dan hal-hal yang perlu diketahui oleh pasangan

9 dengan membicarakannya setiap malam ketika hendak tidur. segala keputusan diperhitungkan terlebih dahulu dampak yang akan ditimbulkan. Komunikasi yang harus senantiasa berjalan, dan rasa saling percaya yang ditumbuhkan. Dalam masalah keuangan komunikasi dalam hal keuangan menjadi sangat penting. Akhirnya pasangan membuat kesepakatan untuk menyampaikan prioritas dalam alokasi keuangan di awal bulan seperti menabung untuk membeli rumah, kendaraan, dan tabungan pendidikan untuk anak. Selain itu juga pasangan membuat kesepakatan untuk membuat buku keuangan, semua pengeluaran dan uang yang ditabung setiap bulan tercatat secara jelas dan dievaluasi di akhir bulan apakah sudah sesuai dengan rencana ketika di awal bulan. Dengan segala permasalahan yang telah disebutkan, pasangan anggota majelis ta lim X dapat bertahan menjaga dan melanjutkan pernikahannya dengan keyakinan bahwa perceraian adalah sesuatu yang dibenci oleh Allah SWT. Penelitian dilakukan pada anggota majelis ta lim X. Dimana tidak ada anggota yang bercerai di komunitas ini. Majelis ta lim ini menggunakan proses taaruf sebagai salah satu cara pengkaderan dan semua anggota memang menikah dengan cara bertaaruf sebelumnya. Di majelis ta lim ini diberikan keilmuan yang bersifat vertical yaitu mengenai ibadah-ibadah yang langsung ke pada Allah, juga yang bersifat horizontal yaitu bagaimana memposisikan diri sebagai manusia social yang berhubungan dengan manusia lainya.

10 Sehingga menarik untuk mengetahui komitmen pasangan anggota majelis ta lim X dan gambaran komitmen yang dimiliki berdasarkan tiga jenis komitmen yang dikemukakan oleh Johnson. 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Komitmen pernikahan adalah keinginan individu untuk tetap melanjutkan pernikahannya (Johnson, 1999). Komitmen menurut Johnson terdiri dari 3 jenis, yaitu komitmen personal, keinginan untuk bertahan karena cinta terhadap pasangan dan perasaan puas terhadap hubungan itu sendiri. Komitmen moral, rasa bertanggung jawab secara moral baik terhadap pasangan maupun akad nikah. Komitmen struktural, karena alasan-alasan seperti menjaga nama baik, ajaran agama yang melarang perceraian, atau memikirkan dampak negatif perceraian terhadap anak, atau juga karena faktor finansial. Secara harfiah ta aruf berarti saling mengenal, namun dewasa ini masyarakat mengenal kata ta aruf sebagai satu proses awal individu muslim yang sudah siap menikah untuk mengenal calon pasangannya. Anggota di majelis ta lim X ini mengenal calon pasangannya dengan masa perkenalan yang relatif singkat dan bukan dilandasi cinta, konflik-konflik yang juga dirasakan dalam rumah tangga baik itu mengenai urusan finansial, anak-anak dan juga waktu untuk keluarga karena padatnya aktivitas keagamaan di luar rumah yang menyita waktu dan membuat tanggung jawab rumah tangga menjadi terbengkalai. Dengan beragam masalah yang dihadapi anggota majelis ta lim ini tetap memandang

11 sebuah masalah adalah hal yang positif meski dalam pelaksanaannya tetap saja terkadang dipengaruhi hawa nafsu sehingga memunculkan amarah. Masalah-masalah yang dihadapi senantiasa diatasi dengan kepala dingin, keluhan atau uneg-uneg disampaikan ketika kondisi diri dan pasangan tidak sedang emosional, segala keputusan diperhitungkan terlebih dahulu dampak yang akan ditimbulkan. Komunikasi yang harus senantiasa berjalan, dan rasa saling percaya yang ditumbuhkan. Anggota Majelis Ta lim X ini memaknai pernikahan sebagai sebuah bentuk ibadah yang amat besar. Dengan menikah juga berarti telah menggenapkan setengah dari agama sehingga pernikahan harus senantiasa dijaga. Serta pandangan negatif terhadap perceraian. Sehingga dalam penelitian ini yang ingin diketahui adalah tentang komitmen pernikahan pada pasangan di majelis ta lim X kabupaten Bandung. Perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: bagaimana gambaran komitmen pernikahan pasangan anggota majelis ta lim X kabupaten Bandung? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian a. Maksud Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai komitmen pernikahan pada pasangan anggota majelis ta lim X Kabupaten Bandung.

12 b. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empiris mengenai komitmen pernikahan pada pasangan anggota majelis ta lim X Kabupaten Bandung. 1.4 KEGUNAAN PENELITIAN Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut: a. Manfaat teoritis Memberikan sumbangan penting bagi kajian ilmu psikologi perkembangan dalam hal komitmen dalam pernikahan. b. Manfaat Praktis Secara khusus, hasil penelitian ini terutama sekali diharapkan berguna bagi pasangan suami istri, dalam menumbuhkan komitmen dalam pernikahan pada anggota majelis ta lim X kabupaten Bandung dan memberikan masukan bagi pembina majelis ta lim dalam memberikan dan merancang materi mengenai pernikahan.