II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Simulasi Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir terhadap Penentuan Jarak Maksimum untuk Perlindungan Peralatan pada Gardu Induk

TUGAS PAPER MATA KULIAH SISTEM PROTEKSI MENENTUKAN JARAK PEMASANGAN ARRESTER SEBAGAI PENGAMAN TRAFO TERHADAP SAMBARAN PETIR

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

BAB I PENDAHULUAN. gelombang berjalan juga dapat ditimbulkan dari proses switching atau proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

Oleh: Dedy Setiawan IGN SatriyadiI H., ST., MT. 2. Dr. Eng. I Made Yulistya N., ST., M.Sc

Vol.3 No1. Januari

III. METODE PENELITIAN

EVALUASI ARRESTER UNTUK PROTEKSI GI 150 KV JAJAR DARI SURJA PETIR MENGGUNAKAN SOFTWARE PSCAD

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama : pusat-pusat

PEMELIHARAAN DAN PERTIMBANGAN PENEMPATAN ARRESTER PADA GARDU INDUK 150 KV PT. PLN (PERSERO) P3B JB REGION JAWA TENGAH DAN DIY UPT SEMARANG

ANALISIS PENGARUH DIAMETER DAN PANJANG ELEKTRODA PENTANAHAN ARESTER TERHADAP PERLINDUNGAN TEGANGAN LEBIH

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

PEMAKAIAN DAN PEMELIHARAAN ARRESTER GARDU INDUK 150 KV UNGARAN PT. PLN (PERSERO) APP SEMARANG

STUDI KARAKTERISTIK TRANSIEN LIGHTNING ARRESTER PADA TEGANGAN MENENGAH BERBASIS PENGUJIAN DAN SIMULASI

BAB I PENDAHULUAN. Desain isolasi untuk tegangan tinggi (HV) dimaksudkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di daerah khatulistiwa. Oleh karena itu Indonesia

BAB III TEORI DASAR DAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi setiap orang. Ketergantungan masyarakat terhadap listrik

Abstrak. 1.2 Tujuan Mengetahui pemakaian dan pemeliharaan arrester yang terdapat di Gardu Induk 150 kv Srondol.

BAB III LIGHTNING ARRESTER

STUDY ON SURGE ARRESTER PERFORMANCE DUE TO LIGHTNING STROKE IN 20 KV DISTRIBUTION LINES. Agung Warsito, Abdul Syakur, Liliyana NS *)

BAB II LANDASAN TEORI

Proteksi Terhadap Petir. Distribusi Daya Dian Retno Sawitri

STUDI TEGANGAN LEBIH IMPULS AKIBAT PENGGUNAAN KONFIGURASI MIXED LINES (HIGH VOLTAGE OVERHEAD-CABLE LINES) 150 KV

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

STUDI KARAKTERISTIK TRANSIEN LIGHTNING ARRESTER PADA TEGANGAN MENENGAH BERBASIS PENGUJIAN DAN SIMULASI

I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc

BAB III LANDASAN TEORI

KINERJA ARRESTER AKIBAT INDUKSI SAMBARAN PETIR PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH 20 kv

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SIMULASI INDUKSI SAMBARAN PETIR DAN KINERJA ARESTER PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH

Dasman 1), Rudy Harman 2)

Studi Pengaruh Lokasi Pemasangan Surge Arrester pada Saluran Udara 150 Kv terhadap Tegangan Lebih Switching

Studi Pengaman Tegangan Lebih pada Saluran Kabel Tegangan Tinggi 150kV yang Dilindungi oleh Arester Surja

BAB IV PERHITUNGAN DAN PETUNJUK UMUM UNTUK PEMILIHAN PENGENAL ARRESTER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III SISTEM PROTEKSI DAN ANALISA HUBUNG SINGKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad

BAB II LANDASAN TEORI

Studi Pengaruh Konfigurasi Peralatan pada Saluran Distribusi 20 kv Terhadap Performa Perlindungan Petir Menggunakan Simulasi ATP/EMTP

Studi Analisis Gangguan Petir Terhadap Kinerja Arrester Pada Sistem Distribusi Tegangan Menengah 20 KV Menggunakan Alternative Transient Program (ATP)

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

A. SALURAN TRANSMISI. Kategori saluran transmisi berdasarkan pemasangan

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas dan kehandalan yang tinggi. Akan tetapi pada kenyataanya terdapat

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK

DAMPAK PEMBERIAN IMPULS ARUS TERHADAP KETAHANAN ARRESTER TEGANGAN RENDAH

KOORDINASI ISOLASI. By : HASBULLAH, S.Pd., MT ELECTRICAL ENGINEERING DEPT. FPTK UPI 2009

BAB III LIGHTNING ARRESTER

1 BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan daya listrik dari pembangkit ke konsumen yang letaknya dapat

TUGAS AKHIR DISTRIBUSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA TIAP MENARA TRANSMISI MINDO SIMBOLON NIM :

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN LEBIH AKIBAT SAMBARAN PETIR UNTUK PERTIMBANGAN PROTEKSI PERALATAN PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH 20 kv di YOGYAKARTA

OPTIMASI PELETAKKAN ARESTER PADA SALURAN DISTRIBUSI KABEL CABANG TUNGGAL AKIBAT SURJA PETIR GELOMBANG PENUH

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum. Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KOORDINASI ISOLASI SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI 150 KV TERHADAP SAMBARAN PETIR DI GIS TANDES MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK EMTP RV

PENENTUAN LETAK OPTIMUM ARRESTER PADA GARDU INDUK (GI) 150 kv SIANTAN MENGGUNAKAN METODE OPTIMASI

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen

ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV. Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK

Analisa Perancangan Gardu Induk Sistem Outdoor 150 kv di Tallasa, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Westinghouse yang terdahulu, menguji transformator-transformator di

BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

ANALISIS PENGARUH DIAMETER DAN PANJANG ELEKTRODA PENTANAHAN ARESTER TERHADAP PERLINDUNGAN TEGANGAN LEBIH

Model Arrester SiC Menggunakan Model Arrester ZnO IEEE WG

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pada penelitian sebelumnya (Syakur, 2009) dengan judul kinerja Arrester

KISI-KISI SOAL UKG 2015 TEKNIK JARINGAN LISTRIK PROFESIONAL PPPPTK BBL MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang mudah dalam

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT

METODE PENELITIAN. Pengukuran Besaran Elektrik Laboratorium Teknik Elektro Terpadu Jurusan

L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ.

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan industri serta pertambahan penduduk. Listrik

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Tiga Bagian Utama Sistem Tenaga Listrik untuk Menuju Konsumen

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk

12 Gambar 3.1 Sistem Penyaluran Tenaga Listrik gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan ol

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Perbandingan Tegangan Residu Arester SiC dan ZnO Terhadap Variasi Front Time

PERBANDINGAN WATAK PERLINDUNGAN ARESTER ZnO DAN SiC PADA PERALATAN LISTRIK MENURUT LOKASI PENEMPATANNYA

SIMULASI DISTRIBUSI TEGANGAN PETIR DI JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20 KV PENYULANG KENTUNGAN 2 YOGYAKARTA

TINJAUAN PUSTAKA. shielding tiang penangkal dan kawat pada gardu induk. Adapun tujuan dari sistem

BAB IV MENENTUKAN KAPASITAS LIGHTNING ARRESTER

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori A. Fenomena Petir Proses awal terjadi petir disebabkan karena adanya awan bermuatan di atas bumi. Pembentukan awan bermuatan disebabkan karena adanya kelembaban udara dan adanya gerakan udara keatas (up draft). Kelembaban udara timbul oleh pengaruh sinar matahari yang kemudian akan menyebabkan penguapan air dan uap air tersebut akan naik karena gerakan up draft. Proses up draft yang terjadi terus menerus akan membentuk awan bermuatan seperti gambar 2.1. ditunjukkan ilustrasi sambaran petir dari awan ke bumi. Gambar 2.1. Sambaran Petir dari Awan ke Bumi

7 Setelah timbul awan bermuatan, selanjutnya kristal-kristal es yang terdapat pada awan bermuatan tersebut saat terkena angin akan mengalami gesekan sehingga muatan pada kristal es tidak menjadi netral seperti sebelumnya, maka pada awan tersebut terdapat muatan positif (+) dan negative (-). Muatan positif pada awan berkumpul dibagian atas awan, sedangkan muatan negatif berada dibagian bawah awan. Permukaan bumi dianggap memiliki muatan positif sehingga muatan-muatan negatif yang berada di awan akan tertarik menuju muatan positif yang berada di bumi. Saat terjadi proses pengaliran muatan dari awan ke bumi ini yang kemudian disebut sebagai petir. Sambaran petir terdiri dari beberapa macam jenis [2] : 1. Sambaran langsung terjadi saat petir menyambar secara langsung peralatan dalam gardu induk. Sambaran langsung menyebabkan tegangan lebih (overvoltage) yang sangat tinggi. 2. Sambaran induksi terjadi saat sambaran petir ke tanah yang dekat dengan peralatan sehingga timbul tegangan lebih dan gelombang berjalan di tempat terjadinya sambaran. 3. Sambaran dekat adalah gelombang berjalan yang datang menuju gardu induk dimana hanya berjarak beberapa kilometer dari titik sambaran ke gardu induk. B. Tegangan Lebih Surja Petir Tegangan lebih merupakan tegangan yang melewati batas rating dasar peralatan atau BIL peralatan serta hanya dapat ditahan oleh sistem pada

8 waktu yang terbatas. Tegangan lebih akibat petir disebut sebagai tegangan lebih luar atau natural overvoltage karena petir adalah peristiwa alamiah yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia [1]. Saat terjadi sambaran petir pada sebuah saluran transmisi maka akan timbul kenaikan tegangan pada jaringan dan tegangan lebih surja kemudian akan merambat ke ujung jaringan seperti ditunjukkan pada gambar 2.2. dibawah ini [16]. i i (ka) Gambar 2.2.Tegangan Surja akibat Sambaran Petir [16] Surja petir merupakan tegangan lebih disebabkan oleh petir. Pada saat gardu induk mengalami tegangan lebih akibat surja petir, maka isolasi peralatan gardu akan mengalami kerusakan. Sehingga diperlukan peralatan pelindung agar tegangan surja yang tiba di gardu induk tidak melebihi kekuatan isolasi pada peralatan gardu [16].

9 Tegangan lebih dari sambaran petir yang timbul tinggi sekali, sehingga hampir tidak mungkin mengisolasikan peralatan sistem terhadap tegangan tersebut. Karena itu untuk pengamanan terhadap sambaran petir dipakailah kawat tanah tahanan tanah yang serendah mungkin yang tidak boleh lebih dari 5 ohm. Serta digunakan arrester untuk melindungi gardu induk dari gelombang merambat. Peralatan-peralatan sistem harus mempunyai ketahanan isolasi yang cukup, sesuai dengan sistem pengamanannya [2]. Pada keadaan tegangan jaringan normal, arrester berfungsi sebagai isolasi. Namun, saat tiba surja petir pada arester, maka arester akan berubah menjadi konduktor yang mengalirkan muatan surja petir tersebut ke tanah [16]. C. Arrester Dalam sistem tenaga listrik arrester merupakan kunci koordinasi isolasi. Saat surja (surge) tiba di gardu induk kemudian arrester akan melepaskan muatan listrik dan tegangan abnormal yang akan mengenai gardu induk dan peralatannya akan berkurang. Setelah surja (petir atau hubung) dilepaskan melalui arrester masih terdapat arus mengalir dikarenakan tegangan sistem yang disebut sebagai arus dinamik atau arus susulan (follow current). Arrester harus memiliki ketahanan termis yang cukup terhadap enersi dari arus susulan tersebut, serta harus mampu untuk memutuskannya [2].

10 1. Arrester Jenis Seng Oksida (ZnO) Arrester jenis ini merupakan arrester yang tidak terdapat sela seri didalamnya dan memiliki satu atau lebih unit yang kedap udara dimana masing-masing unit diisi blok tahanan katup yang merupakan elemen aktif dari arrester. Gambar 2.3. berikut ini merupakan arrester jenis ZnO. High Voltage Terminal Grading Ring Insulating Feet Gambar 2.3. Arrester Jenis Seng Oksida Prinsip kerja arrester ini pada dasarnya sama dengan arrester katup. Arrester ini tidak memiliki sela seri sehingga sangat bergantung pada tahanan dalam arrester itu sendiri. Saat terkena petir, tahanan arrester akan turun sehingga menjadi konduktor dan mengalirkan petir ke bumi. Saat arus petir lewat, tahanan kembali naik dan arrester bersifat sebagai isolator.

11 D. Menara Transmisi Menara transmisi digunakan untuk menopang kawat kawat penghantar pada sebuah saluran transmisi. Saluran tegangan tinggi maupun ekstra tinggi menggunakan menara yang terbuat dari baja. Pada Gambar 2.4. ditunjukkan beberapa bentuk menara baja dan konfigurasi penghantar saluran transmisi. Menara Jenis A Menara Jenis B Menara Jenis C Saluran Ganda Konfigurasi Delta Konfigurasi Horizontal Gambar 2.4. Bentuk Menara dan Konfigurasi Penghantar Transmisi Hantaran Udara [17] Pada gambar 2.4. dapat dilihat bentuk menara sesuai konfigurasi penghantar menara transmisi. Pada konfigurasi saluran ganda dapat dilihat terdapat 2 buah penghantar fasa. Pada konfigurasi delta, penghantar fasa R S T tersusun seperti bentuk delta. Sedangkan pada konfigurasi horizontal penghantar fasa R S T tersusun secara horizontal. Pada BAB III. Metode Penelitian dapat dilihat rumus untuk menghitung impedansi surja menara transmisi berdasarkan jenis penampang menaranya. Berdasarkan jenis penampang menaranya maka menara dengan konfigurasi saluran ganda diasumsikan sebagai menara jenis A, menara

12 dengan konfigurasi delta diasumsikan sebagai menara jenis B, dan menara dengan konfigurasi horizontal diasumsikan sebagai menara jenis C, hal ini dikarenakan bentuk penampang menara tersebut dapat dikatakan hampir sama sesuai dengan konfigurasi penghantar fasa menara. E. Gardu Induk Tegangan yang dibangkitkan dari generator terbatas dalam orde belasan kilovolt, sedangkan transmisi membutuhkan tegangan dalam orde puluhan sampai orde ratusan kilovolt, untuk menaikkan tegangan diperlukan transformator daya step up. Tegangan transmisi dalam puluhan sampai ratusan kilovolt, sedangkan konsumen membutuhkan sampai dua puluhan kilovolt, sehingga di antara transmisi dan konsumen di butuhkan transformator daya step down. Gambar 2.5. berikut ini memperlihatkan arester yang terpasang pada gardu induk Teluk Betung. Gambar 2.5. Arrester Gardu Induk Teluk Betung

13 Semua perlengkapan yang terpasang di sisi sekunder dan primer ini harus mampu memikul tegangan tinggi. Transformator daya beserta perlengkapannya yang disebut sebagai gardu induk [16]. Gambar 2.6. menunjukkan sebuah gardu induk yaitu gardu induk teluk betung beserta peralatannya. Gambar 2.6. Gardu Induk Teluk Betung Dilihat dari jenis transformator daya yang terpasang, gardu induk dibagi atas gardu induk step up dan gardu induk step down. Gardu induk step up adalah gardu induk penaik tegangan dimana tegangan yang dihasilkan dari pembangkit kemudian dinaikkan menjadi tegangan yang lebih tinggi yang kemudian akan disalurkan menuju saluran transmisi. Gardu induk step down merupakan gardu induk penurun tegangan, dimana tegangan yang disalurkan dari saluran transmisi akan diturunkan tegangannya kemudian akan

14 didistribusikan ke gardu distribusi. Gardu induk dapat juga dibagi atas lokasi instalasinya, yaitu gardu induk pasangan dalam dimana setiap peralatan tegangan tinggi terpasang di dalam dan gardu induk pasangan luar dimana setiap peralatan tegangan tinggi terpasang di luar ruangan. F. Jarak Maksimum Arrester dan Transformator Terdapat beberapa metoda yang digunakan untuk menentukan jarak maksimum yang diizinkan antara arrester dan transformator yang dilindungi, salah satunya metoda pantulan berulang. Pada gambar 2.7. menunjukkan penempatan arrester dan transformator dengan jarak S. S S CB Gambar 2.7. Arrester dan Transformator Sejarak S

15 Metoda pantulan berulang merupakan metoda pendekatan yang digunakan untuk menentukan jarak maksimum arrester dan peralatan, dan untuk menentukan panjang maksimum dari kabel penghubung peralatan dengan saluran transmisi. Metode ini dapat digunakan untuk menghitung jarak aman maksimum antara arrester dan transformator, sehingga dalam penempatan arrester berada pada posisi yang tepat dan dapat melindungi peralatan, dalam hal ini yaitu transformator. Berikut ini adalah persamaan untuk metoda pantulan berulang [5] : Ep = Ea + 2 A S/v Dimana : Ea = tegangan percik arrester Ep = tegangan pada jepitan transformator A = de/dt = kecuraman gelombang datang, dan dianggap konstan S = jarak antara arrester dan transformator v = kecepatan merambat gelombang

16 2.2. Penelitian Mengenai Arrester 1. Syakur Abdul et al, dalam Kinerja Arrester Akibat Induksi Sambaran Petir Pada Jaringan Tegangan Menengah membahas mengenai kinerja arrester pada jaringan 20 KV yang disebabkan oleh induksi sambaran petir secara berulang. Rangkaian simulasi berdasarkan pada jaringan tegangan menengah 3 fasa distribusi Mojosongo, penyulang 1. Simulasi induksi sambaran terjadi pada tiang 16 pada fasa R dan T yang disebabkan oleh sambaran berulang pada fasa S. Sambaran petir terjadi tiga kali pada saluran. Sambaran pertama 20 ka, selanjutnya 12 ka dan 9 ka. Waktu sambaran yang digunakan pun dari 0,6 ms dan 0,3 ms. Hasil simulasi menunjukkan pada sambaran pertama imduksi tegangan fasa R sebesar 795,39 kv dan dipotong oleh arrester menjadi sebesar 11,375 kv. Sambaran kedua menyebabkan kenaikan tegangan pada fasa R sebesar 729,89 kv dan dipotong oleh arrester menjadi sebesar 2,6434 kv. Sambaran ketiga menyebabkan kenaikan tegangan induksi fasa R 497,82 kv dan dipotong arrester menjadi 11,309 kv, dimana setelah dilakukan perbandingan pada setiap fasa setelah arrester bekerja diketahui bahwa arrester tersebut dapat memotong kenaikan induksi tegangan yang cukup besar dan mampu menetralisir gangguan tegangan induksi akibat petir [15]. Perbedaan penelitian ini adalah pada sistem jaringan tegangan yang digunakan pada jaringan tegangan menengah 20 KV dan pada penelitian ini akan dilakukan untuk gardu induk 150 KV.

17 2. Penelitian oleh Saengsuwan dan Thipprasert dalam Lightning Arrester Modelling Using ATP-EMTP, membahas mengenai pemodelan lightning arrester menggunakan ATP/EMTP yang mendeskripsikan analisis operasi dari surja arrester metal oxida dari model IEEE W.G. 3.4.11 dan Pincetti menggunakan ATP-EMTP. Pada waktu muka standar, presentase error dari model IEEE lebih tinggi daripada model Pincetti. Pada kondisi switching overvoltage presentase error IEEE hampir sama seperti model Pincetti [13]. Perbedaannya dimana unjuk kerja arrester yang digunakan adalah pada 220 volt dan penelitian ini akan membahas arrester pada jaringan tegangan tinggi. 3. Penelitian oleh Violeta Chis et all, mengenai Simulation Of Lightning Overvoltages With ATP-EMTP And PSCAD/EMTDC [18] mendeskripsikan tentang pemodelan tegangan lebih petir dengan membandingkan menggunakan 2 program tersebut. Simulasi dilakukan untuk saluran transmisi 220 kv dengan menara setinggi 40 meter dan berjarak 280 meter serta tahanan kaki sebesar 30 ohm. Simulasi tegangan lebih petir selanjutnya dilakukan menggunakan software ATP dan PSCAD. Setelah dilakukan simulasi diperoleh hasil tegangan di atas menara, bawah menara. Pada simulasi diperoleh hasil yang hampir sama antara simulasi dengan ATP dan PSCAD. Perbedaan pada penelitian ini adalah saluran transmisi disimulasikan pada saluran transmisi 150 kv dan dilanjutkan dengan rambatan gelombang yang menuju gardu induk serta hanya menggunakan software ATP.

18 4. Penelitian oleh Sapto Nugroho dalam Analisis Pengaruh Tegangan Induksi Akibat Sambaran Petir Tak Langsung di Penyulang Badai 20 kv PLN Cabang Tanjung Karang Menggunakan Simulasi EMTP mendeskripsikan tentang pengaruh tegangan induksi dengan jarak tertentu di saluran udara tegangan menengah terhadap besar ketahanan impuls isolasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan jarak sambaran yang bervariasi yaitu pada 30 m dan 50 m dari titik saluran dan arus sambaran balik petir yang digunakan dimulai dari 10 ka kemudian ke 50 ka hingga 100 ka. Simulasi pada penelitian ini dilakukan dengan memodelkan penyulang Badai 20 kv PLN Cabang Tanjung Karang sebanyak 10 tiang. Pengaruh dari induksi tegangan dari saluran diukur melalui voltmeter yang terpasang pada titik awal, titik tengah dan titik akhir saluran. Pada simulasi dilakukan pemasangan arester dengan jarak pemasangan antara 300 m sampai 400 m pada saluran. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa semakin jauh jarak sambaran maka semakin kecil nilai tegangan induksi, serta pemasangan arester dengan jarak 300 m cukup efektif untuk mengurangi tegangan lebih akibat sambaran petir tak langsung [10]. Perbedaan pada penelitian ini ialah simulasi sambaran petir menyambar terlebih dahulu pada menara transmisi dan merambat menuju gardu induk. 5. Penelitian oleh Agung Setiawan dalam Karakteristik Unjuk Kerja Arrester ZnO Tegangan Rendah 220 volt, mendeskripsikan tentang karakteristik arrester ZnO 220 volt dalam mengatasi impuls untuk digunakan sebagai sistem proteksi saluran tegangan rendah dengan

19 melakukan simulasi menggunakan program EMTP. Pada penelitian tersebut dilakukan perbandingan antara hasil pengujian arrester ZnO 220 volt dengan hasil simulasi. Pengujian dilakukan menggunakan tegangan impuls kapasitif dengan tegangan uji impuls dari 1200 volt hingga 1700 volt. Pada simulasi dilakukan dengan melakukan simulasi terhadap 3 model ZnO yaitu model IEEE, pincetti dan Saha. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa arrester ZnO 220 volt memiliki tegangan potong dan tegangan residu yang masih berada di bawah batas BIL. Dan model arrester IEEE dapat diterapkan sebagai model arrester tegangan rendah 220 volt dikarenakan memiliki presentase tegangan residu terkecil dibandingkan model lainnya terhadap pengujian yaitu sebesar 4,83 [14]. Perbedaan pada penelitian ini adalah arrester yang digunakan diterapkan sebagai arrester untuk gardu induk dan simulasi yang dilakukan disebabkan impuls petir pada saluran transmisi.