TINJAUAN PUSTAKA Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan. Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

TINJAUAN PUSTAKA Mahkota Nanas sebagai Bahan Pakan Ruminansia spesies. Nanas dikenal dengan nama latin yaitu Ananas comosus (Merr.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II.TINJAUAN PUSTAKA. produksi pisang selalu menempati posisi pertama (Badan Pusat Statistik, 200 3). Jenis pisang di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

TINJAUAN PUSTAKA. Nenas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

BAB I PENDAHULUAN. Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

II.TINJAUAN PUSTAKA. laut. Pisang dapat tumbuh pada iklim tropis basah, lembab dan panas dengan

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

TINJAUAN PUSTAKA. areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penyediaan Hijauan dan Silase di Daerah Tropis. Penyediaan hijauan yang berkualitas di daerah tropis perlu perencanaan

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

I. TINJAUAN PUSTAKA Potensi Nanas dan Limbahnya sebagai Pakan. Nanas merupakan anggota dari family Bromeliaceae yang terdiri dari 45

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguat, dan pakan tambahan (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)

I. PENDAHULUAN. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman singkong merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di

I. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KARAKTERISTIK FISIK SILASE JERAMI JAGUNG (Zea mays) DENGAN LAMA FERMENTASI DAN LEVEL MOLASES YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Feed Wafer dan Feed Burger. Ditulis oleh Mukarom Salasa Selasa, 18 Oktober :04 - Update Terakhir Selasa, 18 Oktober :46

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke 21 perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan adanya perubahan

SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH. Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

I. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Mivida Febriani Universitas Hang Tuah Jl. Arif Rahman Hakim 150, Surabaya

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah:

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

SILASE DAN GROWTH PROMOTOR

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produktivitas ternak ruminansia (Kurnianingtyas, 2012). Semakin banyaknya

TEKNOLOGI JERAMI FERMENTASI SEBAGAI PAKAN TERNAK Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si Widyaiswara Muda

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus L. Merr.) merupakan salah satu komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama

PENDAHULUAN. Berbagai jenis tumbuhan di Indonesia mempunyai banyak manfaat bagi. kelangsungan hidup manusia. Salah satunya adalah tanaman aren (Arenga

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki banyak ragam tumbuhan hijauan,

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan

I. PENDAHULUAN. limbah-limbah pasar dan agroindustri. Salah satu cara untuk mengatasi

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Umum Nanas

TINJAUAN PUSTAKA. panen atau diambil hasil utamanya. Limbah pertanian umumnya mempunyai

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

Proses Pembuatan Madu

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Potensi Jagung sebagai Pakan Ternak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

KUALITAS SILASE TANAMAN JAGUNG PADA BERBAGAI UMUR PEMANENAN SKRIPSI

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Nenas termasuk jenis buah-buahan tropika yang bersifat merumpun karena mampu membentuk anakan (Sunarjono, 2005), Nenas merupakan tanaman xerofit, yaitu tanaman yang tahan terhadap kekeringan (Wee & Thongtham, 1997). Buah nenas selain bisa dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman seperti selai dan sirup (Marzuki dkk, 2008). Nenas telah dikenal baik oleh masyarakat Indonesia, nenas termasuk salah satu tanaman yang berumur cukup panjang. Dengan kemajuan teknologi, masa panen dapat diatur sehingga persediaan buah nenas dapat terpenuhi sepanjang tahun (Fitriani & Sribudiani, 2009). Tanaman nenas mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-15, awalnya tanaman nenas hanya digunakan sebagai tanaman pekarangan namun, lambat laun mulai dibudidayakan di seluruh Indonesia (Rukmana, 2007). Tanaman n enas termasuk dalam keluarga Bromealiaceae yang merupakan tanaman herba tahunan atau dua tahun (Wee & Thongtham, 1997). Menurut Steenis (1998) klasifikasi nenas yaitu divisio : Spermatophyte, sub diviso : Angiospermae, classis : Monocotyledon, ordo : Bromealisis, family : Bromealiaceae, genus : Ananas, spesies : Ananas comosus. Berdasarkan bentuk daun dan buah, dikenal empat varietas golongan nenas, yaitu, cayenne (daun halus, tidak berduri, buah segar), queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), Spanyol/Spanish (daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, 5

buah bulat dengan mata datar), dan abalaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida) (Rukmana, 1996). Tanaman buah nenas dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini. Gambar 2.1. Tanaman nenas Varietas nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan cayenne dan queen, sedangkan sekarang yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang, dan Palembang. Golongan spanis dikembangkan di Kepulauan India Barat, Puerte Rico, Mexico, dan Malaysia. Golongan abalaxi banyak dikembangkan di Brazilia (Prihatman, 2000). Produksi nenas di Riau khususnya Kabupaten Kampar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dimana pada Tahun 2011 sebanyak 25.652 ton menjadi 38.182 ton pada Tahun 2012. Menurut Fitriani dan Sribudiani (2009) pengolahan nenas dapat mengamankan hasil panen yang berlimpah dengan mengolahnya menjadi berbagai macam produk sehingga daya simpannya menjadi lebih lama dan jangkauan pemasarannya jadi luas. Perlakuan buah nenas untuk memperpanjang masa simpan dan daya tahannya dapat dilakukan berbagai proses yaitu, pengeringan, perebusan, penggilingan, dan pengalengan. Pengolahan buah 6

menjadi salah satu alternatif untuk mengantisipasi hasil produk yang melimpah yang menghasilkan berbagai limbah diantaranya, kulit, daun, serta ampas. Kulit nenas merupakan salah satu limbah atau hasil sisa dari pengolahan nenas yang berasal dari berbagai pabrik atau industri rumah tangga yang mengolah nenas. Produksi limbah kulit nenas yang dihasilkan dalam industri pengolahan nenas sangat besar. 1000 kg buah nenas dapat dihasilkan 850 kg produk limbah berupa kulit buah dan perasan daging buah (Ginting dkk., 2007). Limbah kulit nenas yang berasal dari hasil pengolahan nenas dan tidak dimanfaatkan serta masih memiliki kandungan nutrisi yang masih bisa dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Adapun komposisi kimia kulit nenas dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Komposisi Kimia Kulit Nenas % bahan kering (BK) Parameter Kandungan nutrisi Bahan kering (%) 54,20** Protein kasar (%) 4,41 * Serat kasar (% BK) 19,69** BETN (% BK) 75,06 Sumber :Widiawati (2009),*Wijayana dkk (1991), **Ginting dkk (2005) Limbah kulit nenas mengandungan air yang tinggi (46-52%), sehingga mudah rusak bila tidak diproses (Ginting dkk, 2009). Hasil penelitian Ginting dkk.(2007) menunjukkan bahwa limbah nenas sangat disukai kambing dan dapat digunakan sampai taraf 75% untuk menggantikan hijauan rumput. Gambar limbah kulit buah nenas segar dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini. 7

Gambar 2.2. Limbah Kulit Buah Nenas Segar 2.2. Molases dan Perlakuan Bahan Makanan Ternak Molases adalah cairan kental yang mengandung gula dan mineral, merupakan hasil ikutan proses pengolahan tebu menjadi gula yang umumnya berwarna coklat kemerah-merahan dan mengkristal (Sumarsih dkk, 2009). Molases sebagai hasil industri menurut Mubyarto & Daryanti (1991) masih mengandung 50-60 persen gula, sejumlah asam amino dan mineral. Komposisi molases adalah bahan kering 81,78%, Protein kasar 4,94%, Lemak kasar 0,30, dan Karbohidrat 39,54%. Molases sebagai bahan pengawet dalam proses ensilase menurut Judoamidjojo dkk., (1989) merupakan sumber utama pertumbuhan dan perkembangbiakan bagi banyak jenis mikroba, terutama untuk memacu pertumbuhan bakteri asam laktat. Kandungan gula di dalam molases akan lebih mudah dikonversi menjadi asam laktat. Molases memiliki kandungan gula sebesar 59,80%, dan selama proses fermentasi berlangsung dapat meningkatkan kandungan gula silase yang membantu selama proses pembentukan asam (Sa id, 1987). Morrison (1959) dalam Setiyawati, (1993) mengemukakan bahwa penambahan tetes selama proses 8

ensilase dapat meningkatkan kualitas silase, palatabilitas dan kandungan karoten silase serta lebih kurang 75% nilai nutrisi tetes tertinggal di dalam silase. 2.3. Silase Silase merupakan pakan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi alami oleh bakteri asam laktat (BAL) dengan kadar air yang sangat tinggi dalam keadaan anaerob (Bolsen & Sapienza, 1993). McDonald et al., (2002) menjelaskan bahwa silase adalah salah satu teknik pengawetan pakan atau hijauan pada kadar air tertentu melalui proses fermentasi mikrobial oleh bakteri asam laktat yang disebut ensilasi dan berlangsung di dalam tempat yang disebut silo. Pembuatan silase bertujuan mengatasi kekurangan pakan dimusim kemarau, pengawetan dan penyimpanan pakan ketika produksi pakan berlebih atau ketika pengembalaan ternak tidak memungkinkan. Tujuan pembuatan silase adalah sebagai salah satu alternatif untuk mengawetkan pakan segar sehingga kandungan nutrisi yang ada di dalam pakan tersebut tidak hilang atau dapat dipertahankan, sehingga pembuatannya tidak tergantung musim (Bolsen & Sapienza, 1993). Tiga hal penting agar diperoleh kondisi anaerob yaitu menghilangkan udara dengan cepat, menghasilkan asam laktat dan menurunkan ph, mencegah masuknya oksigen ke dalam silo dan menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan (Coblenzt, 2003). Ciri-ciri fermentasi silase yang kurang baik yaitu tingginya asam butirat, ph, kadar ammonia dan amin, sedangkan ciri-ciri fermentasi yang sempurna yaitu ph turun dengan cepat, tidak adanya bakteri clostridia, dan kadar amonia rendah (Elferink et al., 2000). Kualitas silase yang baik memiliki kandungan bahan kering antara 35% - 40% dan cukup mengandung gula > 2% bahan segar (Ohmomo et al., 2002). 9

Kualitas silase dicapai ketika asam laktat sebagai asam yang dominan diproduksi, menunjukkan fermentasi asam yang efisien ketika penurunan ph silase terjadi dengan cepat (Harahap, 2009). Semakin cepat fermentasi terjadi, semakin banyak nutrisi yang dikandung silase dapat dipertahankan (Schroeder, 2004). Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kualitas silase yaitu : (1) karakteristik bahan meliputi kandungan bahan kering, kapasitas buffer, struktur fisik dan varietas, (2) tata laksana pembuatan silase meliputi besar partikel, kecepatan pengisian ke silo, kepadatan pengepakan dan penyegelan silo, (3) keadaan iklim misalnya suhu dan kelembaban Bolsen & Sapiensa (1993). McDonald et al. 1991 menjelaskan bahwa kualitas silase tidak hanya dilihat dari pengawetan nilai nutrisi saja, tetapi juga berapa banyak silase tersebut kehilangan bahan kering. 2.4. Sifat Fisik Silase Kulit Nenas Salah satu pengujian kualitas silase adalah dengan pengamatan fisik silase. Beberapa faktor yang menjadi standar dalam penentuan kualitas fisik silase yaitu bau, warna, tekstur dan kontaminasi jamur. Silase yang berkualitas baik adalah silase yang akan menghasilkan aroma asam di mana aroma asam tersebut menandakan bahwa proses fermentasi di dalam silo berjalan dengan baik (Elfrink et al., 2000). Silase yang beraroma seperti cuka diakibatkan oleh pertumbuhan bakteri asam asetat ( Bacili) dengan produksi asam asetat tinggi. Produksi etanol oleh yeast atau kapang dapat mengakibatkan silase beraroma seperti alkohol. Aroma tembakau dapat terjadi pada silase yang memiliki suhu yang tinggi dan mengalami pemanasan yang cukup ekstrim (Saun & Heinrichs, 2008). 10

Saun & Heinrichs (2008) menambahkan bahwa warna silase dapat menggambarkan hasil dari fermentasi. Dominasi asam asetat akan menghasilkan warna kekuningan sedangkan warna hijau berlendir dipicu oleh tingginya aktivitas bakteri Clostridia yang menghasilkan asam butirat dalam jumlah yang cukup tinggi. Warna kecoklatan bahkan hitam dapat terjadi pada silase yang mengalami pemanasan cukup tinggi atau terlampau ekstrim. Warna gelap pada silase mengindikasikan silase berkualitas rendah (Despal dkk., 2011). Warna coklat muda dikarenakan hijau daun dari klorofil telah hancur selama proses ensilasi (Umiyasih & Wina, 2008). Jamur yang sering ditemukan pada tanaman jagung yaitu Aspergilus dan Fusarium. Mikotoksin yang sering ditemukan adalah aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergilus flavus dan Fumonisin oleh jamur Fusarium (Trung et al., 2008). Nilai optimum bagian terkontaminasi jamur pada silase menurut Davies (2007) sebesar 10%. Pertumbuhan jamur pada silase disebabkan oleh belum maksimalnya kondisi kedap udara. Jamur-jamur akan aktif pada kondisi aerob dan tumbuh dipermukaan silase (McDonald et al., 2002). Macaulay (2004) menjelaskan bahwa kualitas silase dapat digolongkan dalam empat kriteria berdasarkan nilai ph yaitu baik sekali, baik, sedang, dan buruk. Kriteria kualitas silase dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2 Kriteria Kualitas Silase Kriteria Baik sekali Baik Sedang Buruk Warna Hijau tua Hijau kecoklatan Hijau kecoklatan Tidak hijau Cendawan Tidak ada Sedikit Lebih banyak Banyak Bau Asam Asam Kurang asam Busuk ph 3,2-4,2 4,2-4,5 4,5-4,8 > 4,8 Sumber : Wiklis (1988) 11

Adapun kualitas fisik silase kulit nenas dengan penambahan molases dengan waktu inkubasi berbeda yang dihasilkan pada penelitian Ginting dkk (2007) dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3 Kualitas Fisik Silase Kulit Nenas Dengan Penambahan Molases 5 % Pada Lama Pemeraman yang Berbeda Waktu inkubasi ph Ada/tidak jamur Sumber : Ginting dkk (2007) 6 4,2 Tidak ada 9 4,7 Tidak ada 12 4,5 Tidak ada 15 4,7 Tidak ada 18 4,9 Ada 21 4,7 Ada 2.5. Sifat Kimia Silase Kulit Nenas Selain sifat fisik, pengujian kualitas silase juga dilihat dari sifat kimia, Nilai ph optimum silase yang berkualitas baik adalah < 4,2 dan silase berkualitas sedang berada pada kisaran 4,5-5,2 sedangkan silase kualitas buruk memiliki nilai ph > 5,2 (Haustein, 2003). Saun & Heinrichs (2008) menyatakan bahwa silase tanaman jagung berkualitas baik akan menghasilkan ph pada kisaran 3,8-4,2. Tingginya kandungan karbohidrat terlarut dan rendahnya protein dapat memicu penurunan ph. Kandungan protein tanaman yang rendah menyebabkan kapasitas penyangga rendah sehingga pengasaman lebih mudah terjadi (Despal dkk., 2011). Menurut Cherney et al. (2004) terdapat hubungan yang positif antar karbohidrat larut air dan ph. Karbohidrat larut air dibutuhkan oleh bakteri asam laktat hingga menyebabkan penurunan ph sampai 3,5 (Muck, 2011). Nilai ph yang rendah akan menghambat pertumbuhan bakteri merugikan seperti Clostridia dan juga menghentikan aktivitas enzim proteolitik tanaman yang 12

menyebabkan perombakan protein. Saat kondisi asam, asam laktat dan asam asetat lebih mampu membatasi pertumbuhan mikroorganisme pembusuk ( Muck, 2011). Tingginya ph dapat dipicu oleh terpaparnya silase terhadap oksigen yang terlalu lama, menyebabkan fermentasi aerob kembali terjadi. Saat kondisi aerob bakteri asam laktat dan kapang ( yeast) lebih banyak memfermentasi karbohidrat terlarut menjadi CO 2, H 2 O dan panas dibandingkan produksi asam sehingga menyebabkan terjadinya pemanasan sekunder dan peningkatan suhu ( Tabbaco et al., 2011). Penurunan ph maksimal tidak hanya ditunjang oleh ketersediaan karbohidrat terlarut namun juga oleh kandungan bahan kering bahan yang optimal (Johnson et al., 2003). Kandungan bahan kering yang mengindikasikan silase berkualitas baik adalah silase yang terbuat dari bahan dengan kisaran BK 35% - 40%. Kandungan bahan kering < 35% akan mengakibatkan silase terlalu asam dan berair (Ohmomo et al., 2002). 13