BAB IV KESIMPULAN. dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan-tantangan yang dapat mengancam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini akan membahas secara komprehensif strategi perusahaan-perusahaan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

BAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

Makalah Perdagangan Internasional BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Movement mudah diterima oleh masyarakat global, sehingga setiap individu diajak untuk berpikir kembali tentang kemampuannya dalam mempengaruhi

There are no translations available.

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

ORGANIZATION THEORY AND DESIGN

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

3. Jelaskan bagaimana karakteristik asing dapat mempengaruhi suatu perusahaan bisnis internasional.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB I PENDAHULUAN. (subsidiary) dari PT. Pertamina (Persero). Ada dua sektor yang menjadi target

2016, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Ne

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/M-DAG/PER/4/2016 TENTANG

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Yose Rizal Damuri

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. II, di era 1950-an ialah Perdana Menteri Yoshida Shigeru. Ia dikenal karena

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

Isu Prioritas - Standar (SNI)

ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN OPERASI INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

Akumulasi logam mulia adalah esensial bagi kekayaan suatu bangsa. Kebijakan ekonomi: mendorong ekspor dan membatasi impor

Market Brief. Peluang Produk Sepeda di Jerman. ITPC Hamburg

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh menteri luar negeri dari masing-masing Negara yaitu perwakilan dari Indonesia

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama

PEMASARAN INTERNASIONAL

Menuju Ekosistem Industri Elektronika Indonesia yang Solutif, Mandiri, dan Inspiratif

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 219/PMK.04/2010 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN TERHADAP AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

1. Pengertian Logistik Global 2. Pengaturan Logistik 3. Zona Perdagangan Bebas 4. Operasi Maquiladora 5. Tarif Dasar Impor Khusus di A.S 6.

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara, Uni Eropa (UE) di Eropa dan NAFTA di Amerika Utara

BAB I PENDAHULUAN. Dibandingkan dengan negara-negara maju, Indonesia sangatlah tertinggal

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

PENGEMBANGAN TRADING HOUSE DALAM RANGKA PENINGKATAN EKSPOR NON MIGAS. Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan

: Institute Of Southeast Asian Studies

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

I. PENDAHULUAN. Kosmetik adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Yunani kuno. kosmetikus,

L PENDAHULUAN upaya mengembangkan surnberdaya manusia. Keadaan mendatang tidak akan

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Indonesia dan Belanda Perkuat Kerja Sama di Bidang Perdagangan dan Pembangunan Infrastruktur Rabu, 23 November 2016

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

Proyek TPSA Terus Memberikan Pelatihan Bisnis Internasional untuk Memperkuat Pelayanan Ekspor Pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN 3.1. TAHAP I KESELAMATAN YANG BERDASARKAN HANYA PADA PERATURAN PERUNDANGAN

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain dan merupakan suatu kesatuan, serta

BAB IV LINGKUNGAN DAN BUDAYA ORGANISASI

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), atau ASEAN Economic Community (AEC),

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PANDUAN PROGRAM TRANSFER KREDIT BELMAWA

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri garmen semakin mengglobal. Perkembangan ini dimulai

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP MANAJEMEN STRATEGIK

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik

Transkripsi:

BAB IV KESIMPULAN Sebagai negara yang berorientasi industri ekspor, Jepang memang terus dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan-tantangan yang dapat mengancam ekonominya ini. Selain itu, kompleksitas proses pembuatan kebijakan di sektor perdagangan dan ekonomi internasional juga menjadi salah satu perhatian yang harus diperhatikan betul. Hal ini apabila dikaji dengan baik, akan dapat merefleksikan evolusi arah dan proses pembuatan kebijakan luar negeri Jepang di sektor ekonomi dan perdagangan internasional. Di antara banyak kasus yang menarik untuk dikaji adalah kasus NAFTA dan Maquiladora di Meksiko, yang mengancam industry Maquiladora Jepang di Meksiko. Singkat cerita, Meksiko tengah mengembangkan industry Maquiladoranya yang mampu menarik investasi asing dengan jumlah besar. Hal ini dimungkinkan karena mekanisme Maquiladora ini memperbolehkan aktivitas ekspor dan impor dari dan ke Meksiko secara duty-free. Adapun instrument yang dapat menerima duty-free adalah komponen-komponen yang akan dirakit di Meksiko. Tujuan ekspor dari barang jadi yang telah dirakit di Meksiko adalah pasar internasional, namun tentu saja sebagian besar barang yang diproduksi dengan mekanisme Maquiladora ini menyasar pasar Amerika Serikat. Jepang pun menginvestasikan sebagain besar industri otomotif dan elektroniknya di Meksiko melalui mekanisme Maquiladora mulai pertengahan 1980-an. Namun pada tahun 1992, Meksiko menandatangani perjanjian NAFTA (North American Free Trade Area) yang meregulasi ulang sistem rules of origin (ROO). Di bawah regulasi ROO terbaru, Jepang dipaksa untuk menyesuaikan diri, atau barang-barang produksi Jepang di Meksiko ini akan

dikenakan tarif yang cukup memberatkan. Inilah utama perusahaan multinasional Jepang di Meksiko yang hendak mereka pertahankan. Perusahaan multinasional Jepang yang beroperasi di Meksiko pun menjadi aktor utama dalam kasus ini yang telah giat mengadvokasikan nya Meksiko dan Jepang secara terus menerus. Setelah gagal menemui titik temu dalam negosiasinya dengan Meksiko, perusahaan Jepang pun kemudian mendesak Jepang untuk mulai mendiskusikan kemungkinan dibentuknya kesepakatan FTA (Free Trade Area) dengan Meksiko. Kesepakatan FTA disinyalir akan mengembalikan keuntungan bagi perusahaan Jepang di Meksiko. Keberhasilan perusahaan multinasional Jepang untuk mendorong Jepang merupakan hasil dari dieksekusinya beberapa langkah strategis oleh perusahaan Jepang untuk dapat mendesak Jepang untuk memulai negosiasi seputar FTA dan memastikan kesepakatan ini berjalan lancar. Keberhasilan perusahaan Jepang ini menjadi menarik untuk dikaji karena ia mampu membawa Jepang yakin untuk mengadakan kesepakatan FTA dengan Meksiko, yang notabene pada saat itu jumlah investasi Jepang ke Meksiko tidak sebanding dengan investasi yang ia tanamkan ke Amerika Serikat dan Eropa; serta orientasi kebijakan perdagangan internasional Jepang yang terkesan enggan untuk meliberalisasi pasarnya secara utuh. Kesimpulan pertama yang dapat ditarik dari pambahasan di atas adalah bahwa perusahaan multinasional Jepang menjalankan strategi tertentu yang memungkinkan dirinya sukses dalam memengaruhi Jepang. Strategi ini merupakan kombinasi dari strategi lobi universal yang dijalankan perusahaan untuk mengartikulasikan nya, serta strategi lobi sektor Jepang yang unik dan dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya.

Strategi pertama yaitu strategi lobi organisasional (organizational level lobbying), yang memfokuskan langkah strategis perusahaan multinasional yang dijalankan melalui wadah federasi. Strategi ini terdiri dari umbrella organization, trade association, company, dan grass-root lobbying. Kesemua langkah ini saling terintegrasi dan terbukti mampu memengaruhi Jepang untuk yakin akan prioritasnya untuk mewujudkan perjanjian Japan-Mexico Economic Partnership Agreement (JMEPA) 2004. Mulai dari publikasi laporan studi lapangan dan rekomendasi kebijakan, hingga lobi langsung pejabat/politikus yang berwenang. Strategi ini mampu memengaruhi tidak hanya kabinet/kementrian yang relevan, namun juga parlemen. Puncak keberhasilan dari strategi ini adalah saat perusahan Jepang mampu meyakinkan sektor industri agrikultur Jepang yang tadinya memberi reaksi keras terhadap upaya perwujudan kesepakatan FTA ini. Strategi kedua, zaikai, lebih dapat menjelaskan bagaimana karakter sosial budaya di Jepang mampu memengaruhi kesuksesan negosiasi kesepakatan JMEPA ini, terutama pada bagian interaksi informal. Budaya negosiasi nemawashi turut berkontribusi terhadap motif dibalik pilihan perusahaan Jepang untuk banyak melakukan negosiasi di balik layar dan melalui interaksi informal. Kedua strategi ini secara bersamaan dan tidak terpisahkan menjadi kendaraan bagi perusahaan Jepang untuk dapat mepertahankan ekonominya di Meksiko, kendati di awal banyak pihak yang meragukan usaha perusahaan Jepang ini, saat melihat tingkat investasi di Meksiko serta orientasi kebijakan perdagangan internasional Jepang. Kesimpulan kedua, adalah bahwa keberhasilan perusahaan multinasional Jepang untuk memengaruhi Jepang dan dengan sukses mengartikulasikan nya di bawah desakan pihak lain menggambarkan bahwa aktor yang paling berpengaruh dalam pembuatan kebijakan ekonomi dan perdagangan internasional tidak lagi hanya berkutat pada parlemen dan

kabinet, namun juga sektor swasta yan gmenjadi tulang punggung ekonomi Jepang. Bahkan perusahaan multinasional Jepang mampu mengubah orientasi kebijakan perdagangan internasional Jepang. Hadirnya perusahaan multinasional Jepang sebagai aktor baru dalam sistem pembuatan kebijakan luar negeri menandai era baru dalam hubungan internasional. Kesimpulan ketiga mencakup sebuah refleksi konseptual yang dapat ditarik dari hasil korelasi konsep lobi organisasional dan konsep zaikai dengan studi kasus. Setelah ditelaah, teryata dapat diambil sebuah kseimpulan, di mana pola lobi organisasi paying dan zaikai di Jepang dinilai lebih efektif, dengan mampu membawa lebih banya keuntungan jangka pendek dan panjang bagi sektor. Perlu digarisbawahi pula bahwa proses lobi panjang yang dilakukan oleh sektor tidak hanya dilakukan melalui satu pola saja. Seringkali sektor menggunakan lebih dari sau pola lobi, seperti yang tercermin dalam studi kasus yang diangkat dalam skripsi ini. Deskripsi lebih jelas dapat diamati pada tabel di bawah: Pola Lobi Agenda Proses Hasil Lobi Lobi Rekomendasi kebijakan Kepercayaan dan Organisasi dukungan penuh Payung melalui Publikasi hasil riset dari, federasi utama Lobi informal dengan khususnya multisektor. anggota parlemen parlemen dan birokrat Negosiasi langsung dengan pejabat tinggi

Hubungan yang lebih harmonis dan mutual dengan Lobi Asosiasi Publikasi hasil riset Dagang melalui federasi sektor spesifik. Lobi informal dengan parlemen Eratnya hubungan dengan federasi yang memiliki pengaruh besar Lobi Lobi formal dan Perusahaan informal dengan secara langusng oleh masing- parlemen Eratnya hubungan masing perusahaan/aktor. dengan federasi yang memiliki pengaruh besar Lobi Akar Mobilisasi masa dan Rumput opini publik melalui Publikasi hasil riset

mobilisasi masa dan Diraihnya opini publik kepercayaan dukungan publik dan dari Zaikai Rekomendasi kebijakan Kepercayaan dan formal dukungan penuh melalui dari, federasi Penempatan perwakilan khususnya keidanren dan JCCI. organisasi dalam badan anggota parlemen dan birokrat Lobi informal dengan parlemen (nemawashi) Negosiasi langsung Hubungan yang dengan pejabat tinggi lebih harmonis dan mutual dengan