BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

I. PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan.

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

BAB II. PERJANJIAN KINERJA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

Bab 4 P E T E R N A K A N

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

BUKU SAKU DATA PETERNAKAN DAN PERIKANAN 2014

ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

Hubungi Kami : Studi Potensi Bisnis dan Pelaku Utama Industri PETERNAKAN di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

KATA PENGANTAR. Dukungan Data yang akurat dan tepat waktu sangat diperlukan. dan telah dilaksanakan serta merupakan indikator kinerja pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber :

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

I. PENDAHULUAN. peternak sebelumnya dari pembangunan jangka panjang. Pemerintah telah

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

PENDAHULUAN. Tabel 1. Konsumsi Telur dan Daging Broiler pada Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Katalog BPS:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara. terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat secara utuh. Dengan diberlakukannya UU no 32 dan 33 tahun 2004 tidak serta merta daerah dapat secara otonom penuh melaksanakan pembangunannya. Koordinasi dalam perencanaan pembangunan mutlak harus dilaksanakan. Dalam mencapai tujuan pembangunan daerah sebagaimana yang telah ditentukan maka diperlukan skala prioritas pembangunan masing-masing daerah serta direncanakan dengan baik dan berkesinambungan. Artinya pembangunan tahun ini merupakan kelanjutan pembangunan pada tahun lalu, demikian juga hasil-hasil pembangunan tahun sekarang merupakan dasar untuk menentukan/ menyusun perencanaan dan pengambilan kebijakan pembangunan pada tahun berikutnya. Perencanaan ini dapat dilaksanakan dengan baik jika perencana daerah memahami dengan baik permasalahan pembangunan daerah itu sendiri baik masalah yang bersifat makro maupun yang bersifat mikro serta masalah internal maupun eksternal. Tujuan pembangunan mencakup berbagai sektor perekonomian yang salah satunya sering diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDRB). PDRB merupakan output dari berbagai sektor dalam perekonomian suatu daerah, dan merupakan gambaran perekonomian daerah secara makro. 1

Salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah sektor pertanian, yang mencakup didalam sektor ini dan memberikan peran sangat strategis dalam kerangka pembangunan ekonomi daerah adalah peran sub sektor peternakan, dimana sub sektor ini memiliki kaitan kuat dari hulu ke hilir dibandingkan dengan sektor lainnya. Kementrian Pertanian Indonesia melalui Direktorat Jendral PKH mencanangkan program PSDSK (Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau). Sebelumnya program ini dicanangkan untuk tahun 2010, tetapi karena satu dan lain hal direvisi menjadi tahun 2014. Beberapa strategi yang ditempuh Direktorat Jendral PKH untuk pencapaian program swasembada Daging Sapi dan Kerbau tahun 2010-2014 adalah : 1) Memperlancar arus produk peternakan melalui peningkatan efisiensi distribusi.. 2) Meningkatkan daya saing produk peternakan dengan memanfaatkan sumber daya lokal. 3) Memperkuat regulasi untuk melindungi peternak dalam negeri dan meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar sektor terkait serta networking antar daerah. 4) Meningkatkan promosi produk peternak untuk ekspor. (Ditjen PKH, Kementrian Pertanian, 2010) Yasin (2013) menyatakan bahwa jika Indonesia akan berswasembada daging, berarti sekitar 90 % kebutuhan daging harus dipasok dari ternak potong dalam negeri secara berkesinambungan, sedang sisanya dapat diimpor. Namun

dibalik rencana terlaksananya swasembada daging ditahun 2014, ada beberapa tantangan yang dihadapi, baik bersifat internal maupun eksternal. Beberapa tantangan tersebut antara lain adalah sikap skeptis dan pesimis dari beberapa kalangan baik dari pelaku usaha maupun akademisi, bahwa Indonesia tidak mungkin mencapai swasembada daging sapi. Capaian target swasembada daging tahun 2014 sangat tergantung pada kesuksesan industri pembibitan sapi, industri feedlot dan penggemukan, industri rumah potong hewan serta industri pengolahan berbasis daging sapi. Tantangan nyata yang sekarang dihadapi meliputi ketersediaan pakan, budidaya ternak, pemasaran, distribusi dan transportasi. Sebagai bagian dari pembangunan daerah, pembangunan peternakan di Kabupaten Serdang Bedagai propinsi Sumatera Utara menyatu dalam program pembangunan sektor pertanian. Revitalisasi pertanian menjadi salah satu prioritas pembangunan pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, yang diarahkan pada upaya-upaya pengamanan ketahanan pangan, peningkatan produktivitas, daya saing dan nilai tambah produk-produk pertanian, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani termasuk dalam akses permodalan. Sejalan dengan program pembangunan pertanian tersebut, pembangunan peternakan diarahkan untuk turut serta dalam pengamanan ketahanan pangan dan peningkatan produktivitas. Pembangunan peternakan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan pertanian, terutama di saat perekonomian daerah sedang mengalami krisis sehingga peranan petani peternak sangat menentukan keberhasilan pembangunan tersebut. Tantangan utama yang dihadapi dewasa ini adalah

bagaimana menghasilkan produk peternakan yang berdaya saing tinggi baik dalam aspek kuantitas, kualitas, ragam produk, kontiunitas, pelayanan maupun harga, sehingga dapat memenuhi tuntutan pasar domestik maupun pasar global. Keberhasilan pembangunan peternakan akan meningkatkan kemampuan dan tingkat ekonomi peternak yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan peternak khususnya. Dalam mengukur kemampuan dan tingkat ekonomi individu maupun rumah tangga, konsep utama yang paling sering digunakan adalah dengan melihat tingkat pendapatan yang diperoleh dari kegiatan produksi. Pendapatan merujuk kepada banyaknya uang atau hasil material lainnya yang diperoleh dari hasil penggunaan kekayaan dan atau jasa yang dimiliki oleh individu maupun rumah tangga selama periode tertentu (Winardi dalam Nababan, 2009). Secara umum, pendapatan diperoleh seseorang setelah melakukan kegiatan produksi, baik berupa produksi yang menghasilkan barang maupun jasa. Dari sini dapat ditarik kesimpulan, bahwa untuk mengoptimalkan pendapatan seseorang harus meningkatkan aktifitas produksinya melalui optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki, diantaranya adalah produksi ternak dalam hal ini produksi daging ternak, harga ternak, pengalaman ataupun kemampuan peternak, modal peternak dan lainnya yang tidak dianalisis dalam penelitian ini. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai mengklasifikasikan jenis ternak kedalam beberapa jenis komoditi, yaitu sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing domba dan babi (yang digolongkan kedalam ternak besar), ayam ras pedaging, ayam ras petelur, ayam buras, itik dan puyuh (digolongkan kedalam ternak kecil). Sedangkan dalam penelitian ini yang

dianalisis adalah jenis ternak besar. Hal ini disebabkan selain ketersediaan data ternak kecil yang kurang memadai dan juga dalam pemeliharaan ternak besar memerlukan perhatian khusus serta melibatkan berbagai kepentingan didalamnya termasuk pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai. Tabel 1.1. Populasi Ternak di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2014 No. Jenis Ternak Populasi (Ekor) Persentase (Persen) 1. Sapi 43,503 0.76 2. Kambing 74,284 1.31 3. Domba 40,352 0.71 4. Babi 29,455 0.52 5. Ayam 5,148,203 90.47 6. Itik 265,717 4.67 7. Puyuh 88,800 1.56 Jumlah Ternak 5.690.314 100,00 Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai Tabel 1.1. Menunjukkan banyaknya populasi ternak yang diusahakan rumah tangga - rumah tangga peternak di Kabupaten Serdang Bedagai selama tahun 2014 sebesar 5.690.314 ekor ternak yang terdiri 7 (tujuh) jenis ternak yang terbesar populasinya. Ternak ayam dengan jumlah populasi terbanyak yaitu sebesar 5.148.203 ekor atau sekitar 90,47 persen dari seluruh populasi ternak selama tahun 2014, ternak itik sebanyak 265.717 ekor atau sekitar 4,67 persen dan ternak puyuh sebanyak 88.800 ekor atau sekitar 1,56 persen. Populasi ternak yang terkecil adalah jenis ternak babi sebanyak 29.455 ekor atau sekitar 0,52 persen dari total

ternak selanjutnya ternak domba sebanyak 40.352 ekor atau sekitar 0,71 persen dan ternak sapi sebanyak 43.503 ekor atau sekitar 0,76 persen. Meskipun ternak sapi termasuk dalam kategori dengan jumlah populasi yang rendah, namun jika dibandingkan dari produksi yaitu berupa daging sapi serta harga ternak per satuannya yang tinggi tidaklah mengherankan jika ternak dengan jenis ini menjadi primadona untuk diusahakan sebagai sumber pendapatan dan sekaligus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya peternak di Kabupaten Serdang Bedagai. Salah satu faktor yang memberikan kontribusi terbesar dalam meningkatkan pendapatan peternak sapi di Kabupaten Serdang Bedagai adalah kepemilikan ternak sapi. Semakin banyak peternak memiliki dan menguasai ternak sapi akan meningkatkan secara langsung pendapatannya dan sebaliknya semakin sedikit kepemilikan ternak sapi akan memberikan kontribusi yang rendah bagi pendapatannya. Merilis data BPS dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai, tercatat populasi ternak sapi yang dimiliki oleh peternak selama tahun 2010 hingga tahun 2014 yang disajikan dalam Gambar 1.1. 50,000 Ekor 40,000 30,000 20,000 10,000 37,267 40,075 47,325 44,733 43,503 Tahun 0 2010 2011 2012 2013 2014. Sumber : Dinas Pertanian & Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai Gambar 1.1. Populasi Ternak Sapi di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010 2014

Gambar 1.1 menunjukkan bahwa tahun tahun 2010 di Kabupaten Serdang Bedagai jumlah populasi ternak sapi yang diusahakan sebanyak 37.267 ekor, sedangkan di tahun 2011 kepemilikan ternak sapi meningkat menjadi sebanyak 40.075 ekor. Tahun 2012 jumlah ternak sapi meningkat relatif signifikan, hal ini disebabkan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai memberikan bantuan berupa ternak sapi untuk masyarakat dalam meningkatkan pendapatan peternak. Dampak pemberian bantuan tersebut yang paling nyata adalah melonjaknya populasi ternak sapi di tahun 2012 menjadi sebanyak 47.325 ekor. Namun demikian tidak semua bantuan yang diserahkan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai memberikan hasil positif, sebagian ternak sapi dijual, dipotong serta tidak diusahakan lagi sehingga menurunkan jumlah populasi ternak sapi di tahun 2013 yang menjadi sebanyak 44.733. ekor sapi. Populasi ternak sapi di tahun 2014 sebanyak 43.503 ekor, menurun jika dibandingka dengan tahun sebelumnya. Indikator lainnya yang juga mempengaruhi tingkat pendapatan peternak adalah produksi yang dihasilkan ternak berupa daging ternak itu sendiri. Peningkatan produksi daging akan membawa keuntungan atau surplus bagi produsen (peternak).. Sugiarto (2005) menyatakan bahwa dalam teori ekonomi mikro, surplus konsumen menunjukkan terjadinya kelebihan kepuasan yang dinikmati konsumen. Kelebihan kepuasan ini muncul dari adanya perbedaan antar kepuasan yang diperoleh seseorang dalam mengkonsumsi sejumlah komoditi dengan pembayaran yang harus dikeluarkannya untuk memperoleh komoditi tersebut

Kg 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0 660.016 499.892 525.700 549.520 454.003 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik & Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai Gambar 1.2. Produksi Daging Ternak Besar di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010 2014 Gambar 1.2 menunjukkan bahwa selama tahun 2010 hingga tahun 2014 produksi daging ternak di Kabupaten Serdang Bedagai mengalami peningkatan, tercatat di tahun 2010 produksi daging ternak besar sebanyak 454.003 kg, sedangkan di tahun 2011, produksi daging meningkat dibanding tahun 2010, yaitu sebanyak 499.892 kg, bahkan di tahun 2012 dengan jumlah ternak sebanyak 186.615 ekor, memproduksi daging sebanyak 660.016 kg. Namun demikian di tahun 2013 terjadi penurunan produksi daging menjadi sebesar 525.700 kg dan kemudian kembali meningkat di tahun 2014 menjadi sebesar 549.520 Kg. Peningkatan populasi ternak yang diikuti dengan peningkatan produksi daging ternak itu sendiri menunjukkan bahwa kondisi peternakan di kabupaten Serdang Bedagai selama tahun 2010 2014 relatif masih kondusif untuk dikembangkan dan diusahakan sebagai sektor unggulan dalam perekonomian daerah serta dapat menjadi sektor basis bagi sektor lainnya serta menjadi sektor

pendukung dan penggerak dalam meningkatkan perekonomian khususnya di Kabupaten Serdang Bedagai. Disamping produksi dan harga ternak baik berupa daging dan ternak itu sendiri, indikator lainnya yang menunjang tingkat pendapatan peternak pada umumnya adalah modal dan pengalaman peternak serta banyaknya tenaga kerja keluarga. Mankiw (2003) menyatakan bahwa perbedaan dalam pendapatan disebabkan karena: (1) perbedaan factor produksi, seperti kuantitas modal fisik dan modal manusia, dan (2) perbedaan efisiensi dalam penggunaan factor produksi. Sedangkan Suryati (2004) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat keejahteraan rumah tangga pedesaan adalah tingkat pendapatan dan tingginya pengeluargan untuk konsumsi rumah tangga. Usaha ternak sapi di Kabupaten Serdang Bedagai sebagian besar adalah usaha peternakan rakyat yang sampai saat ini dikelola secara tradisional dengan skala usaha kecil, dan menggunakan teknologi sederhana. Karakter utama rumah tangga petani peternak menunjukkan bahwa usaha ternak dikelola oleh rumah tangga dan anggota keluarganya secara turun temurun. Fenomena ini merupakan perilaku rumah tangga sebagai produsen dalam aktivitas ekonomi. Rumah tangga selain berperan sebagai produsen, penyedia tenaga kerja, juga sebagai konsumen. Tenaga kerja anggota keluarga dialokasikan baik untuk bekerja pada usaha ternak, usaha tani lainnya maupun luar usaha tani lainnya.

10 Dari uraian dan penjelasan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan peternak sapi di Kabupaten Serdang Bedagai, dengan judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Peternak Sapi di Kabupaten Serdang Bedagai 1.2. Rumusan Masalah Dari uraian-uraian tersebut, penulis merumuskan masalah-masalah sebagai berikut : Bagaimana pengaruh harga ternak, produksi daging, pengeluaran tenaga kerja keluarga dan pengalaman peternak serta modal peternak terhadap pendapatan peternak sapi di Kabupaten Serdang Bedagai? 1.3. Tujuan Penelitian Untuk melihat dan mengetahui seberapa besar pengaruh harga ternak, produksi daging, pengeluaran tenaga kerja keluarga dan pengalaman peternak serta modal peternak terhadap pendapatan peternak sapi di Kabupaten Serdang Bedagai. 1.4. Manfaat Penelitian 1) Menjadi bahan informasi dan masukan bagi pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan dalam upaya memutuskan dan mengimplementasikan kebijakan di sub sektor peternakan khususnya dan sektor pertanian umumnya. 2) Sebagai masukan bagi kaum akademisi untuk lebih banyak lagi melakukan kajian dan penelitian tentang faktor faktor yang mempengaruhi pendapatan

peternak khususnya di Kabupaten Serdang Bedagai yang relatif masih sangat relevan untuk diteliti. 11