BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Tipikal Simpang Bersinyal dan Sistem Pengaturan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. jalan 8/2T, atau kombinasi dari tipe-tipe jalan tersebut (PKJI, 2014) Tabel 3.1 Kode Tipe Simpang. Jumlah lengan simpang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Simpang

b. Untuk pendekat dengan belok kiri langsung (LBKiJT)

BAB III LANDASAN TEORI. pada Gambar 3.1 di bawah ini. Terdapat lima langkah utama yang meliputi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memancar meninggalkan persimpangan (Hobbs F. D., 1995).

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Geometrik dan Lingkungan Simpang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Teori Analisis Simpang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014) Ekr untuk kendaraan

BAB III LANDASAN TEORI

KAPASITAS SIMPANG APILL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas di dalamnya. Menurut Hobbs (1995), persimpangan jalan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. lebar lajur pendekat pada bagian pendekat yang tersempit atau paling tidak 10m

BAB III LANDASAN TEORI. terdapat di daerah perkotaan. Jenis simpang ini cocok untuk di terapkan apabila arus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya.

BAB III LANDASAN TEORI. hal-hal yang mempengaruhi kriteria kinerja lalu lintas pada suatu kondisi jalan

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan satu dengan kendaraan lainnya ataupun dengan pejalan kaki.

EVALUASI PANJANG ANTRIAN PADA LENGAN SIMPANG BERSINYAL DENGAN METODE PKJI

BAB III LANDASAN TEORI

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Studi Kinerja Simpang Jalan Jakarta - Ibrahim Adjie Setelah Adanya Overpass Pelangi Antapani Kota Bandung

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut:

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Pengamatan Daerah Studi. Tinjauan Pustaka

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISA KINERJA LALU LINTAS SIMPANG BERSINYAL, STUDI KASUS SIMPANG EMPAT SRIKANDI DAN SIMPANG TIGA KARANGJATI, KECAMATAN PANDAAN KABUPATEN PASURUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ANALISIS SIMPANG APILL NGABEAN YOGYAKARTA

BAB IV METODE PENELITIAN

Laporan Tugas akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

STUDI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN CIPAGANTI BAPA HUSEN BANDUNG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian. Mulai. Pengamatan Daerah Studi. Studi Literatur. Hipotesis ::

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Lokasi Penelitian. Pengumpulan Data

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini : Mulai. Pengamatan Daerah Studi

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG

Penanganan umum simpang tak bersinyal

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

KINERJA BUNDARAN BERSINYAL DIGULIS KOTA PONTIANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR. ANALISA KARAKTERISTIK KONFLIK LALU LINTAS PADA SIMPANG TAK BERSINYAL TIGA KAKI (studi kasus pada Jalan RC Veteran)

DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI

BAB III LANDASAN TEORI Kondisi geometri dan kondisi lingkungan. memberikan informasi lebar jalan, lebar bahu, dan lebar median serta

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan...

BAB 3 METODOLOGI Metode Pengamatan

Simpang Tak Bersinyal Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang tak bersinyal di bawah ini :

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal.

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

DAFTAR ISTILAH KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas. UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR KATA PENGANTAR

METODE BAB 3. commit to user Metode Pengamatan

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Ruas Jalan A. Data Umum, Kondisi Geometrik, Gambar dan Detail Ukuran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV PEMBAHASAN. arus dan komposisi lalu lintas. Kedua data tersebut merupakan data primer

BAB III METODE Tahapan Studi Adapun diagram alur (flowchart) dari studi ini sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

MANAJEMEN LALU-LINTAS DAN EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Jl. Semolowaru-Jl. Klampis Semolo Timur-Jl.Semolowaru- Jl.

JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017, Halaman Online di:

EVALUASI SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH BANDUNG

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PERSETUJUAN PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Simpang Bersinyal Metode Webster. Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T. ARUS JENUH

Kinerja Persimpangan Jl. Ibrahim Adjie Jl. Jakarta Dengan Beroperasinya Flyover Jl. Jakarta, Kota Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL DENGAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus Simpang Tiga Jalan Ketileng Raya-Semarang Selatan)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

simpang. Pada sistem transportasi jalan dikenal tiga macam simpang yaitu pertemuan sebidang, pertemuan jalan tak sebidang, dan kombinasi keduanya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tipikal Simpang Bersinyal dan Sistem Pengaturan Persimpangan merupakan pertemuan dua atau lebih jalan yang sebidang (Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 014). Pertemuan jalan dapat berupa simpang 3 atau simpang 4. Dan merupakan pertemuan antara tipe jalan /TT, tipe jalan 4/T, tipe jalan 6/T, tipe jalan 8/T atau kombinasi dari tipe tipe jalan tersebut Gambar 3.1 Tipikal Geometrik simpang 4 (Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, 014) 14

15 Tabel 3.1 Kode Tipe Simpang Kode Tipe Simpang Jumlah lengan Simpang Jumlah Lajur jalan minor 3 3 34 3 4 4 44 4 (Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, 014) Jumlah Lajur jalan mayor 4 4 Analisis kapasitas untuk setiap pendekat dilakukan secara terpisah. Satu lengan simpang dapat terdiri dari satu pendekat atau lebih. Hal ini terjadi jika gerakan belok kanan atau belok kiri mendaat isyarat hijau pada fase yang berlainan dengan lalu lintas yang lurus atau jika dipisahkan secara fisik oleh pulau-pulau jalan. Untuk masing-masing pendekat atau sub-pendekat, leber efektif (L E ) ditetapkan dengan mempertimbangkan lebar pendekat pada bagian masuk simpang dan pada bagian keluar simpang. Gambar 3. Pendekat dan Sub-Pendekat (Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, 014)

16 3. Data Masukan Lalu Lintas Data masukan lalu lintas diperlukan untuk data arus lalu lintas eksisting dan data arus lalu lintas rencana. Data arus lalu lintas eksisting digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per jam eksisting pada jam-jam tertentu sedangkan data arus lalu lintas rencana digunakan sebagai dasar untuk menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur lalu-lintas. Data arus lalu lintas hanya tersedia dalam LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan) dan dikoversikan melalui perkalian faktor k Q JD = k. LHRT (3-1) Keterangan : Q JD k = Volume lalu lintas harian rata-rata tahunan (skr/hari) = faktor jam rencana ditetapkan dari kajian fluktuasi arus lalu lintas berdasarkan jam selama satu tahun. Nilai k yang dapat digunakan untuk jalan perkotaan berkisar antara 7% sampai dengan 1% 3.3 Arus Jenuh Dasar Arus jenuh (S, skr/jam) adalah hasil perkalian antara arus jenuh dasar (S 0 ) dengan faktor-faktor penyesuaian untuk penyimpangan kondisi eksisting terhadap kondisi ideal. S 0 adalah S pada keadaan lalu lintas dan geometrik yang ideal, sehingga faktor-faktor penyesuaian untuk S 0 adalah satu. Arus jenuh dapat dihitung dengan rumus 3-. S = S 0. F HS. F M. F UK. F G. F P. F BKi. F BKa (3-)

17 Keterangan: S S 0 F UK F HS F G F P = arus jenuh (skr/jam) = arus jenuh dasar (skr/jam) = faktor penyesuaian ukuran kota = faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan dan gangguan samping = faktor penyesuaian kelandaian maemanjang pendekat = faktor penyesuaian jarak garis henti pada mulut pendekat terhadap kendaraan yang parkir pertama F BKi F BKa = faktor penyesuaian belok kiri = faktor penyesuaian belok kanan Untuk pendekat terlindung S 0 ditentukan oleh persamaan 3-3 sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat. S 0 = 600 x L E (3-3) Nilai S 0 juga dapat ditetapkan dengan menggunakan diagram pada Gambar 3.3 berikut Gambar 3.3 Arus Jenuh Dasar Pendekat Terlindung (Tipe P) (Sumber: PKJI 014)

18 3.4 Penetapan Waktu Siklus Waktu isyarat terdiri dari waktu siklus (c) dan waktu hijau (H). Penentuan waktu siklus untuk sistem kendali waktu tetap yang dapat dilakukan menggunakan rumus Webster (1966). (3-4) Keterangan: c H H R Q/S R Q/S kritis = waktu siklus (detik) = jumlah waktu hijau hilang per siklus (detik) = rasio arus, yaitu arus dibagi arus jenuh, Q/S = Nilai R Q/S yang tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada fase yang sama R Q/S kritis = rasio arus simpang (sama dengan jumlah semua R Q/S kritis dari semua fase pada siklus tersebut) Rumus ini bertujuan utuk meminimumkan tundaan total. Waktu siklus yang layak akan ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Waktu Siklus Layak Tipe Pengaturan Waktu Siklus Layak (detik) Dua-fase 40-80 Tiga fase 50-100 Empat fase 80-130 (Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 014)

19 3.4.1 Menentukan waktu hijau Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 014, untuk menghitung waktu hijau digunakan rumus 3-5. Keterangan : H i ( ) ( ) (3-5) H i = waktu hijau pada fase i (detik) 3.5 Kapasitas Simpang Bersinyal Kapasitas simpang (C) dirumuskan seperti pada persamaan 3-6. C = S (3-6) Keterangan : C = kapasitas simpang (skr/jam) S = arus jenuh (skr/jam) H = total waktu hijau dalam satu siklus (detik) c = waktu siklus (detik) 3.6 Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan merupakan rasio arus lalu-lintas terhadap kapasitas jalan, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Untuk menghitung besarnya nilai derajat kejenuhan digunakan rumus 3-7. DJ = (3-7)

0 Nilai derajat kejenuhan untuk simpang adalah 0,85 sebagai batas kelayakan jalan menurut PKJI 014. 3.7 Rasio Arus (R Q/S ) Untuk menganalisis rasio arus perlu diperhatikan bahwa jika arus belok kiri diijinkan jalan terus, maka hanya arus lurus dan belok kanan saja yang dihitung sebagai nilai Q. Jika lebar jalur efektif (L E ) sama dengan lebar jalur keluar (L K ) maka hanya arus lurus saja yang masuk dalam nilai Q. Apabila pendekat mempunyai dua fase yaitu fase kesatu untuk arus terlawan (O) dan fase kedua untuk arus terlindung (P), maka arus gabungan dihitung dengan rumus 3-8. R Q/S = (3-8) 3.8 Faktor Penyesuaian Khusus untuk Pendekatan tipe P Pada Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 014, perhitungan faktor penyesuaian akibat lalu lintas belok hanya berlaku untuk tipe P (terlindung), tanpa median dan tipe jalan dua arah. Untuk menghitung faktor penyesuaian akibat lalu lintas belok kanan digunakan rumus 3-9. F BKA = 1,0 + R BKA x 0,6 (3-9) Sedangkan, untuk menghitung faktor penyesuaian akibat lalu lintas belok kiri digunakan rumus 3.10. F BKI = 1,0 + R BKI x 0,16 (3-10)

1 3.9 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota 1. Populasi penduduk suatu kota mempengaruhi pola lalu lintas pada suatu simpang. Karakteristik ini diperhitungkan dalam analisis secara tidak langsung melalui kategori ukuran kota. Faktor penyesuaian ukuran kota (F UK ) dibedakan berdasarkan ukuran populasi penduduk, dapat dilihat pada Tabel 3.3 Tabel 3.3 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Jumlah Penduduk Kota (juta jiwa) Ukuran Kota Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (F UK ) Sangat Besar >30 1,05 Besar 1,0-3,0 1,00 Sedang 0,5-1,0 0,94 Kecil 0,1-0,5 0,88 Sangat Kecil <0,1 0,8 (Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 014) 3.10 Menghitung Kinerja Lalu Lintas Simpang APILL 3.10.1 Panjang antrian Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 014, Jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat lampu hijau (N Q ) dihitung sebagi jumlah kendaraan terhenti (skr) yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (N Q1 ) ditambah jumlah kendaraan (skr) yang datang dan terhenti dalam antrian selama fase merah (N Q ), dihitung menggunakan rumus 3-11. N Q = N Q1 + N Q (3-11) Jika nilai DJ > 0,5, maka nilai N Q1 = 0,5 x c x {( D J 1) + ( ) ( ) } (3-1)

Apabila diketahui derajat kejenuhan D J 0,5, maka nilai N Q1 = 0 N Q = c x ( ) ( ) (3-13) Setelah itu, panjang antrian (PA) diperoleh dari hasil perkalian N Q (skr) dengan luas area rata-rata yang digunakan oleh satu kendaraan ringan (ekr) yaitu 0m, dibagi lebar masuk (m) seperti pada rumus 3-14 berikut : PA = N Q (3-14) 3.10. Rasio Kendaraan Terhenti Rasio kendaraan terhenti (R KH ) merupakan rasio kendaraan pada pendekat yang harus terhenti akibat isyarat merah sebelum melewati suatu simpang terhadap jumlah arus pada fase yang sama pada pendekat tersebut dihitung menggunakan rumus 3-15. R KH = 0,9 x x 3600 (3-15) Keterangan : N Q c Q = jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat hijau = waktu siklus (detik) = arus lalu lintas dari pendekat yang ditinjau (skr/jam) Jumlah rata-rata kendaraan berhenti (N H ) adalah jumlah berhenti rata-rata per kendaraan (termasuk berhenti ulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang yang dihitung menggunakan rumus 3.16 N H = Q x R KH (3-16)

3 3.10.3 Tundaan Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan yang diperlukan pengendara untuk melewati suatu simpang dibandingkan terhadap situasi tanpa simpang. Tundaan simpang terjadi karena dua hal yaitu tundaan lalu lintas dan tundaan geometrik. Tundaan lalu lintas rata-rata dihitung dengan rumus PKJI 014 yaitu sebagai berikut : Ti = Tli + Tgi (3-17) Tundaan lalu lintas rata-rata (T L ) pada suatu pendekat dapat dihitung dengan rumus 3-18. T L = c x ( ) ( ) + (3-18) Tundaan Geometrik (T G ) yaitu tundaan yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan untuk melewati suatu fasilitas ( misal akibat lengkung horisontal pada suatu persimpangan atau terhenti karena lampu merah). Tundaan geometri dapat dihitung dari rumus 3-19. T G = (1 R KH ) x P B x 6 + (R KH x 4) (3-19) Keterangan : P B = porsi kendaraan membelok pada suatu pendekat