BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik kasus menopause..., Herdiana Christanty Sihombing, FKM UI, 2009

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi pola konsumsi gizi dan aktivitas fisik

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DENSITAS MINERAL TULANG WANITA 45 TAHUN DI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL, JAKARTA PUSAT TAHUN 2009

Aida Minropa* ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya (WHO, 2004). Jumlah populasi

BAB V HASIL. Universitas Indonesia

LEMBARAN KUESIONER. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit

BAB II PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA USIA DEWASA Definisi Osteoporosis

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menopause bukanlah suatu penyakit ataupun kelainan dan terjadi pada akhir siklus

II. PENGETAHUAN RESPONDEN Petunjuk pengisian: Berilah tanda (x) pada jawaban yang saudara anggap benar.

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengindraan terhadap suatu objek tertantu yang terjadi melalui panca indra manusia yaitu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Osteoporosis. Anita's Personal Blog Osteoporosis Copyright anita handayani

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan LAKI-LAKI PEREMPUAN

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan program kesehatan pada umumnya dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang,

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran asupan...,rindu Rachmiaty, FKM UI, 2009

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi Susu pada saat remaja terutama

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan kota metropolitan yang terbagi. Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Kep.Seribu (Riskesdas 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM)

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan osteoporosis di kehidupan selanjutnya (Greer et al,2006)

BAB I PENDAHULUAN. wanita mengalami menopause. Namun tidak seperti menopause pada

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh

BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada

Osteoporosis Apakah tulang anda beresiko?

BAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

BAB I PENDAHULUAN. cantik, tidak lagi bugar dan tidak lagi produktif. Padahal masa tua

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pada sekelompok masyarakat disuatu tempat. Hal ini berkaitan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh. Media masa sangat mudah mempengaruhi cara berpikir dan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. mengancam hidup seperti penyakit kardiovaskuler.

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menopause merupakan suatu tahap kehidupan yang dialami. wanita yang masih dipengaruhi oleh hormon reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah penyakit pengeroposan tulang yang banyak diderita

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

OSTEOPOROSIS DEFINISI

BAB I PENDAHULUAN. lansia yaitu kelompok usia tahun yang disebut masa virilitas, 55-64

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa dimulai pada usia 8-14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daur hidup manusia akan melewati fase usia lanjut (proses penuaan). Proses penuaan merupakan hal yang tidak dapat dihindari, dimana mulai terjadi perubahan fisik dan fungsional tubuh yang berdampak pada timbulnya berbagai macam penyakit. Salah satu perubahan fisik dan fungsional yang terjadi yaitu pada tulang, khususnya mengenai Densitas Mineral Tulang (DMT). Berbagai macam penelitian mengenai DMT telah dilakukan dan memaparkan fakta-fakta yang cukup mengejutkan. Densitas mineral tulang adalah cara pengukuran kalsium pada suatu area (volume) tulang. Densitas mineral tulang juga merupakan cara yang mudah untuk mengetahui seberapa kuat atau lemahnya kondisi (kepadatan) tulang seseorang, sehingga dapat diketahui apakah seseorang terkena osteopenia, osteoporosis, maupun risiko terkena fraktur (Hindu, 2003 dan Zaviera, 2008). Densitas mineral tulang terbagi menjadi normal dan tidak normal. Densitas mineral tulang normal apabila kondisi kalsium dalam tulang normal. Menurut WHO (1994), DMT tidak normal terbagi menjadi osteopenia dan osteoporosis. Osteopenia merupakan kondisi rendahnya kepadatan tulang karena terjadinya pengeroposan tulang dan juga merupakan tanda akan terjadinya osteoporosis. Sedangkan, osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit tulang yang menyebabkan berkurangnya jumlah jaringan tulang dan tidak normalnya struktur atau bentuk mikroskopis tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Banyak studi telah dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kejadian DMT tidak normal dan dampak serius yang diakibatkannya, diantaranya yaitu diperkirakan terdapat 200 juta penderita DMT tidak normal di seluruh dunia, dimana satu dari tiga wanita dan satu dari lima pria berisiko mengalami DMT tidak normal. Penderita osteoporosis di Eropa, Jepang, dan Amerika sebanyak 75 juta penduduk, sedangkan di China terdapat 84 juta penduduk (Zaviera, 2008). Sebuah studi di Amerika Serikat menyebutkan bahwa dijumpai satu kasus 1

2 osteoporosis terjadi diantara 2-3 wanita pascamenopause atau mencapai 25 juta penduduk (Gonta, 1996). Di Australia, sekitar 25% wanita dan 17% laki-laki Australia menderita fraktur osteoporosis (Trellian, 2008). Studi terbaru menunjukkan 10 juta warga Amerika menderita osteoporosis, 8% wanita dan 20% laki-laki, dan lebih dari 34 juta menderita osteopenia (NOF, 2008). Di Indonesia, berdasarkan penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, Departemen Kesehatan, bekerjasama dengan PT. Fonterra Brands Indonesia (2005) menunjukkan bahwa prevalensi osteopenia mencapai 41,8% dan 10,3% osteoporosis. Penelitian tersebut dilakukan di 21 wilayah di Indonesia dan melibatkan sampel hingga 65.727 orang (Messwati, 2008). Hasil penelitian Persatuan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) tahun 2006 menemukan bahwa dari 38% pasien yang datang untuk memeriksakan DMT di Makmal Terpadu FKUI, Jakarta, ternyata terdapat 14,7% pasien yang terdeteksi menderita osteoporosis (Gusnita, 2006). Prevalensi osteoporosis meningkat pada populasi usia > 50 tahun, yaitu sebesar 2,2 juta tahun 2006 dan meningkat menjadi 3 juta pada tahun 2021 (Trellian, 2008). Menurut data "Indonesian White Paper" yang dikeluarkan PEROSI, prevalensi osteoporosis pada tahun 2007 mencapai 28,8% untuk pria dan 32,3% untuk wanita. Penelitian Departemen Kesehatan (Depkes) menunjukkan bahwa prevalensi osteoporosis adalah 19,7%, sedangkan prevalensi osteopenia di Indonesia mencapai 41,7% (Ardiansyah dalam Tsania, 2008). Sebuah studi hasil epidemiologi osteoporosis pada perempuan usia 45-55 tahun diketahui bahwa 42,9% responden memiliki DMT normal, 47,3% osteopenia, dan 9,9% osteoporosis (Nurrika, 2002). Selain itu, pada penelitian DMT di Depok, diketahui bahwa prevalensi osteopenia dan osteoporosis pada kelompok usia > 40 tahun yaitu sebesar 35% dan 30%, dimana sebanyak 28,4% penderita osteoporosis pada perempuan dan 36,6% pada laki-laki (Tsania, 2008). Berdasarkan data-data tersebut dapat diketahui bahwa prevalensi kejadian DMT tidak normal masih cukup tinggi, baik di dunia maupun di Indonesia. Berbagai macam faktor telah dicoba untuk mengidentifikasi penyebab tingginya risiko wanita terkena DMT tidak normal, diantaranya yaitu mengalami fraktur diatas 50 tahun, memiliki masa tulang yang rendah akibat tubuh kurus dan

3 mungil, memiliki kerabat dengan riwayat osteoporosis, ukuran tulang yang kecil, gaya hidup yang tidak sehat, kurang hormon estrogen, penderita anoreksia nervosa, mengonsumsi obat yang mengandung kortikosteroid, dan suku/ras (Zaviera, 2008). Menurut Nuryasini (2001), faktor yang berhubungan dengan DMT adalah rendahnya massa tulang, laju penurunan massa tulang, faktor riwayat penggunaan pil KB, faktor riwayat reproduksi, usia, status dan lama menopause, faktor gaya hidup, faktor genetik, faktor asupan zat gizi, dan faktor lainnya. Kejadian DMT tidak normal di Asia erat kaitannya dengan rendahnya konsumsi kalsium. Dosis kalsium yang dianjurkan adalah 1000-1500 mg/hari. Di beberapa negara Asia, rata-rata konsumsi kalsium adalah 800-1000 mg/hari (Baziad, 2003). Sedangkan di Indonesia, asupan rata-rata kalsium hanya berkisar antara 270-300 mg/hari untuk wanita dewasa, sedangkan asupan kalsium yang dianjurkan menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2005, yaitu 800 mg/hari untuk wanita usia 30-64 tahun. Berdasarkan penelitian Nurrika (2002) pada wanita yang berusia 45-55 tahun, didapat hasil lebih dari setengah (53,8%) responden memiliki asupan kalsium < 80% AKG. Rendahnya asupan kalsium menjadi salah satu faktor risiko DMT tidak normal yang dapat meningkatkan insiden osteopenia dan bisa berakibat pada osteoporosis atau bahkan fraktur. Densitas mineral tulang tidak normal merupakan suatu prediktor terjadinya osteopenia maupun osteoporosis. Jika tidak dicegah/ditangani, kejadian ini bisa membawa penderitaan, cacat, dan kematian pada manusia lanjut usia (lansia) (Compston, 2002). Dari hasil penelitian para ahli, 80% kejadian osteoporosis terjadi pada wanita dibanding pria (6:1) dan diperparah apabila wanita sudah memasuki masa menopause. Lebih kurang 35% wanita pascamenopause menderita osteoporosis dan 50% osteopenia. Akibat yang ditimbulkan adalah fraktur yang hampir semuanya memerlukan perawatan khusus (Baziad, 2003). Sebuah penelitian menyebutkan bahwa DMT tidak normal dapat menyebabkan fraktur dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Menurut Villareal, 25% orang yang mengalami fraktur pinggul meninggal dalam setahun dan 40-50% dari mereka akan menjadi cacat dan perlu perawatan rumah (NFA, 2007). Menurut Zaviera (2008), risiko kematian akibat fraktur pinggul sama dengan kanker payudara. Sebuah studi di Australia mengemukakan setelah salah

4 satu tulang pada tulang belakang patah, risiko fraktur lainnya dalam 12 bulan meningkat lebih dari empat kali lipat. Selain itu, risiko fraktur juga meningkat apabila terjadi fraktur pinggul. Sebanyak 20% penderita fraktur pinggul meninggal dalam waktu enam bulan (Trellian, 2008). Selain berdampak pada timbulnya berbagai masalah kesehatan, rendahnya DMT juga berdampak pada keadaan sosial dan ekonomi. Di Amerika, pada tahun 2005, fraktur osteoporosis menghabiskan biaya $19 miliar, sedangkan pada tahun 2025, diperkirakan dibutuhkan dana $25,3 miliar (NOF, 2008). Di Indonesia, pada tahun 2000 dengan 227.850 fraktur osteoporosis menghabiskan biaya $2,7 miliar, dan diperkirakan pada tahun 2020 dengan 426.300 fraktur osteoporosis dibutuhkan dana $3,8 miliar (Zaviera, 2008). Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, terlihat bahwa kasus DMT tidak normal sudah cukup parah dan dampaknya cukup besar. Untuk menangani hal tersebut diperlukan suatu upaya preventif untuk mencegah semakin parahnya kasus. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor risiko apa saja yang mempengaruhi DMT tidak normal, sehingga dapat menurunkan angka kejadiannya. 1.2. Rumusan Masalah Hasil penelitian yang ada membuktikan bahwa telah terjadi peningkatan kasus DMT tidak normal. Hal ini tidak hanya terjadi di dunia dan beberapa negara di wilayah Eropa, Australia, Amerika dan beberapa negara di Asia, melainkan juga terjadi di Indonesia, dimana kasus pengeroposan tulang (osteoporosis dini) di Indonesia ternyata lebih tinggi dari angka rata-rata dunia. Dua dari lima orang Indonesia memiliki tulang keropos, sedangkan prevalensi dunia hanyalah satu dari tiga orang yang berisiko menderita kasus ini. Hasil penelitian epidemiologi osteoporosis pada perempuan usia 45-55 tahun, menunjukkan bahwa 42,9% responden memiliki DMT normal, 47,3% osteopenia, dan 9,9% osteoporosis (Nurrika, 2002). Penelitian di Depok (2008) menunjukkan bahwa prevalensi osteopenia dan osteoporosis wanita > 40 tahun adalah 35% dan 28,4%. Menurut Depkes, prevalensi osteopenia di Indonesia mencapai 41,7% dan prevalensi osteoporosis adalah 19,7% (Ardiansyah dalam

5 Tsania, 2008). Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa prevalensi DMT tidak normal pada wanita 45 tahun tergolong cukup tinggi. Kejadian DMT tidak normal disebabkan oleh banyak faktor dan diperlukan upaya preventif untuk mencegah keparahan dari kasus tersebut. Oleh karena itu, maka dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai DMT dan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan pada wanita 45 tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat. Alasan penelitian dilakukan pada wanita 45 tahun karena kasus DMT tidak normal berisiko tinggi terjadi pada wanita yang telah mengalami puncak massa tulang. Selain itu, usia tersebut merupakan fase klimakterik, yaitu fase peralihan antara pramenopause dengan pascamenopause dimana mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap DMT. Penelitian ini dilakukan pada wanita yang status bekerjanya masih aktif, karena hal ini mewakili variabel sosio-ekonomi dan aktivitas fisik yang berhubungan dengan osteoporosis. Menurut Fatmah (2008), kegiatan bekerja dapat meningkatkan kepadatan atau massa tulang dan akhirnya mencegah risiko osteoporosis. Selain itu dengan bekerja, seseorang memiliki penghasilan yang dapat digunakan untuk membeli bahan-bahan makanan sumber kalsium karena daya beli yang cukup. 1.3. Pertanyaan Penelitian Pokok permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini yaitu mengenai faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian DMT tidak normal wanita 45 tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat Tahun 2009. 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan DMT wanita 45 tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat, tahun 2009.

6 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran DMT wanita 45 tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat, tahun 2009. 2. Mengetahui gambaran karakteristik individu (umur, pendidikan terakhir, IMT, status menopause, riwayat osteoporosis keluarga dan paritas) wanita 45 tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat, tahun 2009. 3. Mengetahui gambaran gaya hidup (aktivitas olahraga dan status merokok) wanita 45 tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat, tahun 2009. 4. Mengetahui gambaran asupan (kalsium, vitamin D dari makanan, vitamin C, protein, serat, kopi dan teh) wanita 45 tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat. 5. Mengetahui hubungan antara karakteristik individu (IMT, status menopause, riwayat osteoporosis keluarga dan paritas) dengan DMT wanita 45 tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat, tahun 2009. 6. Mengetahui hubungan antara gaya hidup (aktivitas olahraga dan status merokok) dengan DMT wanita 45 tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat, tahun 2009. 7. Mengetahui hubungan antara asupan (kalsium, vitamin D dari makanan, vitamin C, protein, serat, kopi dan teh) dengan DMT wanita 45 tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat, tahun 2009. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai gambaran DMT wanita 45 tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat dan faktorfaktor yang berhubungan dengan hal tersebut. 1.5.2. Bagi Wanita 45 Tahun Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada wanita 45 tahun mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesehatan tulang, sehingga

7 dapat meningkatkan kualitas tulangnya dan terhindar dari kasus DMT tidak normal. 1.5.3. Bagi Instansi yang Terkait Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pihak departemen untuk lebih memperhatikan kondisi kesehatan karyawannya, khususnya mengenai kesehatan tulang. Sehingga dapat diambil langkah untuk menanggulangi atau mengurangi kejadian osteopenia, osteoporosis, maupun fraktur di wilayah tersebut. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini masalah yang akan diteliti adalah DMT tidak normal wanita 45 tahun, sedangkan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran kejadian dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan masalah tersebut di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat. Penelitian dilakukan pada wanita 45 tahun karena mereka berisiko tinggi mengalami DMT tidak normal. Hal ini terjadi karena terjadinya penurunan kadar hormon estrogen dalam tubuh mereka (Baziad, 2003). Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei hingga Juni 2009 dengan metode pengisian kuesioner yang dilakukan dengan wawancara. Pengukuran DMT dan antropometri dilakukan pada tanggal 14-15 Mei 2009 di Lobi Gedung E Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat, dimana untuk pemeriksaan kepadatan tulang dilakukan oleh Anlene Bonescan PT. Fonterra Brands Indonesia dan pengukuran antropometri dilakukan oleh numerator. Wawancara (pengisian kuesioner) dilakukan sejak tanggal 14-29 Mei 2009 oleh numerator.