BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu komoditas pangan yang patut dipertimbangkan untuk dikembangkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan,

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. umbi umbian yang cukup penting di Indonesia baik sebagai sumber pangan

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Steffi S. C. Saragih, Salmiah, Diana Chalil Program StudiAgribisnisFakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. terus melemah dan akhirnya tidak laku di pasaran. Menurut perkiraan United State Department of Agriculture (USDA)yang

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. Perindustrian saat ini sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kacang tanah. Ketela pohon merupakan tanaman yang mudah ditanam, dapat tumbuh

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POTENSI INDUSTRI TEPUNG LOKAL DI JAWA TIMUR BAGIAN SELATAN PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

Bab 1 PENDAHULUAN. bahan mentah seperti beras, jagung, umbi-umbian, tepung-tepungan, sayursayuran,

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

I. PENDAHULUAN. serealia, umbi-umbian, dan buah-buahan (Kementan RI, 2012). keunggulan yang sangat penting sebagai salah satu pilar pembangunan dalam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pembangunan pertanian tidak lagi berorientasi semata - mata

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. et al. (2002), sistem agribisnis adalah rangkaian dari berbagai subsistem mulai

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan kemasyarakatan (HKm) sebagai sistem pengelolaan hutan yang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diversifikasi pangan merupakan program alternatif yang digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menjadi produk yaitu pabrik perakitan dan pabrik kimia. Perubahan bahan baku menjadi produk pada pabrik perakitan bukan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. nasi sebagai makanan pokok sehari-hari. Dari data BPS (2014) konsumsi padi

STRATEGI SISTIM PEMASARAN DAN DISTRIBUSI BERAS, JAGUNG, KEDELAI

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin meningkat. Di sisi lain, penggunaan terigu sebagai bahan baku produk olahan tersebut menjadi permasalahan tersendiri mengingat kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak terhadap kerapuhan ketahanan pangan secara nasional karena untuk mencukupi komoditas impor sangat tergantung kepada kebijakan negara lain. Menyadari kerentanan sistem ketahanan pangan, pada tahun 2005 Pemerintah mencanangkan program revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan (RPPK). Sejalan dengan program tersebut, Kementerian Pertanian sesuai amanat Perpres No 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal, telah menetapkan Peningkatan Diversifikasi Pangan tahun 2011-2014 salah satunya dengan mencari potensi pangan lokal yang ada di Indonesia. Komoditas tanaman pangan unggulan ketiga setelah padi dan jagung adalah ubi kayu (Manihot utilissima) atau sering dikenal di Wonogiri dengan nama ketela pohon, singkong (cassava), kasepe, pohung. Daerah sentra ubi kayu di Indonesia antara lain Provinsi Lampung, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Sumatera Utara. 1

2 Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Tengah dalam angka tahun 2013, jumlah produksi ubi kayu di Jawa Tengah merupakan produksi terbesar ketiga di Indonesia setelah Lampung dan Jawa Timur. Luas panen ubi kayu di Jawa Tengah pada tahun 2012 seluas 176.849 hektar dengan total produksi 3.848.462 ton (BPS, 2013a). Sedangkan Kabupaten Wonogiri merupakan daerah sentra utama ubi kayu di Propinsi Jawa Tengah. Tabel 1.1. Daerah penghasil ubi kayu terbesar di Jawa Tengah tahun 2012 Kabupaten Luas Panen Produksi Produktivitas (ha) (ton) (Ku/ha) Wonogiri 57.702 942.145 163,28 Pati 19.696 732.961 372,14 Jepara 11.377 254.316 223,54 Banjarnegara 9.550 207.735 217,52 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2013 (diolah) Kabupaten Wonogiri mempunyai potensi pertanian ubi kayu yang menjanjikan mengingat bahwa sebagian besar wilayah Wonogiri merupakan lahan marginal sehingga sangat cocok untuk budidaya ubi kayu. Luas areal pertanian di Wonogiri mencapai 98.082 ha atau 53.82 persen dari luas wilayah secara keseluruhan (BPS, 2013b). Kabupaten Wonogiri terdiri dari 25 kecamatan dan 17 kecamatan diantaranya memiliki komoditas unggulan ubi kayu dengan hasil produktivitas petani ubi kayu rata-rata lebih dari 20 ton per hektar. Luas panen ubi kayu di Wonogiri pada tahun 2012 mengalami kenaikan 1,55 persen dibanding tahun sebelumnya. Produksi ubi kayu pada tahun 2012 mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2011 sebesar 19,29 persen. Wonogiri mengalami surplus pangan untuk komoditas ubi kayu sebesar 790.717 ton pada

3 tahun 2012, angka tersebut mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya sebesar 16,35 persen (BPS,2013b). Tabel 1.2. Luas panen dan produktivitas ubi kayu di Kabupaten Wonogiri tahun 2008-2012 Tahun Luas panen Produksi Produktivitas (ha) (ton) (Ku/ha) 2008 66.226 10.175.989 153,65 2009 63.337 10.175.082 170,08 2010 62.269 12.026.738 193,14 2011 56.819 7.897.810 139,00 2012 57.702 9.421.450 163,28 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri, 2013 (diolah) Sektor pertanian masih mendominasi sebagai penopang ekonomi di Kabupaten Wonogiri. Besarnya peran pertanian bisa dimengerti mengingat setengah dari luas wilayah Wonogiri merupakan lahan pertanian. Pada tahun 2010 dan 2011 sektor pertanian menjadi penyumbang PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dengan besar kontribusi mencapai 50,74 persen (BPS, 2012). Tahun 2011, mata pencaharian penduduk Wonogiri paling besar di bidang pertanian dengan 29,31 persen dari total penduduknya. Jumlah industri mikro dan kecil di Kabupaten Wonogiri 18.558 unit usaha yang bergerak di sektor industri pengolahan dengan kontribusi terhadap PDRB sebesar 5,47%. Untuk memperluas upaya-upaya meningkatkan nilai tambah, nilai ekonomis yang lebih tinggi dan adanya jaminan terhadap kepastian harga ubi kayu di Kabupaten Wonogiri, kiranya perlu dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh untuk memulai mengolah ubi kayu. Perkembangan teknologi pangan mampu memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam upaya penganekaragaman

4 pangan. Kegiatan tersebut akan meningkatkan nilai tambah untuk komoditas pangan yang digunakan. Akhir-akhir ini dikembangkan tepung singkong termodifikasi yang diarahkan untuk substitusi terigu yang disebut mocaf. Tepung mocaf (modified cassava flour) merupakan tepung fermentasi dari ubi kayu yang memiliki karakteristik seperti tepung terigu, sehingga dapat digunakan sebagai campuran maupun pengganti tepung terigu pada produk olahan makanan. Tepung mocaf memiliki prospek pengembangan yang bagus untuk dikembangkan di Indonesia, khususnya Kabupaten Wonogiri. Hal tersebut dapat dilihat dari ketersediaan ubi kayu yang berlimpah, biaya produksi pembuatan tepung mocaf yang lebih murah dibandingkan produk turunan ubi kayu lainnya. Harga tepung mocaf juga lebih murah dibanding dengan harga tepung terigu dan tepung beras sehingga diharapkan mampu menurunkan konsumsi tepung terigu skala nasional. Pasar lokal mocaf juga sangat prospektif karena begitu banyak industri makanan yang menggunakan bahan baku tepung. Tabel 1.3. Perbandingan kebutuhan ubi kayu dan harga produk olahannya di Indonesia Nama Produk Kebutuhan Harga Jual Produk Ubi Kayu (Kg) (Rp) Ubi kayu 500 1.000/kg Mocaf 3 4 5.500/kg Gaplek 3 4 3.200/kg Tapioka 5 7 4.000/kg Etanol 7 10 5.000/L Sumber : Motecaf Indonesia, dalam Balitbang Prov. Kaltim, 2012 (diolah).

5 Pengembangan agroindustri diyakini akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus menciptakan pemerataan pembangunan. Dengan pengembangan agroindustri secara cepat dan baik dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja, pendapatan petani, pangsa pasar domestik dan internasional, nilai tukar produk hasil pertanian dan penyediaan bahan baku industri. Agroindustri mocaf berpotensi bagi industri pengolahan makanan nasional sebagai diversifikasi pangan berbahan lokal. Pengembangan agroindustri mocaf diharapkan dapat meningkatkan harga nilai ekonomi dan memberikan nilai tambah pada ubi kayu, serta membuka peluang bisnis besar yang bisa meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Wonogiri. Pembangunan agroindustri mocaf ini juga dapat digunakan sebagai pendorong untuk meningkatkan produktivitas ubi kayu, sehingga terangkai pola hubungan agroindustri dari hulu ke hilir agrobisnis ubi kayu. Setiap kegiatan dari suatu perusahaan atau perorangan yang sifatnya mencari keuntungan mempunyai value chain. Value chain yang disebut juga dengan rantai nilai ini tidak bisa dipisahkan dari aktivitas suatu perusahaan atau perorangan dalam proses produksi. Rantai nilai ini akan menjangkau jejaring produksi mulai dari pasokan bahan baku (supply chain), proses produksi (production) dan pemasaran (marketing) serta bagaimana mengembangkan dan meningkatkan produksi dan olahannya melalui pola pengembangan kelembagaan kemitraannya. Porter (1985) menjelaskan bahwa rantai nilai yang efektif merupakan kunci keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang dapat menghasilkan nilai

6 tambah (value added) bagi suatu industri. Rich et al. (2011) banyak intervensi pembangunan saat ini yang menggunakan pendekatan rantai nilai sebagai poin penting untuk melibatkan petani kecil secara individu. Oleh karena itu, dengan adanya peluang untuk mengembangkan agroindustri mocaf di Kabupaten Wonogiri, maka penulis merasa perlu melakukan analisis rantai nilai (value chain analysis) tepung mocaf. Dengan menggunakan analisis rantai nilai, seluruh siklus produksi diperhatikan termasuk hubungan dengan pasar akhir. Pendekatan rantai nilai berperan dalam membantu menjelaskan dan mengidentifikasi proses yang sesuai atau lebih baik dan efisien bagi agroindustri mocaf. Hasil akhir dalam penelitian ini yaitu berupa nilai tambah yang dihasilkan dari semua aktivitas di dalam agroindustri mocaf sekaligus dapat mengetahui pelaku-pelaku yang berperan dalam proses pertambahan nilai tersebut. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja rantai nilai dalam agroindustri mocaf agar dapat lebih meningkatkan kontribusi dalam meningkatkan pendapatan petani ubi kayu dan PDRB Kabupaten Wonogiri. B. Perumusan Masalah Berlimpahnya produksi ubi kayu ternyata belum sesuai dengan pendapatan yang diperoleh petani ubi kayu. Umumnya ubi kayu dijual dengan harga yang murah. Harga pasar ubi kayu adalah Rp. 3.000/kg, namun pada saat panen raya harga bisa menurun hingga Rp 850/kg. Salah satu alasan rendahnya harga ubi kayu adalah karena kekhawatiran petani akan sifat hasil panen yang perishable (cepat rusak).

7 Permasalahan pokok saat ini adalah pada umumnya masyarakat tani masih sulit keluar dari kondisi perolehan nilai produk mereka, hanya tergantung dari nilai produk primer. Kondisi sosial masyarakat yang masih tradisional serta masih rendahnya informasi dan pengetahuan tentang teknologi pengolahan hasil pertanian menyebabkan komoditas ubi kayu tidak memiliki nilai tambah. Pengolahan ubi kayu menjadi mocaf diharapkan dapat meningkatkan daya simpan, kegunaan, dan nilai tambah. Optimalisasi nilai tambah dicapai pada pola industri yang terintegrasi langsung dengan usaha tani keluarga dan perusahaan pertanian. Pada industri pedesaan pembagian nilai tambah belum terbagi secara adil antar para pelaku industri, sehingga pemerataan pendapatan semakin sulit dicapai. Masalah yang kemudian muncul adalah rendahnya jaminan ketersediaan dan mutu bahan baku yang digunakan dalam agroindustri mocaf. Hal ini sangat mempengaruhi mutu produk agroindustri sehingga masih belum memenuhi persyaratan seperti yang ditetapkan pasar. Selain itu, sumber pendanaan yang masih kecil dan sumberdaya manusia (SDM) yang masih belum profesional serta sarana dan prasarana yang belum memadai, menyebabkan teknologi pengolahan dan pemasaran sulit berkembang. Agroindustri mocaf merupakan industri pengolahan ubi kayu yang baru dikenalkan di Kabupaten Wonogiri sehingga dalam pengembangannya masih mengalami beberapa kendala. Daya saing industri dalam meraih kinerja yang optimal salah satunya dipengaruhi oleh rantai nilai yang efektif. Analisis rantai nilai berfungsi untuk mengidentifikasi penghambat-penghambat pertumbuhan

8 industri dan daya saing. Analisis tersebut akan memberikan informasi mengenai tahap-tahap rantai nilai di mana industri dapat meningkatkan nilai untuk pelanggan dan mengefisiensikan biaya yang dikeluarkan. Analisis rantai nilai dalam agroindustri mocaf sangat penting karena berfungsi untuk memahami posisi biayanya. Efisiensi biaya atau peningkatan nilai tambah dapat membuat industri lebih kompetitif. Selain itu analisis rantai nilai berfungsi untuk mengidentifikasi cara-cara yang dapat digunakan untuk memfasilitasi implementasi dari strategi tingkat bisnis sehingga dapat mengoptimalkan kinerja pada masing-masing kegiatan demi terwujudnya agroindustri mocaf yang berkelanjutan. Berdasarkan pernyataan di atas maka timbul beberapa pertanyaan yaitu: 1. Bagaimana rantai nilai tepung mocaf di Wonogiri? 2. Aktivitas apa yang harus diperhatikan dalam rantai nilai tepung mocaf? 3. Pelaku mana yang memperoleh pendapatan tertinggi dari rantai nilai tepung mocaf? 4. Rantai nilai mana yang paling efisien? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Memetakan rantai nilai untuk menggambarkan pelaku utama. 2. Menganalisis aktivitas dalam rantai nilai tepung mocaf. 3. Mengetahui pendapatan masing-masing pelaku dalam rantai nilai. 4. Mengetahui rantai nilai yang paling efisien dalam agroindustri mocaf.

9 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi pihak yang berkepentingan, sehingga dapat membantu upaya pengembangan agroindustri mocaf di Kabupaten Wonogiri sesuai dengan kemampuan sumberdaya yang ada. Kegunaan lain dari penelitian ini adalah sebagai media pembelajaran bagi mahasiswa dan masukkan positif bagi petani ubi kayu.