BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

dokumen-dokumen yang mirip
Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BUPATI POLEWALI MANDAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

k. Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan untuk meningkatkan wawasan, kepedulian, perhatian, kapasitas perempuan, dan perlindungan anak.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dampak kemajuan teknologi dan informasi, serta perubahan gaya hidup yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Standar Pelayanan Medik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 23 TAHUN 2004 (23/2004) TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Institute for Criminal Justice Reform

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beragam permasalahan pada perempuan seringkali muncul dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berpacaran Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) atau Dating Violence. Banyak

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

Transkripsi:

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang merugikan pada korban (fisik atau psikis) yang tidak dikendaki oleh korban. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual, psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. Pada tahun 1992, penegasan bahwa kekerasan terhadap perempuan sebagai salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan merupakan memontum yang penting bagi advokasi gerakan penegak hak-hak asasi manusia khususnya hak asasi perempuan. Penegasan ini dilatari oleh penajaman konsep hak asasi manusia tersebut telah ditegaskan oleh Komite PBB yaitu tentang penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Seiring dengan dikeluarkannya duapuluh butir rekomendasi khusus dari Komite PBB tersebut yang isinya mengenai landasan aksi yang harus dilakikan oleh Negara-negara peserta Konvensi Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan atau convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW). Dari latar belakang ini mulai terjadi kemajuan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan masalah kekerasan terhadap perempuan baik yang 4,7,9

dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat diberbagai negara termasuk Indonesia. 3,4 Salah satu ulasan konvensi PBB menyebutkan bahwa sikap-sikap tradisional dimana perempuan dianggap sebagai subordinasi laki-laki atau seperti juga pembakuan peran-peran gender (stereotype) yang dalam prakteknya terus meluas berhubungan dengan kekerasan dan paksaan yang terjadi pada perempuan. Efek atas kekerasan tersebut terhadap integritas perempuan adalah penghilangan atau pencabutan atas kesamaan kenikmatan, pelaksanaan dan pengetahuan akan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. 4,5,8 Sementara itu, sebagian besar fakta atau ancaman kekerasan atas dasar suatu konsekuensi yang mendasari bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender tadi, membantu ikut serta membuka mata untuk menegakkan hak-hak perempuan dalam subordinasi perannya, atas rendahnya posisi perempuan dalam partipasi politik, rendahnya tingkat pendidikan, serta sedikitnya kesempatan kerja untuk perempuan. 3,4 2.1. Kekerasan dalam Rumah Tangga. 2.1.1. Definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 1,4,10

Menurut UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 2 lingkup rumah tangga meliputi : a. Suami, isteri, dan anak; b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang suami, istri, dan anak karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau; c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. 10,11 2.I.2. EPIDEMIOLOGI Kekerasan dalam rumah tangga memiliki tren yang terus meningkat dari tahun ketahun. Data yang dipeoleh dari Jurnal Perempuan edisi ke 45, menunjukkan bahwa dari tahun 2001 terjadi 258 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tahun 2002 terjadi sebanyak 226 kasus, pada tahun 2003 sebanyak 272 kasus, tahun 2004 terjadi 328 kasus dan pada tahun 2005 terjadi 455 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 2 Namun dari berbagai bentuk kekerasan yang ada, data statistik Mitra Perempuan pada tahun 2005 menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami kekerasan psikis. Dimana kekerasan fisik sejumlah 8,33%, kekerasan psikis sebanyak 45,83%, penelantaran ekonomi sebanyak 16,67%, kekerasan seksual sebanyak 12,50%. Menurut peneliian WHO pada tahun 1999 berdasarkan studi yang dilakukan pada 35 negara didapatkan bahwa jumlah kekerasan pada perempuan yang dilakukan oleh pasangannya berkisar 10-52% adalah kekerasan dalam bentuk fisik, 10%- 30% dalam bentuk kekerasan seksual. 12 Beberapa studi menunjukkan prevalensi kekerasan yang dialami perempuan sangatlah bervariasi berkisar 20-50%. 13 2-4

Kekerasan dalam rumah tangga di negara Amerika Serikat insidennya sebanyak 25% dari populasi perempuan, dan sekitar 35% perempuan yang mengalami kekerasan tersebut dibawa ke unit gawat darurat untuk mendapatkan perawatan. 5 Kekerasan dalam rumah tangga di Negara industri dicatat bahwa di Negara Kanada sebanyak 29% perempuan telah melapor telah mengalami serangan fisik yang dilakukan oleh pasangannya, di Negara Jepang pada tahun 1993, 59% dari 796 wanita yang disurvei telah mengalami kekerasan fisik, di Selandia Baru 20% dari 314 wanita yang disurvei dilaporkan dipukuli atau mengalami kekerasan secara fisik. 5,7 2.I.3. BENTUK- BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud : a. Kekerasan Fisik b. Kekerasan Psikis c. Kekerasan Seksual d. Penelantaran rumah tangga 10,14,15 a. Kekerasan fisik Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan fisik yang dialami korban seperti: pemukulan menggunakan tangan maupun alat seperti (kayu, parang), membenturkan kepala ke tembok, menjambak rambut, menyundut dengan rokok atau dengan kayu yang bara apinya masih ada, menendang, mencekik leher. 4,9,10

b. Kekerasan psikis Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan psikis berupa makian, ancaman cerai, tidak memberi nafkah, hinaan, menakut-nakuti, melarang melakukan aktivitas di luar rumah. 4,9,10 c. Kekerasan seksual Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, maupun pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual seperti memaksa isteri melakukan hubungan seksual walaupun isteri dalam kondisi lelah dan tidak siap termasuk saat haid, memaksa isteri melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain. 7,8,9,10 d. Penelantaran rumah tangga Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Penelantaran seperti meninggalkan isteri dan anak

tanpa memberikan nafkah, tidak memberikan isteri uang dalam jangka waktu yang lama bahkan bertahun-tahun. 4,9,10 2.I.4. ETIOLOGI Adapun faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu: a. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri. Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk sedemikian rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik suami oleh karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini menyebabkan suami menjadi merasa berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap istrinya. b. Ketergantungan ekonomi. Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan, sekalipun tindakan keras dilakukan kepadanya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaannya dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup dirinya dan pendidikan anak-anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak sewenang-wenang kepada istrinya. c. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik. Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan, 1,7,8 1,4,8 1,8

kemudian dilakukan tindakan kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering menggunakan kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem rumah tangganya. 4,8 d. Persaingan Jika di muka telah diterangkan mengenai faktor pertama kekerasan dalam rumah tangga adalah ketimpangan hubungan kekuasaan antara suami dan istri. Maka di sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan, pergaulan, penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah, di lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal, dapat menimbulkan persaingan dan selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu sisi suami tidak mau kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau terbelakang dan dikekang. e. Frustasi Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa frustasi tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung jawabnya. 8 4,8

2.2. Visum et Repertum Psychiatricum (VeRP) 2.2.1. Tujuan Visum et Repertum Psychiatricum tersangka: untuk menilai kondisi kejiwaan terperiksa pada saat melakukan tindak pidana dalam kaitan dalam pertanggung jawaban pidananya. Visum et Repertum Psychiatricum korban: untuk menilai kondisi kejiwaan korban tindak pidana dalam rangka membantu hakim mengambil keputusan terhadap pelaku. 2.2.2. Ruang Lingkup Sarana pelayanan kesehatan jiwa pemerintah meliputi Rumah Sakit Jiwa Pusat dan Daerah, bagian Kedokteran Jiwa rumah sakit Umum pemerintah pusat dan Daerah, TNI dan Polri yang terjamin keamanannya dan memiliki sarana untuk melakukan pengawasan. 16 2.2.3. Uraian Dokter spesilis kedokteran jiwa pembuat visum et repertum psychiatricum adalah dokter spesialis kedokteran jiwa yang karena pendidikannya sudah memiliki kompetensi untuk melakukan kegiatan dibidang psikiatri forensik, khususnya VeRP sesuai standar profesi. Untuk dapat membuat VeRP, harus memiliki surat izin praktik (SIP) di sarana pelayanan kesehatan yang bersangkutan. Pemeriksaan dan observasi psikiatrik dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran jiwa. Dalam keadaan tertentu pemeriksaan dan observasi psikiatrik dapat dilakukan dengan membentuk tim yang terdiri dari beberapa dokter spesialis jiwa, psikolog klinis, dan dokter spesialis lainnya sesuai dengan kebutuhan. Tim diketuai oleh dokter spesialis jiwa. 1 16

2.3. Kerangka konsep Visum et repertum psychiatricum Perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga tahun 2007-2011 Faktor sosiodemografik Usia Tingkat pendidikan Status pekerjaan Status perkawinan Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga : Kekerasan fisik kekerasan psikis Kekerasan seksual Penelantaran rumah tangga