HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN SEBELUM MENGHADAPI PERTANDINGAN PADA ATLET FUTSAL NASKAH PUBLIKASI

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORI. maupun mental. Perilaku agresi yang diukur adalah berupa bentuk agresi fisik

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

KORELASI ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEMEN TAHUN AJARAN 2015/2016

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. ada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB-UB). Jika

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

KECERDASAN EMOSIONAL MAHASISWA AKADEMI KEPERAWATAN BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO. Siti Indatul Laili Akademi Keperawatan Bina Sehat PPNI Mojokerto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. juga dirasa sangat penting dalam kemajuan suatu negara karena berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional adalah definisi yang menjadikan variabel-variabel yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

PENGARUH PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK TERHADAP KECENDERUNGAN SOMATISASI DI SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu

KECERDASAN EMOSI PESERTA DIDIK PADA KELAS AKSELERASI DI SMP NEGERI 1 PURWOKERTO

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN UMUR MAHASISWI SEMESTER I DIV KEBIDANAN TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN INTELEKTUAL MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR SISWA

dapat dalam bentuk berlari, bertanya, melompat, menangis, memukul, bahkan mendorong. Untuk itu seorang guru Taman Kanak-kanak harus memiliki kepekaan

BAB I PENDAHULUAN. Persija (singkatan dari Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta) adalah sebuah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional

HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik artinya orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Bar-On (1992,

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB II LANDASAN TEORI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN AGRESIVITAS PADA POLISI YANG MENDAPATKAN INVENTARIS SENJATA API

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan menjadi cerdas, terampil, dan memiliki sikap ketakwaan untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

ARIS RAHMAD F

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN. resiko (secara psikologis), over energy dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

STRATEGI COPING DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKADEMIK PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA MENGALAMI PERCERAIAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pemerintah sedang giat-giatnya

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 PACE KABUPATEN NGANJUK TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan oleh : RINA SETIAWATI F100110056 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Disusun oleh : RINA SETIAWATI F100110056 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 ii

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA Rina Setiawati Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRAKSI Remaja seringkali kurang mampu dalam mengontrol emosi sehingga sering menyebabkan terjadinya perilaku agresi, namun dengan kecerdasan emosi diharapkan remaja dapat menempatkan emosi secara tepat dan mengatur suasana hati sehingga dapat mengurangi perilaku agresi pada remaja. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti, rendahnya kecerdasan emosi pada remaja dapat mengakibatkan remaja melakukan perilaku agresi seperti, agresi fisik (memukul, menampar) dan agresi verbal (berbicara menggunakan bahasa binatang). Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi, 2) mengetahui peran kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi, 3) mengetahui tingkat kecerdasan emosi, 4) mengetahui tingkat perilaku agresi. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja didukuh pengkol dengan rentang usia antara 13-21 tahun. Dalam penelitian ini menggunakan penelitian populasi, dengan jumlah subyek sebanyak 50 orang. Metode dalam penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan alat ukur skala. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Product Moment dari person. Berdasarkan hasil analisi data diperoleh nilai (r) sebesar -0,618 dengan sig = 0,000; p <0,01, sehingga hipotesis yang diajukan diterima, dapat dikatakan ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi. Sumbangan efektif kecerdasan emosi dengan perilaku agresi 38,1%, dan sisanya 61,9% dipengaruhi oleh variabel lain. Kecerdasan emosi termasuk kedalam kategori sedang dengan rerata empirik sebesar 82,54 dan rerata hipotetik sebesar 77,5. Tingkat perilaku agresi termasuk kedalam kategori rendah dengan rerata empirik sebesar 45,36 dan rerata hipotetik sebesar 70. Kata Kunci : kecerdasan emosi, perilaku agresi v

PENDAHULUAN Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Berbagai perubahan terjadi pada remaja baik itu perubahan fisik maupun psikis yang menuntut remaja untuk bisa menyesuaikan diri. Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial dan emosional. Ciri-ciri masa remaja awal menurut meluapkan kelebihan energinya ke arah yang negatif seperti perilaku agresi. Sebagai generasi, masa depan bangsa dan negara berada di pundaknya, remaja diharapkan dapat mengisi masa remajanya dengan hal-hal yang menunjang masa depannya dan tidak seharusnya melakukan tindakan-tindakan yang sebaliknya. Berita-berita yang ditayangkan dan dimuat dalam berbagai media memberikan Al-Mighwar (2011), tidak stabilnya emosi, gambaran adanya peningkatan perilaku lebih menonjolnya sikap dan moral, mulai sempurnanya kemampuan mental dan kecerdasan, membingungkannya status, banyaknya masalah yang dihadapi dan masa yang kritis. Remaja identik dengan energi yang berlebih. Energi ini harus disalurkan pada jalur yang benar. Bila aktivitas-aktivitas di sekolah maupun lingkungan sosial tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka sering kali remaja agresi pada remaja. Berkowitz (Sarwono & Meinarno, 2009) menyatakan agresi merupakan suatu tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang atau institusi terhadap orang atau institusi lain yang disengaja. Goleman menjelaskan kecerdasan emosi (Emotional Intelligence) adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri 1

sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Nggermanto, 2008). Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Dengan kecerdasan emosional seseorang mampu menempatkan emosi secara tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Menurut Goleman koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik (Tridhonanto, 2009). Sehingga apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain, orang tersebut akan memiliki tingkat emosional yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Beberapa uraian di atas, bahwa dalam kondisi yang penuh tekanan, kemungkinan seseorang dapat kehilangan kontrol emosi dan memunculkan tindak kekerasan. Di satu sisi kecerdasan emosional dapat membantu seseorang dalam mengurangi munculnya tindak kekerasan. Kemampuan untuk mengendalikan dan mengontrol emosi dengan baik serta adanya rasa saling menghormati dan menghargai antara sesama manusia atau sesama warga negara, akan mewujudkan situasi yang aman, tertib, dan damai. Kecerdasan emosional diperlukan agar seseorang dalam menghadapi suatu masalah yang dapat menimbulkan tekanan, dapat mengendalikan emosi. Kecerdasan emosional akan membuat perbedaan dalam memberikan tanggapan terhadap konflik, ketidakpastian serta stres. Kecerdasan emosional diperlukan untuk mengatasi masalah kehidupan dan merupakan dasar penting untuk menjadi manusia yang penuh tanggung jawab, penuh perhatian, penuh cinta kasih, produktif dan optimis dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. 2

Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi mempunyai kemampuan untuk menerima kelebihan dan kekurangan, mampu mengekspresikan perasaan dengan tepat, mampu memahami diri sendiri, serta mampu mengelola emosi dalam menghadapi peristiwa sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas maka muncul pertanyaan Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi?. Berkowitz (Sarwono & Meinarno, 2009) menyatakan bahwa agresi merupakan suatu tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang atau institusi terhadap orang atau institusi lain yang disengaja. Myers, (2012) menyatakan bahwa agresi merupakan perilaku fisik maupun verbal yang bertujuan untuk menyakiti orang lain. Buss dan Perry (1992) mengelompokkan perilaku agresi kedalam empat aspek yaitu agresi fisik, agresi verbal, agresi dalam bentuk kemarahan dan agresi dalam bentuk kebencian. a. Agresi fisik, merupakan komponen perilaku motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain secara fisik. Misalnya memukul, menyerang, menendang atau membakar. b. Agresi verbal, merupakan komponen motorik seperti melukai dan menyakiti orang lain melalui verbalis, misalnya berdebat menunjukkan ketidak sukaan atau ketidaksetujuan, menyebar gossip dan kadang bersikap sarkastis. c. Rasa marah, merupakan emosi atau afektif seperti keterbangkitan dan kesiapan psikologis untuk bersikap agresif. Misalkan mudah kesal, hilang kesabaran dan tidak mampu mengontrol rasa marah d. Sikap permusuhan, merupakan perwakilan dari komponen perilaku kognitif seperti perasaan benci dan curiga pada orang lain, merasa 3

kehidupan yang dialami tidak adil dan iri hati. Krahe (1996, dalam Yudha & Christine, 2005) membagi tiga kelompok faktor yang mempengaruhi perilaku agresi. Tiga faktor tersebut adalah: a. Faktor personal, Meliputi gangguan pengamatan dan tanggapan remaja, gangguan berfikir dan intelegency remaja, serta gangguan perasaan/emosional remaja (Kartono, 2011 dalam Trisnawati dkk, 2014). Gangguan perasaan/emosional bila disertai dengan frustasi dan provokasi, menyebabkan terjadinya proses penyaluran energi negatif berupa dorongan agresi yang akan mempengaruhi perilaku remaja (Guswani & Kawuryan, 2011) b. Faktor situasional Meliputi rasa frustasi dan konsumsi alkohol. Menurut Baron & Byrne (2004, dalam Yudha & Christine, 2005) adanya rasa frustasi mendorong sebuah motif kuat untuk memproduksi tingkah laku yang sifatnya melukai. Dorongan ini diarahkan untuk menyerang target yang bermacammacam terutama sumber dari frustasinya tersebut. Konsumsi alkohol juga berpengaruh pada munculnya perilaku agresi. Hal ini dibuktikan oleh penelitian meta analisis dari Bushman dan Cooper yang dikutip Krahe (1996, dalam Yudha & Christine, 2005). c. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Faktor dari lingkungan sosial yang berpengaruh terhadap agresifitas seperti kemiskinan, tinggal di lingkungan berbahaya, teman sebaya yang menyimpang, kurangnya area rekreasi yang aman bagi anak-anak kekerasan pada media yang terlihat jelas, pengasuhan yang buruk dan kurangnya dukungan sosial. Lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap perilaku agresi antara lain suara 4

bising, kualitas udara, temperature, kerumunan, kepadatan dan kesesakan (Yudha & Christine, 2005). Goleman (Nggermanto, 2008) menjelaskan kecerdasan emosi (Emotional Intelligence) adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Goleman (2001) dalam risetnya mengenai kecerdasan emosi menemukan lima komponen pendukung kecerdasan emosi ; 1. Kesadaran diri, merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali perasaan diri sendiri dari waktu ke waktu. Orang yang memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya merupakan pengemudi yang handal bagi kehidupan mereka. 2. Pengaturan diri, yaitu kemampuan untuk menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat. Seseorang yang pintar dalam ketrampilan ini akan jauh lebih cepat bangkit dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan. 3. Motivasi, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Seseorang yang memiliki ketrampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam mengerjakan sesuatu hal apa pun. 4. Empati, adalah kemampuan untuk memahami perasaan orang lain. Seseorang yang empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apaapa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. 5. Keterampilan sosial, membina hubungan merupakan ketrampilan mengelola emosi orang lain. Seseorang 5

yang hebat dalam ketrampilan ini akan sukses dalam bidang apa pun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain. Goleman (dalam Ifham & Helmi, 2002) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi adalah: a. Faktor internal, merupakan faktor yang timbul dari dalam individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang, otak emosional dipengaruhi oleh keadaan amigdala, neokorteks system limbic, lobus prefrontal dan hal-hal lain yang berada pada otak emosional. b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi atau mengubah sikap. Pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu mempengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara misalnya media massa baik cetak maupun elektronik serta informasi yang canggih lewat jasa internet. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja perempuan dan laki-laki di dukuh Pengkol desa Wadunggetas, dengan rentang usia antara 13 sampai 21 tahun yang berjumlah 50 responden. Dalam penelitian ini menggunakan penelitian populasi, karena jumlah populasi kurang dari 100 orang. Metode pengumpulan data menggunakan skala kecerdasan emosi dan perilaku agresi. Teknik analisis data menggunakan korelasi product moment. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis product moment diperoleh nilai (r) sebesar -0,618 dengan sig = 0,000; p < 0,01, hasil tersebut menunjukkan ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi 6

dengan perilaku agresi. Nilai (r) negatif menunjukkan arah kedua variabel yang negatif, yaitu semakin tinggi kecerdasan emosi maka akan semakin rendah perilaku agresi. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin tinggi perilaku agresi. Nilai signifikansi dibawah 0,01 dalam penelitian ini menunjukkan hubungan antara variabel kecerdasan emosi dan perilaku agresi adalah hubungan yang signifikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis yang berbunyi : Ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi remaja dapat diterima. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian dari Masoumeh dkk (2014) pada remaja di Teheran, Iran yang hasilnya ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi pada remaja di Teheran. Selain itu, Pratama (2010) yang melakukan penelitian pada remaja awal pendukung Persija mendapatkan hasil yang sama pula yaitu ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi pada remaja awal pendukung Persija. Hasil penelitian ini didukung dengan pendapat Goleman yang menjelaskan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Nggermanto, 2008). Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Dengan kecerdasan emosional seseorang mampu menempatkan emosi secara tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Selain itu Palmer (dalam Masum & Khan, 2014) mengatakan bahwa kecerdasan emosional yang tinggi adalah salah satu 7

faktor penentu kepuasan hidup yang pada akhirnya akan menekan tingkat perilaku agresi. Dari hasil penelitian, kecerdasan emosi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku agresi. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis diketahui koefisien subyek terdapat 41 subyek dengan prosentase 82% termasuk ke dalam kategori sedang dan 9 subyek memiliki presentase 1,8% termasuk kedalam kategori tinggi. Artinya 1,8% remaja di dukuh Pengkol yang memiliki kecerdasan emosi tinggi cenderung lebih baik dalam menilai emosi diri sendiri determinasi = 0,381 yang menunjukkan dan orang lain, serta mampu mengolah bahwa variabel kecerdasan emosi mempengaruhi variabel perilaku agresi perasaan untuk memotivasi dan meraih tujuan kehidupan. sebesar 38,1%, dengan demikian masih Hal ini sesuai dengan dimensi terdapat 61,9% faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku agresi remaja. Faktor-faktor lainnya seperti jenis kelamin, rasa frustasi, konsumsi alkohol, dan faktor lingkungan yang terdiri dari lingkungan sosial dan lingkungan fisik (Krahe 1996, dalam Yudha & Christine, 2005). Berdasarkan hasil analisis diketahui skor skala kecerdasan emosi memiliki rerata empirik sebesar 82,54 dan rerata hipotetik sebesar 77,5 yang berarti kecerdasan emosi pada subyek tergolong sedang. Dari 50 kecerdasan emosi yang dikembangkan oleh Salovey & Mayer dalam Respati dkk (2007), bahwa kecerdasan emosional yang tinggi berarti memiliki kemampuan untuk merasa, menilai, dan mengekspresikan emosi secara akurat dan adaptif, memiliki kemampuan untuk mengenal dan memahami emosi, memiliki kemampuan untuk mengakses perasaan ketika aktivitas kognitif dan melakukan penyesuaian serta memiliki kemampuan untuk mengatur emosi diri sendiri dan orang lain. 8

Sebagian besar remaja didukuh pengkol berada pada kategori kecerdasan emosi sedang yaitu sebesar 82%. Kecerdasan emosi sedang artinya sebagian besar remaja di dukuh Pengkol mampu dan memiliki ketrampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain serta mampu mengolah perasaan untuk memotivasi dan meraih tujuan kehidupan namun tidak sebaik remaja yang memiliki kecerdasan emosi tinggi. Remaja yang memiliki kecerdasan emosi sedang masih mengalami proses transisi atau dalam menilai emosi diri sendiri dan orang lain dalam situasi tertentu dapat akurat walaupun belum sepenuhnya baik dibandingkan dengan remaja yang memiliki kecerdasan emosi tinggi (Salovey & Mayer dalam Respati dkk, 2007). Adapun hasil penelitian mengenai perilaku agresi remaja dukuh Pengkol diketahui dari 50 subyek terdapat 27 subyek berprosentase 54% termasuk ke dalam kategori rendah dan juga terdapat 23 subyek memiliki presentase 46% termasuk kedalam kategori sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian dari remaja didukuh Pengkol memiliki tingkat perilaku agresi yang rendah dan hampir sebagian lainnya memiliki tingkat perilaku agresi yang sangat rendah sehingga hal ini menunjukkan bahwa remaja di dukuh Pengkol mampu mengelola emosinya sehingga tindakan yang dilakukan tidak menyakiti maupun melukai fisik ataupun psikis orang lain. Yusuf dalam menyatakan bahwa, seseorang yang mampu mengelola emosi yaitu 1) bersikap toleran terhadap frustasi dan mampu mengelola amarah dengan baik, 2) lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa berkelahi, 3) dapat mengendalikan perilaku agresif yang merusak diri sendiri dan orang lain, 4) memiliki perasaan yang positif tentang diri sendiri, sekolah dan keluarga, 5) memiliki kemampuan untuk mengatasi ketegangan jiwa (stress), 6) dapat 9

mengurangi rasa kesepian dan cemas dalam dengan perilaku agresi. Semakin tinggi pergaulan. kecerdasan emosi remaja maka akan Kelemahan penelitian ini adalah jumlah populasi yang menjadi subyek penelitian terbatas sehingga diharapkan pada penelitian-penelitian selanjutnya jumlah populasi dapat menjadi pertimbangan. Disamping itu alat ukur atau alat pengumpulan data yang digunakan hanya menggunakan skala sehingga belum mampu mengungkapkan aspek-aspek karakteristik kepribadian secara mendalam. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya perlu melengkapi dengan teknik pengumpulan data lain, misalnya wawancara secara mendalam. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ini : 1. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi semakin rendah perilaku agresinya. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi remaja maka semakin tinggi perilaku agresi remaja. 2. Sumbangan efektif kecerdasan emosi terhadap perilaku sebesar 38,1%, dengan demikian masih terdapat 61,9% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang dapat mempengaruhi perilaku agresi selain variabel kecerdasan emosi. Seperti kelamin, rasa frustasi, konsumsi alkohol, dan faktor lingkungan yang terdiri dari lingkungan sosial dan lingkungan fisik. 3. Tingkat kecerdasan emosi masuk dalam kategori sedang. 4. Tingkat perilaku agresi masuk dalam kategori rendah. B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah 10

diuraikan, maka terdapat beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi subyek Berdasarkan hasil penelitian ini, remaja dapat menurunkan tingkat perilaku agresi dari kategori rendah menjadi kategori sangat rendah dengan cara lebih meningkatkan lagi tingkat kecerdasan emosinya. Meningkatkan kecerdasan emosi bisa dilakukan dengan cara memahami apa penyebab dari timbulnya emosi, berusaha mengendalikan emosi dalam situasi apapun, selalu optimis dengan apa yang lakukan, peka terhadap perasaan orang lain dan bisa bekerja sama dalam kelompok. 2. Bagi orang tua dengan anak dan selalu tenang dalam menghadapi setiap masalah. 3. Bagi peneliti lain Peneliti lain yang tertarik untuk mengadakan penelitian yang sama diharapkan menyertakan variabel atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku agresi, seperti jenis kelamin, rasa frustasi, konsumsi alkohol, dan faktor lingkungan yang terdiri dari lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Selain itu jumlah populasi yang menjadi subyek penelitian ini terbatas sehingga diharapkan pada penelitian-penelitian selanjutnya jumlah populasi dapat menjadi pertimbangan. Orang tua dapat membantu putra-putrinya dalam upaya meningkatkan kecerdasan emosi dengan cara memberikan contoh secara langsung kepada anak bagaimana cara mengelola emosi dengan baik. Misalnya tidak emosional ketika berhadapan DAFTAR PUSTAKA Al-Mighwar, M. (2011). Psikologi Remaja. Bandung: Pustaka Setia. Buss, A. H., & Perry, M. P. (1992). The aggression questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology, 63, 452-459. Goleman, D. (2001). Working with Emotional Intelligence, Kecerdasan 11

Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.. Ifham, A., & Helmi, F. A. (2002). Hubungan Kecerdasan Emosi Dengan Kewirausahaan Pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi No. 2, 89-111. Masoumeh, H., Mansor, M. B., Yaacob, S. N., Abu Thalib, M., & Sara, G. (2014). Emotional Intelligence and Aggression Among Adolescents in Teheran, Iran. Life Science Journal 11 (5), 506-511. Masum, R., & Khan, I. (2014). Examining the Relationship between Emotional Intelligence and Aggression among Undergraduate Students of Karachi. Educational Research International 3(3), 36-41. Tridhonanto, A. (2009). Melejitkan Kecerdasan Emosi (EQ) Buah Hati. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Trisnawati, J., Nauli, A. F., & Agrina. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif Remaja di SMK Negeri 2 Pekanbaru. Jom Psik Vol. 1 No. 2, 1-9. Yudha, P. T., & Christine. (2005). Hubungan Antara Kesesakan dan Konsep Diri Dengan Intensi Perilaku Agresi: Studi Pada Remaja di Pemukiman Kumuh Kelurahan Angke Jakarta Barat. Jurnal Psikologi Vol. 3 No. 1, 24-43 Nggermanto, A. (2008). Quantum Quotient, Kecerdasan Quantum. Bandung: Nuansa. Pacheco, N. E., & Berrocal, P. F. (2004). The Role of Student's Emotional Intelligence: Emperical Evidence. Revista Electronica de Investigacion Educativa Vol. 6, No. 2. Pratama, A. Y. (2010). Hubungan Kecerdasan Emosi Dengan Agresivitas Pada Remaja Awal Pendukung Persija (The Jak Mania). Jakarta: Skripsi tidak diterbitkan. Sarwono, S. W., & Meinarno, E. A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. 12