FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KAB. JENEPONTO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Keberadaan Breeding Places, Perilaku Penggunaan Insektisida dengan Kejadian DBD Di Kota Semarang

Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

Jasrida Yunita, Mitra, Herlina Susmaneli, Pengaruh Perilaku Masyarakat Dan Kondisi Lingkungan Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

HUBUNGAN PERILAKU 3M DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK DI DUSUN TEGAL TANDAN, KECAMATAN BANGUNTAPAN, KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

Dinas Kesehatan Provinsi Bali 2) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar 3) Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Denpasar *)

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Fajarina Lathu INTISARI

Keywords : Mosquito breeding eradication measures, presence of Aedes sp. larvae.

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN PANCORAN MAS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANAWANGKO

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DBD. Asep Irfan (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto L, dr., MH

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN MALALAYANG 2 LINGKUNGAN III

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

I. IDENTITAS RESPONDEN

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagianpersyaratan guna mencapai derajat sarjana strata 1 kedokteran umum

HUBUNGAN PELAKSANAAN PSN 3M DENGAN DENSITAS LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD MAKASSAR

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DBD DI DESA GONILAN KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

ABSTRAK. Pembimbing II : Kartika Dewi, dr., M.Kes., Sp.Ak

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: INDRIANI KUSWANDARI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS GOGAGOMAN KOTA KOTAMOBAGU.

HUBUNGAN PERILAKU PENCEGAHAN DAN LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RW.XII KELURAHAN SENDANGMULYO TEMBALANG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

Sitti Badrah, Nurul Hidayah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman 1) ABSTRACT

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

HUBUNGAN KEBERADAAN BREEDING PLACES, CONTAINER INDEX DAN PRAKTIK 3M DENGAN KEJADIAN DBD (STUDI DI KOTA SEMARANG WILAYAH BAWAH)

Putri Pratiwi *), Suharyo, SKM, M.Kes**), Kriswiharsi Kun S, SKM, M.Kes**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

Mahaza, Awaluddin (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRACT

HUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK PADA TEMPAT PENAMPUNGAN AIR DAN PRAKTIK 3M PLUS DENGAN KEJADIAN DBD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GENUK SEMARANG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. Demam berdarah dengue merupakan masalah utama penyakit menular

Transkripsi:

Jurnal MKMI, Vol 6 No.2, April 2010, hal 65-70 Artikel I ARTIKEL FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KAB. JENEPONTO Aida Abbas, Muh. Syafar, A.Arsunan Arsin Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas Makassar ABSTRACT DBD cases in District Jeneponto in 2007 were 123 cases with Incident Rate (IR) 37.19/100.000 individual) and Case Fatality Rate (CFR) of 3.25% (8 individual). This research were aimed to find the relation of mosquito larvae existence in-house, mosquito larvae existence at plants within house environment, morning/noon sleeping habit, cloth hanging habit, knowledge, attitude and actions that related with the DBD incidence.this research conducted using cross sectional study design and it was conducted at Kecamatan Binamu, Kelara and Batang of Kabupaten Jeneponto, South Sulawesi Province, with purposive sampling method. Samples collected by stratified random sampling with samples amount of 246. Data were processed using statistical analysis of univariate, bivariate by the chi-square test (X 2 ) or by Fisher s Exact Test, and also using multivariate with logisticregression test with significance rate α < 0.05.Results show that there are a significant relation between the in-house mosquito larvae existences (p = 0.000), mosquito larvae at plants within house environment (p = 0.032), morning/noon sleeping habit (p = 0.010), actions (p = 0.020) with the DBD incidence. As for the cloth hanging habit (p0.432), knowledge about DBD (p = 0.470), attitude toward DBD (p=0.205) showing no significant relation with the DBD incidence. Most related factor with the DBD incidence was morning/noon sleeping habit (p = 0.004 and OR = 22.386).;Exp β = 3.108 and 95%CI lower limit = 2.648 and upper limit = 189.261. It is suggested to intensively take DBD Mosquito Nest Annihilation action involving active participation of all community s components through the Gerakan Rakyat Bersih (Clean Community Movement) and to decreasing the morning/noon sleeping habit. Key Words : DBD Incident, Mosquito Larvae Existence, Habit And Behavior. 65 PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang biasa disebut Dengue Haemorragic Fever (DHF) disebabkan oleh infeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes bukan merupakan penyakit baru tetapi membutuhkan penanganan kesehatan yang serius karena dapat menimbulkan kematian. DBD ditemukan pada daerah tropis dan subtropis lebih dari 100 negara Dua perlima dari penduduk dunia atau 2.500 juta penduduk dunia mempunyai risiko untuk terserang DBD dan diperkirakan setiap tahun terjadi 50 juta kasus baru DBD. Di Indonesia penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar karena dapat menimbulkan kematian dalam kurung waktu yang singkat dan sering menimbulkan wabah serta cenderung semakin luas penyebarannya. Laporan yang ada pada saat ini penyakit DBD sudah menjadi masalah yang endemis pada 326 Kabupaten /Kota 1. Angka insiden DBD secara nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada awalnya pola endemik terjadi setiap lima tahunan, namun dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir mengalami perubahan dengan priode antara 2-5 tahunan. Pada tahun 2005, Indonesia merupakan kontributor utama kasus DBD di Asia Tenggara dengan jumlah kasus 95.270 kasus (53%) dengan 1.298 kematian (CFR =1,36%). Jumlah kasus yang dilaporkan merupakan yang terbesar dalam sejarah Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Di Sulawesi Selatan tahun 2003 jumlah kejadian penyakit DBD pada 26 kab./kota sebanyak 2.636 penderita dengan kematian 39 orang (CFR= 1,48 %), disamping itu pula jumlah kejadian luar biasa (KLB) sebanyak 82 kejadian dengan jumlah kasus sebanyak 495 penderita dan kematian 19 orang (CFR=3,84%). Sementara untuk tahun 2006, kasus DBD dapat ditekan dari 3.164 kasus tahun 2005 menjadi 2.426 kasus (22,6%) pada tahun 2006, demikian pula angka kematian (CFR) dari 1,92% turun menjadi 0,7% pada tahun 2006 2. Berdasarkan Laporan Program DBD Dinas Kesehatan Kab.Jeneponto tahun 2007, jumlah kasus

Jurnal MKMI, April 2010, hal 65-70 DBD di Kabupaten Jeneponto tercatat sebanyak 123 kasus dengan IR 37,19/100.000 penduduk dengan CFR sebanyak 3,25% atau 8 orang. Insiden rate tertinggi pada Kecamatan Batang sebanyak 13/10.000 penduduk dan terendah pada Kecamatan Tamalatea dengan IR yaitu 0,51/10.000 penduduk. Dari sebelas kecamatan yang ada di Kabupaten Jeneponto, Kecamatan Binamu, Batang dan Kelara merupakan kecamatan endemis DBD karena selama tiga tahun berturut-turut ditemukan kasus DBD 2. Faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit DBD antara lain faktor host, lingkungan dan faktor virusnya sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan yaitu kondisi geografis (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban dan musim), kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk). Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh 3. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan keberadaan jentik dalam rumah, keberadaan jentik pada tanaman sekitar rumah, kebiasaan tidur pagi/siang, kebiasaan menggantung pakaian perilaku masyarakat (pengetahuan, sikap dan tindakan) dengan kejadian penyakit DBD. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian obsevasional dengan menggunakan rancangan potong melintang (cross sectional study). Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu pada Kecamatan Binamu, Batang dan Kelara Kabupaten Jeneponto, yang dilaksanakan pada Bulan Agustus Oktober 2008. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kecamatan Binamu, Ba-tang dan Kelara Kabupaten Jeneponto. Pemilihan lokasi dengan pertimbangan kecamatan tersebut merupakan daerah endemis DBD yang dalam tiga tahun terakhir selalu ada kasus DBD. Populasi dan Sampel Penelitian yaitu semua keluarga yang berada pada Wilayah Kabupaten Jeneponto. Sampel penelitian yaitu keluarga yang terpilih di kecamatan Binamu, Batang dan Kelara serta bersedia untuk menjadi subyek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara "Stratified Random Sampling" Cara Pengumpulan Data Dilakukan melalui wawancara langsung dengan responden yang terpilih dan observasi keadaan lingkungan kondisi tempat penampungan air responden dengan menggunakan kuesioner. Selain itu dilakukan wawancara mendalam terhadap responden yang 66 mempunyai keluarga menderita DBD dan responden dengan kondisi lingkungan berisiko terhadap DBD. Analisis Data Dilakukan dengan menggunakan analisis statistk melalui analisis univariat, bivariat dengan menggunakan uji chi-square(x²) atau Fisher's Exact test serta multivariat dengan uji logistik regresi. HASIL Analisis Univariat dan Bivariat Penelitian terhadap 246 responden menunjukkan sebagian besar responden adalah perempuan sebanyak 161 orang (65,4%) sedangkan responden laki laki sebanyak 85 (34,6%). Frekuensi umur tertinggi berada pada kelompok umur 26 35 tahun yaitu 71 orang (28,9%) dan frekuensi terendah pada kelompok umur 66-75 tahun sebanyak 7 orang (2,8%). Tingkat pendidikan responden umumnya adalah SMA sebanyak 92 orang ( 37,4%) sedangkan pendidikan paling sedikit adalah Diploma /sarjana sebanyak 21 orang (8,5%). Jenis pekerjaan responden sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 99 orang (40,2%) dan paling sedikit responden sebagai pelajar sebanyak 7 orang (2,8%). Tempat Penampungan Air (TPA) yang paling banyak digunakan responden adalah tempayang/gentong sebanyak 86 orang (35%) dan yang paling sedikit yaitu drum sebanyak 2 orang (0,8%) Responden yang mempunyai anggota keluarga yang menderita DBD sebanyak 52 orang (21,1%) dan yang tidak menderita DBD sebanyak 194 orang (78,9%). Pada umumnya umur penderita DBD pada kelompok umur 5-9 tahun sebanyak 18 orang (34,6 %) dan paling sedikit responden yang berumur 0-4 tahun dan 25-34 tahun masing-masing 7 orang (13,5 %). Rumah responden yang tidak ditemukan jentik pada TPA (tempat penampungan air) sebanyak 165 orang (67,1%) sedangkan TPA responden yang positif jentik sebanyak 81 (32,9%). Responden yang mempunyai tanaman sebanyak 67 orang, sedangkan tanaman yang mempunyai jentik sebanyak 6 buah (9,0%) dan tanaman yang tidak ditemukan jentik sebanyak 61 buah (91,0%). Responden yang mempunyai kebiasaan tidur siang sebanyak 167 orang (67,9 %) sedangkan responden yang tidak biasa tidur siang sebanyak 79 orang (32,1%). Responden mempunyai kebiasaan menggantung pakaian sebanyak 203 orang (82,5%) sedangkan responden yang tidak biasa menggantung pakaian sebanyak 43 (17,5%). Pengetahuan responden pada umumnya cukup tentang DBD sebanyak 131 orang (53,3%) sedangkan responden yang mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 115 orang (46,7%). Responden mempunyai sikap positif terhadap DBD sebanyak 128 orang

Jurnal MKMI, Vol 6 No.2, 2010 (52,0%) sedangkan responden yang mempunyai sikap negatif terhadap DBD sebanyak 118 orang (48,0 %). Responden mempunyai tindakan negatif terhadap DBD sebanyak 171 orang (69,5%) sedangkan responden yang mempunyai tindakan positif sebanyak 75 (30,5%). Hasil uji statistik dengan chi square pada variabel adanya jentik dalam rumah dengan kejadian DBD diperoleh nilai p = 0,000, menunjukkan ada hubungan antara adanya jentik dalam rumah dengan kejadian DBD. Responden yang menderita DBD lebih banyak tinggal dirumah yang mempunyai jentik pada TPA-nya sebanyak 33 orang (40,7%) dibanding responden yang tinggal di rumah yang tidak mempunyai jentik yaitu 19 orang (11,5%). Sedangkan responden yang tidak menderita DBD lebih banyak tinggal dirumah yang tidak mempunyai jentik pada TPA-nya sebanyak 146 orang (88,5%) dibanding responden yang tinggal di rumah yang mempunyai jentik sebanyak 48 orang (59,3%). Responden yang tidak mempunyai TPA positif jentik namun terserang penyakit DBD kemungkinan disebabkan digigit nyamuk pada saat berada di luar rumah misalnya disekolah, dimana disekolah banyak tempat yang baik sebagai breeding places dan resting places nyamuk aedes aegypti seperti bak mandi,/wc, lubang pohon dan laci bangku. Dengan tingginya keberadaan vektor berarti kemungkinan penularan antar siswa juga menjadi lebih besar. Selain itu kepadatan penduduk turut menunjang atau sebagai salah satu faktor risiko penularan penyakit DBD. Semakin padat penduduk, semakin mudah nyamuk Aedes menularkan virusnya dari satu orang ke orang lainnya karena jarak terbang nyamuk Aedes aegypty diperkirakan 50 sampai dengan lebih 100 meter sedangkan nyamuk Aedes aegypty betina dapat terbang sejauh 2 kilometer, tetapi kemam-puan normalnya adalah kira-kira 40 meter (Depkes, 1992). Setiap individu mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (daya tahan) tidak sama dalam menghadapi suatu penyakit. Meningkatnya daya tahan tubuh dengan berperilaku hidup bersih dan sehat misalnya dengan melalui peningkatan gizi yang seimbang, olah raga dan istirahat yang cukup akan dapat. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa adanya jentik dalam rumah merupakan risiko seseorang untuk tergigit oleh nyamuk tersebut. Karena nyamuk dewasa akan terbang mencari orang untuk menghisap darahnya dan menularkan virus DBD kemudian terbang ke sekitar lingkungan tersebut. Hasil penelitian Arsunan, A., Rasdi, N., Wahiduddin, 2003 bahwa pengurasan TPA lebih dari seminggu sekali dan kondisi TPA berjentik serta ada tidaknya penutupan terhadap TPA menjadi faktor risiko terhadap kejadian DBD. Adanya jentik pada tanaman di sekitar rumah berhubungan dengan kejadian DBD dengan nilai p = 67 0,032. Hasil penelitian menunjukkan bahwan responden yang mempunyai tanaman sebanyak 67 orang (27,7%) sedangkan tanaman responden yang ditemukan jentik sebanyak 6 (9,0%). Responden yang menderita DBD lebih banyak tinggal dirumah yang mempunyai jentik pada tanaman sebanyak 4 orang (66,7 %) dibanding responden yang tinggal di rumah yang mempunyai tanaman tidak ada jentik yaitu 13 orang (21,3%). Sedangkan responden yang tidak menderita DBD lebih banyak tinggal dirumah dengan tanaman tidak ada jentik sebanyak 48 orang (78,7%) dibanding responden yang tinggal di rumah yang memiliki tanaman berjentik sebanyak 1 orang (33,3%). Responden yang tidak ditemukan jentik pada tanaman sekitar rumah namun terserang penyakit DBD kemungkinan disebabkan digigit nyamuk yang berasal dari jentik pada TPA dalam rumah. Hasil tabulasi silang antara variable jentik pada tanaman terhadap jentik dalam rumah ditemukan sebanyak 83,8% responden yang memiliki tanaman tidak berjentik tetapi ditemukan jentik pada TPA dalam rumahnya. Lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan penyakit DBD ialah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di dalam rumah dan halamannya. Bila banyak tanaman hias dan tanaman pekarangan berarti akan menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap, istirahat dan juga menambah umur nyamuk (Cahaya.I, 2003) Ada hubungan antara kebiasaan tidur siang dengan kejadian DBD dengan nilai p = 0,010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya responden mempunyai kebiasaan tidur pagi/siang sebanyak 167 orang (67,9%) sedangkan responden yang tidak biasa tidur pagi/siang sebanyak 79 orang (32,1%). Responden yang menderita DBD lebih banyak mempunyai kebiasaan tidur siang sebanyak 43 orang (25,7%) dibanding responden yang tidak mempunyai kebiasaan tidur siang yaitu 9 orang (11,4%). Sedangkan responden yang tidak menderita DBD lebih banyak memiliki kebiasaan tidak tidur siang sebanyak 70 orang (88,6%) dibanding responden yang memiliki kebiasaan tidur siang sebanyak 124 orang (74,3%). Hal ini terjadi karena kebiasaan nyamuk Aedes Aegypti menggigit pagi hari dan sore hari saat penghuni rumah tidur siang. Jadi anggota keluarga yang sering tidur siang apalagi tidak menggunakan kelambu atau lotion pencegah gigitan nyamuk berisiko untuk tergigit nyamuk Aedes aegypty. Sedangkan responden yang tidak biasa tidur siang tetap berpeluang digigit nyamuk jika dalam rumahnya terdapat nyamuk Aedes aegypty, atau mendapat gigitan nyamuk saat bekerja. Kebiasaan tidur pagi/sore yang biasa dilakukan oleh anak-anak sangat merugikan kesehatan. Kebiasaan ini harus dikurangi atau bahkan dihilangkan.

Jurnal MKMI, April 2010, hal 65-70 Untuk itu harus dilakukan pencegahan lain agar nyamuk tidak menggigit misalnya dengan cara tidur dengan memakai kelambu atau obat penolak nyamuk sambil membiasakan anak-anak untuk tidak tidur pagi/sore hari. Tidak ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD dengan nilai p=0,432. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya responden mempunyai kebiasaan menggantung pakaian sebanyak 203 orang (82,5%) sedangkan responden yang tidak biasa menggantung pakaian sebanyak 43 (17,5%). Responden yang menderita DBD lebih banyak tidak memiliki ke-biasaan menggantung pakaian sebanyak 11 orang (25,6%) dibanding responden yang memiliki kebiasaan menggantung pakaian yaitu 41 orang (20,4%). Sedangkan responden yang tidak menderita DBD lebih banyak memiliki kebiasaan menggantung pakaian sebanyak 162 orang (79,8%) dibanding responden yang tidak biasa menggantung pakaian sebanyak 32 orang (74,4 %). Walaupun responden tidak mempunyai kebiasaan menggantung pakaian namun nyamuk Aedes aegypty tetap ada dan berkembang biak melalui medium air. Sedangkan responden yang sering menggantung pakaian memang merupakan perilaku berisiko karena nyamuk menyukai ruang yang lembab dan gelap yang biasanya diantara pakaian yang digantung tersebut. Hal ini dimungkinkan karena pada umumnya masyarakat mengantung pakaian hanya dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Kebiasaan menggantung pakaian ini sangat membudaya dalam masyarakat dan sangat sulit untuk dihapuskan Padahal kebiasaan ini sangat merugikan kesehatan khususnya yang berkaitan dengan kejadian DBD. Pakaian yang tergantung ditempat yang lembab dan sedikit angin sangat disukai nyamuk Aedes aegypti untuk beristirahat, padahal biasanya orang menggantung pakaian ini di kamar tidur tempat untuk beristirahat. Kedekatan nyamuk dengan mangsanya ini memudahkan nyamuk untuk menularkan virus dengue terhadap manusia yang tidur pada waktu puncak nyamuk menggigit. Pengetahuan tidak berhubungan dengan kejadian DBD dengan nilai p = 0,470. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya responden mempunyai pengetahuan cukup tentang DBD sebanyak 131 orang (53,3%) sedangkan responden yang mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 115 orang (46,7 %). Responden yang menderita DBD lebih banyak mempunyai pengetahuan cukup tentang DBD sebanyak 30 orang (22,9%) dibanding responden yang mempunyai pengetahuan kurang tentang DBD yaitu 22 orang (19,1%). Sedangkan responden yang tidak menderita DBD lebih banyak mempunyai pengetahuan kurang tentang DBD sebanyak 93 orang (80,9 %) dibanding responden yang mempunyai pengetahuan cukup sebanyak 101 orang (77,1%). Responden yang mempunyai pengetahuan cukup lebih banyak mempunyai sikap dan tindakan positif terhadap DBD. Sebaliknya responden yang mempunyai sikap dan tindakan negatif lebih banyak disebabkan pengetahuannya tentang DBD kurang. Hal ini membuktikan bahwa walaupun semakin tinggi tingkat pengetahuan masyarakat dalam memahami penyakit DBD serta cara pencegahan dan penanggulanganya belum tentu melakukan tindakan pencegahan yang dapat melindungi masyarakat dan melindungi keluarga dan diri pribadi dari serangan penyakit DBD. Namun menurut responden cara yang dianggap paling tepat untuk memberantas nyamuk penyebab DBD yaitu dengan penyemprotan (fogging), hal ini disebabkan karena cara ini secara langsung dapat membunuh nyamuk termasuk yang bukan nyamuk Aedes Aegypti. Pengetahuan responden tentang cara memberantas sarang nyamuk Aedes Aegypti dan cara memberantas nyamuk Aedes Aegypti dewasa, waktu menggigit serta tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti sangat terkait dengan tingkat pendidikan yang dimiliki yang pada umumnya tamatan SMA yang secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat pemahaman untuk menerima informasiinformasi kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya res-ponden mempunyai sikap positif terhadap DBD sebanyak 128 orang (52,0%) sedangkan responden yang mempunyai sikap negatif terhadap DBD sebanyak 118 orang (48,0%). Responden yang menderita DBD lebih banyak mempunyai sikap negatif terhadap DBD sebanyak 29 orang (24,6%) dibanding responden yang mempunyai sikap positif sebanyak 23 orang (18,0%). Sedangkan responden yang tidak menderita DBD lebih banyak mempunyai sikap positif terhadap DBD yaitu 105 orang (82,0%) dibanding responden yang mempunyai sikap negatif sebanyak 89 orang (75,4%). Tidak ada hubungan antara sikap terhadap DBD dengan kejadian DBD nilai p = 0,205. Sikap yang baik terhadap suatu objek belum dapat memberi jaminan bagi seseorang untuk melakukan sesuatu yang bermakna sesuai dengan pengetahuan dan sikapnya, sebagaimana diketahui bahwa sikap masih merupakan potensi seseorang untuk bertindak. Perilaku tertutup (covert behaviour) yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert) yaitu masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Berbeda dengan perilaku terbuka (overt behaviour) merupakan respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka dan sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh 68

Jurnal MKMI, Vol 6 No.2, 2010 orang lain. Tindakan tentang DBD berhubungan dengan kejadian DBD dengan nilai p = 0,020. Responden yang menderita DBD lebih banyak mempunyai tindakan negatif sebanyak 43 orang (25,1%) dibanding responden yang mempunyai tindakan positif yaitu 9 orang (12,0%). Untuk menghilangkan atau mengurangi penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue maka perlu melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN.DBD), antara lain dilakukan dengan jalan menguras tempat penampungan air seku-rangkurangnya sekali seminggu, menutup tempat penampungan air dan mengubur barang bekas yang dapat menjadi tertampungnya air secara terus menerus 4. Adanya pengetahuan dan sikap yang positif menimbulkan motivasi untuk bertindak mencegah terjadi- nya DBD di lingkungannya. Analisis Multivariat Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 4 variabel yang memenuhi syarat ikut logistik regresi, maka hanya satu variabel yang tetap berpengaruh terhadap kejadian DBD yaitu kebiasaan tidur siang dengan nilai p= 0,004 dengan nilai OR = 22,386. Untuk melihat variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian DBD dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis multivariat pada Tabel 1 menunjukkan bahwa faktor kebiasaan tidur pagi/siang adalah faktor yang paling erat hubungannya dengan kejadian demam berdarah dengue dengan nilai p (sig) = 0,004, OR atau Exp(B) = 22,368 dimana Confident Interval 95% = 2,648 189,261. Tabel 1. Variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian DBD di Di Kabupaten, Jeneponto. Variabel B Sig, OR 95,0% C,I,for EXP(B) Lower Upper Jentik pada rumah 1,071,166 2,917,641 13,281 Jentik pada tanaman 2,708,051 15,002,985 228,391 Kebiasaan tidur siang 3,108,004 22,386 2,648 189,261 Tindakan -,008,992,992,196 5,007 Constant -9,566,010,000 Sumber : data primer Kebiasaan tidur pagi/sore yang dilakukan oleh penderita DBD pada penelitian ini terbanyak pada kelompok umur 5 9 tahun sebanyak 18 orang (34,6 %), dimana pada usia tersebut mereka masih mempunyai kebiasaan tidur pagi/sore hari dimana pada pagi/sore hari adalah puncaknya nyamuk meng-gigit manusia karena aktifitas menggigit nyamuk aedes aegypti lebih efektif dimana saat tersebut kondisi tingkat kelembaban dan penerangan dalam rumah memungkinkan untuk lebih aktif menggigit. Selain itu setelah pulang dari sekolah, anak-anak tinggal dirumah dimana diketahui pada jam-jam pulang sekolah (jam 15.00-17.00) merupakan jam-jam aktif nyamuk aedes aegyepti untuk menggigit. Hal ini dapat pula dikaitkan dengan kebiasaan anak pada golongan umur tersebut yang kurang melindungi diri terhadap gigitan nyamuk. 5 Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di kota Bontang diperoleh bahwa ada hubungan yang erat antara kebiasaan tidur pagi/sore dengan kejadian DBD. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan 2007, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2005, Jakarta. 2. Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan, 2007, Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Sela- KESIMPULAN Adanya jentik dalam rumah, jentik pada tanaman di sekitar rumah, kebiasaan tidur pagi/siang dan tindakan tentang DBD berhubungan dengan kejadian DBD, sedang-kan kebiasaan menggantung pakaian pengetahuan dan sikap tentang DBD tidak berhubungan dengan kejadian penyakit DBD. Agar pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto lebih mengintensifkan tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan melibatkan partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat melalui Gerakan Rakyat Bersih, masyarakat agar meningkatkan perhatiannya terhadap kebersihan lingkungan yang bisa menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti dengan cara melakukan 3M di lingkungan rumah masing-masing, hendaknya masyarakat mengurangi kebiasaan yang merupakan faktor risiko terjadinya penyakit DBD seperti kebiasaan tidur pagi/sore, cara mengantung pakaian dan lain-lain. tan Tahun 2006, Makassar. 3. Depkes RI, 2004. Tata Laksana Demam berdarah Dengue Di Indonesia, Jakarta, Ditjen PPM & PLP. 4. Depkes RI, 2003. Pencegahan dan Penanggu- 69

Jurnal MKMI, April 2010, hal 65-70 langan Penyakit Demam Berdarah Dengue, Jakarta, Ditjen PPM & PLP. 5. Kasdi, 2003, Analisis Faktor Risiko Kejadian DBD di Kota Bontang, online (http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php? Node=124 jkpkbppkgdlres-2003-kasdi-1833analisis 70