III. Sumber dan Potensi HPT Pada dasarnya budidaya hijauan pakan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu budidaya untuk dipotong (cut and carry dan

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

V. Budidaya Agar budidaya TPT berhasil dengan balk diperlukan pengetahuan dan ketrampilan. Dalam keadaan tertentu modal yang cukup juga kadang-kadang

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

II. Beberapa Istilah di dalam Hijauan Pakan Ternak Di dalam buku ini yang dimaksud dengan hijauan pakan ternak (HPT) adalah semua pakan sumber serat

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pegaruh Perlakuan terhadap Produksi Hijauan (Bahan Segar)

UJI COBA PEMBERIAN DUA JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP PERFORMANS SAPI BALI DI DESA TOBU, NUSA TENGGARA TIMUR

POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

Ransum Ternak Berkualitas (Sapi, Kambing, dan Domba)

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

JENIS PAKAN. 1) Hijauan Segar

TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI DAN KONSERVASI TANAH DESA ANEUK GLEE KECAMATAN INDRA PURI KABUPATEN ACEH BESAR BALAI PENELITIAN TANAH

PBMT 4: Pakan Nabati. Anuraga Jayanegara

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan

PERAN TANAMAN PAKAN RUMPUT DAN LEGUMINOSA UNTUK PENGEMBANGAN PETERNAKAN SERTA PENGAWETAN TANAH DAN AIR

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

PENDAHULUAN. untuk menentukan suatu keberhasilan dari sebuah peternakan ruminansia, baik

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

INTRODUKSI PAKAN TERNAK DI LOKASI PRIMATANI, DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. tidak hanya sebagai pengenyang tetapi juga berfungsi sebagai sumber nutrisi,

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN PAKAN HIJAUAN GUNA MENDUKUNG SUMBER PAKAN RUMINANSIA

BAB IV TEKNOLOGI BUDIDAYA PADA SISTEM USAHATANI KONSERVASI

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

TINJAUAN PUSTAKA. disebut pastoral. Ekosistem ini terdiri atas peternak (pastoralist) dan hewan

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi

INTRODUKSI TANAMAN PAKAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH SAYURAN KUBIS UNTUK PAKAN TERNAK KAMBING

Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan masih merupakan kendala. yang dihadapi oleh para peternak khususnya pada musim kemarau.

TINJAUAN PUSTAKA Hijauan Pakan Ternak Rumput

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2015 (BERDASARKAN ANGKA SEMENTARA 2015)

Banyak petani yang ingin menanam dan mengembangkannya namun ketersediaannya sangat terbatas, sehingga untuk memperoleh rumput dalam memenuhi kebutuhan

I. METODE VEGETATIF FUNGSI Kanopi tanaman dapat menahan pukulan langsung butiran hujan terhadap permukaan tanah. Batang,perakaran dan serasah tanaman

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HIJAUAN PAKAN TERNAK UNTUK LAHAN SUB-OPTIMAL

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

ISBN... Petunjuk Teknis TEKNIK BUDIDAYA DAN PEMANFAATAN Stenotaphrum secundatum UNTUK TERNAK KAMBING DAN RUMINANSIA LAINNYA

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Pengolahan tanah METODE PENANAMAN RUMPUT BEDE Pada prinsipnya pengolahan tanah sama seperti persiapan untuk penanaman rumput unggul lainnya. Tanah

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERTANIAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30

Aplikasi IPTEK dalam Manajemen Logistik Hijauan Pakan. Luki Abdullah Fakultas Peternakan IPB

SKRIPSI POTENSI HIJAUAN PAKAN UNTUK PENGGEMBALAAN SAPI POTONG PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA DI KECAMATAN DAKO PEMEAN. Oleh : H E N R I K NPM :

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

DEGRADASI PADANG PENGGEMBALAAN

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

DAYA DUKUNG LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK RUMINANSIA DI INDONESIA

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. DAFTAR TABEL...vii. PETA KEDUDUKAN BAHAN AJAR... viii. GLOSARIUM... ix I. PENDAHULUAN...

TINJAUAN PUSTAKA. rumput ( Gramineae), leguminosa/legum ( Leguminoseae) dan golongan non

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati

b. Kacang-kacangan: lamtoro (Leucaena leucocephala), stylo (Stylosantes guyanensis), centro (Centrocema pubescens), Pueraria phaseoloides,

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) KELOMPOK TANI KALISAPUN DAN MAKANTAR KELURAHAN MAPANGET BARAT KOTA MANADO

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

KARYA TULIS ILMIAH PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO MENJADI BAHAN PAKAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengaruh Radiasi Matahari dan Naungan terhadap Tanaman lain yang Tumbuh di Bawahnya.

Siti Nurul Kamaliyah. SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System)

PENGARUH UMUR DAN PANJANG CACAHAN RUMPUT RAJA TERHADAPEFISIENSI BAGIANYANGTERMAI{AN DOMBA DEWASA

PEMANFAATAN LAHAN TIDUR UNTUK PENGGEMUKAN SAPI

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan.

ALTERNATIF PERBAIKAN PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Parakkasi (1999) konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun 2015 (Berdasarkan Angka Ramalan II 2015)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nama Desa Sukoharjo berasal dari tokoh di Kecamatan Sukoharjo pada saat itu,

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

PENINGKATAN NILAI GUNA LAHAN KRITIS DI PROPINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN TANAMAN PAKAN TERNAK

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

ADAPTASI TANAMAN DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HIJAUAN PAKAN

TANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG SEBAGAI SUMBER HIJAUAN PAKAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT

Transkripsi:

III. Sumber dan Potensi HPT Pada dasarnya budidaya hijauan pakan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu budidaya untuk dipotong (cut and carry dan budidaya untuk penggembalaan (grazing). Penyediaan hijauan untuk potongan pada umumnya dilakukan pada lahan-lahan yang sempit, dimana areal tanaman pangan mendominasi daerah tersebut, dengan skala pemilikan ternak relatif sedikit yaitu antara 1-4 ekor. Penanaman hijauan di daerah seperti ini hanya dapat dilakukan pada pematang, bibir teras bangku di areal lahan tanaman pangan, atau memanfaatkan areal sempit di samping tanaman pangan. Budidaya hijauan seperti ini banyak dijumpai di wilayahwilayah padat ternak dan padat penduduk seperti di Pulau Jawa, Lampung dan Bali. Sedangkan budidaya padang rumput hanya dapat dilakukan di wilayah-wilayah yang lahannya masih sangat l uas dengan pola pemeliharaan ternak secara ekstensif, baik dikandangkan maupun tidak dikandangkan. Pola pemeliharaan ternak dengan cara penggembalaan ini cocok untuk wilayah padat ternak tetapi jarang penduduk seperti di Indonesia bagian timur khususnya di NTT. 3.1. Sumber hijauan pakan Di Indonesia hijauan pakan dapat diperoleh hampir di setiap tempat, mulai dari padang rumput sampai di pasar-pasar kumuh di tengah kota besar. Untuk wilayah lahan kering sumber hijauan pakan yang utama adalah: (a) padang rumput, (b) lahan pertanian pangan, (c) lahan perkebunan dan (d) lahan kehutanan. Sedangkan untuk wilayah lahan irigasi sumber hijauan pakan bisa 1 0

berasal dari pematang dan pinggir saluran irigasi. Di daerah rawa dan pasang surut, hijauan pakan juga mudah dijumpai, karena untuk habitat seperti itu terdapat jenis-jenis rumput yang bisa tumbuh dengan baik. Di samping itu hijauan pakan dapat juga diperoleh di pinggir-pinggir jalan dan di halaman rumah. Halaman rumah juga merupakan sumber hijauan pakan yang penting. Hal ini disebabkan karena letaknya yang paling dekat ke kandang. Jenis-jenis hijauan pakan yang ada di halaman rumah juga sangat beragam, baik tanaman pangan maupun pakan, seperti rumput, ubi kayu, pisang, lamtoro, nangka, petai, randu, sengon, gamal, kelor dan sebagainya. Pada Tabel 3.1 diperlihatkan pentingnya halaman rumah sebagai sumber HPT di Jawa Tengah dan Jawa Timur baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau. Tabel 3.1. Komposisi sumber HPT yang terdapat di kandang ternak pada musim hujan (MH) dan musim kemarau (MK) di Jawa Tengah dan Jawa Timur (%). Das Jratunseluna (Jawa Tengah) DAS Brantas (Jawa Timur) Sumber HPT MH MK MH MK Sawah 11,4 5,9 0 5,9 Ladang 13,0 41,5 21,2 61,6 Tegalan 0 0 24,7 9,4 Halaman 15,3 28,5 50,7 17,7 Perkebunan 60,5 24,1 3,5 2,9 Lainnya 0 0 0 2,6 Sumber: Prawiradiputra, 1986. 1 1

Pada musim kemarau sebagian besar rumput berasal dari l adang, perkebunan dan halaman rumah, sedangkan pada musim hujan urutannya adalah dari halaman rumah, ladang dan tegalan. Untuk hijauan ramban (daun-daunan) pada musim kemarau sebagian besar berasal dari halaman rumah dan ladang sedangkan pada musim hujan berasal dari halaman rumah dan perkebunan. 3.2. Potensi padang rumput Sampai sejauh ini tidak ada data luas padang rumput di I ndonesia yang pasti. Diperkirakan luas padang rumput di I ndonesia berkisar antara 21 sampai 23 juta hektar, yang penyebarannya mulai dari Sumatera (diperkirakan terdapat 7 juta ha), Kalimantan (5 juta ha), Sulawesi (4-5 juta ha), Nusa Tenggara (2-4 juta ha). Selebihnya terdapat di Irian, Maluku dan Jawa. Sebagian besar padang rumput di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi terdiri atas padang alang-alang, sedangkan sebagian besar padang rumput di Nusa Tenggara berada di l ahan-lahan berbatu. Di lain pihak, ada data yang menunjukkan bahwa luas padang rumput alam (tanpa vegetasi alang-alang) di seluruh Indonesia tercatat sekitar 2 juta ha dengan area yang paling luas terdapat di Nusa Tenggara, Daya dukung padang rumput yang tidak terpelihara ini sangat rendah. Jenis hijauan yang cocok dibudidayakan di padang rumput atau padang penggembalaan harus memiliki perakaran yang kuat, tahan pijakan, tahan renggutan, dan toleran terhadap 12

kekeringan. Beberapa jenis hijauan unggul yang cocok dibudidayakan untuk potongan dan padang penggembalaan dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3. Tabel 3.2. Beberapa contoh jenis HPT yang cocok untuk padang penggembalaan Nama botani Penggembalaan ringan B. humidicola Andropogon gayanus Digitarla decumbens Cenchrus ciliar/s Stylosanthes spp. Macroptil/um atropurpureum Penggembalaan sedang Chloris gayana Brachiaria mutica Cynodon plectostachyus Setaria spp. Desmodium spp. Centrosema pubescen Penggembalaan berat Brachiaria decumbens Paspalum dilatatum Paspalum notatum Cynodon dactylon Calopogonium muconoides Pueraria phaseloides Nama umum Rumput beha Rumput gamba Rumput pangola Rumput buffel Stilo Siratro Rumput rhodes Rumput malela Star grass Setaria Desmodium Sentro Rumput signal Rumput australi Rumput bahia Rumput kawat Kalopo Puero Dari berbagai sumber Dengan kapasitas tampung 0.5 satuan ternak per hektar (ST/ha), ternak yang digembalakan tidak mampu meningkatkan bobot badannya. Padahal di padang-padang rumput yang 13

ditanami rumput unggul dan dipelihara dengan balk, seperti di negara-negara yang peternakannya sudah maju, dengan kapasitas tampung 3 ST/ha mampu meningkatkan bobot badan sapi sampai 250 g per hari per ha. Tabel 3.3. Beberapa contoh jenis HPT yang cocok untuk ditanam sebagai rumput/leguminosa potongan Nama botani Rumput potongan Pennisetum purpureum Pennisetum purpuroides Panicum maximum Euchlaena mexicana Leguminosa potongan Calliandra calothyrsus Gliricidia sepium Leucaena leucocephala Desmodium rensonii Stylosanthes spp. Lab-lab purpureus Calopogonium mucunoides Pueraria phaseloides Clitoria ternatea Centrosema pubescens Dari berbagai sumber Nama umum Rumput gajah Rumput raja Rumput benggala Rumput meksiko Kaliandra Gamal Lamtoro Desmodium Stilo Lablab Kalopo Puero Kembang telang Sentro Dengan kondisi seperti itu, padang rumput di Indonesia diperkirakan hanya mampu menampung 5 sampai 7 juta ST saja, padahal data tahun 2004 menunjukkan bahwa populasi ternak ruminansia di Indonesia Iebih dari 13 juta ST. Jelaslah bahwa padang rumput yang ada perlu diperbaiki agar dapat menampung ternak Iebih banyak lagi. 14

3.3. Potensi lahan pertanian Dilihat dari segi potensinya, lahan pertanian yang bisa ditanami TPT sangat luas. Hampir semua lahan kering yang bisa ditanami palawija, bisa juga ditanami rumput potongan yang kebanyakan merupakan rumput introduksi atau rumput unggul. Rumput potongan ini biasanya mampu menghasilkan hijauan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput lokal yang terdapat di padang-padang penggembalaan, pinggir-pinggir jalan, tepi sungai, tepi saluran air dan sebagainya. Rumput dan leguminosa pakan yang ditanam di lahan pertanian biasanya berfungsi ganda, yaitu selain sebagai pakan ternak juga berfungsi sebagai tanaman konservasi tanah atau sebagai tanaman pagar pembatas lahan. Namun tidak jarang terdapat lahan pertanian yang sengaja ditanami rumput pakan, khususnya rumput gajah dan rumput raja, terutama di kantongkantong pemeliharaan sapi perah seperti di Lembang, Ciwidey dan Pangalengan (Jawa Barat), Boyolali (Jawa Tengah), Pujon dan Batu (Jawa Timur). Akhir-akhir ini dijumpai juga lahan pertanian tanaman pangan seperti sawah yang beralih fungsi menjadi kebun rumput, karena menurut petani menanam rumput pakan, khususnya rumput gajah, ternyata lebih menguntungkan dibandingkan dengan menanam padi. Produktivitas atau daya hasil rumput pakan yang ditanam di l ahan pertanian biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam di tempat lain, seperti di halaman rumah. Pada Tabel 3.4. dirangkum rata-rata bahan kering hijauan yang dapat dihasilkan 15

oleh beberapa jenis rumput pakan menurut hasil penelitian di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi. Tabel 3.4. Daya hasil bahan kering (t/ha/th) beberapa jenis rumput yang ditanam di Bogor Nama rumput Selang waktu panen Hasil bahan kering hijauan Brachiaria decumbens 45 hari 36-37 Setaria sphacelata 45 hari 24-37 Digitaria sp. 45 had 34 Andropogon gayanus 45 hari 27-28 Panicum muticum 45 hari 30 Euchlaena mexicana 40 hari 17-18 Pennisetum purpureum 40 hari 40-60 Dari berbagai sumber Selain sebagai sumber HPT yang berasal dari rumput, lahan pertanian juga mempunyai potensi yang sangat besar sebagai sumber HPT yang berasal dari Iimbah pertanian, dalam berbagai bentuknya, baik sisa hasil tanaman pangan maupun hasil ikutan atau hasil sampingan tanaman pangan. Sisa hasil tanaman pangan yang banyak dipakai sebagai HPT antara lain daun dan batang jagung, jerami padi, jerami dan daun kacang tanah dan sebagainya. Sedangkan yang dalam bentuk hasil ikutan adalah dedak padi yang selain merupakan sumber serat kasar juga sumber protein kasar yang tinggi. Pada Lampiran 1 diperlihatkan Iimbah tanaman yang bisa dan biasa digunakan sebagai pakan ternak. Mengingat lahan pertanian, baik l ahan kering maupun sawah irigasi, di Indonesia sangat luas, maka potensi tersebut tidak bisa diabaikan. 16

3.4. Potensi lahan perkebunan Selain di padang rumput alam, sumber hijauan pakan juga terdapat di lahan-lahan perkebunan. Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan pada tahun 2004 menunjukkan bahwa terdapat tidak kurang dari 10 juta hektar lahan perkebunan rakyat yang berpotensi sebagai sumber hijauan pakan. Yang paling luas adalah perkebunan kelapa rakyat yaitu 3,6 juta ha. Pada prinsipnya hampir seluruh areal sub-sektor perkebunan memiliki potensi yang sangat besar dalam penyediaan HPT dan merupakan salah satu sumber HPT sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan sistem integrasi tanaman perkebunan dengan ternak, namun yang paling siap untuk dimanfaatkan adalah areal perkebunan rakyat. Pemanfaatan potensi perkebunan untuk pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak dapat berupa pemanfaatan lahan di antara tanaman perkebunan untuk ditanami leguminosa pakan dan pemanfaatan limbah tanaman pokok dan tanaman seta sebagai sumber pakan ternak. Penanaman leguminosa di perkebunan bukan hal yang baru, karena leguminosa tersebut digunakan sebagai tanaman penutup tanah. Perkebunan memerlukan tanaman sebagai penutup tanah, untuk menjaga kelembaban tanah maupun kesuburan tanah sehingga tanaman pokok (tanaman perkebunan) dapat tumbuh dengan optimal. Berdasarkan sifat tumbuhnya, leguminosa dibedakan menjadi leguminosa pohon, leguminosa perdu dan l eguminosa menjalar. 17

Potensi leguminosa menjalar sebagai hijauan pakan di perkebunan cukup besar, karena sebagian besar lahan di perkebunan ditanami dengan leguminosa penutup tanah yang sangat baik digunakan sebagai pakan ternak. Di Sumatera dan Kalimantan perkebunan yang berpotensi sebagai sumber hijauan pakan adalah perkebunan karet dan kelapa sawit, sedangkan di Sulawesi adalah perkebunan kelapa. Potensi leguminosa penutup tanah ini belum sepenuhnya dimanfaatkan, khususnya di perkebunan-perkebunan rakyat, karena walaupun pemiliknya sudah menyadari namun belum dirasakan manfaatnya secara langsung disamping adanya keterbatasan modal untuk melaksanakannya. Perlu adanya sosialisasi terlebih dahulu secara komprehensif. Sebagai penutup tanah (cover crop) biasanya digunakan tanaman leguminosa herba (menjalar), yang juga merupakan tanaman pakan ternak. Beberapa tanaman penutup tanah antara l ain sentro ( Centrosema pubescens; CC p/umien), kalopo ( Calopogonium mucunoides; C. caeruleum) dan puero atau kudzu ( Pueraria javanica; P. thunbergiana) dan Arachis perenial (Arachis pintoi, A. Glabrata). Arachis sudah banyak digunakan di perkebunan lada dan vanila. Di perkebunan tertentu, seperti perkebunan teh, kopi, kakao diperlukan tanaman pelindung untuk tanaman yang masih muda. Tanaman pelindung yang biasa digunakan adalah tanaman l eguminosa pohon, seperti lamtoro (Leucaena spp.) dan gamal ( Gliricidia maculata) yang banyak digunakan di perkebunan lada.

Gambar 3.1. Beberapa jenis leguminosa penutup tanah yang biasa digunakan di perkebunan Mucuna (koro benguk) juga dapat dijadikan tanaman penutup tanah, namun peternak harus hati-hati dalam memanfaatkannya sebagai pakan ternak karena tanaman ini mengandung racun. Dengan dilayukan terlebih dahulu racunnya bisa dinetralkan. Pada Gambar 3.1. diperlihatkan gambar beberapa tanaman l eguminosa penutup tanah yang biasa digunakan di perkebunanperkebunan seperti Lab-lab (Lab/ab purpureus) clan kalopo. 19

Masih banyak jenis-jenis HPT dari Famili leguminosa yang mempunyai manfaat ganda, sebagai pakan ternak dan penutup tanah, seperti sentro, puero dan lain-lain. Selain itu potensi limbah perkebunan seperti kakao, kelapa sawit, tebu dan lain-lain (Lampiran 1) sangat besar. 3.5. Mutu HPT Mutu hijauan pakan ditentukan oleh berbagai faktor, balk faktor dalam (genetis) maupun faktor luar. Faktor genetis yang paling utama adalah jenis dan spesies. Secara sederhana, pakan ternak dinilai berkualitas tinggi apabila memiliki kandungan protein yang tinggi. Pada umumnya kandungan protein kasar (PK) pada rumput-rumputan tidak lebih dari 9%, sementara kandungan PK leguminosa berkisar antara 13 sampai 20%. Yang dimaksud dengan jenis di sini adalah famili dimana HPT dari famili kacang-kacangan atau leguminosa biasanya memiliki kandungan protein yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan HPT dari famili rumput-rumputan. Namun di dalam famili rumputrumputan sendiri mutu hijauannya bisa berbeda-beda, tergantung pada spesies. Pada umumnya kandungan protein kasar rumput unggul atau rumput introduksi lebih tinggi daripada rumput lokal. Pada Tabel 3.5. yang diambil dari berbagai sumber, diperlihatkan daftar mutu beberapa jenis HPT, balk dari famili l eguminosa maupun rumput-rumputan. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.5., selain kandungan PK, mutu juga ditentukan oleh serat kasar (SK), dan nutrisi yang dapat dicerna atau total digestible nutrient (TDN). Dalam kaitan dengan serat kasar, suatu HPT yang memiliki kandungan serat kasar yang 20

relatif rendah dinilai berkualitas Iebih tinggi dibandingkan dengan HPT yang kandungan serat kasarnya Iebih tinggi. Pada saat ini sebagian besar peternak di pedesaan belum memahami pentingnya kualitas pakan. Bagi mereka yang penting adalah kecukupan pakan, bukan kecukupan nutrisi pakan. Kebutuhan ternak akan hijauan selain didasarkan pada bobot segar atau bahan kering dapat juga didasarkan pada TDN. Penentuan kebutuhan ternak akan TDN hijauan agak rumit dan I ebih cocok untuk keperluan penelitian atau untuk peternakanpeternakan skala besar. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan yang cukup sebelum menghitung TDN, misalnya perlu diketahui terlebih dahulu komposisi bahan kering setiap jenis hijauan seperti yang tertera pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Kadar nutrisi beberapa jenis hijauan Jenis Hijauan BK (%) SK (%) PK (%) TDN (%) Rumput gajah 18-22 29-33 5-9 45-57 Rumput raja 25-40 16-30 3-5 51-62 Rumput benggala. 20-24 16-20 6-8 46-53 Rumput setaria. 21-25 16-30 2-3 43-53 Rumput brachiaria. 19-22 9-11 5-7.5 47-55 Kaliandra 30 15-25 23 44-68 Lamtoro gung 23-31 18-21 20-23 71-72 Gamal 22-27 9-12 19-22 65-70 Kembang telang 19-26 10-12 17-22 41-62 Stylosanthes spp. 17-22 10-13 13-20 36-63 Lablab purpureus 19-24 9-12 16-23 47-67 Pueraria javanica 23-31 8-12 17-23 53-65 Dari berbagai sumber 21

Dengan demikian untuk keperluan peternakan skala kecil yang dilaksanakan oleh petani, penghitungan kebutuhan hijauan dengan TDN dirasakan belum diperlukan karena tidak praktis. Untuk keperluan di lapangan, kebutuhan ternak akan hijauan pakan cukup didasarkan pada bobot segar atau bahan kering. 3.6. Palatabilitas Palatabilitas merupakan salah satu sifat hijauan pakan yang penting, karena palatabilitas itu menentukan apakah rumput atau leguminosa itu disukai ternak atau tidak. Rumput atau leguminosa pakan disukai ternak apabila mempunyai sifat palatabilitas yang baik. Sebaliknya HPT tidak disukai ternak apabila tidak memiliki sifat palatabilitas atau tidak palatabel. Ada beberapa faktor yang menentukan tingkat palatabilitas suatu jenis HPT, namun tidak ada hubungan yang jelas antara mutu hijauan dengan palatabilitas, artinya suatu jenis HPT yang kandungan nutrisinya tinggi belum tentu disukai ternak clan sebaliknya ada jenis HPT yang nilai nutrisinya rendah namun disukai ternak. Contoh untuk yang pertama adalah daun serengan jantan (Flemingia congests) yang kandungan protein kasarnya cukup tinggi, namun banyak ternak yang tidak menyukainya, walupun beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan dibiasakan akhirnya ternak mau juga memakannya. Di l ain pihak ada banyak jenis rumput lokal yang kandungan nutrisinya rendah tetapi ternak suka sekali memakannya. Pada Tabel 3.6 berikut diperlihatkan beberapa jenis HPT dengan tingkat palatabilitasnya masing-masing. 22

Tabel 3.6. Palatabilitas bebeapa jenis HPT Jenis Hijauan Palatabilitas (%) Pennisetum purpureum 63 Pennisetum purpuroides 60 Panicum maximum 45-47 Euchlaena mexicana 52 Stylosanthes spp. 26-32 Lablab purpureus 31-42 Calopogonium mucunoides 25 Pueraria phaseoloides 35 Clitoria ternatea 30-35 Gliricidia sepium 24.5 Leucaena leucocephala 35-41 Calliandra calothyrsus 35-45 Centrosema pubescens 42 Sumber: Hendriawan, 2006 3.7. Kebutuhan ternak akan hijauan Kepadatan populasi ternak ruminansia berpengaruh terhadap keberlanjutan pasokan hijauan pakan. Di suatu wilayah dengan populasi ternak ruminansia yang relatif jarang, masalah kekurangan hijauan tidak seberat di wilayah yang populasi ternak ruminansianya padat. Rasio antara kepadatan ternak ruminansia dengan luas l ahan pertanian juga berpengaruh terhadap sistem produksi hijauan pakan. Dengan demikian berpengaruh juga terhadap keberlanjutan pasokan hijauan pakan. Di Pulau Jawa yang sebagian lahan pertaniannya sudah beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian, dengan populasi ruminansia Iebih dari 7 juta ST, sistem padang penggembalaan tidak bisa diterapkan. Sebaliknya 23

di NTB dan NTT sebagian besar ternak ruminansia digembalakan karena padang penggembalaannya masih luas, walaupun populasi ternak ruminansia juga tinggi. Karena tidak seimbangnya populasi ternak dengan ketersediaan HPT, maka untuk wilayah padat ternak seperti Pulau Jawa, Bali, Lampung, Sulawesi Selatan dan beberapa wilayah lain, penghitungan kebutuhan hijauan pakan bagi ternak merupakan hal yang penting, dibandingkan dengan wilayah lain yang jarang ternak. Secara umum biasanya penghitungan kebutuhan hijauan pakan didasarkan pada bobot segar atau bahan kering, kemudian dibandingkan dengan potensi hijauan yang tersedia selama satu tahun (juga atas dasar bobot segar atau bahan kering). Setelah itu dapat ditarik kesimpulan apakah daerah tersebut surplus hijauan sehingga populasi ternak masih bisa ditambah, atau defisit hijauan. Apabila defisit, perlu diupayakan agar pasokan hijauan pakan bertambah. Namun cara penghitungan seperti itu ternyata tidak akurat dan dapat menyesatkan, karena terjadi bias sebagai akibat dari asumsi pasokan hijauan yang dianggap konstan sepanjang tahun padahal produksi hijauan selalu berfluktuasi mengikuti musim. Sebagai akibatnya timbul kesalahan di dalam pendugaan produksi hijauan di suatu wilayah, sehingga berakibat kepada salahnya menghitung daya dukung suatu wilayah. Untuk mengurangi kesalahan seperti itu disarankan untuk menggunakan suatu metode yang lebih akurat, yaitu dengan membuat neraca pasokan dan kebutuhan hijauan pakan per bulan sepanjang 24

tahun (Gambar 3.2). Dengan metode ini dapat direncanakan produksi hijauan pakan sepanjang tahun yang dapat mendukung populasi ternak di wilayah tersebut. Dengan metode ini dapat dihitung selisih antara produksi HPT dengan kebutuhan ternak setiap bulan, balk pada musim hujan maupun pada musim kemarau. Karena HPT bisa berasal dari berbagai sumber, penghitungan potensi hijauan pakan untuk keperluan neraca hijauan pakan harus memperhatikan pola tanam yang diterapkan dengan cermat. Untuk daerah beririgasi teknis penghitungannya relatif Iebih mudah, karena pada umumnya lahan beririgasi teknis ditanami tanaman monokultur pada lahan yang sangat luas. Sistem pasokan hijauan pakan di setiap agroekosistem berbeda satu sama lain. Untuk lahan beririgasi berbeda dengan l ahan tadah hujan. Lahan kering dataran rendah juga berbeda dengan lahan kering di hulu aliran sungai, semuanya, tergantung pada pola tanam yang diterapkan di daerah tersebut. Sebagai contoh, lahan kering yang menerapkan pola tanam tumpang sari padi gogo dengan jagung pada musim tanam I (MT I) diikuti dengan tumpang sari jagung dengan kacang tanah pada MT II dan kacang tunggak pada musim kemarau (MK), berbeda dengan yang menerapkan pola tanam monokultur jagung berturut-turut pada MT I dan MT II, diikuti bera pada MK. Pada Gambar 3.2 diperlihatkan contoh neraca HPT di lahan kering yang diambil dari salah satu lokasi di Jawa Tengah. 25

OJerami kc. Tanah Jerami padi Daun + batang jagung Rumput introduksi Rumput lokal Gads kebutuhan Neraca hijauan pakan di Desa Gondanglegi Gambar 3.2. Contoh neraca HPT di Desa Gondanglegi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah 3.8. Faktor-faktor yang mempengaruhi pasok an HPT Keberlanjutan pasokan hijauan pakan sangat tergantung pada berbagai faktor, seperti musim, agroekosistem, populasi ruminansia dan pengelolaannya. Dengan demikian bagi peternak yang menginginkan terdapatnya persediaan pakan sepanjang tahun, faktor-faktor tersebut di atas harus menjadi perhatian. Dilihat dari sudut pandang klimatologi, Indonesia hanya mengenal dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Tapi dari segi pasokan hijauan pakan ternak harus dipertimbangkan juga musim tanam dan musim panen karena pola pasokan HPT juga ditentukan oleh pola tanam di mana peranan Iimbah tanaman pangan sangat besar 26

Musim hujan. Pada saat musim hujan biasanya hijauan pakan melimpah sehingga peternak tidak mengalami kesulitan dalam mencari hijauan. Yang menjadi masalah adalah rendahnya kualitas hijauan. Pada musim hujan, karena pasokan melimpah banyak hijauan yang tidak sempat dipotong. Lama kelamaan hijauan tersebut terlalu tua untuk diberikan kepada ternak. Sebagai akibatnya mutu hijauan menurun karena kandungan serat kasar pada hijauan yang terlalu tua biasanya tinggi, sedangkan kandungan protein kasarnya rendah. Musim kemarau. Pada saat musim kemarau produksi hijauan, baik rumput maupun leguminosa menurun. Semakin panjang musim kemarau semakin rendah produksi hijauan. Untuk menjaga kelangsungan pasokan hijauan, biasanya peternak menggunakan daun-daunan, baik leguminosa maupun non-leguminosa seperti lamtoro, glirisidia, daun nangka, daun pisang dsb. Apabila musim kemarau sangat panjang peternak bahkan memberikan "batang" dan bonggol pisang untuk ternaknya. Di NTT peternak memanfaatkan hati batang lontar (putak) untuk pakan sapi. Selain itu peternak j uga memberikan jerami padi yang diperolehnya dari daerah persawahan. Masalahnya, bonggol dan "batang" pisang serta j erami padi biasanya bermutu rendah. Musim tanam. Ketika berlangsung musim tanam biasanya peternak tidak mengalami kesulitan pasokan hijauan pakan karena musim tanam biasanya berimpit dengan musim hujan. 27

Musim panen. Musim panen tidak selalu berimpit dengan musim kemarau atau musim hujan. Hal ini sangat tergantung pada pola tanam yang diterapkan petani. Apabila musim hujan dimulai pada bulan Oktober dan yang ditanam di lahan kering adalah palawija seperti jagung dan kacang-kacangan, maka pada bulan Januari atau Februari peternak biasanya kelebihan pasokan hijauan yang berupa daun dan batang jagung atau jerami kacang tanah. Apabila musim hujan tidak tegas batasnya, masa panen juga biasanya lebih lama, bisa mencapai 2-3 bulan. Di lahan kering, pada musim tanam kedua (MT II) jenis tanaman yang diusahakan petani biasanya lebih sedikit, sehingga jenis HPT dari lahan pertanian juga lebih sederhana.