BAB II LANDASAN TEORI. Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai citra tubuh.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja penampilan fisik merupakan hal yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan tingkat pendidikan dasar secara formal setelah melalui tingkat sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengadilan dan kalaupun bersalah hukuman yang diterima lebih ringan. Selain

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini memiliki tubuh langsing menjadi tren di kalangan wanita, baik

BAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aisha Nadya, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga


MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuh dan berat badan yang ideal. Hal tersebut dikarenakan selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjalani kehidupan bahkan pada orang-orang yang tidak memercayai adanya Tuhan.

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Davison & McCabe (2005) istilah body image mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sendiri. Di dalam menilai dirinya sendiri, bangga, puas dan bahagia

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuhnya jauh dari ideal.masyarakat berpikir orang yang cantik

Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap. perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. positif. Artinya penerimaan diri apa adanya (Brewer, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diet merupakan hal yang tidak asing lagi bagi remaja di era moderen seperti saat ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction

CITRA DIRI REMAJA YANG MENGALAMI OVERWEIGHT Lina Mahayati STIKes William Booth (031)

BAB I PENDAHULUAN. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB II LANDASAN TEORI. susunan tubuh yang sempurna pula, mulai dari organ-organ tubuh bagian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap. terhadap karakteristik tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan yang dramatis. masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja, seorang individu banyak mengalami perubahan yang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah proses memilih

HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN PERILAKU DIET PADA REMAJA SKRIPSI RAISA ANDEA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO.

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Mengandung dan melahirkan adalah hal yang diharapkan dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan seringkali diremehkan orang demi kesenangan sementara.

BAB I PENDAHULUAN. 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa saat seseorang mengalami perubahan secara psikis dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. sudah menjadi masalah emosi yang umum. Depresi merupakan salah satu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self Esteem. Self esteem merupakan cara bagaimana individu melakukan evaluasi terhadap diri. Evaluasi

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena pengaruh hormonal. Perubahan fisik yang terjadi ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I. Latar Belakang Masalah. sosial dan moral berada dalam kondisi kritis karena peran masa remaja berada

Penyesuaian Diri LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja banyak permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan. Seseorang yang usia lanjut akan mengalami adanya perubahan yang. pada remaja, menstruasi dan menopause pada wanita

BAB I PENDAHULUAN. antara manusia yang satu dengan yang lainnya. perkembangan yang terjadi pada remaja laki-laki meliputi tumbuhnya rambut,kulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Citra Diri tentang Ciri-ciri Perkembangan Seksual Sekunder

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Gita Handayani Ermanza, F.PSI UI, 20081

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB II LANDASAN TEORITIS

A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Citra Tubuh 1. Definisi citra tubuh Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai citra tubuh. Cash (1994) menyatakan bahwa citra tubuh merupakan evaluasi dan pengalaman afektif seseorang terhadap karakteristik dirinya, bisa dikatakan bahwa investasi dalam penampilan merupakan bagian utama dari evaluasi diri seseorang. Cash dan Pruzinsky (1990) menyatakan bahwa citra tubuh merupakan gabungan dari gambaran, fantasi, dan pemaknaan individu tentang bagian dan fungsi tubuh yang dimiliki yang merupakan bagian dari komponen gambaran diri dan dasar representasi diri. Schilder mendefinisikan citra tubuh sebagai gambaran tentang tubuh individu yang terbentuk dalaam pikiran kita, atau dengan kata lain gambaran tubuh individu menurut individu itu sendiri (Glesson & Frith, 2006). Rudd dan Lennon (2000) menyatakan bahwa citra tubuh adalah gambaran mental yang kita miliki tentang tubuh kita. Gambaran mental ini meliputi dua komponen, yaitu komponen perseptual (ukuran, bentuk, berat, karakteristik, gerakan, dan performansi tubuh) dan komponen sikap (apa yang kita rasakan tentang tubuh kita dan bagaimana perasaan ini mengarahkan pada tingkah laku). Grogan (1999) menyatakan bahwa citra tubuh merupakan persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang terhadap tubuhnya.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa citra tubuh merupakan gabungan dari gambaran mental, fantasi, sikap, pikiran, perasaan, pemaknaan, dan persepsi serta ealuasi seseorang mengenai tubuhnya yang meliputi bentuk, ukuran, berat, karakteristik, dan performansi tubuh. Individu dapat memiliki penilaian positif maupun negatif terhadap citra tubuh diri. 2. Perkembangan model citra tubuh Pemikiran bahwa tubuh yang kurus sebagai tubuh ideal banyak dipengaruhi oleh nilai dari kebudayaan Amerika. Nilai kebudayaan Amerika mengajarkan individualitas, kerja keras, kontrol diri, dan kesuksesan. Individu mendapat pesan bahwa dengan melakukan diet dan olahraga yang cukup, segala sesuatu bisa diatasi. Perempuan terkhususnya mendapat pesan bahwa dengan tubuh yang sempurna, pekerjaan dan kehidupan pribadinya akan sukses (Barnard, 1992). Standard kecantikan tubuh terus menerus berubah. Setiap zaman memiliki model citra tubuh tersendiri. Seiring dengan berubahnya gambaran tentang kecantikan, tubuh wanita juga diharapkan berubah sesuai dengan gambaran tubuh yang ideal pada zaman tersebut. Cohen (2001) memberikan gambaran tentang perubahan model citra tubuh yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan politik di Amerika, yaitu; a. Pada abad ke-18, tubuh ideal wanita yaitu tubuh yang berotot, besar, kuat, dan sangat subur. b. Pada abad ke-19, tubuh ideal wanita, yaitu tubuh yang lemah, lesu, dan pucat.

c. Pada abad ke-20, tubuh ideal wanita mengalami perubahan beberapa kali, yaitu mulai dari langsing, kuat dan berotot, keibuan, subur, serta sangat kurus dengan payudara yang besar. d. Pada abad ke-21, gambaran tubuh ideal wanita adalah tubuh yang kurus, seperti seorang model. Tubuh yang kurus menjadi standard ideal. Tidak jarang wanita melakukan sedot lemak untuk membuat bagian pinggul dan bokong terlihat lebih kurus. Hernita (2006) mengemukakan bahwa perkembangan standard ideal tubuh yang terus menerus dipaparkan oleh media berdampak bagi para wanita di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Tubuh ideal yang ditunjukkan oleh media di Indonesia saaat ini, yaitu tubuh yang langsing dan berkulit putih bersih. 3. Komponen citra tubuh Ada beberapa ahli yang mengemukakan mengenai komponen citra tubuh. Salah satunya adalah Cash (2000) yang mengemukakan adanya lima komponen citra tubuh, yaitu : a. Appearance Evaluation (Evaluasi Penampilan), yaitu penilaian individu mengenai keseluruhan tubuh dan penampilan dirinya, apakah menarik atau tidak menarik, memuaskan atau tidak memuaskan. b. Appearance Orientation (Orientasi Penampilan), perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya. c. Body Areas Satisfaction (Kepuasan terhadap Bagian Tubuh), yaitu kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut,

payudara, tubuh bagian bawah (pinggul, pantat, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), dan keseluruhan tubuh. d. Overweight Preocupation (Kecemasan Menjadi Gemuk), yaitu kecemasan menjadi gemuk, kewaspadaan individu terhadap berat badan, melakukan diet ketat, dan membatasi pola makan. e. Self-Clasified Weight (Persepsi terhadap Ukuran Tubuh), yaitu persepsi dan penilaian individu terhadap berat badannya, mulai dari kekurangan berat badan sampai kelebihan berat badan. Berdasarkan pendapat Cash yang dikemukakan di atas mengenai komponen citra tubuh, maka dapat disimpulkan bahwa komponen citra tubuh meliputi evaluasi dan orientasi individu terhadap penampilan tubuh, kepuasan pada bagian tubuh tertentu, serta persepsi dan penilaian terhadap berat badan 4. Pengaruh citra tubuh terhadap perkembangan kepribadian Citra tubuh, yaitu perasaan individu yang bersifat subjektif terhadap tubuh diteorikan sebagai komponen utama kepribadian (Freud dalam Rierdan & Koff, 1997). Citra tubuh dianggap sebagai dasar dari perkembangan kepribadian. Hal ini menyebabkan variasi dalam citra tubuh dihubungkan dengan perbedaan individu dalam hal kepribadian dan pengalaman hidup. Peto (dalam Rierdan & Koff, 1997), sebagai contoh, mengemukakan teori bahwa perbedaan citra tubuh dihubungkan dengan perbedaan tingkat harga diri dan tingkat depresi individu. Individu yang memiliki citra tubuh positif cenderung memiliki harga diri yang lebih tinggi serta kecenderungan depresi yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang memiliki citra tubuh negatif.

Sejalan dengan itu, Keliat (1992) menyatakan bahwa citra tubuh berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistis terhadap diri serta kemampuan menerima keadaan tubuh akan membuat individu terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri individu. Pernyataan ini dikuatkan dengan penelitian oleh Casper & Offer (1990) bahwa pada wanita, keinginan untuk mengubah tubuh dan penampilan diasosiasikan dengan menurunnya tingkat harga diri. Hal ini bisa mendorong munculnya gangguan makan. Dalam beberapa kasus, gangguan ini bisa berkembang menjadi patologis, seperti anorexia atau bulimia (Casper & Offer, 1990). Persepsi negatif terhadap tubuh membuat wanita tidak bisa menghargai diri mereka sendiri. Wanita yang fokus hanya fokus pada tubuhnya tidak akan mampu menggunakan energinya untuk aspek lain dalam hidupnya. Usaha yang terus menerus untuk mencapai tubuh yang ideal bisa menimbulkan obsesi terhadap makanan. Selain itu, timbul masalah psikologis lainnya, seperti mudah marah, merasa gagal dan inferior, masalah ingatan, kecemasan, dan gangguan penyesuaian (Barnard, 1992). Berscheid (Papalia & Olds, 2004) menyatakan bahwa wanita yang memiliki persepsi positif terhadap citra tubuh lebih mampu menghargai dirinya. Individu tersebut cenderung menilai dirinya sebagai orang degan kepribadian cerdas, asertif, dan menyenangkan. Dacey dan Kenny (1994) mengemukakan bahwa persepsi negatif remaja terhadap citra tubuh akan menghambat perkembangan kemampuan interpersonal dan kemampuan membangun hubungan yang positif dengan remaja lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa citra tubuh individu memiliki pengaruh terhadap kepribadian. Individu yang memiliki citra tubuh positif cenderung memiliki kepribadian sehat yang diasosiasikan dengan peningkatan kualitas hidup, seperti peningkatan harga diri, kepercayaan diri, dan kesehatan mental. Sebaliknya, individu yange memiliki citra tubuh negatif cenderung mengembangkan kepribadianya yang tidak sehat, seperti penurunan harga diri, kemampuan interpersonal yang buruk, bahkan dalam banyak kasus berkembang menjadi patologis, seperti anorexia dan bulimia. B. Penyesuaian Diri 1. Definisi penyesuaian diri Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjusment atau personal adjustment. Haber & Runyon (1984) memberikan pengertian penyesuaian diri sebagai tingkah laku yang ditunjukkan seseorang yang disesuaikan dengan tuntutan situasi yang dialami. Schneiders (1984) mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan frustrasi yang dialami dalam dirinya. Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, adalah orang yang dengan keterbatasan yang ada pada dirinya, belajar untuk bereaksi terhadap dirinya, dengan cara yang matang, bermanfaat, efisien, dan memuaskan, serta dapat menyelesaikan konflik, frustrasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah laku.

Corsini (2002) menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan modifikasi dari sikap dan perilaku dalam menghadapi tuntutan lingkungan secara efektif. Grasha dan Kirschenbaum (1980) mengemukakan bahwa penyesuaian diri adalah tingkah laku yang ditunjukkan oleh seseorang yang disesuaikan dengan tuntutan situasi yang dialami. Gerungan (1988) mendefenisikan penyesuaian diri secara aktif dan pasif. Secara aktif, yaitu ketika individu mempengaruhi lingkungan sesuai dengan keinginannya. Sedangkan secara pasif, yaitu ketika kegiatan individu dipengaruhi lingkungannya. Tidjan (dalam Kristiyanti, dkk, 1990) mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan usaha individu untuk mengubah tingkah laku agar terjadi hubungan yang lebih baik antara dirinya dengan lingkungan. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, tuntutan, ketegangan, konflik, dan frustrasi yang dialami dalam dirinya secara matang, bermanfaat, efisien, efektif, dan memuaskan yang disesuaikan dengan tuntutan situasi yang dialami individu. Individu dapat mempengaruhi lingkungan secara aktif dan pasif. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri Menurut Schneiders (1984), ada lima faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri, yaitu: a. Faktor kondisi fisik, yang meliputi faktor kesehatan, keturunan, bentuk tubuh, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan fisik. Individu yang memiliki tubuh

yang sehat akan lebih baik dalam penyesuaian dirinya. Selain itu, masalah fisik merupakan sesuatu yang bersifat genetis atau diturunkan. Kondisi fisik yang baik akan mendorong penyesuaian diri yang lebih baik. Persepsi seseorang terhadap bentuk tubuh dan nilai estetika tubuhnya juga mempengaruhi penyesuaian diri individu. b. Faktor perkembangan dan kematangan, yang meliputi perkembangan intelektual, sosial, moral, dan kematangan emosional. c. Faktor psikologis, yaitu faktor-faktor pengalaman individu, frustrasi, dan konflik yang dialami, dan kondisi-kondisi psikologis seseorang dalam penyesuaian diri. d. Faktor lingkungan, yaitu kondisi yang ada pada lingkungan, seperti kondisi keluarga, ekonomi, kondisi rumah, dan sebagainya. e. Faktor budaya, termasuk adat istiadat dan agama yang turut mempengaruhi penyesuaian diri seseorang. 3. Karakteristik penyesuaian diri Haber dan Runyon (1984) mengemukakan beberapa karakteristik individu yang dapat menyesuaikan diri, yaitu: a. Memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas Hampir semua orang setuju bahwa persepsi yang akurat terhadap realitas merupakan prasyarat terhadap penyesuaian diri yang baik. Individu harus tetap mengingat bahwa persepsi setiap individu dipengaruhi oleh adanya keinginan atau motivasi yang berbeda-beda dari setiap persepsi tersebut.

Individu yang memiliki penyesuaian diri akan membuat tujuan yang realistis yang sesuai dengan kemampuan dan kenyataan yang ada. Hambatan dalam lingkungan dan kesempatan membuat individu menemukan bahwa individu harus mengubah tujuannya. b. Mampu mengatasi atau menangani stress dan kecemasan Individu tidak dapat selalu memenuhi suatu kebutuhan dengan segera, oleh karena itu individu harus belajar untuk dapat bertoleransi terhadap pemenuhan kebutuhan. Individu yang dapat mengatasi hal tersebut akan mampu melakukan penyesuaian diri karena individu tersebut mampu mengatasi masalah dan konflik yang ada dalam diri sendiri. c. Memiliki citra diri (self image) yang positif Penyesuaian diri ditunjukkan dengan citra diri yang positif. Citra diri yang positif menyebabkan individu tidak kehilangan pandangan tentang kenyataan diri sendiri. Individu harus mau mengakui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki. Individu juga harus mendasarkan persepsi dirinya dengan pandangan tentang seberapa dekat dirinya dengan orang lain dan bagaimana orang lain memperlakukannya. d. Mampu mengekspresikan perasaan Orang yang sehat secara emosi dapat merasakan dan mengekspresikan emosi serta perasaan. Emosi yang ditunjukkan adalah sesuatu yang sesuai dengan tuntutan situasi dan secara umum berada di bawah kontrol individu.

e. Memiliki hubungan antar pribadi yang baik Setiap orang pasti menginginkan hubungan pribadi yang baik dengan orang lain. Individu yang memiliki penyesuaian diri menyukai dan menghormati orang lain serta memberikan kegembiraan dengan membuat orang lain nyaman dengan keberadaannya. C. Remaja 1. Definisi remaja Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya tumbuh untuk mencapai kematangan. Menurut Mappiare (Mubin & Cahyadi, 2006), masa remaja berlangsung antara usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Jersild mengatakan bahwa masa remaja diartikan sebagai, a period during which growing person makes the transition from chidhood to adulthood. Dari definisi Jersild ini dapat dilihat bahwa masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa (Mubin & Cahyadi, 2006). Piaget (Hurlock, 1980) mengemukakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dalam masyarakat dewasa. Hall (Dacey & Kenny, 2004) menyatakan bahwa masa remaja merupakan suatu tahap perkembangan yang dikarakteristikkan sebagai storm and stress, tahap dimana remaja sangat dipengaruhi oleh mood dan remaja tidak dapat dipercaya. Remaja

berada diantara masa kanak-kanak dan orang dewasa dengan kondisi yang masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik dan psikisnya secara maksimal sehingga mereka masih terus berusaha menemukan posisi yang tepat di masyarakat. Menurut Calon (Monks dkk, 1988), masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status orang dewasa, tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Menurut Monks (2001), remaja adalah individu dengan batasan usia 12 tahun sampai 21 tahun yang dibagi dalam tiga fase, yaitu: a. Fase remaja awal : usia 12 tahun sampai 15 tahun b. Fase remaja pertengahan : usia 15 tahun sampai 18 tahun c. Fase remaja akhir : usia 18 tahun sampai 21 tahun Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang dimulai dari usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria yang dibagi ke dalam tiga fase, yaitu remaja awal, pertengahan, dan akhir dimana individu mengalami masa storm and stress serta belum mampu menguasai fungsi-fungsi fisik dan psikisnya secara maksimal. 2. Perkembangan fisik remaja Perkembangan fisik remaja ditandai dengan adanya suatu periode yang disebut pubertas. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: a. Follicle-Stimulating Hormone (FSH)

b. Luteinizing Hormone (LH) Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang perkembangan dua jenis hormon kewanitaan, yaitu estrogen dan progesteron. Pada anak laki-laki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang perkembangan testosteron. Perkembangan secara cepat dari hormon-hormon tersebut menyebabkan terjadinya perubahan sistem biologis seorang anak. Pada anak perempuan, peristiwa pertama yang terjadi adalah telarke, yaitu terbentuknya payudara, diikuti oleh pubarke, yaitu tumbuhnya rambut pubis dan ketiak, lalu menarke, yaitu periode haid pertama (Ganong, 1997). Haid merupakan tanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga pertumbuhan otot yang cepat, tumbuhnya rambut pubis, dan suara yang semakin halus. Anak laki-laki juga mengalami perubahan fisik, seperti suara yang semakin berat, pertumbuhan otot, dan pertumbuhan rambut tubuh. Perkembangan fisik remaja akan berlangsung sangat cepat sejak awal terjadinya pubertas (Dacey&Travers, 2004). Perubahan dan perkembangan fisik yang pesat ini membuat remaja memperhatikan tubuhnya yang mempengaruhi interaksinya dengan orang lain di sekitarnya, terutama teman sebayanya. 3. Citra tubuh pada remaja Stereotype mengenai citra tubuh sudah terbentuk sejak masa kanak-kanak. Anak laki-laki dibentuk dengan pola pikir bahwa tubuh yang ideal bagi laki-laki adalah mesomorf. Pola pikir ini terus terbawa hingga memasuki masa remaja sehingga persepsi negatif terhadap citra tubuh cenderung terbentuk jika tidak

memiliki bentuk tubuh ideal yang diharapkan. Sedangkan pada anak perempuan, sejak masa anak-anak, pola pikir individu sangat dipengaruhi oleh media. Hal ini terus terjadi hingga remaja sehingga individu melakukan identifikasi terhadap figur tubuh ideal yang selalu ditampilkan oleh media (Ferron, 1997). Pubertas, jenis kelamin, dan usia mempengaruhi citra tubuh remaja. Pada kenyataannya, remaja putera cenderung merasa lebih puas dengan perubahan tubuhnya dibandingkan dengan remaja puteri. Remaja putera mengasosiasikan perubahan tubuhnya dengan peningkatan kemampuan fisik dan efisiensi tubuh (Ferron, 1997). Remaja laki-laki yang telah mengalami pubertas cenderung memiliki self-esteem dan kepercayaan diri yang tinggi dalam mengendalikan diri mereka (O Dea & Abraham, 2000). Berbeda dengan remaja putera, remaja puteri mengasosiasikan perubahan tubuhnya dengan attractiveness, apakah terlihat lebih menarik atau tidak (Ferron, 1997). Remaja puteri yang telah mengalami pubertas cenderung merasa tidak puas dengan ukuran dan bentuk tubuh. Ketidakpuasan ini bisa menyebabkan munculnya perasaan tidak adekuat, kehilangan kendali diri, dan rendahnya selfesteem (O Dea & Abraham, 2000). Heilbrun dan Friedberg (Dacey & Kenny, 2001) menyatakan bahwa remaja puteri pada awal pubertas atau pada tahap remaja awal belum bisa menerima perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Pada tahap remaja tengah dan akhir, remaja puteri sudah mulai bisa menerima perubahan tubuhnya, namun ketidakpuasan terhadap penampilan fisik masih umum terjadi.

4. Dinamika penyesuaian diri remaja Penyesuaian diri bukan merupakan sesuatu yang bersifat absolut atau mutlak. Tidak ada individu yang dapat melakukan penyesuaian dengan sempurna. Penyesuaian diri bersifat relatif artinya harus dinilai dan dievaluasi sesuai dengan kapasitas individu untuk memenuhi tuntutan terhadap dirinya (Agustiani, 2006). Dinamika penyesuaian diri melibatkan sejumlah faktor psikologis dasar yang mengantarkan individu kepada penyesuaian diri yang baik (adjustive behavior). Menurut Ali dan Asrori (2004) ada sejumlah faktor psikologis dasar yang memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika penyesuaian diri remaja, yaitu: 1. Kebutuhan (need) Kebutuhan yang dimaksud merupakan kebutuhan yang bersifat internal. Dari faktor ini, penyesuaian diri ditafsirkan sebagai suatu jenis respon yang diarahkan untuk memenuhi tuntutan yang harus diatasi oleh individu. Tuntutan-tuntutan untuk mengatasinya dalam sebuah prosesnya didorong secara dinamis oleh kebutuhan-kebutuhan internal yang disebut dengan need tersebut. 2. Motivasi (motivation) Penafsiran terhadap karakter dan tujuan respon individu dan hubungannya dengan penyesuaian tergantung konsep-konsep yang menerangkan hakekat motivasi, seperti melalui teori stimulus-respon, teori fisiologis, teori intrinsik, teori motivasi tidak sadar, dan teori hedonistik. 3. Persepsi (perception) Setiap individu dalam menjalani hidupnya selalu mengalami apa yang disebut persepsi sebagai hasil penghayatannnya terhadap berbagai jenis perangsang (stimulus) yang berasal dari lingkungan. Tidak jarang persepsi dipahami sebagai

suatu pencerminan yang sempurna tentang realitas. Padahal, sebenarnya tidaklah demikian. Davidoff (1981) mengemukakan 3 (tiga) alasan yang mendukung bahwa persepsi itu bukanlah cermin dari realitas, yang pertama, indra yang dimiliki manusia tidak dapat memberikan respon terhadap semua aspek yg berada di lingkungan. Kedua, manusia seringkali melakukan persepsi terhadap stimulus yang pada kenyataannya tidak ada. Ketiga, persepsi manusia tergantung pada apa yang diharapkan, pengalaman yang dialaminya, dan motivasi yang ada pada dirinya. Atkinson dan Hilgard (1983) mengatakan bahwa perspesi merupakan proses menginterpretasikan dan mengorganisasikan pola-pola stimulus yang berasal dari lingkungan. Persepsi remaja memiliki pengaruh yg berarti terhadap dinamika penyesuaian diri karena perspesi memiliki peranan penting dalam perilaku, yaitu: a. Sebagai bagian pembentukan pengembangan sikap terhadap suatu objek atau peristiwa yang berarti akan berpengaruh terhadap perilaku penyesuaian diri yg lebih terarah. b. Sebagai pengembangan fungsi kognitif, afektif, dan konatif sehingga berpengaruh terhadap penyesuaian yang lebih utuh dan proporsional sesuai dengan pertimbangan dan pengalaman-pengalaman yang relevan. c. Meningkatkan keaktifan, kedinamisan, dan kesadaran terhadap lingkungan sehingga dapat menggerakkan motivasi untuk penyesuaian diri secara lebih sadar. d. Meningkatkan pengamatan dan penilaian secara objektif terhadap lingkungan sehingga perilaku penyesuaian diri lebih rasional dan realistis.

e. Mengembangkan kemampuan pengelolaan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari secara berkelanjutan sehingga dapat mendorong ke arah proses sosialisasi yg semakin mantap. 4. Kemampuan (capacity) Perkembangan kemampuan remaja dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor juga dapat mewarnai dinamika penyesuaian diri remaja. Dinamika penyesuaian diri remaja akan berlangsung baik jika ketiga aspek ini berkembang dan berjalan secara harmonis. 5. Kepribadian (personality) Remaja yang sedang menghadapi perkembangan yang pesat dari segala aspeknya, kepribadiannya pun menjadi sangat dinamis. Kedinamisan kepribadian remaja itu akan sangat mewarnai dinamika penyesuaian dirinya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa penyesuaian diri remaja bersifat multifaktor, artinya dipengaruhi oleh banyak faktor. Tuntutan dari lingkungan, terutama teman sebaya menuntut remaja untuk mampu menyesuaikan diri. Persepsi remaja sangat mempengaruhi cara pandangnya terhadap sesuatu dan caranya dalam menyesuaikan diri. Kemampuan untuk menyesuaikan diri akan terus berkembang seiring dengan perkembangan remaja. Kepribadian dan motivasi ikut terlibat dalam mempengaruhi penyesuaian diri remaja.

D. Pengaruh Citra Tubuh dengan Penyesuaian Diri Remaja Putri Citra tubuh merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan remaja. Hal ini merupakan konsekuensi dari pubertas yang dialami (Birraux, dalam Ferron, 1997). Remaja, baik laki-laki maupun perempuan sangat memperhatikan citra tubuh mereka (Winship dalam Dacey & Kenny, 1997). Remaja memperhatikan dan mengembangkan image tentang seperti apa tubuh mereka. Pada umumnya, remaja puteri lebih merasa tidak nyaman dengan dirinya dan memiliki citra tubuh yang lebih negatif dibandingkan dengan remaja putera selama masa pubertas (Brooks-Gunn & Paikoff, dalam Dacey & Kenny, 1997). Heilbrun dan Friedberg (dalam Dacey & Kenny, 2001) menyatakan bahwa remaja puteri pada awal pubertas atau pada tahap remaja awal belum bisa menerima perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Pada tahap remaja tengah dan akhir, remaja puteri sudah mulai bisa menerima perubahan tubuhnya, namun ketidakpuasan terhadap penampilan fisik masih umum terjadi. Dacey & Kenny (1994) mengemukakan bahwa persepsi negatif remaja terhadap citra tubuh akan menghambat perkembangan kemampuan interpersonal dan kemampuan membangun hubungan yang positif dengan remaja lain. Hal ini bisa mengganggu penyesuaian diri remaja. Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Schneider (1984), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah persepsi terhadap tubuh. Persepsi positif terhadap tubuh akan mendorong penyesuaian diri yang baik, sebaliknya persepsi negatif akan mendorong penyesuaian diri yang buruk.

Berdasarkan uraian dari berbagai teori para ahli yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa citra tubuh memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri remaja puteri. Persepsi positif terhadap citra tubuh akan berkembangnya kepribadian yang sehat. Sebaliknya, persepsi negatif terhadap citra tubuh akan menyebabkan munculnya persepsi negatif terhadap dirinya sehingga dapat menghambat penyesuaian dirinya dengan orang lain, terutama dengan teman sebaya. E. Hipotesa Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh citra tubuh dengan penyesuaian diri pada remaja puteri. Semakin positif citra tubuh remaja puteri, maka semakin baik penyesuaian dirinya.