HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

2.1 BEKATUL. sebelah luar. butir padi, dan. (Orthoefer, 2001) Damayanthi et

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Makanan gorengan menjadi hal yang tidak terlepas dari konsumsi masyarakat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

BAB I PENDAHULUAN. lapisan terluar beras yaitu bagian antara butir beras dan kulit padi berwarna

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik

INAKTIVASI ENZIM LIPASE UNTUK STABILISASI BEKATUL SEBAGAI BAHAN INGREDIENT PANGAN FUNGSIONAL

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN

LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

ldentlflkasl ENZIM EIPOKSIGENASE DARl BEBERAPW VARlETAS KACANG TANAW (Arachis hypogaea)

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

BAB I PENDAHULUAN. komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir yang terbungkus oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol )

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Produk Transesterifikasi Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil) sebagai Bahan Baku Pembuatan Base Oil Epoksi Metil Ester

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA Beras Struktur Beras Penggilingan Padi menjadi Beras

PROSES PEMBUATAN PAKAN

4 Pembahasan Degumming

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP)

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI

III. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

KOMPOSISI BIJI PADI. Sekam

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 POLA PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS BEKATUL PASCA PENGGILINGAN Kerusakan hidrolitik pada bekatul mulai terjadi ketika proses penyosohan beras berlangsung, dimana terjadi kontak langsung antara minyak bekatul yang terdapat pada lapisan aleuron dan lembaga dengan enzim lipase yang secara endogenus terdapat di dalam lapisan testa atau selubung biji (Champagne, 008). Lipase dengan segera menghidrolisis ikatan ester pada trigliserida yang menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas (Free Fatty Acid) dan gliserol (Ramezanzadeh et al.,1999). Proses hidrolisis tersebut akan terus berlangsung dan menjadikan bekatul tidak lagi layak untuk dikonsumsi manusia maupun sebagai bahan baku produksi minyak bekatul. Asam lemak bebas (ALB) akan meningkatkan keasaman, menghasilkan karakteristik fungsional dan organoleptik yang tidak dapat diterima (Barnes dan Gilliard, 1991). Secara umum, kadar ALB bekatul maksimum 10%, jika lebih dari itu, bekatul tidak layak untuk konsumsi manusia (Tao et al., 1993). Peningkatan kadar asam lemak bebas diamati pada empat varietas yang berbeda, yaitu IR 64, ciherang, pandan wangi dan sintanur. Pola peningkatan kadar asam lemak bebas pasca penggilingan dari keempat varietas padi dapat dilihat pada Gambar 5. 0 15 Pola peningkatan ALB ALB (%) 10 5 0 0 4 6 8 10 1 14 16 18 0 4 Waktu (jam) IR 64 Ciherang Pandan wangi Sintanur Gambar 5. Pola peningkatan kadar ALB empat varietas padi pasca penggilingan Kecepatan pembentukan asam lemak bebas dari keempat varietas tersebut berbeda, varietas IR 64 mencapai kadar ALB 10% setelah 0 jam penyimpanan pada suhu ruang, ciherang 16 jam, pandan wangi 1 jam, dan sintanur 10 jam. Penyimpanan selama 4 jam menunjukkan kadar ALB terendah pada varietas IR 64 sebesar 11.46% dan kadar ALB tertinggi sebesar 19.03% pada varietas sintanur (Lampiran 1). Menurut Orthoefer dan Eastman (004), kandungan asam lemak bebas akan meningkat sebesar 5-10% per hari dan dapat mencapai 70% dalam sebulan. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh bahwa terdapat perbedaan kecepatan pembentukan ALB

pada varietas padi yang berbeda, hasil ini selaras dengan penelitian Tsuzuki (1994) dan Goffman (003) yang menyatakan perbedaan varietas menyebabkan kerusakan hidrolitik dan aktivitas lipase yang berbeda. Varietas yang memiliki aktivitas lipase tinggi memiliki tingkat kerusakan minyak yang lebih tinggi, namun aktivitas lipase tidak dipengaruhi oleh kadar lemak yang terdapat pada bekatul. Tingkat kerusakan hidrolitik yang lebih rendah dapat pula dihubungkan dengan efek penghambatan oleh kandungan tannin pada bekatul terhadap aktivitas lipase (Goffman, 003). Bekatul yang berasal dari padi varietas aromatik dalam penelitian ini pandan wangi dan sintanur memiliki kecepatan kerusakan hidrolitik yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan bekatul dari padi varietas non-aromatik, yaitu IR 64 dan ciherang. Penyebab dari perbedaan ini belum diketahui secara pasti, namun diduga karena perbedaan aktivitas lipase terhadap komponen asam lemak tertentu yang dimiliki bekatul dari varietas aromatik. Prabhu (1999) menyatakan lipase dari bekatul merupakan enzim regioselektif yang memotong rantai lemak pada molekul tertentu dan memiliki kecenderungan terhadap substrat dengan berat molekul rendah. Berdasarkan hasil pada Tabel 6, pandan wangi dan sintanur cenderung memiliki asam lemak dengan berat molekul rendah yang lebih tinggi daripada IR 64 dan ciherang. Namun belum dapat menunjukkan secara jelas hubungan antara kadar asam lemak dengan berat molekul rendah dan pola pembentukan ALB, diduga terdapat faktor lain yang mempengaruhi pembentukan ALB. Menurut Fox (1991), laju hidrolisis enzim lipase dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, suhu reaksi, kadar air, jenis substrat, konsentrasi substrat dan ph. Lemak merupakan salah satu komponen yang paling penting pada bekatul. Kadar lemak bekatul mulai dari yang tertinggi hingga terendah yaitu pandan wangi, sintanur, IR 64, dan ciherang. Kadar lemak tersebut sesuai dengan penelitian Luh (1991) yang menyatakan kadar lemak bekatul sekitar 15-19.7% pada kadar air 14%. Menurut hasil penelitian Goffman (003), kadar lemak tidak secara signifikan berpengaruh terhadap kerusakan hidrolitik. Hasil yang diperoleh turut mendukung pernyataan Goffman tersebut dimana kadar lemak memiliki hubungan yang lemah dengan kadar asam lemak bebas bekatul. Hal ini diduga terjadi karena enzim lipase hanya menghidrolisis substrat (lipid) yang berbentuk misel, agregat kecil atau partikel emulsi (Macrae, 1983) sehingga jika bentuk lipid tidak sesuai, tidak terjadi proses hidrolisis lipid walaupun kadar lemaknya tinggi. Kadar air bekatul dari keempat varietas berkisar antara 1.36-13.68% (Tabel 5), dengan kadar air tertinggi pada IR 64 dan terendah pada pandan wangi. Kadar air bekatul yang masih cukup tinggi menyebabkan kerusakan hidrolitik mudah terjadi. Menurut Randall et al. (1985), pengeringan kadar air bekatul menjadi -3% dapat mencegah terjadinya aktivitas enzim lipase, namun jika kadar airnya kembali meningkat hingga ekuilibrium dengan atmosfer pada 10-13%, seringkali aktivitas lipase kembali aktif. Pemanasan dengan adanya kandungan air pada bahan lebih efektif dalam mendenaturasi enzim sehingga tidak mudah aktif kembali. Tabel 5. Kadar air dan kadar lemak bekatul dari empat varietas Varietas Kadar air (%b/b) Kadar lemak (%b/b) IR 64 13.687 15.47 Ciherang 13.4550 15.187 Pandan wangi 1.357 18.0439 Sintanur 1.5780 16.660 18

Berdasarkan data pada Gambar 5 dan Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa kadar air dan kadar asam lemak bebas tidak menunjukkan suatu hubungan yang kuat. Diduga kadar air pada bekatul melebihi kadar air minimum yang dibutuhkan oleh enzim lipase dalam melakukan proses hidrolisis. Fox (1991) menyatakan kadar air minimum yang diperlukan untuk reaksi hidrolisis lipid secara enzimatis sebesar 6%. Michaelis-Menten mendefinisikan suatu tetapan yang menyatakan hubungan diantara konsentrasi substrat dengan kecepatan reaksi enzimatik yang dinyatakan dengan nilai K M (Lehninger, 198). Nilai K M didefinisikan sebagai tetapan enzim bagi substrat tertentu. Reaksi dasar dari pembentukan dan penguraian kompleks enzim- substrat, yaitu k 1 k E + S ES E + P k -1 Reaksi tersebut kemudian diturunkan menjadi sebuah persamaan dimana kecepatan pembentukan ES = k 1 ([E] [ES]) [S] dan kecepatan penguraian ES = k -1 [ES] + k [ES] Pada keadaan seimbang maka diperoleh persamaan : Kecepatan pembentukan = kecepatan penguraian k 1 ([E] [ES]) [S] = k -1 [ES] + k [ES] k 1 [E][S] k 1 [ES][S] = (k -1 + k ) [ES] k 1 [E][S] = (k 1 [S] + k -1 + k ) [ES] [ES] = jika Vo = k [ES] Vo = / jika Vmaks sebagai k [E] dan K M sebagai (k +k -1 )/k 1 maka akan diperoleh persamaan Michaelis- Menten, persamaan kecepatan bagi suatu reaksi enzimatik suatu substrat sebagai berikut : (4.1) Nilai K M dalam persamaan tersebut bersifat khas bagi enzim tertentu, dengan substrat spesifik pada kondisi ph dan suhu tertentu. Nilai K M yang semakin besar, maka semakin rendah kecepatan reaksi enzim (Vo) tersebut. Nilai K M yang tinggi berarti konsentrasi substrat yang diperlukan untuk memperoleh setengah kecepatan maksimum katalisisnya relatif tinggi. Bekatul dari varietas yang berbeda dimungkinkan memiliki nilai K M yang berbeda-beda, sehingga menentukan kecepatan pembentukan asam lemak bebas. 4. ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK BEKATUL Komposisi asam lemak bekatul dianalisis menggunakan alat gas kromatografi (GC-MS) di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Subang (Lampiran 5a, 5b, 5c, 5d). Secara umum, kandungan asam lemak yang dominan pada bekatul adalah asam palmitat (C16:0), asam oleat (C18:1), dan asam linoleat (C 18:). Tabel 6 memperlihatkan komposisi asam lemak bekatul dari keempat varietas. Pada bekatul varietas IR 64 dan ciherang kandungan asam oleat (C18:1) paling dominan, sedangkan pada varietas pandan wangi dan sintanur kandungan tertinggi adalah asam linolenat (C18:). Selain itu pada bekatul dari pandan wangi dan sintanur yang termasuk varietas aromatik memiliki asam lemak C0:1, yang tidak dimiliki oleh bekatul dari IR 64 dan ciherang. Belum diketahui secara pasti penyebab dari perbedaan tersebut. 19

Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kandungan asam palmitat dari varietas IR 64 dan ciherang berbeda nyata dengan pandan wangi, sedangkan sintanur tidak berbeda nyata dengan IR 64 dan ciherang maupun pandanwangi pada taraf 0.05 (Lampiran 6). Asam linoleat pandanwangi dan sintanur berbeda nyata dengan IR 64 maupun ciherang, sedangkan kandungan asam linolenat tidak berbeda nyata pada keempat varietas yang diujikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh bekatul memiliki kandungan asam lemak yang berbeda pada varietas yang berbeda. Menurut Resurrecction dan Juliano (1975), varietas padi mempengaruhi komposisi asam lemak bekatul. Tabel 6. Komposisi asam lemak bekatul pada empat varietas varietas komposisi asam lemak (% dari total) C14:0 C16:0 C16:1 C18:0 C18:1 C18: C18:3 C0:0 C0:1 IR 64 0.70 a 1.68 a 0.0 a.18 b 40.49 c 3.80 1.31 0.64 - Ciherang 1.16 b.36 a 0. ab 1.95 a 38.01 b 34.9 1.3 0.68 - Pandanwangi 1.06 b 8.35 b 0.9 b 1.84 a 3.9 a 33.97 1.38 0.50 0.33 a Sintanur 0.90 ab 6.49 ab 0.5 ab 1.85 a 33.1 a 34.98 1.47 0.59 0.35 a Keterangan : Nilai a, b, c pada taraf 0.05 Data ini memberikan konfirmasi bahwa bekatul kaya akan asam lemak tidak jenuh, kurang lebih 70% dari total lemak yang terkandung pada bekatul. Kandungan asam lemak tidak jenuh tertinggi terdapat pada varietas IR 64 yaitu sebesar 74.80%, dan yang paling rendah adalah pandanwangi sebesar 68.6%. Kandungan asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat dapat memberikan manfaat kesehatan seperti menurunkan kolesterol (Grundy, 1987) sehingga bekatul dan minyak bekatul sangat potensial untuk dikonsumsi sebagai sumber asam lemak tidak jenuh. Minyak bekatul dengan kadar asam lemak tidak jenuh yang tinggi sebaiknya tidak digunakan sebagai minyak goreng, tetapi sebagai minyak makan seperti halnya minyak kedelai yang memiliki kandungan oleat dan linoleat tinggi. Pemanasan yang terjadi selama proses menggoreng akan merusak asam lemak tidak jenuh sehingga tidak lagi mampu memberikan efek kesehatan yang diharapkan ketika dikonsumsi. Kandungan asam lemak bekatul yang kaya akan asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan kecepatan oksidasi bekatul yang menyebabkan kerusakan. Selain itu PUFA yang berbeda juga akan menghasilkan senyawa volatil yang berbeda saat terjadi oksidasi. Umumnya asam lemak yang memiliki struktur n-3 seperti asam linolenat akan menghasilkan off flavor yang lebih lemah dibanding zat volatil yang dihasilkan oleh asam lemak n-6 seperti asam linoleat. Tabel 7 menyatakan komposisi asam lemak pada minyak bekatul berbagai varietas lain. Berdasarkan tabel tersebut secara umum minyak bekatul kaya akan asam palmitat (C16:0), asam oleat (C18:1), dan asam linoleat (C18:). Walaupun demikian tetap terdapat perbedaan komposisi pada setiap varietas. Gilirang dan Inpari 7 memiliki kandungan asam linoleat yang lebih tinggi daripada asam oleat seperti pandanwangi dan sintanur, sedangkan inpari 8 dan varietas U.S. sama seperti IR 64 dan ciherang yang lebih tinggi pada kandungan asam oleat. Komposisi asam lemak bekatul yang berbeda dari empat varietas padi yang diamati serta empat varietas lainnya diduga disebabkan oleh perbedaan genetika pada setiap varietas dan perbedaan kondisi tanam. Taira (1989) membandingkan komposisi asam lemak bekatul varietas indica dan varietas japonica menyatakan bahwa varietas indica memiliki proporsi yang lebih 0

tinggi dibandingkan varietas japonica pada asam lemak palmitat, stearat, linolenat, dan arakidat sedangkan lebih rendah pada kadar asam oleat, linoleat, dan eicosanoat. Tabel 7. Komposisi asam lemak dari minyak bekatul berbagai varietas Jenis asam lemak Komposisisi asam lemak (%) Gilirang a Inpari 7 a Inpari 8 a Varietas U.S. b C 14:0 0.66 0.75 0.89 0.0 C 16:0 4.13 1.86.8 15.00 C 16:1 0.6 0.19 0.5 - C 18:0 1.99.13.10 1.90 C 18:1 3.4 35.3 41.54 4.50 C 18: 37.90 36.79 9.99 39.10 C 18:3 1.40 1.36 1.5 1.10 C 0:0 0.71 0.81 0.4 0.50 C 0:1 0.31 0.36 0.16 - C :0 - - - 0.0 a (Ubaidillah, 010) b (McCaskill dan Zhang, 1999) 4.3 KONDISI MAKSIMUM STABILISASI BEKATUL DENGAN TEKNIK EKSTRUSI ULIR GANDA TANPA DIE Stabilisasi bekatul pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan ekstruder ulir ganda tanpa die merk Berto. Pada penelitian ini, parameter yang diamati adalah kecepatan ulir dan kecepatan umpan. Kombinasi dari kedua parameter tersebut diperoleh dari program JMP sehingga diperoleh 13 kombinasi perlakuan. Pada parameter X1 (kecepatan ulir), nilai -1 adalah 1 hz, nilai 0 adalah 17 hz, dan nilai +1 adalah hz. Nilai -1 sebesar 1 hz ditentukan berdasarkan batas minimum dari ekstruder yang digunakan untuk berfungsi dengan baik. Nilai 0 dan +1 ditentukan dengan jarak sebesar 5 hz dari nilai -1. Pada parameter X (kecepatan umpan), nilai -1 adalah 10 hz, nilai 0 adalah 0 hz dan nilai +1 adalah 30 hz. Nilai -1 sebesar 10 hz juga merupakan batas minimum dari kecepatan umpan ekstruder agar dapat berfungsi dengan baik. Nilai 0 dan +1 ditentukan dengan jarak 10 hz, hal ini ditujukan agar perbedaan kecepatan umpan cukup signifikan. Bekatul yang digunakan dalam proses stabilisasi adalah bekatul segar yang baru digiling. Penggilingan dilakukan dengan rice huller sebanyak dua kali hingga sekam terlepas, kemudian beras pecah kulit disosoh dengan rice polisher. Pada tahap penyosohan, terjadi gesekan pada bulir beras sehingga diperoleh bekatul. Gesekan-gesekan yang terjadi menyebabkan peningkatan suhu dari beras sosoh dan bekatul yang dihasilkan. Pada tahap ini terjadi kontak langsung antara minyak bekatul dengan enzim lipase. Kondisi suhu yang meningkat tersebut turut mendorong aktivitas lipase dalam menghidrolisis lemak. Tahap penggilingan dan penyosohan beras harus dilakukan dalam waktu yang relatif singkat agar kerusakan bekatul minimum. 1

Bekatul yang telah dihomogenkan dengan dry mixer, kemudian dimasukkan ke dalam ekstruder tanpa die. Stabilisasi dilakukan pada berbagai kombinasi kecepatan umpan dan ulir sehinggga diperoleh 13 sampel bekatul terstabilisasi. Bekatul terstabilisasi tersebut diayak dengan ayakan 40 mesh agar diperoleh ukuran partikel bekatul yang sama serta memisahkan bekatul dari dedak kasar dan sekam. Stabilisasi bekatul pada penelitian ini tidak dilakukan dengan penambahan air, karena kadar air bekatul awal yang sudah cukup tinggi yaitu 1-13%. Analisis asam lemak bebas awal dilakukan pada 13 sampel bekatul terstabilisasi dari masing-masing varietas dan sampel bekatul tanpa stabilisasi untuk mengamati pengaruh dari stabilisasi. Analisis asam lemak bebas selanjutnya dilakukan setelah penyimpanan bekatul selama 15 hari dalam inkubator suhu 37 C. Suhu ini dipilih karena merupakan suhu optimum dari lipase bekatul menurut Luh et al.(1991). Kenaikan asam lemak bebas dari bekatul setelah 15 hari merupakan nilai Y yang digunakan dalam penentuan kondisi maksimum dengan metode RSM. Tabel 8 menunjukkan persamaan dan nilai R dari model respon permukaan pada keempat varietas. Tabel 8. Persamaan model dari keempat varietas Varietas Persamaan model R IR 64 Y= 96.587-1.157 X 1-0.437 X - 0.064 X 1 + 0.71 X X 1 + 0.353 X 0.58 Ciherang Y= 87.496 3.445 X 1 0.93 X + 0.176 X 1 + 0.849 X X 1 + 1.501 X 0.68 Pandan wangi Y= 75.645 4.40 X 1.576 X + 1.488 X 1 +.606 X X 1 +.640 X 0.69 Sintanur Y= 73.676.894 X 1 1.381 X + 1.075 X 1 + 0.90 X X 1 + 0.765 X 0.48 Model respon permukaan pada varietas IR 64 ditunjukkan pada Gambar 6. Pada varietas IR 64 nilai R sebesar 0.58, artinya model hanya menggambarkan 58% dari total perlakuan pada taraf 0.05, sedangkan 4% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain diluar variabel yang digunakan. Nilai P dari model tersebut sebesar 0.1919 lebih besar dari taraf 0.05, artinya model yang diperoleh pada IR 64 belum tepat (Lampiran 4a). IR 64 % Kenaikan 8 6 4-4 - 0 4 6 8 0 - -4 1.0 0.5 0.0 X -0.5-1.0 1.0 0.5 0.0-0.5-1.0 X1 Gambar 6. Model respon permukaan varietas IR 64

Nilai R untuk varietas ciherang sebesar 0.68, artinya model menggambarkan 68% dari total perlakuan pada taraf 0.05. Lampiran a menunjukkan model respon varietas ciherang. Nilai P dari model adalah 0.011 < taraf 0.05, sehingga model cocok untuk menggambarkan kondisi perlakuan (Lampiran 4b). Lampiran b menunjukkan model respon permukaan varietas pandanwangi dengan nilai R sebesar 0.69, artinya model menggambarkan 69% dari total perlakuan. Nilai P sebesar 0.0875 > nilai F 0.05, sehingga model yang diperoleh belum tepat (Lampiran 4c). Nilai R pada model respon permukaan varietas sintanur (Lampiran c) sebesar 0.48, artinya model tersebut hanya menggambarkan 48% dari total perlakuan. Nilai P sebesar 0.0043 < nilai F 0.05 yang berarti model yang dihasilkan cukup tepat (Lampiran 4d). Berdasarkan hasil yang diperoleh dari setiap varietas, maka kombinasi X 1 dan X yang menghasilkan kenaikan asam lemak bebas paling rendah berada pada nilai 1 hz dan 10 hz. Walaupun demikian hasil analisis statistika terhadap faktor kecepatan ulir dan kecepatan umpan menunjukkan bahwa faktor kecepatan ulir tidak secara signifikan mempengaruhi stabilisasi bekatul pada taraf 5% (nilai P X lebih besar dari 0.05). Pengaruh faktor kecepatan umpan yang tidak signifikan menunjukkan bahwa dalam proses stabilisasi bekatul yang dilakukan hanya kecepatan ulir ekstruder yang memiliki pengaruh terhadap nilai Y. Kecepatan ulir yang lebih tinggi akan menghasilkan panas lebih tinggi, namun akan menurunkan resident time bekatul di dalam laras ekstruder jika kecepatan umpan konstan sehingga waktu pemanasan bekatul menurun. Kecepatan umpan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya penumpukan bahan di dalam laras, sehingga pemanasan kurang merata. Pada umumnya resident time pada ekstruder adalah 30 detik. Waktu pemanasan yang kurang dapat menyebabkan inaktivasi lipase kurang sempurna dan reversibel. Kecepatan ulir (1 hz) dan kecepatan umpan (10 hz) yang digunakan merupakan batas minimum dari ekstruder agar tidak mengalami kerusakan, oleh karena itu untuk meningkatkan waktu pemanasan bekatul dapat dilakukan proses ekstrusi bekatul lebih dari satu kali. Peningkatan suhu ekstrusi tidak disarankan karena suhu yang digunakan sudah tinggi, jika ditingkatkan berpotensi merusak komponen nutrisi bekatul. Selain itu suhu yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan terjadinya case hardening, sehingga hanya bagian luar bekatul yang mengalami pemanasan sedangkan bagian dalamnya kurang memperoleh panas. Bekatul hasil stabilisasi yang disimpan selama 15 hari pada suhu 37 C menunjukkan terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas, walaupun demikian jika dibandingkan dengan bekatul tanpa stabilisasi yang disimpan dalam kondisi yang sama, terdapat penurunan yang signifikan pada bekatul terstabilisasi (Tabel 9). Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan stabilisasi dengan teknik ekstrusi ulir ganda dapat menghambat kerusakan hidrolitik pada bekatul. Tabel 9. Kenaikan kadar ALB bekatul pada kondisi tanpa dan dengan stabilisasi Varietas kenaikan kadar ALB (%) tanpa stabilisasi stabilisasi 1 IR 64 36.73 0.43 ciherang 51.48 1.4 pandanwangi 53.94 4.73 sintanur 54.8 13.55 1 stabilisasi pada kondisi nilai X1=1 hz dan X=10 hz 3

4.4 VERIFIKASI KONDISI STABILISASI BEKATUL Verifikasi kondisi stabilisasi bekatul dilakukan dengan proses ekstrusi pada suhu bagian awal ulir 130 o C, suhu bagian tengah 180 o C, suhu bagian akhir 30 C, kecepatan ulir 1 hz dan kecepatan umpan 10 hz dengan tiga ulangan. Tujuan verifikasi adalah untuk mengetahui model prediksi dengan kenyataan di lapangan. Berdasarkan perhitungan dari model varietas IR 64, diperoleh prediksi kadar kenaikan ALB sebesar 1.59%. Hasil verifikasi pada IR 64 menghasilkan kenaikan kadar ALB sebesar 3,85%. Perbedaan antara nilai prediksi dengan kenyataan sebesar 03.81%, hasil ini jauh diatas batas penerimaan. Murad (005) menyatakan bahwa perbedaan prediksi dengan verifikasi dibawah 10% model yang didapat dari percobaan yang dilakukan masih bisa diterima. Hasil prediksi kenaikan kadar ALB dari varietas ciherang sebesar 5.61%, dan kenaikan kadar ALB pada kondisi lapang sebesar 4.09%. Perbedaan antara keduanya sebesar 37.16%, hasilnya masih jauh si atas batas penerimaan. Pada pandan wangi, prediksi berdasarkan persamaan model sebesar 10.80%, sedangkan pada verifikasi di lapang sebesar 8.49%. Terdapat perbedaan 7.1% antara keduanya. Untuk varietas sintanur, hasil prediksi dari model sebesar 19.9% dan hasil verifikasi sebesar 9.00%. Terjadi perbedaan sebesar 114.33%. Perbedaan yang besar antara hasil verifikasi pada lapang dan hasil prediksi menunjukkan bahwa persamaan model yang diperoleh belum dapat menggambarkan kenaikan kadar ALB di lapangan. Peningkatan kadar asam lemak bebas masih terjadi pada bekatul yang telah distabilisasi, walaupun kenaikan yang terjadi jauh lebih rendah dibandingkan dengan bekatul tanpa stabilisasi dengan kondisi penyimpanan yang sama. Kondisi ini menjelaskan bahwa lipase pada bekatul belum seluruhnya berdenaturasi. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu pemanasan bekatul di dalam laras yang terlalu singkat namun terjadi keterbatasan pada alat ekstruder yang digunakan dan kurang meratanya distribusi panas pada bekatul. Kandungan air yang masih tinggi juga dapat menyebabkan proses hidrolisis lemak oleh lipase tetap berlangsung. Stabilisasi dengan teknik ekstrusi ulir ganda dapat diaplikasikan pada industri, karena ekstruder dapat disambungkan dengan mesin penggiling gabah sehingga kerusakan awal bekatul sebelum stabilisasi dapat minimum dan kerusakan lebih lanjut dapat dicegah. Bekatul hasil stabilisasi sebaiknya disimpan pada kondisi yang kering, dan suhu penyimpanan rendah agar tidak terjadi kenaikan kadar air yang dapat mendorong hidrolisis, serta suhu penyimpanan rendah menghambat aktivitas lipase yang tidak terdenaturasi dengan sempurna. 4