BAB 1 PENDAHULUAN. bangunan masjid. Masjid merupakan bangunan yang penting dan tidak dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 ANALISIS DATA. melakukan analisis terhadap bentuk arsitektur dan ragam hias masjid. Analisis yang

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. tradisional, dengan karakter dan gaya seni masing-masing. kepentingan dan fungsi-fungsi dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli

BAB 1 PENDAHULUAN. Gedung bouwpleog..., Yuri Arief Waspodo, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara memiliki beberapa Kesultanan pada masanya, yang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Unsur-Unsur Budaya pada Arsitektur Masjid Agung Darussalam, Bojonegoro

BAB 5 KESIMPULAN. 88 Universitas Indonesia. Gereja Koinonia..., Rinno Widianto, FIB UI, 2009

BAB IV UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN PADA ARSITEKTUR MASJID AGUNG DARUSSALAM BOJONEGORO. Terjadinya adaptasi percampuran budaya di Indonesia menandai adanya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN. yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari arsitektur, mesjid merupakan konfigurasi dari

Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT

BAB IV PERBANDINGAN PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GAYA KALIGRAFI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya Kabupaten. Bulungan Kalimantan Utara

Sejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung

ARSITEKTUR ISLAM PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. Masjid berasal dari kata sajada (bahasa arab) yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Wujud Akulturasi Budaya Islam Di Indonesia

Masjid Cipari, Masjid Tertua dan Unik di Garut

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta

JENIS-JENIS KALIGRAFI, MOTIF MOTIF ORNMEN, ORNAMEN MELAYU, ORNMEN ARAB, (LAMPIRAN) DENA LOKASI, PETA, GAMBAR MASJID,

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Adat merupakan ciri khas bangunan suatu etnik di suatu wilayah

BAB II LANDASAN TEORITIS...

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik

sesudah adanya perjanjian Wina dan terutama dibukanya terusan Suez. Hal

BAB V PENUTUP. 1. Kotinuitas Elemen Pembentuk Ruang

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta

ABSTRAK KAJIAN AKULTURATIF INTERIOR ISTANA MAIMUN DI MEDAN-SUMATERA UTARA (Periode Sultan Makmun Alrasyid Perkasa Alamsyah, )

BAB I PENDAHULUAN. adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Pada masa Nabi

BAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset

Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan

TUGAS AKHIR (TKA 490) MASJID RAYA JOHOR ARSITEKTUR ISLAM

87 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. oleh situasi politik di wilayah kerajaan-kerajaan yang didatangi (I G.N. Anom,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewajiban umat Islam untuk melaksanakan shalat, rukun kedua dari agama

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

Ranggih Semeru. Analisis Bentuk Fasade dan Tata Ruang Masjid Agung Tuban

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

MASJID CHENG HOO SURABAYA

I. PENDAHULUAN. dikarenakan Indonesia merupakan suatu negara kaya akan kebudayaan. Dengan

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

MASJID KALIWULU, CIREBON DALAM TINJAUAN GAYA BANGUNAN DAN ARKEOLOGI

UNSUR-UNSUR ARSITEKTUR KOLONIAL PADA MASJID CIPARI GARUT

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal

disamping didasarkan pada aspek kebudayaan juga dipertimbangkan dari sifat bahan dan

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Maamun Al-Rasyid Perkasa Alamsjah IX yang menjadi Sultan ketika itu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB 2 MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DAN SEJARAH MASJID SULTAN ABDURRAHMAN PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT

pada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad

ABSTRAK. Kata kunci: Pertemuan budaya, Mesjid Raya Cipaganti, Kolonial, Schoemaker. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

1.Sejarah Berdiri Istana Maimun, terkadang disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini didominasi warna

BAB 4 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Bntuk dan..., Albertus Napitupulu, FIB UI, 2009

2015 ORNAMEN MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA

Senarai Gambar, Peta dan Rajah

ARSITEKTUR ABAD PERTENGAHAN (MEDIAFAL) ARSITEKTUR BIZANTIUM

Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

Pengaruh Belanda dalam Arsitektur Masjid Agung di Priangan

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. bayang-bayang kekuasaan Kesultanan Melayu Deli. Kesultanan Melayu Deli

BAB I PENDAHULUAN. berubah dibandingkan dengan perancangan bangunan tempat ibadah pada masa

BAB II SEJARAH BERDIRINYA MASJID SABILUN NAJAH DI BEBEKAN TIMUR KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

2.2 Tinjauan Gaya Neo Klasik Eropa dan Indonesia Sejarah Gaya Arsitektur Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara

DAFTAR ISI. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian...56

BAB I PENDAHULUAN. Definisi perkembangan menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu proses

ORNAMEN MASJID AGUNG BAITURRAHMAN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 : Gedung Setda Kab. Purworejo Sumber : Dokumen Pribadi

BAB III PERKEMBANGAN ARSITEKTUR MASJID AGUNG LAMONGAN. A. Perkembangan Arsitektur Masjid Agung Lamongan

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

Penelaahan deskriptif dan grafis rumah tradisional di pemukiman etnik tertentu di Indonesia (2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ABSTRACT. Key words : acculturation, architecture, Bandung Lautze 2 and Ronghe Mosque ABSTRAK

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu bentuk arsitektur yang umum dikenal bagi masyarakat Islam adalah bangunan masjid. Masjid merupakan bangunan yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari segala kegiatan sosial budayanya. Fungsi masjid tidak lagi hanya sekedar tempat untuk melakukan hubungan ritual antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga berfungsi sebagai tempat melakukan hubungan antar manusia, bahkan dapat saja digunakan untuk mencari ilmu (Wiryoprawiro, 1986 : 155). Masjid sebagai suatu bangunan tentunya merupakan arsip visual dari gambaran kehidupan manusia yang melahirkannya sesuai dengan zamannya. Sebagai aspek kultural yang melengkapi perwujudan dari segala kegiatan manusia masjid telah mengisi sejarah perkembangan manusia tersebut dengan penuh gaya dan kebesaran. Zaman keemasan dari para sultan Islam yang kaya raya dan penuh 1

kharisma dalam kekuasaannya juga berhasil diabadikan pada bangunan-bangunan masjid dan arsitektur lainnya (Rochym, 1983 : 16). Menurut bahasanya, kata masjid berasal dari sebuah kata pokok dalam bahasa Arab, yaitu sajada (tempat sujud). Kata masjid, sebenarnya diperoleh dari bahasa Aram (salah satu rumpun bahasa di Arab). Sedangkan di Etiopia terdapat kata mesgad yang berarti kuil atau gereja (Gibb, 1953 : 330). Apabila ditinjau dari kegunaan semula masjid, maka masjid merupakan tempat untuk bersujud, yaitu tempat untuk melaksanakan sholat sebagai wujud dalam menjalankan perintah Allah sesuai dengan ajaran Islam. Sesuai dengan kebesaran Allah yang memiliki seluruh jagat ini, maka bersujud kepada-nya dapat dilaksanakan di mana saja (Rochym, 1983 : 18). Sebuah Hadis Nabi yang diceritakan oleh Tirmizi dari Abi Said Al-Chudri berbunyi bahwa tiap potong tanah itu adalah masjid. Kemudian dalam Hadis yang lainnya Nabi Muhammad saw menerangkan : Telah dijadikan tanah itu masjid bagiku, tempat sujud (Aboebakar, 1955 : 3). Istilah masjid di Indonesia bukanlah istilah tunggal untuk menyebut bangunan khusus tempat beribadat umat Islam. Pada beberapa daerah terdapat istilah tersendiri dalam penamaan bangunan masjid, meski penulisan dan pengucapannya hampir memiliki kemiripan, seperti mesigit (Jawa Tengah), masigit (Jawa Barat), meuseugit (Aceh), dan mesigi (Sulawesi) (Ambary, 1994 : 6). Masjid merupakan salah satu peninggalan arkeologi masa Islam yang merupakan simbol dari adanya pemukiman muslim di suatu tempat. Di Indonesia 2

banyak sekali terdapat peninggalan-peninggalan dari masa Islam. Salah satu di antaranya adalah peninggalan berupa masjid-masjid kuno. Masjid-masjid kuno di Indonesia sangat beragam bentuknya dan dari masing-masing daerah memiliki ciri khas dalam bentuk arsitektur masjidnya. Hal itu disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan dari tiap-tiap daerah tempat masjid tersebut didirikan. Kekhasan bentuk masjid kuno yang ada di Indonesia di antaranya dapat terlihat pada bentuk masjid-masjid kuno di Sumatera Barat. Contohnya pada Masjid Taluk yang memiliki atap seperti atap rumah Minangkabau. Atapnya landai meruncing seperti tanduk kerbau, bertingkat-tingkat, sambung-menyambung dari bawah sampai ke atas. Begitu juga pada Masjid Asasi Nagari Gunung yang beratapkan ijuk yang meruncing, bersusun tiga tingkat dengan teratur (Sugiyanti et all, 1999 : 21-22). Penelitian tentang bentuk masjid kuno di Indonesia, khususnya bangunan masjid di jawa dilakukan oleh G.F. Pijper, dan diketahui bahwa ciri-ciri masjid kuno di jawa antara lain: 1. Denahnya berbentuk persegi. 2. Didirikan di atas pondasi yang masif. 3. Masjid memiliki atap tumpang, terdiri dari 2 sampai 5 tingkat, makin ke atas makin kecil. 4. Masjid memiliki ruangan mihrab yang terletak di sebelah barat/barat laut. 5. Masjid memiliki serambi di depan maupun di kedua sisinya. 3

6. Halaman di sekeliling masjid dibatasi tembok dengan satu pintu masuk/gapura di depan (Pijper, 1984 : 15). Selain ciri-ciri khusus yang disebutkan di atas, Pijper menambahkan beberapa ciri tambahan antara lain, yaitu dibangun di sebelah barat alun-alun, arah mihrab tidak tepat ke kiblat, dibuat dari bahan yang mudah rusak, dahulu dibangun tanpa serambi, dan masjid dibangun di atas tiang kolong (Pijper, 1984 : 15, 16, 19, 23, 46). Kemudian Sutjipto Wirjosuparto (1961) juga meneliti mengenai bentuk masjid-masjid di Indonesia. Dalam karangannya yang berjudul Sedjarah Bangunan Masjid di Indonesia, ia membagi masjid-masjid di Indonesia ke dalam 4 jenis bangunan yaitu: 1. Masjid berdasarkan bentuk bangunan Indonesia asli. Bentuk bangunan yang sama sekali tidak mengambil contoh bentuk dari kebudayaan asing. Bentuk ini sudah dikenal sebelum bangsa Indonesia menerima pengaruh asing, khususnya India. Contoh: bentuk bangunan surau atau langgar yang berdenah segi empat, berdiri di atas empat buah tiang. Kenyataan ini adalah bukti bahwa rumah dengan bentuk panggung merupakan bentuk asli arsitektur Indonesia. 2. Masjid berdasarkan bangunan pendapa. Bentuk yang tercipta dari proses akulturasi dua bentuk budaya yang berbeda. Kebudayaan Indonesia asli dan kebudayaan India, sehingga lahir 4

suatu bentuk kebudayaan yang bercorak Indonesia asli. Contoh bentuk bangunan ini adalah bentuk masjid dengan model atap bertingkat. 3. Masjid berdasarkan bentuk bangunan Mesir, Iran, Irak dan India. Bentuk ini timbul setelah dibukanya terusan Suez pada tahun 1870 M, yang memungkinkan terjadinya hubungan negara-negara Islam dengan dunia luar, termasuk Indonesia. 4. Masjid berdasarkan teknik bangunan modern. Bentuk masjid tipe ini berkembang seiring dengan kemajuan dan kemampuan bangsa Indonesia menguasai teknologi maju. Contohnya adalah masjid yang dibangun setelah era kemerdekaan bangsa Indonesia, seperti Masjid Syuhada di Yogyakarta (Wirjosuparto, 1961 : 65-74). Salah satu masjid kuno yang dibicarakan dalam kajian ini adalah Masjid Sultan Abdurrahman yang terdapat di Pontianak, Kalimantan Barat. Masjid ini tampaknya memiliki ciri-ciri masjid kuno yang dipaparkan Pijper dan juga masuk kriteria masjid yang disebutkan Wirjosuparto di atas. Masjid Sultan Abdurrahman merupakan masjid Kesultanan Pontianak yang terletak di tepi timur sungai Kapuas Besar tepatnya di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kotamadaya Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Luas lahan masjid 6755 m², sedangkan luas bangunan masjidnya 1250 m². Masjid ini pertama kali didirikan pada tahun 1771 M oleh Syarif Abdurrahman (1778-1808) yang merupakan pendiri Kesultanan Pontianak. Pada 5

masjid ini terdapat inskripsi yang menggantung pada mihrabnya. Inskripsi tersebut bertuliskan arab melayu dan disebutkan bahwa pendiri masjid ini adalah Sultan Syarif Usman yang merupakan sultan kemudian setelah Sultan Syarif Abdurrahman. Sampai sekarang nama masjid ini terkenal dengan sebutan Masjid Sultan Abdurrahman. Unsur pengaruh lokal antara lain nampak atau terlihat pada atapnya yang berlapis-lapis atau bertingkat-tingkat yang dikenal sebagai atap tumpang yang merupakan salah satu ciri masjid-masjid kuno di Indonesia 1, sedangkan pengaruh asing nampak terlihat pada bentuk puncak atapnya seperti kubah yang menyerupai bangunan lonceng (Aboebakar, 1955 : 243 ; Haris, 1984 : 28). Atap kubah ini dikelilingi oleh empat buah kubah kecil pada keempat sudutnya yang menurut Abubakar Aceh mengingatkan pada bentuk menara adzan. Pada puncak atap masjid ini terdapat mustoko yang terbuat dari keramik dengan bentuk seperti vas. Selain itu, pengaruh asing ini nampak pula pada ukuran pintu dan jendelanya yang lebar dengan kaca kristalnya, yang mengingatkan pada bangunanbangunan kolonial seperti rumah-rumah Belanda di Indonesia (Haris, 1984 : 28). Konstruksi dari Masjid Sultan Abdurrahman sebagian besar masih menggunakan konstruksi dari kayu. Masjid ini memiliki pondasi berbentuk rumah panggung yang memperlihatkan ciri lokal (bangunan setempat), seperti rumah-rumah tinggal di Pontianak. Begitu pula halnya pada rumah tinggal di Kalimantan Barat atau di Kalimantan umumnya. 1 Ciri-ciri masjid kuno atau tradisional di jawa yang diajukan oleh Pijper diantaranya adalah masjid memiliki atap tumpang, terdiri dari 2 sampai 5 tingkat, makin ke atas makin kecil. 6

Masjid Sultan Abdurrahman sudah mengalami beberapa kali pemugaran, antara lain pada tahun 1984, dilakukan pergantian pada plafond masjid dari papan kayu yang diganti dengan seng bergelombang. Terakhir pada tahun 1996, yaitu melakukan pengecoran pada tiang-tiang pondasi dan penggantian atap masjid yang sudah rusak dengan papan belian yang baru. Proyek pemugaran tersebut dilakukan oleh Bagian Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Kalimantan Barat (Anonim, 1996 : 3). Studi kelayakan pada Masjid Sultan Abdurrahman telah dilakukan oleh Tawalinuddin Haris (1984), yaitu memberikan rekomendasi untuk dilakukan pemugaran pada Istana Qadriah, Masjid Sultan Abdurrahman, dan Kompleks Makam Batu Layang karena bangunan-bangunan tersebut merupakan peninggalan arkeologis yang harus dipelihara dan dilindungi. Selain itu, hasil dari studi kelayakan tersebut diharapkan dapat menunjang aspek Wisata-Budaya yang ada di Pontianak. Selanjutnya terdapat penelitian yang membahas tata kota Pontianak yang dilakukan oleh Wardiyah (2004) menyebutkan bahwa tata kota yang dibangun Kesultanan Pontianak dilihat dari komponen-komponen pendukung kotanya memperlihatkan persamaan dengan kota-kota tradisional bercorak Islam di Nusantara, yaitu terlihat dari adanya bangunan istana, masjid jami, alun-alun, komplek makam, pasar, pelabuhan, dan kampung-kampung pedagang. Akan tetapi penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya kurang membahas secara mendalam mengenai tinjauan arsitektur serta sejarah Masjid Sultan Abdurrahman, mengingat masjid ini merupakan masjid tertua peninggalan Kesultanan Pontianak. 7

Masjid ini memiliki keunikan pada puncak atapnya yang menyerupai bentuk lonceng. Selain itu, sebagian besar konstruksi bangunan masjidnya masih terbuat dari kayu. Untuk itu, penelitian yang lebih mendalam terhadap bangunan Masjid Sultan Abdurrahman dan juga latar belakang sejarahnya diperlukan untuk dapat mengetahui pengaruh kebudayaan yang tampak pada masjid ini. 2. Perumusan Masalah Sebuah karya arsitektur pada dasarnya terdiri dari dua aspek penting yaitu bentuk dan ide. Dua aspek tersebut, di antaranya menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan konstruksi, bentuk, tata letak, tata ruang, dan simbol (Saptono, 1996:1). Salah satu karya arsitektur peninggalan kebudayaan Islam yang cukup terkenal dalam hal ini adalah masjid. Masjid sebagai salah satu bentuk arsitektur peninggalan kebudayaan Islam merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji karena di dalam pembangunannya tidak memiliki suatu aturan yang baku, baik dalam Al-Quran maupun Hadist. Hal ini kemudian menjadikan bentuk-bentuk masjid menjadi beraneka ragam pada tiap wilayah. Keadaan ini diperkuat lagi oleh adanya sifat keterbukaan dan sikap toleran dari ajaran agama Islam terhadap adat kebiasaan lama suatu daerah selama tidak bertentangan dengan akidah Islam. 8

Pada proses pembangunan masjid, tidak terlepas kemungkinan masuknya pengaruh lokal maupun asing dalam bangunan masjid yang kemudian disesuaikan dengan kaidah-kaidah Islam. Sebagai contoh menara Masjid Agung Banten yang mendapat pengaruh mercusuar Eropa. Kemudian bangunan Masjid Agung Manonjaya yang mendapat pengaruh arsitektur tradisional maupun arsitektur kolonial. Pengaruh arsitektur tradisional terlihat pada atapnya yang tumpang, pondasi yang masif, dan denahnya yang persegi empat, sedangkan pengaruh arsitektur kolonial terlihat pada pintu dan jendela yang menggunakan kaca, ambang pintu yang besar dan tiang-tiang utama yang bergaya kolonial. Penerapan unsur-unsur kebudayaan asing tersebut merupakan salah satu bukti bahwa pertumbuhan arsitektur bangunan masjid dalam perkembangannya mengalami percampuran dengan unsur-unsur arsitektur tradisional (lokal) yang telah ada. Oleh karena itu, dalam perkembangan bentuk masjid di Indonesia, cukup banyak ditemukan masjid-masjid yang memadukan unsur lokal maupun asing dalam tampilan arsitekturnya. Hal ini, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, terlihat juga pada bangunan Masjid Sultan Abdurrahman, yaitu pada bentuk dan gaya arsitektur yang terdapat pada bangunannya memperlihatkan adanya perpaduan antara unsur pengaruh lokal dengan unsur pengaruh asing. Hal itu terlihat pada bangunan atap masjidnya yang bertumpang empat, dan pada atapnya yang keempat berbentuk kubah. Kemudian juga terlihat pada pintu masuknya yang besar-besar, dan masjid didirikan dengan ditopang tiang-tiang. Untuk itu timbul suatu permasalahan mengenai masjid 9

ini yaitu bagaimanakah bentuk arsitektur Masjid Sultan Abdurrahman? Seberapa kuat unsur lokal maupun asing dalam mempengaruhi bangunan masjid ini? 3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara umum bentuk arsitektur Masjid Sultan Abdurrahman. Selain itu, tujuan penelitian berikutnya adalah dapat diketahuinya unsur-unsur (lokal atau asing) yang mempengaruhi arsitektur Masjid Sultan Abdurrahman, sehingga dapat terlihat akulturasi budaya yang tampak pada masjid ini. Tujuan penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai masjid kuno di Kalimantan, serta dapat bermanfaat bagi penelitian mengenai bentuk Masjid Kuno di Indonesia pada umumnya. 4. Ruang Lingkup dan Sumber Data Ruang lingkup penelitian meliputi sejarah, arsitektur bangunan masjid beserta komponen-komponennya yang terdapat pada bangunan masjid seperti atap, dinding, tiang, mihrab, mimbar, pintu, jendela, lantai, serambi, pondasi dan kopel. Aspek yang akan diteliti meliputi kajian arsitektur, ragam hias, dan latar belakang sejarah Masjid Sultan Abdurrahman. Data primer dalam penelitian ini adalah bangunan Masjid Sultan Abdurrahman dan komponen-komponennya yang terletak di sebelah Timur Sungai Kapuas Besar tepatnya di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kotamadaya Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Kemudian data sekunder 10

meliputi literatur-literatur kepustakaan yang berkaitan dengan topik penelitian, serta data pemugaran masjidnya. 5. Metode Penelitian Untuk sampai kepada tujuan penelitian, diperlukan seperangkat metode kerja yang komprehensif dan sistematis. Secara umum tahapan kerja yang dilakukan berturut-turut adalah tahap pengumpulan data, pengolahan data dan penafsiran data. Tahap mengumpulkan data pada penelitian ini terdiri dari studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan meliputi pengumpulan daftar pustaka yang berhubungan dengan penelitian, contohnya seperti inventarisasi sumber pustaka yang berhubungan dengan arsitektur masjid pada umumnya. Data-data kepustakaan yang dikumpulkan terutama yang berhubungan dengan sejarah Masjid Sultan Abdurrahman, masjid-masjid kuno di Indonesia, data pemugaran Masjid Sultan Abdurrahman, dan sejarah Islam di Kalimantan Barat. Sumber pustaka tersebut penting artinya dalam menunjang pengamatan di lapangan, sekaligus menjadi dasar pemahaman aspek sejarahnya. Studi lapangan meliputi peninjauan langsung ke bangunan yang dijadikan objek penelitian dengan melakukan pendeskripsian. Pendeskripsian objek penelitian dilakukan secara verbal (uraian) dan piktorial (gambar) berupa pengukuran, pencatatan, pemotretan dan penggambaran pada komponen-komponen utama masjid yang meliputi denah, pondasi, ruang utama, mihrab, mimbar, serambi, jendela, pintu, tiang masjid, atap masjid, serta komponen tambahan masjid seperti beduk, tempat 11

wudhu, kopel dan tiang bendera masjid. Adapun untuk memudahkan tahap deskripsi ini, maka dipergunakan sistematika deskripsi mulai dari bagian dasar, tubuh, dan atap masjid. Tahap selanjutnya adalah pengolahan data. Dalam tahap ini analisis data dilakukan setelah data kepustakaan dan data lapangan terkumpul. Analisis yang dilakukan dalam tahap ini adalah menggunakan analisis morfologi dan analisis gaya yang bertujuan untuk mengetahui bentuk arsitetur dan ornamental dari masjid. Analisis morfologi terhadap bangunan masa Islam adalah melakukan pengamatan terhadap variabel yang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian dasar, tubuh, dan atap. Selain itu, variabel ukuran, denah dan ragam hias juga merupakan satuan pengamatan yang harus diperhatikan (Mundardjito, 1999 : 95). Analisis bentuk morfologi pada Masjid Sultan Abdurrahman meliputi analisis terhadap bagian dasar seperti ; pondasi dan lantai. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap bagian tubuh, yaitu : ruang utama, mihrab, mimbar, serambi, pintu, jendela dan tiang. Lalu analisis terhadap atap masjid. Selain itu, juga dilakukan analisis terhadap bagian lainnya seperti ; tiang bendera dan kopel masjid. Analisis gaya adalah melakukan pengamatan terhadap variabel berupa ragam hias, baik yang berupa ragam hias arsitektur maupun ragam hias dekoratif (Mundardjito, 1999 : 96). Analisis gaya terhadap Masjid Sultan Abdurrahman adalah melakukan pengklasifikasian ragam hias arsitektural dan ornamental. Pengklasifikasian dilakukan dengan cara pembuatan tipe-tipe. Ragam hias arsitektural yang diklasifikasi adalah tiang, pintu dan jendela. Sementara itu ragam hias 12

ornamental yang diklasifikasi meliputi ragam hias ornamental yang terdapat pada Masjid Sultan Abdurrahman berupa motif tumbuh-tumbuhan, motif kaligrafi dan motif lainnya. Tahap yang terakhir adalah penafsiran data. Dalam tahap ini data-data yang diperoleh dari tahap pengumpulan data dan pengolahan data dicoba untuk dirangkum untuk menghasilkan suatu kesimpulan berdasarkan kepada permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai. 13