Sri Hariati Dongge,S.Farm,Apt,MPH Dinas Kesehatan Kab. Konawe Sulawesi Tenggara

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK

PENGANTAR. Akhirnya atas partisipasi dan ketulusan Bapak/Ibu mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terimakasih. Peneliti Tris Mundari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan

PERANAN APOTEKER DALAM PEMBERIAN INFORMASI OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI ANDI SULTHAN DAENG RADJA KABUPATEN BULUKUMBA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang

Karateristik Masyarakat Yang Melakukan Swamedikasi Di Beberapa Toko Obat Di Kota Makassar. Program Studi Diploma III Farmasi Yamasi.

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker (Menkes, RI., 2014). tenaga teknis kefarmasian (Presiden, RI., 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI. LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... LEMBAR MOTTO..

Lampiran 1.Penilaian yang dirasakan dan harapan pada variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

OPINI APOTEKER DAN PASIEN TERHADAP PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KOTA MERAUKE DEASY ABRAHAM THOE, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KARAKTERISTIK TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN ANTARA PENGGUNAAN OBAT GENERIK DAN OBAT PATEN DI APOTEK KETANDAN FARMA KLATEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN MERTOYUDAN KABUPATEN MAGELANG

KUESIONER TENTANG PROFIL KINERJA PRAKTIK FARMASI KOMUNITAS/APOTEK DI KABUPATEN DELI SERDANG

Tingkat Kepuasan Pasien Jamkesmas Terhadap Pelayanan Rawat Jalan Pusat Kesehatan Masyarakat Ampenan Tahun 2013

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN PERSEPSI APOTEKER TERHADAP KONSELING PASIEN DAN PELAKSANAANNYA DI APOTEK KABUPATEN SUKOHARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SOAL PILIHAN GANDA PENGANTAR ILMU FARMASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Jalur Distribusi Obat

LAMPIRAN. PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PERAN APOTEK SEBAGAI TEMPAT PELAYANAN INFORMASI OBAT DI KECAMATAN KETAPANG MADURA A. Identitas Responden

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FORUM NASIONAL II : Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia. ACHMAD NURSYANDI, Apt., MPH. Prof. Dr. MUSTOFA, Apt. MUBASYSYIR HASANBASRI, MD, MA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KUESIONER PENELITAN. 1. Umur :.th 1) : Dewasa dini 2) : Dewasa madya 3). >60 : Dewasa lanjut. 2). 5 : sedikit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Desa

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap konsumen apotek di wilayah kecamatanbanjarnegara.data

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman tentang perilaku konsumen dapat memberikan penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

MAKALAH FARMASI SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas (quality improvement) pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan mutlak diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK. 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek. Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

Roekmy Prabarini Ario, Widodo J. Pudjiraharo, Djazuly Chalidyanto

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. No Peresepan Resep % Tidak Sesuai 4,68 % - 4,68 / 100 X 100% = 4,68 %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta

HUBUNGAN DOKTER-APOTEKER APOTEKER-PASIENPASIEN SERTA UU KEFARMASIAN TENTANG OBAT

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN AKHIR Survey Indeks Kepuasan Masyarakat sesuai Kepmenpan Nomor 25/M.PAN/2/2004 RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta memiliki satu Instalasi gudang farmasi kota (Dinkes Kota Solok, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan. Fakultas Farmasi Universitas Tjut Nyak Dhien, Medan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan. Fakultas Farmasi Universitas Tjut Nyak Dhien, Medan

BAB I PENDAHULUAN. Terciptanya masyarakat yang sehat tidak terlepas dari pentingnya menjaga

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Studi Pendahuluan dan Penentuan Jumlah Sampel Penelitian

KUISIONER SELF-EFFICACY

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

DAFTAR PERTANYAAN. Partisipan yang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN PELAYANAN TENTANG PENYIAPAN DAN PENYALURAN OBAT DAN PRODUK STERIL DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PO TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan

1.1. Keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI PENUTUP. korelasi sebesar 72,2%, variabel Pelayanan informasi obat yang. mendapat skor bobot korelasi sebesar 74,1%.

TESIS. Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S2. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan baik untuk menghilangkan gejala/symptom dari suatu penyakit,

BAB I PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hal yang harus mendapat perhatian dari pemerintah sebagai salah satu upaya

BAB I PENDAHULUAN. beberapa indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development. sosial ekonomi masyarakat (Koentjoro, 2011).

Transkripsi:

FORUM NASIONAL II : Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia PERSEPSI FARMASIS TENTANG KEBIJAKAN SUBSTITUSI GENERIK DAN PELAKSANAANNYA DI KABUPATEN KONAWE Sri Hariati Dongge,S.Farm,Apt,MPH Dinas Kesehatan Kab. Konawe Sulawesi Tenggara HOTEL HORISON MAKASSAR, 28-29 September 2011

LATAR BELAKANG Obat merupakan salah satu komponen pelayanan kesehatan yang paling mahal Harga obat bervariasi, misalnya : untuk amoxicillin 250 mg (generik) Rp. 259 sedangkan amoxan 250 mg (sanbe) Rp. 1.584 (Budiharto,2004) Salah satu cara pemerintah untuk menjamin keterjangkauan obat yaitu dengan program obat generik (Permenkes RI 02.02 tahun 2010) Farmasis dapat berperan meningkakan penggunaan obat dengan biaya optimal melalui obat generik, hal ini sesuai dengan PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian pada pasal 24b Substitusi generik di Kabupaten Konawe belum sepenuhnya berjalan maksimal terutama di apotek swasta dan pelaksanaan substitusi terkadang hanya dilakukan jika obat yang diresepkan oleh dokter tidak tersedia atau obat kosong.

Rumusan Masalah Bagaimana persepsi farmasis tentang kebijakan substitusi generik dan pelaksanaannya di Kab. Konawe Tujuan Penelitian Tujuan Umum : Menganalisis persepsi apoteker, dan tenaga teknis kefarmasian di Kab. Konawe tentang kebijakan substitusi generik Tujuan Khusus : 1. Menilai pelaksanaan substitusi generik oleh farmasis di Kab. Konawe setelah dikeluarkannya PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian pada pasal 24b dan Permenkes RI 02.02 tahun 2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. 2. Menghitung frekuensi substitusi generik di Kab. Konawe setelah dikeluarkannya PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian pada pasal 24b dan Permenkes RI 02.02 tahun 2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.

Landasan teori Regulasi/kebijakan Farmasis Persepsi Membentuk Sikap Mempengaruhi Perilaku

KERANGKA PIKIR PENELITIAN PP Nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian pada pasal 24b Permenkes RI 02.02 tahun 2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah Farmasis Persepsi tentang kebijakan substitusi generik Pelaksanaan substitusi generik Frekuensi substitusi generik

Kerangka konsep penelitian PP No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian pasal 24b Permenkes RI 02 02 Tahun 2010 Tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan pemerintah Variabel bebas Persepsi farmasis tentang kebijakan substitusi generik Indikator : 1.pendapat tentang substitusi generik 2.pengetahuan tentang substitusi generik Variabel terikat Pelaksanaan kebijakan subtitusi generik Indikator : 1.Sikap substitusi generik 2. tindakan substitusi generik 3. Persentase Substitusi generik

METODE PENELITIAN RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini menggunakan cross sectional survey pada farmasis yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. SUBJEK PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah 47 orang Farmasis yang terdiri atas apoteker, dan tenaga teknis kefarmasian yang bekerja di apotek, puskesmas, dan instalasi farmasi rumah sakit di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara.

CARA ANALISIS DATA DATA TERKUMPUL KUESIONER OBSERVASI RESEP ANALISIS DISTRIBUSI FREKUENSI ANALISIS BIVARIAT TABEL PERSENTASE

HASIL PENELITIAN GAMBARAN DAERAH PENELITIAN Ibukota : Unaaha Luas wilayah : 11.669,91 km² Kepadatan penduduk : 33,7 jiwa pada tahun 2009 Tersedia : 1 rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur berjumlah 111 bed pada tahun 2010, 29 Puskesmas, 10 apotek, dan 2 toko obat.

KARAKTERISTIK RESPONDEN No. Karakteristik Responden Keterangan Jumlah (f) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. Jenis Kelamin Umur Lama bekerja Pendidikan Kefarmasian a. Laki-Laki b. Perempuan a. 20-30 tahun b. 31-40 tahun c. 41-50 tahun d. 51-60 tahun a. 1-5 tahun b. 6-10 tahun c. 10 tahun a. Apoteker b. Sarjana Farmasi c. D3 Farmasi d. Sekolah Menengah Farmasi 13 34 37 7 2 1 37 3 6 14 13 17 3 28 72 79 15 4 2 79 6 13 30 28 36 6

Persepsi Farmasis Tentang Kebijakan Substitusi Generik dan Pelaksanaannya di Kabupaten Konawe

Pengetahuan Farmasis di Kabupaten Konawe Tentang Kebijakan Substitusi Generik Pertanyaan dan respon Ya Tidak n % n % 1. Apakah ada peraturan yang mengharuskan substitusi generik oleh farmasis? 2. Apakah ada peraturan yang mengharuskan farmasis untuk mengganti obat merek lain, tetapi dengan obat yang sejenis? 3. Apakah apotek mempunyai daftar obat esensial nasional 2008? 4. Apakah apotek wajib memiliki satu produk untuk setiap obat yang termasuk dalam daftar obat esensial nasional 2008? 5. Dapatkah apotek menentukan produk generik yang akan dijual? 6. a. Apakah farmasis memberikan informasi kepada konsumen mengenai substitusi generik dengan alasan harga obat generik lebih murah? b. Apakah farmasis memberikan informasi kepada konsumen mengenai produk obat? c. Apakah farmasis memberikan informasi kepada konsumen mengenai masa kadaluarsa obat? 7. Ketika ada beberapa obat generik dari pabrik yang berbeda bisakah konsumen menentukan produk generik yang akan dibeli? 8. Apakah ada insentif dari pemilik pabrik kepada apote yang memberikan obat generik? 40 32 40 37 29 36 31 34 28 35 85 68 85 79 62 77 66 72 60 74 7 15 7 10 18 11 16 13 19 12 15 32 15 21 38 23 34 28 40 26

Pendapat Farmasis di Kabupaten Konawe Tentang Implementasi Kebijakan Substitusi Generik Pertanyaan dan respon n % 1. Apakah anda setuju bahwa farmasis harus diberi hak substitusi generik? a. (ya) b. (tidak) 2. Manakah dari standar kompetensi farmasis yang memperbolehkan farmasis melakukan substitusi generik? a. Asuhan kefarmasian b. Akuntabilitas praktek farmasis c. Manajemen praktis farmasis d. Pendidikan dan pelatihan farmasis 3. Manakah dari standar praktek berikut yang anda pilih? a. Apoteker diperbolehkan untuk melakukan substitusi generik tanpa berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep b. Apoteker harus berkonsultasi dengan dokter yang menuliskan resep ketika melakukan substitusi generik c. Apoteker hanya diminta untuk berkonsultasi dengan dokter yang menuliskan resep ketika menggantikan obat tertentu 4. Kelompok obat mana yang anda lebih pilih untuk berkonsultasi dengan dokter yang menuliskan resep ketika melakukan substitusi generik? a. Obat daftar W (obat bebas dan obat bebas terbatas) b. Obat daftar G (obat keras) c. Obat daftar O (Narkotika) d. Obat psikotropika e. Obat dengan indeks terapi sempit f. Lain-lain (jelaskan) 46 1 35 3 1 9 19 20 10 6 28 20 14 21 1 94 2 74 6 2 19 40 42 21 12 60 42 29 44 2

PELAKSANAAN SUBSTITUSI GENERIK Pertanyaan dan respon n % 1. Dalam praktek, seberapa sering anda berkonsultasi dengan dokter ketika melakukan substitusi? a. Tidak pernah b. Jarang (1 x dalam sebulan) c. Kadang-kadang d. Sering e. Selalu f. Tidak menjawab 2. Tolong beritahu alasan anda mengapa tidak berkonsultasi dengan dokter ketika melakukan substitusi generik? Jawaban boleh lebih dari 1 pilihan a. Obat-obatan yang diresepkan adalah obat bebas atau bebas terbatas yang tidak memerlukan konsultasi dengan dokter yang menuliskan resep b. Tidak punya nomor telepon dari dokter c. Terlalu sibuk d. Kurangnya kepercayaan diri untuk berkomunikasi dengan dokter e. Tidak tertarik untuk berkonsultasi dengan dokter f. Tidak merasa perlu berkonsultasi dengan dokter g. lain-lain (jelaskan) 3. Apa jenis informasi yang anda berikan kepada dokter saat melakukan substitusi generik? Ja waban boleh lebih dari 1 pilihan a. Alasan untuk substitusi generik b. Pilihan obat generik c. Harga obat generik d. Alasan hemat biaya e. Kualitas obat generik f. Kepuasan pasien dengan obat generik g. Pengalaman anda sendiri dengan obat generik h. Lain-lain (jelaskan) 4. Apa jenis informasi yang anda berikan kepada pasien ketika melakukan substitusi generik? Jawaban boleh lebih dari 1 pilihan a. Alasan untuk substitusi generik b. Pilihan obat generik c. Harga obat generik d. Alasan hemat biaya e. Kualitas obat generik f. Kepuasan pasien dengan obat generik g. Pengalaman anda sendiri dengan obat generik h. Lain-lain (jelaskan) 5 3 30 8 1 39 5 7 5 2 5 2 34 11 15 13 9 7 4 25 10 29 26 21 6 11 6 64 17 2 83 11 15 11 4 11 4 72 23 32 28 19 15 9 53 21 62 55 45 13

PERSENTASE SUBSTITUSI GENERIK No. Periode Substitusi Total jumlah resep % substitusi 1. Desember 2010 45 7220 0,62 % 2. Januari 2011 71 8040 0,88%

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Persepsi Farmasis di Kabupaten Konawe sangat setuju dengan kebijakan substitusi generik hal ini sejalan dengan dukungan penerapan kebijakan substitusi generik baik di fasilitas pelayanan pemerintah maupun swasta. Tetapi umumnya farmasis lebih sering melakukan substitusi untuk obat bebas atau obat bebas terbatas. 2. Farmasis di Kabupaten Konawe mayoritas mengetahui kebijakan substitusi generik, dalam hal ini pemahaman tentang peraturan substitusi generik yang mengacu pada PP No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian dan Permenkes RI 02.02 Tahun 2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. 3. Farmasis di Kabupaten Konawe mayoritas berpendapat bahwa susbtitusi generik wajib dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan terutama untuk kondisi pasien kurang mampu.

4. Farmasis di Kabupaten Konawe sangat mendukung pelaksanaan kebijakan substitusi generik baik di fasilitas pelayanan pemerintah maupun di swasta hal ini dibuktikan dengan selalu merkomendasikan kepada pasien untuk substitusi generik pada saat praktek. 5. Substitusi generik di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kabupaten Konawe pada bulan Desember 2010 mencapai 0,62% dan pada bulan Januari 2011 mencapai 0,88%, tingkat frekuensinya sangat kecil disebabkan resep yang diterima umumnya adalah resep generik, sedangkan di Puskesmas dan di Apotek swasta tidak terdapat resep yang disubstitusi. 6. Hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik responden (jenis kelamin, umur, lama bekerja, dan tingkat pendidikan) berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi farmasis tentang kebijakan substitusi generik.

SARAN Adapun saran dari penelitian ini yaitu : 1. Farmasis harus lebih meningkatkan kompetensi kefarmasiannya agar mempunyai kepercayaan diri dalam melakukan substitusi generik tanpa harus konsultasi kepada dokter penulis resep. 2. Pemerintah Kabupaten Konawe perlu membuat suatu sistem/ prosedur tetap pelaksanaan subtitusi generik untuk memaksimalkan pelaksanaan substitusi generik. 3. Farmasis harus selalu menginformasikan keuntungan penggunaan obat generik kepada pasien maupun dokter penulis resep untuk meningkatkan substitusi generik di semua fasilitas pelayanan kesehatan. 4. Perlu dilakukan evaluasi frekuensi substitusi generik oleh farmasis secara terus menerus untuk memaksimalkan pelaksanaan kebijakan substitusi generik. 5. Untuk apotek swasta diharapkan meningkatkan substitusi generik terutama untuk obat-obat yang mengeluarkan biaya paling mahal.

SEKIAN DAN TERIMAKASIH