BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara hukum pada tanggal 23 April 1993 dengan nama PT. Citra Flour Mills.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertambahan penduduk. Perkembangan industri tepung terigu

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

\TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Pada

BAB I PENDAHULUAN. membantu membiayai pembangunan nasional, sedangkan impor dilakukan untuk

PROSPEK TANAMAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

BAB I PENDAHULUAN. beras/padi. Komoditas yang memiliki nama lain Zea mays merupakan sumber

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.011/2008 TENTANG

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

ANTISIPASI MASALAH PANGAN GLOBAL DAN STABILISASI HARGA PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai dengan nomor harmonis sistem (HS) merupakan komoditas yang

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

KUTUKAN FISKAL DARI NEGERI KANGGURU Oleh: Rendra Wasita, S.P. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter adalah krisis finansial yang dimulai pada Juli 1997 di Thailand

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung

Analisis dampak subsidi beras terhadap kesejahteraan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

BAB II PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH RAPBN-P 2008

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara dalam menyediakan infrastruktur ekonomi, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis kebijakan pajak..., Wiwiet Septiana Rosario, FISIP UI, Universitas Indonesia

DUKUNGAN PEMERINTAH KEPADA INDUSTRI SEKTOR TERTENTU MELALUI KEBIJAKAN BMDTP TA 2012

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, teksturnya yang lembut sehingga dapat dikonsumsi anak-anak

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

KETIKA HARGA BERAS TURUN, PUJIAN PUN TAK KUNJUNG DATANG Kamis, 27 September 2007

I. PENDAHULUAN. sangat terkait erat dengan kegiatan ekspor-impor. Ketergantungan suatu komoditi pada

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB 3 GAMBARAN UMUM INDUSTRI TEPUNG TERIGU DI INDONESIA DAN KETENTUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERKAIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan gandum menjadi tepung dikenal sebagai salah satu industri

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 97% tenaga kerja Indonesia, terutama dalam mikro ekonomi yang mencapai

1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga bahan pokok (sembako). (Debby, 2008 : 3). tahun Tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

BAB I PENDAHULUAN. dari Departemen Pertanian, bahwa komoditas daging sapi. pilihan konsumen untuk meningkatkan konsumsi daging sapi.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tepung terigu dari waktu ke waktu semakin menjadi komoditi pangan penting di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tepung terigu semakin menguasai kebutuhan hidup orang banyak. Sebagai bahan pangan alternatif yang dikonsumsi hampir seluruh masyarakat Indonesia, tidak berlebihan apabila tepung terigu masuk dalam klasifikasi komoditi yang vital. Sebuah barang atau jasa dianggap sebagai komoditi yang demikian apabila di satu pihak barang tersebut merupakan hal yang vital bagi kehidupan masyarakat. Sedangkan di lain pihak pasokannya bersifat langka atau terbatas. Sebaliknya, jika pasokan sebuah barang mencukupi, dan di antara para pemasok terjadi persaingan yang sehat, sehingga menjadikan tingkat harga cukup rendah serta mutu yang cukup tinggi melalui persaingan bebas, maka barang atau jasa itu menjadi tidak vital. Besarnya volume konsumsi masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu menyebabkan komoditi ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pangan alternatif selain jagung dan sagu yang dapat menggantikan beras. Selain itu, kandungan karbohidrat dalam tepung terigu adalah hampir setara dengan beras dan lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung ataupun sagu. Diversifikasi pangan tidak dimaksudkan untuk menggantikan beras, tetapi mengubah pola konsumsi sehingga masyarakat akan mengkonsusmsi lebih banyak jenis pangan dan lebih baik gizinya. (Amang & Sawit, 1999, hal. 72). Di masa krisis keuangan global saat ini, banyak para pengusaha yang memanfaatkan peluang usaha dari sektor industri makanan. Di Indonesia, jumlah industri makanan berbasis tepung terigu terdapat lebih dari 100 ribu pengusaha (www.vivanews.com, Pengusaha Roti Minta Stimulus Pajak, par. 4). Sebanyak 70% pengusaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) menyerap pangsa terigu nasional (Harian Sinar Harapan, APTINDO Usul PPN Impor Gandum Dihapus, par. 7). Hal ini dilakukan dengan membaca situasi perubahan pola konsumsi masyarakat dewasa ini. Sektor industri makanan menjadi lahan bisnis yang sangat menguntungkan sehingga banyak dimanfaatkan oleh UMKM.

2 UKM didefinisikan sebagai perusahaan yang mempekerjakan kurang dari 50 pekerja, jumlah perusahaan kecil akan mencapai hampir 90% dipandang dari sudut perusahaan atau pabrik terdaftar. Sedangkan perusahaan skala menengah adalah perusahaan dengan 50-100 pekerja, jumlah karyawan meningkat di atas 90%. Dapat digeneralisasikan bahwa perusahaan kecil dan menengah mewakili sekitar 90% dari seluruh perusahaan (Soetrisno, 1992, hal. 4). Alternatif pangan pengganti beras seperti roti, mie instan, kue, cake, donat, dan lainnya menggunakan bahan baku tepung terigu. Di mana sebagian besar biaya produksi tepung terigu terletak pada pembelian bahan baku (gandum) yang masih impor, sedangkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar terus berfluktuasi. (Harian Umum Pelita, PPN Terigu Berdampak Negatif Bagi UKM, par. 2). Sebagai alternatif bahan pangan yang bahan bakunya (gandum) masih impor, maka harga tepung terigu di dalam negeri mengikuti harga gandum internasional. Harga gandum dunia semakin meroket setelah terjadinya permintaan produk pangan menjadi bahan baku untuk bahan bakar nabati. Di samping itu, iklim yang memburuk menurunkan produksi gandum dunia. (Harian Tempo, Pemerintah Setuju Tanggung Pajak Terigu, par. 7). Perkembangan harga terigu dan gandum impor sejak Januari 2006 sampai dengan Maret 2008 dapat dilihat pada Diagram 1.1 berikut ini.

3 Diagram 1.1 Perkembangan Harga Terigu dan Gandum Impor Januari 2006 Maret 2008 (USD/MT) Sumber : Aptindo, Maret 2008 Saat ini kapasitas produksi tepung terigu nasional dilakukan oleh 4 produsen besar tepung terigu, yaitu PT. Indofood Sukses Makmur (ISM) Bogasari Flour Mills- Jakarta dan Surabaya, PT. Berdikari Sari Utama Flour Mills, PT. Panganmas Inti Persada, dan PT. Sriboga Ratu Raya. Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) kebutuhan tepung terigu nasional pada tahun 2007 sekitar 4,5 juta ton. Dari jumlah itu, keempat produsen terigu nasional mampu memasok 4 juta ton dan impor terigu pada tahun itu sekitar 500 ribu ton, (Harian Rakyat Merdeka, Permainan Baru Di Pasar Terigu, par. 5). Berarti produsen dalam negeri masih mendominasi pangsa pasar dalam negeri sebesar 89% dibandingkan pangsa terigu impor yang hanya sebesar 11%.

4 Menyoal lonjakan harga gandum internasional, pemerintah merealisasikan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.10/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas impor dan/atau penyerahan gandum dan tepung gandum/terigu, dan Peraturan Menteri Keuangan No.25/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas impor dan/atau penyerahan dalam negeri gandum Pos Tarif 1001.90.19.00, yang berlaku efektif 7 Februari 2008. Diberlakukannya PPN Ditanggung Pemerintah sebesar 10% atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum, dinilai akan menguntungkan pelaku usaha dalam negeri dan konsumen. Pada dasarnya yang menanggung beban PPN adalah konsumen akhir dan industri kecil. Pengurangan beban pajak atas suatu komoditas, di satu sisi akan berdampak pada berkurangnya penerimaan negara di sektor tersebut yang menyebabkan potential loss. Di sisi lain beban masyarakat seharusnya akan berkurang, mengingat pemikul beban PPN pada dasarnya adalah konsumen akhir. Direalisasikannya kebijakan pajak ditanggung Pemerintah tersebut, diharapkan harga barang-barang kebutuhan pokok tertentu setidaknya dapat dikendalikan, dan lebih terjangkau oleh masyarakat. Diberlakukannya kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah atas tepung terigu dan impor gandum, sangat membantu para pengusaha dalam menekan harga jual kepada konsumen. Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, yang menekankan bahwa insentif terutama ditujukan bagi industri yang terkena dampak krisis (www.okezone.com, 31 Sektor Dapatkan Stimulus Fiskal Rp 12,5 T, par. 9). Pemberian insentif pajak ini, setidaknya dapat membantu menggerakkan perekonomian domestik dan mengantisipasi dampak krisis keuangan global. Insentif pajak untuk komoditi pangan dengan kebijakan pengurangan beban pajak semula dimaksudkan dalam rangka menstabilkan harga barang-barang kebutuhan pokok seperti impor gandum, tepung terigu dan minyak goreng. Kebijaksanaan mengenai harga biasanya merupakan wewenang pemerintah yang diturunkan dalam bentuk peraturan dan keputusan pejabat berwenang, seperti Surat Keputusan Menteri atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Harga-harga

5 komoditas yang ditetapkan biasanya menyangkut barang-barang pokok atau kebutuhan utama masyarakat, komoditi pangan, komoditi industri, serta komoditi yang mempunyai fungsi strategis lainnya (Daniel, 2001, hal. 99). Pemberlakuan PPN Ditanggung Pemerintah atas tepung terigu hanya berlaku hingga 31 Desember 2008 (Harian Sinar Harapan, APTINDO Usul PPN Impor Gandum Dihapus, par. 3). Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009, pemerintah tidak lagi memberikan insentif PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum pada tahun 2009. Akibatnya anggaran subsidi pajak dalam rangka Program Kebijakan Stabilisasi Harga (PKSH) berkurang menjadi Rp 3 Triliun dari sebelumnya Rp 4,9 Triliun di tahun 2008. Dengan dihentikannya insentif PPN atas gandum dan tepung terigu, maka di tahun 2009 insentif pajak terkait dengan PKSH yang direncanakan mencapai Rp 3 triliun, dialihkan untuk PPN atas minyak goreng. (Harian Neraca, Subsidi PPN Dicabut, Harga Tepung Terigu Akan Naik, par. 7). Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.234/PMK.011/2008 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Keuangan No.10/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas impor dan/atau penyerahan gandum dan tepung gandum/terigu dan Peraturan Menteri Keuangan No.25/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas impor dan/atau penyerahan gandum pos tarif 1001.90.19.00, yang berlaku efektif 1 Januari 2009. Dalam ekonomi perusahaan, jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk, dipengaruhi oleh (Soemarsono, 1990, hal. 101-102): 1. Pemakaian bahan baku, bahan pembantu dan bahan-bahan yang lain 2. Pemakaian tenaga kerja 3. Pemakaian alat-alat produksi tahan lama 4. Pemakaian tanah 5. Pemakaian jasa-jasa pihak ketiga 6. Pajak. Pajak mempunyai peranan dalam menetapkan harga jual suatu produk, baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung. Dihapuskannya PPN Ditanggung Pemerintah per 1 Januari 2009, maka atas penyerahannya kembali terhutang PPN. Diberlakukannya kembali PPN atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum ini,

6 menyebabkan atas penyerahan tepung terigu dari produsen ke mata rantai berikutnya kembali terutang PPN. Pada saat produsen tepung terigu mengimpor gandum sebagai bahan baku, produsen wajib melunasi pungutan-pungutan yang dibayar di muka sebelum proses produksi, di antaranya PPN. Kebijakan pemerintah tersebut dirasa memberatkan produsen tepung terigu dan para pengusaha kecil yang menggunakan bahan baku tepung terigu. Menurut Ratna Sari Loppies, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia, kebijakan ini dirasa memberatkan karena harga gandum internasional masih tetap tinggi, dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar masih belum stabil (Wawancara 10 Maret 2009). Mengingat tepung terigu adalah komoditi pangan yang vital bagi masyarakat. Pemerintah mempunyai peranan dalam menjaga ketersediaan dan kestabilan harga, agar dapat dijangkau oleh masyarakat. 1.2 Pokok Permasalahan Saat diberlakukannya kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum, tidak ada PPN yang dipungut dari produsen ke mata rantai berikutnya. Begitu juga saat produsen tepung terigu mengimpor gandum dari luar negeri. Direalisasikannya PPN Ditanggung Pemerintah ini, bisa saja dimanfaatkan oleh pengusaha dalam hal ini produsen dalam mempermainkan harga jual tepung terigu. Maksudnya, dalam implementasi kebijakan ini produsen dapat menentukan harga berapapun dengan memanfaatkan permintaan pasar yang inelastis. Dimana segmentasi pasar tepung terigu sudah jelas, terdapat ratusan ribu pengusaha makanan berbasis tepung terigu, atau mungkin dengan kebijakan ini dapat dirasakan langsung oleh konsumen tepung terigu dengan stabilnya harga komoditi ini di pasaran. Kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum ini hanya berlaku kurang dari 1 tahun. Terhitung 1 Januari 2009, kembali terutang PPN. Dimana harga gandum internasional dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar di awal tahun 2009 masih belum stabil. Hal-hal tersebut di atas merupakan sesuatu hal yang dianggap menarik oleh penulis untuk dibahas dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat dirumuskan menjadi pokok permasalahan yang akan menjadi dasar penelitian, yaitu : Bagaimana implementasi kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah

7 atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum yang dilakukan produsen tepung terigu X?. Dari pokok permasalahan tersebut, dielaborasi menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana pengenaan PPN atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum? 2. Rational choice apakah yang diterapkan produsen tepung terigu X saat diberlakukannya kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum? 3. Bagaimana peranan kebijakan insentif PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan agar dapat memenuhi tujuan yaitu : 1. Menggambarkan pengenaan PPN atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum. 2. Menganalisis Rational choice yang diterapkan produsen tepung terigu X saat diberlakukannya kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum. 3. Menganalisis peranan kebijakan insentif PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum. 1.4 Signifikansi Penelitian 1.4.1 Secara Akademis Secara akademis penelitian ini dilakukan guna menambah wawasan dan pengetahuan baik bagi penulis pada khususnya, dan umumnya bagi pembaca kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk kegiatan penelitian yang serupa dalam lingkup yang lebih luas di masa yang akan datang.

8 1.4.2 Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam mengambil langkah pembuatan kebijakan fiskal sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap suatu komoditi pangan. Selain itu juga memberikan kontribusi bagi pihak-pihak terkait seperti produsen tepung terigu, Direktorat Jenderal Pajak, dan pembuat kebijakan fiskal. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab yang masing-masing terbagi menjadi beberapa sub-bab, hal ini dilakukan agar dapat mencapai suatu pembahasan atas permasalahan pokok yang lebih mendalam dan mudah diikuti oleh setiap pihak yang ingin mendapatkan informasi mengenai implementasi kebijakan saat Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum Ditanggung Pemerintah di produsen tepung terigu X. Garis besar penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut : BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab 1, penulis menggambarkan Latar Belakang Masalah, Pokok Permasalahan yang menjadi dasar penelitian untuk menganalisis implementasi kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum yang dilakukan produsen tepung terigu X, tujuan dan signifikansi penelitian, serta sistematika penulisan. BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN Pada bab ini terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu Tinjauan Pustaka yang merupakan ulasan dan perbandingan dengan penelitian yang telah lebih dulu ada dan kajian pustaka, Kerangka Pemikiran yang merupakan konsep-konsep maupun teori-teori sebagai panduan dalam menganalisis implementasi kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum. Sub-bab yang terakhir adalah metode penelitian, yang terdiri dari pendekatan penelitian yang digunakan, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, dan keterbatasan penelitian.

9 BAB 3 GAMBARAN UMUM INDUSTRI TEPUNG TERIGU DI INDONESIA DAN KETENTUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERKAIT Dalam bab ini digambarkan secara umum perkembangan industri tepung terigu di Indonesia, khususnya pada produsen tepung terigu X. Pada bab ini juga dijelaskan ketentuan PPN terkait dengan penyerahan tepung terigu dan impor gandum. BAB 4 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN TEPUNG TERIGU DAN IMPOR GANDUM DI PRODUSEN TEPUNG TERIGU X Pada Bab 4, penulis menganalisis implementasi kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum yang dilakukan produsen tepung terigu X. Dalam analisis ini dielaborasi sesuai dengan pertanyaan penelitian, yaitu pengenaan PPN atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum itu sendiri. Rational choice yang diterapkan produsen tepung terigu X saat diberlakukannya kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan tepung terigu dan impor gandum, dan peranan kebijakan insentif PPN Ditanggung Pemerintah tersebut. BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Bab ini terdiri dari dua sub-bab yaitu simpulan yang merupakan rangkuman dari analisis bab-bab sebelumnya, dan saran yang ditujukan sebagai pemecahan masalah dari hasil penelitian yang dilakukan.