BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2015

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di segala bidang yang dilakukan pemerintah bersama

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

IV. DINAMIKA PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akan pelayanan kesehatan diharapkan juga tinggi. Wujud pemerintah

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

2.1. Konsep dan Definisi

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

BADAN PUSAT STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

Gorontalo. Menara Keagungan Limboto

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. 1 Apriliyah S. Napitupulu, Pengaruh Indikator Komposit Indeks

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita atau Gross National

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD

Katalog BPS :

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

Indeks Pembangunan Manusia

P E M E R I N T A H P R O V I N S I B A N T E N

Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas izin dan pertolongan-nya sehingga Publikasi Data Basis

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah

EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015

BAB I PENDAHULUAN. GBHN, bahwa penduduk merupakan modal dasar pembangunan yang potensial. kualitas sumber daya manusia yang baik pula.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TAHUN

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Sedangkan. yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) SEKADAU TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017

BAB II GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN PUNCAK JAYA

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Perkapita Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Di Provinsi Riau. Vol. II, No. 02, (Oktober, 2015), 1-2.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

Pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, maka tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

Transkripsi:

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN 4.1 Pendidikan di Banten Pemerintah Provinsi Banten sejauh ini berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya melalui bidang pendidikan. Kualitas masyarakat di Banten sejak tiga tahun belakang terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari kuantitas yang memiliki kemampuan membaca atau Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah masing-masing 96,20% dan 8,32 tahun pada tahun 2010. Data pendidikan di Banten berada diatas rata-rata Nasional yang hanya 92,91% dan 7,92 tahun. Membaiknya kualitas penduduk Banten didorong semakin bertambahnya akses penduduk terhadap pendidikan dapat diukur dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS). Meskipun terus mengalami peningkatan seperti yang ditunjukkan dalam tabel 4.1, akan tetapi kenaikannya masih di bawah rata-rata Nasional yang mencapai 98,02% (umur 7-12 tahun), 86,24 % (umur 13-15 tahun) dan 56,01 % (umur 16-18 tahun). Sementara untuk ketersediaan fasilitas yang diindikasikan dengan rasio guru dan murid masih dibawah 25. hal ini berarti proses belajar mengajar pada tingkat SD-SMA berlangsung optimal. Tabel 4.1 Indikator Pendidikan di Banten 4.2 Kesehatan di Banten Penurunan secara drastis tingkat Angka Kematian Bayi (AKB) dalam kurun waktu yang sama menjadi 34 kematian per 1000 kelahiran merupakan pencapaian

yang menggembirakan. Saat yang bersamaan Angka Harapan Hidup (AHH) naik menjadi 64,90 tahun. Angka kesakitan yang diukur berdasarkan prosentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan mempunyai kecenderungan yang semakin menurun menjadi 33,02% (2010) dari sebelumnya 37,17% (2008). Secara umum kondisi ini terjadi karena tingkat pemahaman penduduk tentang pentingnya kesehatan semakin meningkat. Ketersedian akses kesehatan mulai dari klinik kesehatan, puskesmas sampai rumah sakit semakin mudah terjangkau. Hal ini dibuktikan dengan jumlah persalinan bayi yang ditangani bidan dan dokter mencapi 71.41% (2010) dibandingkan tahun 2008 sebesar 62.43%. Sebagai gambaran, tercatat jumlah rumah sakit dan puskemas sebanyak 69 buah dan 208 unit yang tersebar di wilayah Banten. Jumlah tenaga medis cukup banyak, berdasarkan data tahun 2010 terdapat 3.220 dokter umum, dokter gigi dan spesialis, 5.757 tenaga paramedis serta 2.508 bidan. 4.3 Indeks Pembangunan Manusia Setelah membaca paparan diatas mengenai kondisi pendidikan dan kesehatan manusia di Banten, maka tujuan pembangunan itu sendiri adalah pembangunan kualitas sumber daya manusia. Tentunya, pembangunan manusia merupakan sebuah proses perubahan kualitas manusia menuju kehidupan yang lebih baik. Kemajuan pembangunan manusia secara umum dapat ditunjukkan dengan melihat perkembangan indeks pembangunan manusia (IPM) yang mencerminkan capaian kemajuan pada tiga dimensi pokok pembangunan manusia yaitu bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Tingkat pencapaian pembangunan manusia di Banten yang diukur dengan IPM selama tahun 2008-2010 secara keseluruhan menunjukkan adanya perbaikan. Hal ini terlihat dari meningkatnya angka IPM dengan reduksi shortfall atau laju tingkat pencapaian menuju IPM sasaran (IPM ideal = 100) yang cenderung bertambah besar. Sehingga, IPM Banten terus meningkat dari 69,70 (2008) menjadi 70,48 (2010). Hanya saja, angka tersebut masih lebih rendah dibanding Nasional yang mencapai 72,27.

Meskipun capaian pembangunan Banten secara kumulatif terendah di Jawa, apabila dibandingkan DKI Jakarta 77.60 (tertinggi) dan Jawa Timur 71.62 (terendah). Namun berdasarkan progres setahun terakhir, sesungguhnya IPM di Banten meningkat cukup signifikan. Hal ini dapat diketahui dari nilai reduksi shortfall tahun 2010 yang mencapai 1,42 %, yang berarti jarak IPM Banten terhadap IPM ideal pada tahun 2010 sudah berkurang sebesar 1,42%. Lebih tinggi dibanding capaian DKI Jakarta dan Jawa Tengah yang hanya 1.0% dan 1.38%. Berdasarkan tingkat pencapaian pembangunan manusia selama periode 2009-2010 yang ditinjau dari pengamatan sisi spasial di seluruh kabupaten dan kota di Banten sudah berlangsung dengan baik, IPM mengalami peningkatan cukup baik. Kecuali Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang pergerakannya melambat. Angka IPM suatu daerah memperlihatkan jarak yang harus ditempuh untuk mencapai nilai ideal (100). Angka ini dapat diperbandingkan antar daerah di Indonesia. Tantangan bagi semua daerah adalah bagaimana menemukan cara yang tepat, dalam hal ini program pembangunan yang diterapkan masing-masing daerah. Bila diperhatikan pada tabel 4.2 ternyata IPM tertinggi dimiliki oleh daerah yang berada di wilayah utara, seperti Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang. Sementara pada tahun 2010, Kota Tangerang Selatan yang merupakan daerah otonomi baru hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang menempati peringkat pertama IPM sebesar 75.38. Sementara wilayah selatan menempati peringkat terbawah untuk kualitas pembangunan manusianya dengan Kabupaten Lebak yang nilai hanya 67.67 tahun 2010. Tabel 4.2 Indeks Pembangunan Manusia di Banten

Tabel 4.2 Indeks Pembangunan Manusia di Banten Berdasarkan klasifikasi IPM yang ditetapkan UNDP, maka kabupaten dan kota di Provinsi Banten berada pada kelompok menengah yakni berada kisaran angka 67,67 75,38. Lebih lanjut, meskipun nilai IPM di Banten secara umum mengalami peningkatan tapi laju pertumbuhannya relatif tidak secepat daerah lain, akibatnya tingkat nasional peringkat Banten turun menjadi 23 tahun 2009 dari sebelumnya peringkat 11 tahun 2000. Tabel 4.3 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Pada tabel 4.3 menjelaskan bahwa penyebaran peringkat IPM ternyata tidak sepenuhnya terkumpul di Jawa, namun tersebar merata di Indonesia. Peringkat IPM di Jawa, Banten berada posisi terendah pada peringkat 23 dan tertinggi DKI Jakarta urutan teratas nasional. Hal ini menunjukkan provinsi di luar Jawa mempunyai kualitas IPM yang tidak terlalu perbedaaan terlalu jauh, meskipun dilihat secara rata-rata maka Jawa menduduki peringkat pertama kalau dibandingkan dengan daerah lain, seperti Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Perkembangan IPM ditentukan oleh perkembangan indikator kompositnya. Kurun waktu sepuluh tahun umumnya indikator tersebut berkembang secara steady, kecuali indikator paritas daya beli. Indikator ini berkaitan langsung dengan income penduduk yang dipengaruhi oleh kinerja perekonomian. Jika iklim

perekonomian kondusif maka mendorong dunia usaha yang menjanjikan. Terbukanya lapangan pekerjaan memberikan kesempatan bagi penduduk untuk meningkatkan pendapatannya, yang pada gilirannya akan meningkatkan daya beli masyarakat. Kondusif tidaknya perekonomian yang dimaksud terutama ditentukan oleh perkembangan harga (inflasi). Inflasi tinggi akan langsung menurunkan daya beli masyarakat. Pengendalian terhadap laju inflasi menjadi sangat penting dalam hal menjaga dan menumbuhkan purchasing power parity masyarakat. Turunnya rangking IPM Banten sebagai akibat dari faktor daya beli masyarakat. Peran nilai PPP paling rendah, tetap mengalami peningkatan namun tidak secepat komponen lainnya. Bahkan indeks pendidikan yang direpresentasi oleh adult literacy rate (tingkat melek huruf dewasa) dan mean years schooling (rata-rata lama sekolah) menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Oktober 2005 merupakan salah satu penyebab terjadinya inflasi tahun 2006. Tingginya inflasi berpengaruh langsung terhadap kemampuan daya beli masyarakat, sekaligus menjelaskan kemampuan daya beli masyarakat pada tahun 2006 tidak terlalu menggembirakan. Perekonomian Banten pada tahun 2010 terus membaik, didukung oleh meningkatnya permintaan domestik dan nasional serta mulai pulihnya kondisi ekonomi global. Secara riil, ekonomi Banten tumbuh positif dari 4,69% pada tahun 2009 menjadi 5,94% pada tahun 2010. Akan tetapi, tingkat pertumbuhan tersebut masih lebih lambat dibanding nasional yang tumbuh mencapai 6,10%. Secara nominal, level ekonomi Banten tahun 2010 bertambah Rp15,93 Triliun hingga menjadi Rp148,98 Triliun. Hanya saja, share ekonomi Banten terhadap ekonomi Nasional justru mengalami penurunan dari 2,37% tahun 2009 menjadi 2.32 % tahun berikutnya. Dilihat menurut kabupaten dan kota, ekonomi Banten secara nominal ditopang oleh Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon dengan kontribusi sebesar 35,60%, 21,75% dan 13,94%. Hal ini dapat dipahami, karena ekonomi Banten didominasi terutama oleh sektor industri pengolahan yang terkonsentrasi pada ketiga daerah tersebut. Meskipun demikian, pertumbuhan

ekonomi tertinggi dipegang oleh Kota Tangerang Selatan yaitu dengan tingkat pertumbuhan mencapai 8,70%. Sedangkan, Kota Tangerang (5,74%), Kabupaten Tangerang (4,40%) dan Kota Cilegon 4,83%. Hanya saja, andil terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Banten tetaplah dipegang oleh Kota Tangerang (1,31%), Kabupaten Tangerang (2,08%) dan Kota Cilegon (0,87%) dari total pertumbuhan ekonomi Banten yang sebesar 5,94%. Adanya gambaran ini setidaknya pemerintah kabupaten dan kota bersama Pemerintah Banten, perlu segera merumuskan sinkronisasi kebijakan yang terintegrasi. Langkah kebijakan ini harus dilaksanakan dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi daerah yang berkualitas dapat segera tewujud. Lebih lanjut, meskipun IPM di Banten terus tumbuh namun nilainya masih dibawah ratarata nasional. Kenyataan ini menunjukan IPM provinsi lain laju pertumbuhannya lebih cepat, terutama daerah penghasil migas, seperti sebagian Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.