II. LANDASAN TEORI. Menurut Kotler, Philip dan Gary Armstrong (2008:6) Definisi tersebut memunculkan pengertian bahwa tujuan pemasaran adalah untuk

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS SIKAP KONSUMEN RAWAT INAP ATAS KUALITAS PELAYANAN RUMAH SAKIT MITRA HUSADA DI PRINGSEWU

II. LANDASAN TEORI. penjualan, tetapi dipahami dalam pemahaman modern yaitu memuaskan

Bisma, Vol 1, No. 1, Mei 2016 KUALITAS PELAYANAN PENDIDIKAN PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 01 BONTI DI KECAMATAN BONTI KABUPATEN SANGGAU

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Sikap II. LANDASAN TEORI Pengertian Sikap. Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORI

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller (2007:42) merupakan setiap

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

hitung (x2 hitung) <x2 tabel atau nilai probabilitasnya >5%.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Layanan Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui. Kotler, 2000) dalam bukunya (Tjiptono, 2007:2)

BAB I PENDAHULUAN. produk atau harapan-harapannya. Kotler (1997: 36). Meningkatnya derajat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Philip Kotler dan Armstrong (2001 : 7), mendefinisikan. dengan orang lain. Stanton dalam Basu Swastha (2002 : 10),

II. LANDASAN TEORI. Dedi Hermawan (2008) dengan judul: Analisis Sikap Konsumen Atas Kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap perusahaan bertujuan agar perusahaannya mendapat keuntungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jaman, persaingan dalam dunia usaha saat ini

BAB I PENDAHULUAN. pada sarana angkutan antar wilayah, kini tuntutan tersebut telah lebih berkembang.

I. PENDAHULUAN. Situasi perekonomian dewasa ini berkembang dengan cepat dan pesat, terlebih

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PENUMPANG KERETA API BISNIS SENJA KEDIRI PADA PT. KAI (DAOP VII) MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kebutuhan primer saja yang meliputi sandang, pangan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Suatu hal yang banyak menarik perhatian manusia dewasa ini adalah

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan juga perlu mengkombinasikan fungsi-fungsi dan menggunakan. keahlian mereka agar perusahaan berjalan dengan baik.

yang akan datang (Anderson et al.,1994). Menurut Hoffman dan Bateson (1997) kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas layanan dari suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENURUNAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun belakangan ini, perkembangan bisnis sekolah berbasis

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah

ANALISIS KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI INSTALASI FARMASI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA S K R I P S I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK RACHMAT HIDAYAT, MPA PRODI ADMINISTRASI NEGARA FISIP UNIVERSITAS JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran yang berorientasi pasar merupakan kebutuhan yang tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Meningkatnya persaingan tersebut ditandai dengan banyaknya jumlah bank dan

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. persaingan yang ketat dan kompetitif dari dunia usaha.. Konsekuensi dari hal. kebutuhan pokok maupun untuk kegiatan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Bagi siswa/i SMU yang baru saja lulus, melanjutkan pendidikan ke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan adanya era globalisasi serta tersedianya arus informasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ageng Tirtayasa Banten terhadap Pelayanan SPP Online Bank BTN Cabang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Engel dalam Dharmmhesta dan Handoko (2000), perilaku konsumen

PENDAHULUAN. seperti yang disajikan oleh data dibawah ini: Tabel I. Data Populasi Kota Bandung. Pria Wanita

I. PENDAHULUAN. transportasi yang menjanjikan kecepatan dan kenyamanan dalam perjalanan menuju

1. PENDAHULUAN. Persaingan ini muncul karena semakin banyaknya perusahaan yang menawarkan

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan

BAB II LANDASAN TEORI. memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. Sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pelanggan. membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang semakin ketat ini menuntut para pelaku bisnis untuk UKDW

BAB I PENDAHULUAN. nasional, mengakibatkan suatu perusahaan yang ingin berkembang atau paling tidak

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah

LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran. Menurut (Kotler, 2007), pemasaran adalah :

I. PENDAHULUAN. perusahaan yang ditawarkan kepada konsumen memerlukan proses yang. memahami kondisi tersebut sehingga produk yang ditawarkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kepraktisan sudah menjadi tuntutan utama masyarakat perkotaan saat ini.

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG KEPUASAN PELANGGAN, KUALITAS PELAYANAN, PENGARUH DIMENSI KUALITAS PELAYANAN TERHADAP

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. tetapi juga mencakup pelayanan yang bersifat pencegahan (preventif) untuk

I. PENDAHULUAN. membina kehidupan. Kebutuhan esensial tersebut adalah makan dan minum

BAB I PENDAHULUAN. Membaiknya kondisi perekonomian Indonesia belakangan ini tentunya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORITIS. Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa

BAB II LANDASAN TEORI

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN YANG MENGUNJUNGI SOLO GRAND MALL SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

keinginan pasar dengan cara menentukan harga, melakukan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersebut mempengaruhi kondisi perkembangan dunia bisnis. Setiap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsumen 2.2 Kepuasan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. minat pelanggan terhadap produk (barang) yang ditawarkan. Sesuai. Sehingga makin luas sektor bisnis yang berusaha untuk memenuhi

II. TINJAUAN PUSTAKA. beberapa konsep yang relevan dan terkait dengan sikap dan perilaku konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan sejenis, sehingga timbul persaingan yang ketat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ketatnya persaingan. Masing-masing restoran harus mampu menyediakan

LANDASAN TEORI. teknologi, dan perubahan gaya hidup manusia modern, maka jenis dan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Selain menjadi ikon makanan murah dan tempat pariwisata, Bandung juga

Transkripsi:

II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti Pentingnya Pemasaran Pemasaran memiliki fungsi untuk menghubungkan antara kebutuhan masyarakat sebagai konsumen akan suatu produk atau jasa dengan organisasi ataupun industri yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Kotler, Philip dan Gary Armstrong (2008:6) Pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Definisi tersebut memunculkan pengertian bahwa tujuan pemasaran adalah untuk menciptakan dan memperoleh nilai pelanggan melalui proses pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Dalam pencapaian tujuan tersebut perusahaan perlu untuk mengetahui informasi mengenai sikap dari konsumen terhadap produk atau jasa yang mereka tawarkan. 2.2 Perilaku Konsumen Pengembangan strategi pemasaran oleh perusahaan berawal dari memahami apa yang menjadi kepercayaan konsumen (kognisi), perasaan konsumen (afeksi),dan kecenderungan perilaku konsumen (konasi) dalam kaitannya dengan lingkungan sekitar tempat konsumen berinteraksi. Perubahan lingkungan pasar yang terlihat dari perubahan perilaku konsumen menyebabkan manajemen pemasaran dituntut

17 untuk selalu memperbaharui pengenalan terhadap konsumennya, menilai kembali kebutuhan-kebutuhan mereka saat ini dan juga memperkirakan kebutuhan konsumen di waktu yang akan datang. Menurut Dharmmesta, Basu Swastha dan T. Hani Handoko (2000:10) Perilaku konsumen (consumer behavior) didefinisikan sebagai kegiatankegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Menurut Mowen, John C. dan Michael Minor (2002:319) Perilaku konsumen (consumer behavior) didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide. Dari definisi tersebut menunjukkan bahwa perilaku konsumen selalu berubah, saling berpengaruh, melibatkan pertukaran dalam proses pemenuhan kebutuhan. Perilaku konsumen mempelajari kebiasaan pembelian seseorang terhadap suatu produk, serta dalam kondisi macam apa konsumen melakukan pembelian tersebut. Kesemuanya ini sangat membantu manajer pemasaran dalam suatu perusahaan di dalam menyusun kebijakan pemasaran perusahaan. 2.3 Sikap Konsumen 2.3.1 Pengertian Sikap Menurut L. L. Thurstone dalam Mowen, John C dan Michael Minor (2002:319) Sikap (attitude) merupakan afeksi atau perasaan untuk atau terhadap sebuah rangsangan. Menurut Philip Zimbardo, E. Ebbesen, dan C. Maslach dalam Mowen, John C. dan Michael Minor (2002:319)

18 sikap merupakan inti dari rasa suka dan tidak suka bagi orang, kelompok, situasi, objek, dan ide-ide tidak berwujud tertentu. Menurut Dharmmesta, Basu Swastha dan T. Hani Handoko (2000:93) Sikap (attitude) seseorang adalah predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan, yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Sikap biasanya memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap obyek atau produk yang dihadapinya. Menurut James F. Engel dalam Dharmmesta, Basu Swastha dan T. Hani Handoko (2000:93) Sikap sebagai suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikir (neural) yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek, yang diorganisir melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung dan atau secara dinamis pada perilaku. Sikap konsumen bisa merupakan sikap positif ataupun negatif terhadap produkproduk tertentu. 2.3.2 Struktur Sikap Menurut Azwar, Saifuddin (2007 : 23) Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu 1. Komponen Kognitif Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku dan apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui. Berdasarkan apa yang telah kita lihat itu kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan terbentuk maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu.

19 2. Komponen Afektif Menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap objek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Reaksi emosional yang merupakan komponen efektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percaya sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud. 3) Komponen Konatif Dalam struktur sikap, komponen konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Menurut Simamora, Bilson (2004:155) sikap memiliki sifat multidimensi, dan pendekatannya juga bersifat multiatribut. Artinya, sikap terhadap suatu objek didasarkan pada penilaian seseorang terhadap atribut-atribut yang berkaitan dengan objek sikap tersebut. Penilaian seseorang terhadap atribut menyangkut dua hal, yaitu keyakinan (belief) bahwa suatu objek memiliki atribut tertentu. Sedangkan penilaian yang kedua menyangkut evaluasi (evaluation) terhadap atribut tersebut. Dengan demikian perusahaan dapat menelusuri atribut-atribut apa saja yang menyebabkan konsumen bersikap positif atau negatif terhadap suatu produk. Pendekatan ini digunakan dalam model multiatribut fishbein untuk mengukur sikap. Lebih lanjut penelitian ini akan menggunakan pendekatan multiatribut fishbein untuk mengukur sikap.

20 2.3.3 Pembentukan Sikap Sikap terbentuk dari adanya interaksi-interaksi yang dialami oleh seseorang individu baik itu dengan individu lain maupun dengan lingkungan sekitar. Dalam interaksi tersebut terjadi hubungan saling mempengaruhi, sama halnya dengan pembentukan sikap seseorang terhadap suatu objek yang terbentuk karena proses interaksi individu dengan objek. Menurut Azwar, Saifuddin (2007:30) terdapat 5 komponen pembentuk sikap, yaitu: a. Pengalaman Pribadi Sikap dipengaruhi pengalaman pribadi seseorang yang berinteraksi langsung dengan objek sikap. Pengalaman pribadi akan membentuk penghayatan dan tanggapan. Apakah penghayatan dan tanggapan akan membentuk sikap positif atau negatif tergantung pada berbagai faktor lain. b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting Orang lain disekitar merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang diharapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat, seseorang yang tidak ingin dikecewakan, atau seseorang yang berarti khusus (significant others). c. Pengaruh Budaya Kebudayaan dimana seorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. d. Media Massa Dalam penyampaian informasi media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan kepercayaan seseorang akan

21 sesuatu. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. f. Pengaruh Faktor Emosional Faktor emosional seseorang mempengaruhi sikap yang akan terbentuk akan suatu objek. Seseorang membentuk prasangka akan suatu objek yang berinteraksi dengannya dimana prasangka merupakan sikap yang didasari oleh faktor emosional. 2.3.4 Karakteristik Sikap a. Objek Sikap memiliki objek. Objek sikap dapat bersifat nyata dan dapat bersifat abstrak. Ide adalah salah satu contoh objek sikap yang berbentuk abstrak, sedangkan yang bersifat nyata dapat berupa benda yang berwujud (tangible) Simamora, Bilson (2004:155). b. Arah, Ekstremitas, Persistensi, dan Keyakinan 1) Arah (valance), berkaitan dengan kecenderungan sikap, apakah positif atau negatif. 2) Ekstrimitas (extremity), yaitu intensitas kearah positif atau negatif. Dimensi ini didasari oleh asumsi bahwa perasaan suka atau tidak suka memiliki tingkatan-tingkatan.

22 3) Resistensi (resistance), yaitu tingkat kekuatan sikap untuk tidak berubah. Sikap memiliki perbedaan konsistensi. Ada yang mudah berubah (tidak konsisten) namun ada juga yang sulit berubah (konsisten). 4) Persistensi (persistence), berkaitan dengan perubahan sikap secara gradual yang disebabkan oleh waktu. Sikap tidak abadi, seiring perubahan waktu sikap juga berubah. 5) Keyakinan (confidence), dimensi ini berkaitan dengan seberapa yakinnya seseorang terhadap kebenaran sikapnya. 2.4 Pengertian dan Karakteristik Jasa 2.4.1 Pengertian Jasa Menurut Kotler, Philip dan Gary Armstrong (2008:266) Jasa adalah semua kegiatan atau manfaat yang dapat ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tak berwujud (intangible) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. 2.4.2 Sifat dan Karakteristik Jasa Produk berupa jasa mempunyai karakteristik khusus yang berbeda dengan produk fisik. Menurut Kotler, Philip dan Gary Armstrong (2008:292), jasa memiliki 4 karakteristik utama yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran, yaitu: 1. Jasa tak berwujud (service intangibility) Jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, diraba, didengar, atau dibaui sebelum jasa itu dibeli.

23 2. Jasa tak terpisahkan (service inseparibility) Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedianya, tanpa mempedulikan apakah penyedia jasa itu orang atau mesin. Jika karyawan jasa menyediakan jasa, maka karyawan itu menjadi bagian jasa. Karena pelanggan juga hadir pada saat jasa itu diproduksi, interaksi penyedia jasa-pelanggan menjadi fitur khusus pemasaran jasa. Baik penyedia jasa maupun pelanggan mempengaruhi hasil jasa. 3. Variabilitas jasa (service ariability) Kualitas jasa bergantung pada siapa yang menyediakan jasa itu dan kapan, di mana, dan bagaimana jasa itu disediakan. 4. Jasa dapat musnah (service perishability) Jasa tidak dapat disimpan untuk dijual atau digunakan beberapa saat kemudian. 2.5 Kualitas Pelayanan Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Kotler, Philip (2005:123) menjelaskan lima penentu mutu jasa yaitu: 1. Tangible (benda berwujud) Penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, keryawan, dan bahan komunikasi. Perusahaan harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada setiap konsumen. Hal ini dibuktikan melalui bukti fisik yang ditampilkan oleh perusahaan. Contohnya : kebersihan ruangan, kerapihan dan kesopanan busana karyawan, lokasi yang strategis dan mudah dijangkau, serta berbagai fasilitas pendukung lain. 2. Emphaty (empati)

24 Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada masingmasing pelanggan. Perusahaan harus dapat memberikan pelayanan berupa perhatian (rasa empati) kepada setiap konsumen. Rasa empati dapat tercermin melalui kinerja karyawan yang dapat memberikan perhatian secara individual atau personal kepada semua konsumen, dan sikap komunikatif yang mendukung terciptanya interaksi antara karyawan dan konsumen. Degan demikian, konsumen akan lebih terbuka untuk menyatakan berbagai keluhan (complain) yang mereka rasakan. 3. Reliability (keandalan) Kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat. Konsumen akan bersikap positif apabila kemampuan perusahaan untuk memberikan jasa dapat lebih akurat sesuai dengan yang dijanjikan. Artinya, apa yang dijanjikan perusahaan dapat terpenuhi secara baik. 4. Responsiveness (daya tanggap) Kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Perusahaan harus dapat menyediakan jasa secara cepat sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen. Contohnya : ketanggapan dalam penanganan masalah (complain) konsumen oleh pihak manajemen, ketanggapan karyawan dalam memberikan informasi kepada pihak konsumen, dan kecepatan dalam pelayanan. 5. Assurance (jaminan) Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan. Perusahaan dalam hal ini pihak rumah sakit harus dapat memberikan jaminan keamanan pasien selama dirawat di rumah sakit. Seperti jaminan tidak adanya malapraktek terhadap pasien.

25 Kriteria kualitas pelayanan diatas dapat menjadi indikator atau alat ukur bagi rumah sakit untuk mengetahui sikap konsumen, dimana jika konsumen memberikan sikap yang positif, maka hal ini akan menimbulkan kesetiaan konsumen terhadap perusahaan. 2.6 Mengelola Mutu Jasa Mutu jasa suatu perusahaan diuji dalam setiap pemenuhan kebutuhan jasa oleh konsumen. Pelanggan menciptakan harapan-harapan layanan dari pengalaman masa lalu, cerita dari mulut ke mulut, dan iklan. Pelanggan membandingkan jasa yang dipersepsikan dengan jasa yang diharapkan. Jika persepsi jasa berada di bawah jasa yang diharapkan, pelanggan akan kecewa. Jika persepsi jasa memenuhi atau melebihi harapan mereka, mereka akan cenderung menggunakan penyedia tersebut lagi. Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Kotler, Philip (2005:122), merumuskan model mutu jasa yang menekankan syarat-syarat utama dalam memberikan mutu jasa yang tinggi. Model tersebut mengidentifikasikan 5 kesenjangan yang mengakibatkan ketidakberhasilan penyerahan jasa, yaitu: 1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen: Manajemen tidak selalu memahami dengan tepat apa yang diinginkan pelanggan. Sebagai contoh, pengurus rumah sakit mungkin berpikir bahwa pasien menginginkan makanan yang lebih baik, tetapi pasien mungkin lebih memikirkan daya tanggap perawat.

26 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu jasa: Manajemen mungkin memahami dengan tepat keinginan-keinginan pelanggan tetapi tidak menetapkan standar kinerja. Pengurus rumah sakit mungkin meminta perawat memberikan layanan yang cepat tanpa menguraikannya dengan sangat jelas. 3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyerahan jasa: Karyawan mungkin kurang terlatih, tidak mampu atau tidak mau mematuhi standar; atau mereka mungkin dihadapkan pada standar yang saling bertentangan, menyediakan waktu untuk mendengarkan pelanggan dan melayani mereka dengan cepat. 4. Kesenjangan antara penyerahan jasa dan komunikasi eksternal: Harapan-harapan konsumen dipengaruhi pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan perwakilan dan iklan perusahaan. Jika brosur rumah sakit memperlihatkan kamar yang indah, tetapi pasien tiba dan menemukan kamar yang tampak murahan dan kotor, komunikasi eksternal telah melenceng jauh dari harapan pelanggan. 5. Kesenjangan antara persepsi jasa dan jasa yang diharapkan: Kesenjangan ini terjadi apabila konsumen tersebut memiliki persepsi yang keliru tentang mutu jasa tersebut. Dokter mungkin tetap mengunjungi pasien untuk menunjukkan kepeduliannya, tetapi pasien tersebut menafsirkan hal ini sebagai indikasi bahwa ada sesuatu yang benar-benar tidak beres.