II. TINJAUAN PUSTAKA. Udang merupakan salah satu golongan binatang air yang termasuk dalam

dokumen-dokumen yang mirip
4. Hasil dan Pembahasan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

3. Metodologi Penelitian

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis)

TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB II LANDASAN TEORI

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lumpur dan di perairan depan hutan mangrove. Rajungan biasanya hidup dengan

PENGARUH WAKTU PROSES DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP DERAJAT DEASETILASI

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN

4 Hasil dan Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKA. Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

4 Hasil dan Pembahasan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste

3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN KITIN PROTEIN SEBAGAI ZAT ADITIF PADA MAKANAN TERNAK UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN AYAM BROILER

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

PENGGUNAAN MEMBRAN KITIN DAN TURUNANNYA DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM Co

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

3 Metodologi Penelitian

KARAKTERISTIK MUTU DAN KELARUTAN KITOSAN DARI AMPAS SILASE KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. protein dari sampel, sedangkan demineralisasi merupakan proses pemisahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan Pembahasan

STUDI ANALISIS ANTIBAKTERI DARI FILM GELATIN- KITOSAN MENGGUNAKAN Staphylococcus aureus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KHITIN KHITOSAN, PRODUKSI DAN PEMANFAATANNYA

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan maret sampai juli 2013, dengan

TUGAS AKHIR RK 0502 PEMANFAATAN KITOSAN LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES ADSORPSI LEMAK SAPI

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II Tinjauan Pustaka

KITIN DARI CANGKANG RAJUNGAN YANG DIPEROLEH SECARA ENZIMATIK PADA TAHAP DEPROTEINASI CHITIN FROM SHELLS OF CRAB ENZIMATICALLY ON DEPROTEINATION

Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

SINTESIS DAN PEMANFAATAN KITOSAN - ALGINAT SEBAGAI MEMBRAN ULTRAFILTRASI ION K +

HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Metodologi Penelitian

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

DERAJAT DEASETILASI DAN KELARUTAN CHITOSAN YANG BERASAL DARI CHITIN IRRADIASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah daging dari ternak yang sehat, saat penyembelihan dan pemasaran diawasi

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam filum arthropoda yang tubuhnya ditutupi oleh kutikula, suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III. (HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH 4 OH, 5% asam asetat (CH 3 COOH),

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN. Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK

PEMBUATAN KOMPOSIT KITIN/KITOSAN YANG DIEKSTRAK DARI CANGKANG KEPITING DAN KARAKTERISASINYA. Oleh: Fitrah Rama Dhony S. ABSTRAK

Transkripsi:

4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Udang Udang merupakan salah satu golongan binatang air yang termasuk dalam arthopoda (binatang berbuku-buku). Seluruh tubuh terdiri dari ruas-ruas yang terbungkus oleh kerangka luar atau eksoskeleton dari zat tanduk atau kitin dan diperkuat oleh bahan kapur kalsium karbonat (Soetomo, 1990). Pemanfaatan udang untuk keperluan konsumsi menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara komersial. Cangkang hewan invertebrata laut, terutama crustacea mengandung kitin dalam jumlah kadar tinggi, berkisar antara 20-60% tergantung spesies sedangkan cangkang kepiting dapat mengandung kitin sampai 70%. Lebih dari 80.000 metrik ton kitin diperoleh dari limbah laut dunia per tahun, sedangkan di Indonesia limbah kitin yang belum dimanfaatkan sebesar 56.200 metrik ton per tahun ( Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003 dalam Sugita, 2009).

5 Klasifikasi udang diperlihatkan pada Tabel 1. Spesies Morfologi Kelas Crustacea (binatang berkulit keras) Sub Kelas Malacrostraca (udang-udangan tingkat tinggi) Super Ordo Eucarida Ordo Decapoda Sub Ordo Natantia (kaki digunakan untuk berenang) Famili Palaemonidae, Penaidae (Departemen Kelautan dan Perikanan 2003 dalam Siregar, 2009) Produksi tambak udang meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan ekspor. Udang yang diekspor diantaranya dalam bentuk beku (block frozen) yang terdiri dari produk head on (utuh), headless (tanpa kepala) dan peeled (tanpa kepala dan kulit). Usaha tersebut menghasilkan limbah udang dalam jumlah cukup besar yang terdiri dari bagian kepala, kulit, dan ekor. Kepala udang merupakan salah satu hasil proses pengolahan produk perikanan yang dapat dibuat menjadi silase. Selain menghasilkan produk berupa filtrat, silase kepala udang juga menghasilkan limbah berupa ampas silase. Yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kitosan (Zahiruddin et al., 2008). Cangkang udang mengandung protein (25-40%), kitin (15-20%), dan kalsium karbonat (45-50%) (Marganov, 2003). Menurut Marganov (2003), kandungan kitin dari cangkang udang lebih sedikit dibandingkan dengan kulit atau cangkang kepiting. Kandungan kitin pada limbah kepiting mencapai 50-60%, sementara limbah udang menghasilkan 42-57%, limbah cumi-cumi dan kerang berturutturut adalah 40% dan 14-35%. Limbah udang yang berupa cangkang (kepala, ekor, dan kulit) mengandung zat kitin yang merupakan prekusor kitosan (Kaban, 2009).

6 B. Kitin Kitin termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi dan merupakan molekul polimer berantai lurus dengan nama lain ß-(1,4)-2-asetamida- 2-dioksi-D-glukosa (N-asetil-D-glukosamin). Struktur kitin sama dengan selulosa dimana ikatan yang terjadi antara monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi ß-(1,4). Perbedaannya dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang kedua pada kitin diganti oleh gugus asetamida (NHCOCH 2 ) sehingga kitin menjadi sebuah polimer berunit N-asetilglukosamin (Muzzarelli, 1985). Adapun struktur kitin ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur Kitin (Kaban, 2009) Kitin memiliki rumus molekul (C 8 H 13 NO 5 )n dengan komposisi perbandingan massa atom C: 47,29%, H : 6,45%, N: 6,89%, O: 39,37%. Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen (Hirano, 1986). Dalam cangkang udang, kitin terdapat sebagai mukopolisakarida yang berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ), protein, dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk mempeoleh kitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses pemisahan

7 protein (deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi). Sedangkan untuk mendapatkan kitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi (Wardaniati dan Setyaningsih, 1999). Kandungan kitin dan protein pada limbah crustaceae dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2: Kandungan Kitin dan Protein pada limbah crustaceae Sumber Kitin Protein (%) Kitin (%) Kepiting Collnectes sapidus 21,5 13,5 Chinocetes opillo 29,2 26,6 Udang Pandanus borealis 41,9 17,0 Crangon crangon 40,6 17,8 Penaeus monodon 47,4 40,4 Udang karang Prtocamborus clarkii 29,8 13,2 Krill Euphausia superb 41,0 24,0 Udang biasa 61,6 33,0 (Synowiecky dan Al-Khateeb, 2003) C. Kitosan Kitosan merupakan padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal kitin murni, memilki sifat biologi dan mekanik yang tinggi, diantaranya adalah biorenewable, biodegradable, dan biofungsional (Sugita et al., 2009). Kitosan yang disebut juga dengan ß-1,4-2-amino-2-dioksi-D-glukosa merupakan turunan dari kitin melalui proses deasetilasi. Ikatan-ikatan amida lebih sulit membuka dibawah kondisi basa daripada gugus-gugus ester. Di bawah kondisi basa yang kuat, gugus asetat yang berdekatan dengan gugus hidroksil cis dapat mengalami N-deasetilasi, tetapi gugus yang trans lebih resistansi (Suhardi, 1992 dalam Siregar, 2009). Kitosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi, yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan sekunder. Adanya gugus fungsi ini menyebabkan kitosan mempunyai

8 kreatifitas kimia yang tinggi (Tokura, 1995). Gambar 2. Struktur Kitosan D. Sifat Fisika-Kimia Kitin dan Kitosan Kitin tidak larut dalam air maupun pelarut organik, pelarut yang umum digunakan untuk kitin adalah campuran N,N-dimetilasetamida dan LiCl 5%, metil-2- pirolidine (Rutherford dan Austin, 1977) dan juga dalam asam mineral pekat (Alexander, 1977). Berbeda dengan polisakarida lainnya yang umumnya bersifat netral atau sedikit asam, kitin dan kitosan bersifat basa karena adanya gugus asetamida pada kitin dan gugus amino pada kitosan. Kitosan dapat larut dalam pelarut organik seperti asam asetat encer, asam sitrat, asam piruvat, dan asam laktat, tidak larut dalam basa maupun asam mineral (Kaban, 2009). E. Kegunaan Kitin dan Kitosan Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Di negara maju, seperti jepang, kitin dan kitosan telah digunakan secara luas untuk bahan baku industri makanan dan kosmetik. Berikut ini kegunaan kitin dan kitosan dalam bidang industri, dapat dilihat pada Tabel 3.

9 Tabel 3. Kegunaan kitin dan kitosan dalam bidang industri Bidang Industri Produk dasar kitin Pengobatan Kitin serat kitin Kosmetika Kitosan Hidroalkil kitosan Teknik Membran kitin kitosan depolimerisasi Aplikasi Antikoagulan kolesterol Produk perawatan kulit, pengeras rambut Pengeras suara Adsorbsi endotoksin dan asam nukleat Matriks mikroskop Electron Lingkungan Kitosan Garam kitosan Agrikultur Kitosan Pemercepat kompositasi Makanan Kitosan Zat aditif pada makanan Bioteknologi Kitosan Immobilisasi enzim dan sel Flokulan untuk pemurnian protein yang berisi limbah cair F. Pembuatan Kitin Dan Kitosan Kitosan yang disebut juga dengan β-1,4-2 amino-2-dioksi-d-glukosa merupakan turunan dari kitin melalui proses deasetilasi, pencucian, pengeringan dan penepungan. Deasetilasi atau penghilangan gugus asetil biasanya dilakukan dengan menggunakan basa kuat berkonsentrasi tinggi (NaOH). Sedangkan proses isolasi kitin dari cangkang udang meliputi dua tahap, yaitu deproteinasi dan demineralisasi. a. Deproteinasi Deproteinasi merupakan proses pemisahan protein yang ada pada cangkang udang dari kitin. Proses ini dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara kimia misal menggunakan NaOH atau KOH dan secara enzimatik menggunakan enzim proteolitik. Namun, deproteinasi menggunakan natrium hidroksida lebih sering digunakan, karena lebih mudah dan efektif (Austin et al, 1981). Pada pemisahan

10 protein menggunakan NaOH, protein diekstraksi sebagai Na-proteinat yang larut, dan jika menggunakan KOH akan diperoleh K-proteinat yang mengendap (Knorr, 1984), sedangkan enzim proteolitik akan mendegradasi protein sehingga terpisah dari kitin (Muzzarelli, 1984). b. Demineralisasi Demineralisasi merupakan proses pemisahan mineral atau senyawa anorganik yang ada pada cangkang udang dari kitin. Mineral utama yang terkandung dalam cangkang udang adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium fosfat (Ca 3 (PO 4 ) 2 ). Proses demineralisasi ini biasanya dilakukan dengan merendam bahan hasil deproteinasi dalam larutan asam klorida (Austin, 1988 dalam Theresia, 2004) Menurut Shimahara dan Takiguchi (1988), asam klorida efektif untuk melarutkan kalsium menjadi kalsium klorida, namun asam klorida juga menyebabkan kitin mengalami depolimerisasi (Shimahara dan Takiguchi, 1988 dalam Theresia 2004) c. Deasetilasi Deasetilasi kitin merupakan proses penghilangan gugus asetil dari kitin menjadi kitosan. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian larutan NaOH konsentrasi tinggi pada suhu tinggi, yang dapat menghasilkan produk yang hampir seluruhnya mengalami deasetilasi. Kitosan secara komersial diproduksi secara kimiawi dengan melarutkan kitin dalam 60% larutan NaOH (Hirano, 1986). Kitosan juga dapat dihasilkan dengan cara maserasi menggunakan larutan NaOH 40% selama 6 hari (Agusnar, 2007).

11 G. Enzim Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dengan berat molekul antara 15.000-1.000.000, berfungsi mengkatalis reaksireaksi kimia baik dalam sel ataupun di luar sel. Daya katalitiknya bersifat spesifik, artinya hanya mampu mengkatalisis satu jenis reaksi atau substrat tertentu. Enzim mampu mempercepat reaksi 10 12-10 20 kali lebih cepat dari reaksi kimia biasa yang tidak menggunakan enzim serta mempunyai efisiensi katalisis yang tinggi. Sebuah molekul enzim mampu menguraikan 10.000 1.000.000 substrat per menit (Poedjiadi, 1994). Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator, senyawa yang meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Enzim katalisator berkaitan dengan reaktan yang disebut substrat. Mengubah reaktan menjadi produk, lalu melepaskan produk. Walaupun enzim dapat mengalami modifikasi selama urutan tersebut, pada akhir reaksi, enzim kembali ke bentuk asalnya (Marks, 2000). Enzim memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan katalis biasa, antara lain; enzim bekerja secara spesifik, enzim bekerja pada suhu biasa dan ph mendekati netral, serta dapat mengurangi polutan yang dihasilkan. Karena kespesifikan enzim yang sangat tinggi, maka hanya dapat memecah atau mensintesis senyawa tertentu (Page, 1997). Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya kompleks Enzim-Substrat (ES). Kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, bersifat sementara, dan akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan telah terjadi (Poedjiadi, 1994).

12 H. Kitin Deasetilase Enzim kitin deasetilase merupakan enzim yang bekerja mengkatalisis konversi kitin menjadi kitosan dalam proses deasetilase N-asetilglukosamin. Enzim kitin deasetilase dikandung oleh mikroorganisme yang dinding selnya tersusun dari kitosan. Kitin deasetilase mampu mengubah sebagian gugus asetamida pada kitin menjadi gugus amino dengan melepaskan gugus asetil, sehingga diperoleh kitosan dengan derajat deasetilasi yang seragam. Enzim kitin deasetilase mengkatalisis reaksi deasetilasi kitin dengan bantuan air menghasilkan asetat dan kitosan. Reaksi tersebut diinhibisi oleh adanya asetat, glikol kitosan, EDTA, dan katiokation seperti Mn 2+, CO 2+, dan Na 2+, dengan range ph inkubasi antara 4,5-8,5 (Schomburg dan Salzmann, 1991 dalam Sunardi 2011). I. Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR) Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang interaksi antara materi dengan dengan radiasi elektromagnetik (REM). Spektrofotometer FTIR dapat digunakan untuk menganalisa kualitatif maupun kuantitatif. Analisa kualitatif spektroskopi FTIR secara umum dipergunakan untuk identifikasi gugus-gugus fungsional yang terdapat dalam suatu senyawa yang dianalisa. Spektrofotometer FTIR pada prinsipnya sama dengan spektroskopi inframerah, hanya saja spektroskopi FTIR ditambahkan alat optik (Fourier Transform) untuk menghasilkan spektra yang lebih baik, sehingga spektroskopi FTIR dapat menghasilkan data dimana dengan spektroskopi inframerah puncak yang diinginkan tidak muncul (Sudjadi, 1983). Beberapa daerah penting pada spektrum inframerah dari senyawa kitin dan kitosan ditentukan gugus fungsinya pada suatu

13 spektrum IR antara 4000-400 cm -1 (2.5 sampai 25 µm) (Silverstein dkk, 1986). Sebagai contoh senyawa kitosan memberikan data serapan IR yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Gugus fungsi IR dari senyawa kitosan. Gugus Fungsi Bilangan Gelombang (cm -1 ) OH stretching 3450,0 NH (-NH 2) stretching 3400 NH (-NHCOCH 3 ) stretching 3100-3265 CH (CH 3 ) stretching 2961 CH (-CH 2 -) stretching asym 2926-2928 CH (-CH 2 -) stretching sym 2871 C=O (-NHCOCH 3 ) stretching 1655 NH (-NHCOCH 3 -) bending 1560 CN (-NHCOCH 3 -) stretching 1310 NH (R-NH 2 ) bending 1596 CN stretching 1200-1020 CH (-CH 2 -) bending sym 1378 C-O (-C-O-C-) stretching asym 1077 C-O (-C-O-C-) stretching sym 1024 (Fessenden, 1981)