Mengukur dan Memahami Kerawanan Pangan di Indonesia: Pengalaman WFP Emergency Retno Sri Handini Preparedness VAM Officer Mission Nepal Yogyakarta, 10 Desember 2015
Outline 1. Program WFP di Indonesia 2. Produk Pemerintah Indonesia-WFP terkait mengenai bagaimana mengukur dan memahami kerawanan pangan? Peta Ketahanan dan Kerawanan Pangan Sistem Ketahanan Pangan dan Gizi (SKPG) Peningkatan Kapasitas 3. Apakah indikator untuk mengukur kerawanan pangan? 4. Apakah pencapaian dan tantangan utama dari upaya-upaya February diatas? 2011
Program WFP di Indonesia WFP fokus untuk mendukung pemerintah dalam hal: 1) Pemantauan, analisa dan pemetaan ketahanan pangan 2) Kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana 3) Menurunkan kekurangan gizi Lebih dari 4 tahun, WFP memberikan bantuan makanan langsung yang fokus pada wilayah timur Indonesia, yang memiliki catatan Emergency kekurangan gizipreparedness yang cukup tinggi Mission dan kesenjangan Nepal kapasitas, February seperti NTB, 2011NTT dan Papua. WFP sudah ada di Indonesia sejak 1964. WFP meninggalkan Indonesia pada tahun 1996, lalu kembali lagi ke Indonesia pada tahun 1998 untuk merespon krisis keuangan Asia dan kekeringan yang diakibatkan oleh El Nino.
Produk Fitur FSVA SKPG Tujuan Memberikan informasi pada pemangku kepentingan mengenai targeting dan rekomendasi untuk melihat kerawanan pangan dan gizi pada tingkat provinsi and kabupaten Peta Ketahanan Pangan dan Kerentanan Pangan dan Sistem Ketahanan Pangan dan Gizi (SKPG) Sistem peringatan dini untuk kerawanan pangan dan status gizi pada tingkat lokal Memberikan program perencanaan ketahanan pangan pada jangka pendek dan jangka menengah Sebagai alat evaluasi Sebagai alat pemantauan Pertanyaan Kunci Emergency danpreparedness kecamatan) Mission dan desa) Nepal 1. Dimanakah kerentanan dan kerawanan pangan terjadi? Lokasi geografis (berdasarkan kabupaten 2. Mengapa mereka rentan dan rawan pangan? kemiskinan, kurangnya produksi makanan pokok, kurangnya akses terhadap air, listrik, jalan, fasilitas kesehatan, dan lain-lain 1. Dimanakah kerentanan dan kerawanan pangan terjadi? Lokasi geografis (berdasarkan kecamatan 2. Apa intervensi dan tindakan yang harus dilakukan untuk kerentanan dan kerawanan pangan?
Produk Fitur FSVA SKPG Indikator Ketersediaan, akses, pemanfaatan, outcomes nutrisi dan kesehatan Peta Ketahanan Pangan dan Kerentanan Pangan dan Sistem Ketahanan Pangan dan Gizi (SKPG) Ketersediaan, akses dan pemanfaatan (indikator akan direvisi) Frekuensi 3-4 tahunan Bulanan dan tahunan Real time (kondisi ideal) Siapa yang melaporkan? Nasional : BKP kabupaten - BKP provinsi BKP pada tingkat pusat Nasional : BKP kabupaten - BKP provinsi BKP pada tingkat pusat Provinsi : kecamatan BKP kabupaten BKP Provinsi Provinsi : kecamatan BKP kabupaten BKP Provinsi Siapa yang menggunaka n laporan ini? - Pemerintah dan pemangku kepentingan - Pemerintah dan Pemangku kepentingan
Peningkatan Kapasitas Untuk Pemantauan, Analisa dan Peta Ketahanan Pangan
FSVA Indikator Dimensi/Tema Indikator Ketersediaan Akses Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap produksi bersih Serelia (FSA/FSO) Persentase penduduk dibawah garis kemiskinan (SUSENAS) Persentase dengan konektivitas yang kurang memadai (PODES) Persentase RT tanpa akses listrik (SUSENAS) Pemanfaatan Perempuan Buta Huruf (SUSENAS) Outcome kesehatan dan nutrisi Persentase RT tanpa akses air bersih dan air layak minum (SUSENAS) Persentase keluarga yang tinggal jaraknya lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan (PODES) Bertubuh pendek (RISKESDAS) Harapan hidup pada saat kelahiran (SUSENAS)
Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) Nasional 2015 Provinsi Prioritas 1 Prioritas 2 Prioritas 1&2 Papua 100% 27% 45% Nusa Tenggara Timur 0% 20% 16% Papua Barat 0% 20% 16% Maluku 0% 16% 12% Sumatera Utara 0% 9% 7% Sumatera Barat 0% 2% 2% Riau 0% 2% 2% Maluku Utara 0% 2% 2%
Pencapaian FSVA Atlas sekarang ini dilihat sebagai referensi penting bagi Kementerian/Lembaga (seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Pedesaan, Daerah tertinggal, Bappenas, Pekerjaan Umum, dan lain-lain) untuk targeting kabupaten yang paling rawan pangan. Atlas terintegrasi dengan rencana kerja pemerintah tahunan dan alokasi anggaran. Sebagai Prototype FSVA Provinsi (2011) WFP Pilot provinsi: Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua February BKP mereplikasikan 2011 FSVA provinsi pilot tersebut untuk 28 provinsi lainnya (2012-2013), menggunakan anggaran pemerintah. Mengadopsi stunting sebagai salah satu indikator yang akan selalu diperbaharui untuk mengukur kerawanan pangan kronis. Ini yang dilakukan dalam FSVA provinsi dan nasional pada tahun 2015.
Pencapaian FSVA: Kemitraan dan Advokasi dengan Pemerintah Indonesia Kemitraan BKP memiliki komitmen dan kepemimpinan yang kuat dalam kegiatan bersama antara WFP-BKP BPS memiliki komitmen yang kuat dalam pemberian data terkait dengan isu ketahanan pangan dan bantuan teknis (seperti metodologi, seleksi indikator, SAE, dan lain-lain) Pembagian biaya untuk kegiatan terkait FSVA (sekitar 60% pada tingkat pusat) Advokasi FSVA 2009 dan FSVA provinsi digunakan oleh pemerintah sebagai alat/referensi dalam targeting. FSVA 2015 tersedia dalam hardcopy dan versi online untuk perbaikan penggunaan atlas untuk penargetan.
Tantangan FSVA: Kurangnya pengaturan secara structural untuk mengimplementasikan rekomendasi FSVA Stunting adalah indikator yang penting tapi tidak ada hubungan antara stunting dengan indikator lain dalam FSVA SKPG: FSVA dan SKPG Indikator yang ada tidak terlalu sensitif untuk memprediksi atau memberikan peringatan terhadap kerawanan pangan, sehinexisting Emergency indicators are Preparedness not really sensitive to Mission predict or Nepal to warn food February insecurity, 2011 sehingga SKPG tidak dapat diimplementasikan penuh sebagai system peringatan dini Kurangnya dukungan dari kepala daerah, karena indikator atau temuan tidak menunjukkan kenyataan yang sesungguhnya Isu lain dalam pengumpulan data dan metodologi Kurangnya kapasitas dari BKP di pusat maupun daerah
TERIMA KASIH Thank You World Food Programme VAM Indonesia