1. PENDAHULUAN. yang disebabkan limbah yang belum diolah secara maksimal.

dokumen-dokumen yang mirip
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN MENGGUNAKAN BIOSAND FILTER DAN ACTIVATED CARBON

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

Pengaruh Ukuran Efektif Pasir Dalam Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut

Dosen Pembimbing: Prof. DR. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

PEMULIHAN KUALITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN MEMBANDINGKAN REAKTOR BIOFILTER DAN SLOW SAND FILTER. Oleh : Satria Pratama Putra Nasution

UJI KEMAMPUAN SLOW SAND FILTER SEBAGAI UNIT PENGOLAH AIR OUTLET PRASEDIMENTASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Bab V Hasil dan Pembahasan

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

Unit Aerasi, Sedimentasi, dan Biosand Filter Sebagai Pereduksi COD, TSS, Nitrat, dan Fosfat Air Limbah Artificial (Campuran Grey dan Black Water)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Studi Kinerja Slow Sand Filter dengan Bantuan Lampu Light Emitting-Diode (LED) Putih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

adanya gangguan oleh zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih.

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

MAKALAH KIMIA ANALITIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

ANALISIS KINERJA AERASI, BAK PENGENDAP, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, NITRAT, FOSFAT DAN ZAT PADAT PADA BLACK WATER ARTIFISIAL

Kata Kunci: arang aktif, tempurung kelapa, kayu meranti, COD.

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DI INDUSTRI PETROKIMIA

ADSORPSI ZAT WARNA DAN ZAT PADAT TERSUSPENSI DALAM LIMBAH CAIR BAIK

Anis Artiyani Dosen Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

penelitian ini reaktor yang digunakan adalah reaktor kedua dan ketiga. Adapun

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB I PENDAHULUAN. demikian, masyarakat akan memakai air yang kurang atau tidak bersih yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. limbah yang apabila tanpa pengolahan lebih lanjut akan sangat berbahaya bagi

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

APLIKASI BIOSAND FILTER DENGAN PENAMBAHAN MEDIA KARBON (ARANG KAYU) UNTUK PENGOLAHAN AIR SUMUR DAERAH GAMBUT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

kompartemen 1, kompartemen 2, kompartemen 3 dan outlet, sedangkan untuk E.Coli

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL

dengan kemiringan yang cukup landai yaitu 2 % dan untuk panjang aliran permukaan

DAFTARISI HALAMAN JUDUL HALANL\NPENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK. iv v vi ABSTRACT KATAPENGANTAR DAFTARISI. iii DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor ABSTRAK

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Tembalang, Semarang

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

PENGARUH PENAMBAHAN GEOTEKSTIL PADA UNIT SLOW SAND FILTER UNTUK MENGOLAH AIR SIAP MINUM

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

PENGGUNAAN MEDIA FILTRAN DALAM UPAYA MENGURANGI BEBAN CEMARAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KECIL TAPIOKA. Oleh : Johannes Bangun Fernando Sihombing F

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter. Oleh: Iva Rustanti Eri /

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berupa karbohidrat, protein, lemak dan minyak (Sirait et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. tidak bermanfaat lagi (Sri Moertinah, 2010:104). Limbah dapat dihasilkan dari

I. PENDAHULUAN. Industri gula merupakan salah satu industri pertanian yang menghasilkan air

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

telah melakukan pengujian untuk mengetahui konsentrasi bahan-bahan kimia yang

Transkripsi:

PENURUNAN KADAR COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) PADA LIMBAH CAIR KARET DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR BIOSAND FILTER YANG DILANJUTKAN DENGAN REAKTOR ACTIVATED CARBON Bonifasia Tripina Suligundi 1) Abstrak Limbah cair industri karet yang tidak diolah secara optimal dapat menjadi salah satu penyebab dari kerusakan lingkungan. Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pembuatan maupun perawatan alat pengolahan limbah karet serta keberadaan lahan yang besar kadang membuat para pengelola pabrik karet tidak mengolah limbah yang ada, sehingga air yang dibuang ke lingkungan melebihi baku mutu limbah cair industri karet menurut KEP-51/MENLH 10/1995. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pengolahan limbah yang relatif murah dan cukup efisien, yaitu dengan menggunakan reaktor biosand filter dan reaktor activated carbon. Pengolahan yang dilakukan adalah untuk menurunkan kandungan COD (Chemical Oxygen Demand) yang ada pada limbah cair karet dengan perbedaan variasi ketinggian media pasir halus, pasir kasar, kerikil dan karbon aktif pada kedua reaktor sehingga diperoleh efisiensi dan efektivitas dari reaktor. Pengambilan sampel dilakukan pada ketujuh titik setiap 2 hari sekali selama 8 hari. Setelah dilakukan pengolahan menggunakan reaktor biosand filter-activated carbon dengan proses seeding selama ±6 minggu, penurunan konsentrasi tertinggi terdapat pada reaktor biosand filter dengan variasi ketinggian media 45 : 10 : 15 dengan efisiensi rata-rata sebesar 98,33%. Sedangkan untuk reaktor activated carbon, efisiensi penurunan konsentrasi COD berkisar antara -323,75% sampai dengan 64,58%. Penurunan konsentrasi COD terjadi dikarenakan adanya proses biokimia, filtrasi, aerasi dan adsorpsi pada reaktor biosand filter dan reaktor activated carbon. Kata-kata kunci: limbah cair karet, COD (Chemical Oxygen Demand), biosand filter-activated carbon, filtrasi, adsorpsi, aerasi 1. PENDAHULUAN Pabrik karet merupakan salah satu industri yang sangat berkembang pada saat ini. Seiring dengan pertumbuhannya maka pabrik karet tersebut akan menghasilkan dampak yaitu dampak positif berupa produk-produk serta dapat mengurangi jumlah pengangguran dan dapat meningkatkan taraf hidup manusia. Sedangkan dampak negatif dari pabrik karet berupa pencemaran lingkungan yang disebabkan limbah yang belum diolah secara maksimal. Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pembuatan maupun perawatan alat pengolahan limbah karet serta keberadaan lahan yang besar kadang membuat para pengelola pabrik karet tidak mengolah limbah yang ada, sehingga banyak pabrik karet yang langsung membuang limbah hasil pengolahan ke badan air tanpa 1) Alumnus Prodi Teknik Lingkungan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura 29

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 JUNI 2013 memikirkan dampak yang akan ditimbulkan pada lingkungan. Salah satu alat pengolahan yang relatif murah adalah dengan menggunakan reaktor biosand filter yang dilanjutkan dengan reaktor activated carbon. Selain itu, alat ini tidak memerlukan bahan kimia untuk mengolah limbah. Biosand filter ini memanfaatkan air limbah sebagai makanan mikroba yang akan digunakan untuk pengolahan limbah. Biosand filter merupakan suatu proses penyaringan atau penjernihan air limbah di mana limbah yang akan diolah dilewatkan pada suatu media proses dengan kecepatan rendah yang dipengaruhi oleh diameter media dan keberadaan lapisan biofilm yang terdapat di atasnya. Biosand filter adalah sebuah reaktor yang terbukti dapat diadaptasikan dan dapat bertahan di negara-negara berkembang, serta dapat mereduksi bakteri, virus, bahan pencemar organik dan anorganik sekitar 50 90%. Keuntungan teknologi ini, selain murah, membutuhkan sedikit pemeliharaan dan beroperasi secara gravitasi (Yung, 2003). Setelah diolah menggunakan biosand filter, kemudian dilanjutkan dengan pengolahan menggunakan aktivated carbon. Activated carbon sering digunakan untuk mengurangi kontaminan organik, partikel kimia organik (SOCs), serta kontaminan yang berupa merkuri, dan logam beracun lainnya. Berdasarkan uraian tersebut maka dipilih pengaplikasian untuk pengolahan limbah cair karet menggunakan reaktor biosand filter diikuti dengan reaktor aktivated carbon dengan menggunakan media antara lain pasir halus, pasir kasar, kerikil dan activated carbon. Dengan pengolahan ini diharapkan dapat menurunkan kadar zat pencemar yang ada pada limbah cair karet sehingga dapat meminimalisir pencemaran yang terjadi di lingkungan. 2. TINJAUAN PUSTAKA Limbah cair industri pada umumnya bersifat fluktuatif, yaitu volume maupun konsentrasi bahan limbah selalu berubahubah setiap waktu. Alasannya karena industri ada yang merupakan industri besar dan ada yang merupakan industri kecil dengan tingkat produksi yang berbeda pula setiap harinya. 2.1 Limbah Industri Industri mempunyai potensi pembuat pencemaran lingkungan baik dalam bentuk padat, gas maupun cair yang mengandung senyawa organik dan anorganik dengan jumlah melebihi batas yang ditentukan. Menurut Tjokrokusumo (1998), air limbah atau air buangan dapat diartikan sebagai kejadian masuknya atau dimasukkannya benda padat, cair dan gas ke air yang besifat endapan atau padatan, padat tersuspensi, terlarut koloid dan emulsi yang menyebabkan air tersebut harus dibuang atau dipisahkan. Air limbah banyak mengandung nutrien yang dapat merangsang pertumbuhan 30

Penurunan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada Limbah Cair Karet dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter yang Dilanjutkan dengan Reaktor Activated Carbon (Bonifasia Tripina Suligundi) mikroorganisme dengan komposisi air limbah pada umumnya 99,9% air dan 0,1% padatan. Padatan yang terdapat dalam limbah cair terdiri dari 70% padatan organik dan 30% padatan nonorganik. Padatan organik dari limbah cair dapat berupa protein (65%), karbohidrat (25%) dan lemak (10%), sedangkan padatan anorganik berupa butiran garam dan logam (Sugiharto, 1987). Limbah industri bersumber dari kegiatan industri baik karena proses secara langsung maupun proses secara tidak langsung. Limbah yang bersumber langsung dari kegiatan industri yaitu limbah yang terproduksi bersamaan dengan proses produksi sedang berlangsung, di mana produk dan limbah hadir pada saat yang sama, sedangkan limbah tidak langsung terproduksi sebelum proses maupun sesudah proses produksi. Contohnya proses pencucian bahan mentah suatu produk. 2.2 Pengolahan Air Limbah Limbah membutuhkan pengolahan apabila ternyata mengandung senyawa pencemaran yang berakibat menciptakan kerusakan terhadap lingkungan atau paling tidak potensial menciptakan pencemaran. Suatu perkiraan harus dibuat lebih dahulu dengan mengidentifikasikan sumber pencemaran, sistem pengolahan, banyaknya buangan dan jenisnya, serta kegunaan bahan beracun dan berbahaya yang terdapat dalam pabrik (Ginting, 2007). Menurut Djajadiningrat dan Wisjnuprapto dalam Winardi (2001), pengolahan air buangan secara biologi merupakan suatu cara pengolahan yang diarahkan untuk menurunkan substrat tertentu yang terkandung dalam air buangan dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme yang menggunakan zat pencemar sebagai substrat (sumber energi dan karbon) untuk pertumbuhan dan sintesa sel. Transformasi bahanbahan organik yang terkandung dalam air menjadi gas-gas seperti CO 2, CH 4, dan H 2 S merupakan contoh yang jelas mengenai proses yang melibatkan kegiatan mikroorganisme tersebut. Pengolahan air limbah secara biologi merupakan proses mengubah bahanbahan pencemar yang terlarut dalam air limbah dalam bentuk gas maupun padatan yang dapat dipisahkan dengan proses fisik seperti pada proses pengendapan. Mikroorganisme yang digunakan pada proses pengolahan limbah dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi tersuspensi atau melekat pada suatu media pendukung. Operasi biosand filter pada penelitian ini menggunakan pertumbuhan media lekat (attached growth reactor) dalam pengolahan air limbahnya. 2.3 Proses Pengolahan Aerob Menurut Droste (1997), umumnya bakteri merupakan mikroorganisme utama dalam proses pengolahan biologi. Karakteristik mereka beragam dan kebutuhan lingkungan yang sederhana membuat mereka dapat bertahan pada lingkungan air limbah. Perlu diperhati- 31

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 JUNI 2013 kan bahwa mikroorganisme lain juga dapat ditemukan pada lingkungan pengolahan air limbah namun peranannya dalam oksidasi materi organik relatif kecil. Teknik aerasi pada proses aerob dilakukan untuk penambahan penyediaan udara di mana bakteri aerob akan memakan bahan organik di dalam air limbah dengan bantuan O 2. Penyediaan ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan kondisi lingkungan sehingga bakteri pemakan bahan organik dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan baik sehingga kelangsungan hidupnya terjamin. Penyediaan udara yang lancar dapat mencegah terjadinya pengendapan (Sugiharto, 1987). Menurut Marsono (1999), keuntungan utama yang diperoleh dari pengolahan yang dilakukan secara aerob adalah kebutuhan akan waktu proses penyisihan yang relatif lebih singkat dibandingkan proses anaerob. Hal ini terjadi karena dalam proses aerob tidak terdapat bakteri metan yang pertumbuhannya berjalan lambat sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama terutama dalam pengoperasian awal. Pertumbuhan bakteri metan membutuhkan waktu pengoperasian awal sekitar 8 12 minggu. 2.4 Biosand Filter Biosand filter merupakan pengembangan dari slow sand filter di mana biosand filter juga dapat menghilangkan bakteri patogen melalui proses yang sama dengan saringan pasir lambat, yaitu dengan cara melewati pasir dalam filter. Bahan pencemar ini akan bertubrukan dan menyerap ke dalam partikel-partikel pasir. Bakteri dan zat padat yang terapung mulai meningkat dalam kepadatan yang tinggi di lapisan pasir paling atas menuju biofilm. Biosand filter didesain 5 cm di bagian atas air yang dilapisi pasir halus. Ketinggian 5 cm menjadi ketinggian optimum dari perpindahan patogen. Jika tingkatan air terlalu dangkal, lapisan biofilm dapat lebih mudah terganggu karena rusak oleh kecepatan datangnya air. Di sisi lain, jika tingkatan air terlalu dalam, jumlahnya tidak cukup pada difusi O 2 pada biofilm, mengakibatkan kematian dari mikroorganisme pada lapisan biofilm. Ketika air yang terkontaminasi mikroorganisme dimurnikan dengan biosand filter, organisme pemangsa (predator) yang berada di lapisan biofilm akan memakan patogen-patogen yang ada (Ngai dan Walewijk, 2003). Penanaman bakteri (seeding) dapat dilakukan dengan menginokulasi mikroba ke dalam instalasi pengolahan air limbah. Mikroba yang digunakan dapat asli berasal dari lokasi tercemar (indigenous) atau dari luar lokasi yang tercemar (non-indigenous). Pada penelitian ini, seeding bakteri dilakukan secara indigenous. Bakteri tersebut berasal dari air limbah yang dimasukkan ke alat biosand filter. Karena di dalam air limbah terdapat nutrisi maka bakteri tersebut dapat tumbuh. Bakteri tersebut tumbuh di lapisan pasir paling atas (pasir halus). Keuntungan teknologi ini, selain murah, membutuhkan sedikit pemeliharaan dan beroperasi secara gravitasi. 32

Penurunan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada Limbah Cair Karet dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter yang Dilanjutkan dengan Reaktor Activated Carbon (Bonifasia Tripina Suligundi) Seeding dan aklimatisasi dilakukan secara bersamaan karena pembenihan bakteri langsung dari dalam reaktor. Parameter untuk mengetahui adanya pertumbuhan bakteri dapat dihitung dengan F/M rasio. F/M rasio adalah perbandingan antara substrat (food) terhadap mikroorganisme (M). Rasio perbandingan F/M harus menghasilkan angka 0,2 0,3 (Sugiharto, 1987). Makanan mikroorganisme dapat berasal dari kandungan limbah itu sendiri, misalnya berupa BOD dan COD. Menurut Marsono (1999) dalam bukunya yang berjudul teknik pengolahan air limbah secara biologis, pertumbuhan bakteri tidak dapat terus menerus berlangsung, disebabkan keterbatasan substrat, nutrient dan ukuran volume reaktor. Secara umum pertumbuhan bakteri dalam biakan secara batch mengacu pada Gambar 1. 2.5 Activated Carbon Activated carbon merupakan karbon amorf yang memiliki porositas internal tinggi, sehingga merupakan adsorben yang baik untuk adorpsi gas, cairan, maupun larutan. Sifat activated carbon yang paling penting adalah daya jerap. Penyerapan secara umum adalah proses mengumpulkan benda-benda terlarut yang terdapat di dalam larutan antara dua permukaan (Sugiharto, 1987). Mekanisme peristiwa adsorpsi dapat diterangkan sebagai berikut. Molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben, disebut difusi eksternal. Sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar, tetapi sebagian besar berdifusi lebih lanjut ke dalam pori-pori adsorben (difusi internal). Jika kapasitas adsorpsi masih sangat besar, sebagian besar adsorbat akan teradsorpsi dan terikat pada permukaan. Namun, jika permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh oleh adsorbat, dapat terjadi dua hal, yaitu terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang telah terikat di permukaan. Gejala ini disebut adsorpsi multilapisan. Sedangkan gejala yang kedua tidak terbentuk lapisan sehingga adsorbat yang belum teradsorpsi berdifusi keluar pori dan kembali pada arus fluida. Proses adsorpsi pada activated carbon terjadi melalui tiga tahap dasar. Pertama-tama, zat terjerap pada activated carbon bagian luar, lalu bergerak menuju pori-pori activated carbon, selanjutnya terjerap ke dinding bagian dalam dari activated carbon (Sihombing, 2007). Gambar 1. Kurva pertumbuhan bakteri Pada activated carbon terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat 33

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 JUNI 2013 yang akan dihilangkan oleh permukaan activated carbon. Apabila seluruh permukaan activated carbon sudah jenuh, atau sudah tidak mampu lagi menjerap maka kualitas air yang disaring sudah tidak baik lagi, sehingga activated carbon harus diganti dengan activated carbon yang baru. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen yang dilaksanakan di Laboratorium Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. Variabel yang digunakan merupakan variabel bebas berupa ketebalan media yang disajikan pada Tabel 1. Ketinggian media activated carbon untuk unit biosand filter 1 dan biosand filter 2 adalah 30 cm dan 60 cm. Parameter terikat dari penelitian ini adalah parameter COD dari limbah karet. Pelaksanaan penelitian ini meliputi: a) Persiapan media Media yang digunakan terdiri dari pasir halus dengan diameter 0,25 mm, pasir kasar dengan diameter 0,85 mm, serta kerikil dengan Tabel 1. Ketinggian media biosand filter Media (cm) BSF 1 BSF 2 Pasir halus 45 30 Pasir kasar 10 20 Kerikil 15 20 diameter 6,3 mm. Kemudian, semua media dimasukkan ke oven dengan suhu pemanasan 120 C. b) Persiapan alat Media yang sudah dikeringkan kemudian dimasukkan ke reaktor. Air sampel dimasukkan ke reaktor biosand filter dengan ketinggian 75 cm, kemudian dibiarkan hingga lapisan biofilm terbentuk. Untuk mengetahui apakah telah terbentuk lapisan biofilm pada reaktor maka dilakukan pengujian awal COD. Jika terjadi penurunan konsentrasi COD sebesar 50% maka lapisan biofilm sudah terbentuk dan reaktor siap untuk digunakan. Selain itu, dilakukan uji bakteri. Jika rasio pertumbuhan mikroorganisme berkisar antara 0,2 sampai 0,3 maka reaktor biosand filter sudah siap untuk digunakan. c) Pengambilan sampel awal Dilakukan pemeriksaan awal terhadap parameter COD dari limbah karet. Sampel dialirkan secara kontinu. Proses sampling dilakukan 2 hari sekali sebanyak empat kali berturut-turut. Pada saat sampling berlangsung, ditambahkan 46% urea ke dalam reaktor biosand filter setiap 2 hari sekali. Penambahan urea dilakukan setelah pengambilan effluent yang akan dianalisis. Sampel untuk pengujian diambil 7 titik. Titik 1 pada outlet limbah karet. Titik 2 pada outlet unit biosand filter 1. Titik 3 dan titik 4 pada outlet unit 34

Penurunan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada Limbah Cair Karet dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter yang Dilanjutkan dengan Reaktor Activated Carbon (Bonifasia Tripina Suligundi) activated carbon dari biosand filter 1. Titik 5 pada outlet unit biosand filter 2, sedangkan titik 6 dan titik 7 pada outlet unit activated carbon dari biosand filter 2. Effluent dari reaktor biosand filter dan reaktor activated carbon dianalisis di laboratorium Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak. Analisis parameter ini menggunakan metode closed reflux, spectrophotometer. Setelah limbah cair karet didiamkan selama ±3 minggu pada biosand filter 1 dan biosand filter 2, kemudian diambil output dari ke-2 biosand filter. Hasil keluaran COD yang diperoleh pada biosand filter 1 sebesar 55,43 mg/l, dengan persentase removal sebesar 96,56%, sedangkan pada biosand filter 2 diperoleh output COD sebesar 56,19 dengan persentase removal sebesar 96,52%. Untuk mengetahui efisiensi penurunan konsentrasi zat pencemar pada air limbah karet maka dilakukan analisis data menggunakan persamaan overall efficiency, yaitu: C0 C1 E 100% (1) C 0 di mana E : efisiensi (%) C 0 : konsentrasi awal (mg/l) C 1 : konsentrasi akhir (mg/l). 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Proses Seeding Proses seeding (penumbuhan bakteri) dilakukan secara biakan tertutup (batch culture) dan berlangsung ±6 minggu di mana semua media yang terdapat pada reaktor biosand filter direndam dengan limbah cair yang berasal dari proses pengolaha karet. Selama proses seeding, ketinggian air di dalam reaktor harus terus dipantau. Pada reaktor biosand filter 1 dan reaktor biosand filter 2 sudah mencapai penurunan di atas 50%. Hal ini berarti sudah terdapat lapisan biofilm pada reaktor, sehingga reaktor sudah siap untuk dijalankan. Untuk lebih meyakinkan adanya lapisan biofilm pada reaktor maka dilakukan uji pertumbuhan bakteri. Agar proses pengolahan limbah dapat berjalan secara maksimal maka mikroorganime yang diperlukan dalam reaktor biosand filter harus berkisar 5365,067 mg/l sampai dengan 8047,60 mg/l. Hasil perhitungan mikroorganisme pada reaktor biosand filter 1 dan reaktor biosand filter 2 disajikan pada Tabel 2. Pada pengujian pertama, baik pada reaktor biosand filter 1 maupun pada reaktor biosand filter 2, bakteri sudah mulai berkembang. Mikroorganisme yang dihasilkan sudah melebihi mikroorganisme yang seharusnya berada dalam tangki reaktor, yaitu sebesar 5365,067 mg/l dengan nutrient COD sebesar 1609,52 mg/l. Pada hari ke 8 jumlah mikroorganisme pada reaktor biosand filter 1 sebanyak 35

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 JUNI 2013 Tabel 2. Rasio mikroorganisme BSF 5667,324 mg/l dengan rasio 0,284. Sedangkan pada reaktor biosand filter 2, jumlah mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan jumlah mikroorganisme yang ada pada reaktor biosand filter 1, yaitu sebanyak 5550,069 mg/l dengan rasio pertumbuhan bakteri mencapai 0,29. Hal ini menunjukkan bahwa nutrien yang berasal dari limbah karet sudah hampir habis, tetapi masih mencukupi dalam pemenuhan makanan bakteri karena masih dalam rentang rasio 0,2 sampai 0,3. Pada saat ini sudah dapat dilakukan running untuk menambah makanan bakteri yang terdapat di dalam reaktor, sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan dan pengolahan air limbah dapat terus berlangsung. 4.2 Pengujian Konsentrasi COD Menggunakan Reaktor BSF Konsentrasi COD pada limbah karet mengalami penurunan setelah melalui reaktor biosand filter. Hasil dari pengujian dan efisiensi reaktor biosand filter 1 (45 : 10 : 15) dan biosand filter 2 (30 : 20 : 20) dapat dilihat pada Tabel 3. Penurunan kadar COD pada saat running terlihat cukup baik walaupun tampak sedikit mengalami fluktuasi. Kurangnya Tabel 3. Konsentrasi COD pada inlet dan outlet biosand filter 36

Penurunan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada Limbah Cair Karet dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter yang Dilanjutkan dengan Reaktor Activated Carbon (Bonifasia Tripina Suligundi) daya tampung reservoar dapat menyebabkan limbah mengalami pencampuran pada saat pengisian, sehingga terjadi perbedaan konsentrasi limbah cair yang masuk ke bak penampung. Adanya penurunan kadar COD pada limbah masih dalam tahap wajar. Kenaikan dan penurunan tersebut tidak menyimpang sangat jauh dan dapat dikatakan bahwa reaktor biosand filter ini cukup stabil dalam menurunkan parameter COD limbah karet. Menurut Yonas, dkk (2012), semakin banyak urea ditambahkan maka pertumbuhan sel dari mikroalgae akan semakin lambat. Hal ini dikarenakan jika rasio karbon terhadap nitrogen terlalu kecil maka akan terjadi kelebihan NH 3 yang terbentuk, yang akhirnya dapat menyebabkan proses pengasaman. Proses pengasaman ini akan membuat pertumbuhan mikrooalgae terganggu karena dapat mengganggu kestabilan ph optimum, sehingga mengakibatkan lebih banyak mikroalga yang mati daripada yang diproduksi. Efisiensi penurunan konsentrasi COD pada limbah karet dapat dilihat pada Gambar 2. Pada reaktor biosand filter terjadi proses biologi dan fisika. Proses biologis dimulai dengan penumbuhan bakteri (seeding). Proses seeding air limbah karet dialirkan dengan sistem tertutup (batch), di mana makanan bakteri juga diperoleh dari air limbah itu sendiri. Secara biologis, zat-zat organik akan terdegradasi oleh mikroorganisme sehingga dapat menurunkan konsentrasi COD secara optimal. Secara fisika, zatzat organik yang berasal dari air limbah akan melewati media pasir dan kerikil sehingga terjadi proses penyaringan. Penurunan konsentrasi COD reaktor biosand filter 1 pada hari ke-2, ke-6 dan ke-8 lebih tinggi dibandingakn dengan reaktor biosand filter 2. Penurunan kinerja reaktor biosand filter 1 terjadi pada hari ke-4 di mana efisiensi reaktor hanya mencapai 97,92%, sedangkan efisiensi reaktor biosand filter 2 mencapai 98,88%. Hal ini disebabkan meningkatnya populasi bakteri pada reaktor biosand filter 1. Oleh sebab itu, bakteri yang tidak mendapatkan makanan akan mati sehingga terjadi penurunan kinerja bakteri di dalam reaktor. Gambar 2. Efisiensi penurunan konsentrasi COD pada BSF 1 dan BSF 2 Efisiensi penurunan biosand filter dalam menurunkan bahan-bahan organik berkisar antara 97,03% sampai dengan 99,46%. Konsentrasi COD pada air limbah karet berkisar antara 634,29 mg/l sampai 2800 mg/l dan setelah diolah menggunakan 37

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 JUNI 2013 dibandingkan dengan reaktor biosand filter 2 dengan variasi ketinggian media 30 : 20 : 20. Gambar 3. Outlet limbah karet dari BSF 1 dan BSF 2 unit biosand filter, konsentrasi COD mengalami penurunan yang cukup efektif berkisar antara 4 mg/l sampai 34,09 mg/l. Baku mutu limbah cair untuk industri karet menurut KEP-51/MENLH 10/1995, tanggal 23 Oktober 1995, menyebutkan bahwa nilai COD maksimum yang layak dibuang agar tidak mencemari lingkungan adalah 300 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa reaktor biosand filter sudah cukup efektif untuk mencapai standar baku mutu yang diizinkan. Sampel hasil pengolahan limbah karet dari outlet biosand filter dapat dilihat pada Gambar 3. Variasi media yang digunakan pada unit biosand filter tidak terlalu berpengaruh. Efisiensi rata-rata yang terlihat pada kedua reaktor biosand filter yaitu untuk biosand filter 1 sebesar 98,98%, sedangkan untuk reaktor biosand filter 2 sebesar 98,33%. Dapat ditarik kesimpulan bahwa reaktor biosand filter 1 dengan variasi ketinggian media 45 : 10 : 15 lebih efisien dalam menurunkan kadar COD pada limbah cair karet 4.3 Pengujian Konsentrasi COD Menggunakan Reaktor Activated Carbon Setelah keluar dari unit biosand filter, air limbah karet kemudian dialirkan ke dalam unit activated carbon dengan ketinggi 30 cm dan 60 cm. Hasil pengujian dari inlet reaktor biosand filter dan outlet reaktor activated carbon 30 cm dan 60 cm dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Pada Tabel 4 dan Tabel 5 ini dapat dilihat penurunan konsentrasi COD ada yang melebihi inlet dari activated carbon. Hal ini dapat disebabkan pada awal pengoperasiaan, activated carbon tidak dilakukan pengaktifan kembali. Karena pada saat running pertama, setelah air dialirkan pada reaktor activated carbon, terjadi kerusakan alat. Pada saat ini proses adsorpsi telah berlangsung dan air limbah sudah berkontak dengan activated carbon, sehingga proses adsorpsi COD menjadi berkurang. Menurut Kasam (2005), berkurangnya kemampuan dari activated carbon disebabkan pori-pori pada permukaan karbon tertutup oleh molekul yang telah diserap. Hal ini juga terjadi pada reaktor biosand filter 2 activated carbon 30 dan 60. Penurunan konsentrasi masih dapat terjadi karena masih ada sedikit pori activated carbon yang terbuka, seperti yang terjadi pada biosand filter 1 activated carbon 30 dengan efisiensi penurunan hanya sebesar 8,44%. 38

Penurunan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada Limbah Cair Karet dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter yang Dilanjutkan dengan Reaktor Activated Carbon (Bonifasia Tripina Suligundi) Tabel 4. Hasil pengujian limbah karet pada reaktor BSF (45:10:15 cm) dan reaktor activated carbon 30 cm Tabel 5. Hasil pengujian limbah karet pada reaktor BSF (45:10:15 cm) dan reaktor activated carbon 60 cm Selain itu, masuknya urea dari biosand filter ke reaktor activated carbon juga dapat menyebabkan tingginya outlet activated carbon. Pada saat seeding, rasio bakteri berkisar antara 0,282 sampai dengan 0,291 dengan makanan berupa COD sebesar 1609,52 mg/l. Hal ini berarti bahwa persediaan makanan untuk bakteri dalam reaktor sudah mencukupi, karena rasio yang baik bagi pertumbuhan bakteri berkisar antara 0,2 sampai 0,3. Setelah dilakukan penambahan 46% urea sebanyak 10 ml, maka mengakibatkan nutrien dalam reaktor biosand filter semakin banyak. Urea yang tidak dimakan oleh bakteri akan ikut mengalir ke dalam reaktor activated carbon, sehingga unsur C yang terdapat pada urea akan bercampur dengan konsentrasi COD dalam reaktor activated carbon, sehingga mengakibatkan naiknya kandungan COD pada outlet reaktor activated carbon. Menurut Yonas (2012), pemberian urea yang berlebihan dapat membuat terjadinya proses pengasaman yang mengakibatkan kematian mikroalga. Mikroalga yang mati kemudian ikut 39

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 JUNI 2013 mengalir ke dalam reaktor activated carbon sehingga menyebabkan kenaikan konsentrasi COD. Pada activated carbon, proses penjerapan akan selalu terjadi. Tetapi karena inlet yang dikeluarkan dari reaktor biosand filter relatif kecil, sedangkan urea yang ditambahkan untuk makanan bakteri terlalu banyak, sehingga proses penjerapan pada reaktor activated carbon tidak terlihat karena urea yang mengalir ke dalam reaktor activated carbon lebih banyak dibandingkan dengan proses penyerapan yang terjadi pada activated carbon. Pada Gambar 4 dan Gambar 5 dapat dilihat perbandingan efisiensi penurunan kadar COD di mana pada kedua unit activated carbon dengan variasi ketinggian 30 cm dan 60 cm juga menunjukkan kondisi yang tidak stabil. Pada biosand filter 1 activated carbon 30 diperoleh efisiensi antara -297,75 sampai 52,51. Sedangkan pada variasi activated carbon dengan tinggi 60 cm diperoleh nilai tertinggi pada pengambilan sampel hari ke-4, dengan efisiensi 48,05%. Sedangkan efisiensi terendah mencapai -323,75% pada pengambilan sampel hari ke-6. Pada pengolahan biosand filter 2 dengan ativated carbon 30 didapat hasil penurunan yang negatif pada pengambilan sampel hari ke-2 sampai hari ke-6. Efisiensi tertinggi mencapai 29,27% pada pengambilan sampel hari ke-8. Untuk variasi activated carbon 60 terjadi kenaikan konsentrasi COD yang melebihi inlet, di mana inlet yang semula Gambar 4. Efisiensi penurunan COD pada biosand filter-activated carbon 30 cm Gambar 5. Efisiensi penurunan COD pada biosand filter-activated carbon 60 cm sebesar 18,47 setelah melewati proses adsorpsi pada activated carbon menjadi 67,61 mg/l. Dari keempat unit activated carbon, efisiensi penurunan konsentrasi tertinggi terdapat pada pengolahan unit biosand filter 1 activated carbon 30 yaitu sebesar -50,87% dan penurunan terendah terjadi pada unit biosand filter 2 40

Penurunan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada Limbah Cair Karet dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter yang Dilanjutkan dengan Reaktor Activated Carbon (Bonifasia Tripina Suligundi) Tabel 6. Penurunan konsentrasi COD dengan penggabungan reaktor BSF 1 dan activated carbon Tabel 7. Penurunan konsentrasi COD dengan penggabungan reaktor BSF 2 dan activated carbon activated carbon 30 dengan rata-rata efisiensi mencapai -135,81%. Limbah karet hasil pengolahan dengan biosand filter sudah efektif menurunkan kadar COD tetapi air yang dihasilkan masih sedikit berwarna dan berbau, sehingga digunakan activated carbon untuk menghilangkan warna dan bau tersebut. Hasil konsentrasi COD dari penggabungan reaktor biosand filter dan reaktor activated carbon dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa outlet konsentrasi COD terendah baik pada activated carbon 30 maupun pada reaktor activated carbon 60 terjadi pada hari ke- 8, di mana efisiensi penurunan mencapai 99,64% dan 99,50% dengan inlet sebesar 2800 mg/l. Penurunan konsentrasi COD terendah pada kedua reaktor activated carbon terjadi pada hari ke-6. Efisiensi yang diperoleh pada hari tersebut adalah 97,51% untuk reaktor activated carbon 30 dan 97,33% untuk reaktor activated carbon 60, dengan inlet dalam reservoar sebesar 634,29 mg/l. Efisiensi rata-rata kedua reaktor adalah 98,85% dan 98,36%, di mana hasil dari outlet activate carbon 30 lebih rendah dibandingkan dengan outlet dari reaktor activated carbon 60. 41

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 JUNI 2013 Pada unit biosand filter 2, efisiensi penurunan tertinggi terjadi pada saat pengambilan sampel hari ke-3 untuk reaktor activated carbon 30 dan hari ke-4 untuk reaktor activated carbon 60, yaitu sebesar 98,96% dan 98,95%. Pada Tabel 6 dan Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa rata-rata efisiensi penurunan konsentrasi COD (Chemical Oxygen Deman) masih berkisar antara 97,75 sampai 98,85%. Efisiensi tertinggi terdapat pada reaktor biosand filter 1 activated carbon 30 yang terjadi pada hari ke-8 dengan kandungan inlet sebesar 2800 mg/l. Konsentrasi COD tertinggi setelah pengolahan adalah sebesar 68,76 mg/l, yang terjadi pada reaktor BSF 2-activated carbon 1. Pada penelitian ini digunakan variasi ketinggian media activated carbon, yaitu 30 cm dan 60 cm. Penurunan kadar COD menggunakan reaktor activated carbon juga tidak terlalu berpengaruh. Pada beberapa sampel juga terjadi kenaikan kandungan COD. Limbah karet yang telah melewati reaktor biosand filter telah mengalami penurunan yang signifikan, di mana outlet dari biosand filter lebih kecil dari kadar maksimum limbah cair industri karet menurut KEP-51/MENLH 10/1995. Sehingga dapat dikatakan bahwa reaktor biosand filter lebih efektif dalam menurunkan konsentrasi COD limbah karet dibandingkan dengan reaktor activated carbon. Oleh sebab itu, limbah sudah aman dibuang ke badan penerima walaupun tanpa menggunakan pengolahan dari reaktor activated carbon. 5. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: a) Kinerja sistem pengolahan limbah cair karet menggunakan reaktor biosand filter dalam menurunkan kandungan COD sudah efektif, dengan rata-rata efisiensi biosand filter 1 (45 : 10 : 15) mencapai 98,98%, sedangkan untuk reaktor biosand filter 2 (30 : 20 : 20) adalah 98,33%. b) Pada reaktor activated carbon diperoleh efisiensi rata-rata yang negatif, tetapi masih di bawah baku mutu limbah cair industri karet menurut KEP-51/MENLH 10/1995. Hasil yang diperoleh yaitu pada BSF 1 AC 1 = -50,870, BSF 1 AC 2 = - 112,44, BSF 2 AC 1 = -135,81, BSF 2 AC 2 = -77,74. c) Pengujian konsentrasi COD dengan menggabungkan reaktor biosand filter dan reaktor activated carbon diperoleh hasil pengujian rata-rata efisiensi pada outlet dari biosand filter 1 activated carbon 30 sebesar 98,85%. Sebesar 98,36% untuk activated carbon 60. Sedangkan untuk reaktor biosand filter 2, activated carbon 60 diperoleh ratarata efisiensi sebesar 97,75%, dan untuk activated carbon 30 diperoleh rata-rata efisiensi sebesar 95,59%. d) Faktor-faktor seperti tingkat kejenuhan akibat kerusakan alat, kesalahan sampling yang dilakukan, tidak homogennya kandungan COD 42

Penurunan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada Limbah Cair Karet dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter yang Dilanjutkan dengan Reaktor Activated Carbon (Bonifasia Tripina Suligundi) yang mengalir ke dalam reaktor activated carbon, serta penambahan urea sebagai makanan bakteri dapat menyebabkan penjerapan pada activated carbon 30 lebih besar daripada activated carbon 60. Oleh karena itu, belum dapat dikatakan bahwa activated carbon 30 lebih efektif daripada activated carbon 60. e) Penggunaan variasi ketinggian media tidak terlalu berpengaruh untuk menurunkan konsentrasi kandungan COD, karena efisiensi penurunan pada setiap reaktor tidak begitu mengalami perbedaan. Daftar Pustaka Droste, R. L. 1997. Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment. John Wiley and Sons, Inc. Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung: Yrama Widya. Kasam; Yulianto, Andik; dan Sukma, Titin. 2005. "Penurunan Chemical Oxygen Demand dalam Limbah Cair Laboratorium Menggunakan Filter Karbon Aktif Arang Tempurung Kelapa". Jurnal Logika. Vol. 2(2), hlm. 3-17. Marsono. 1999. Teknik Pengolahan Air Limbah Secara Biologis. Media Informasi Alumni Teknik Lingkungan ITS. Ngai, T. dan Walewijk, T. 2003. The Arsenic Biosand Filter (ABF) Desaign of An Appropriate Household Drinking Water Filter For Rural Nepal. Nepal. Sihombing, J. B. F. 2007. Penggunaan Media Filtran Dalam Upaya Mengurangi Beban Cemaran Limbah Cair Industri Kecil Tapioka. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian. Sugiharto, 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: UI Press. Tjokrokusumo. 1998. Pengantar Teknik Lingkungan.Yogyakarta: STTL. Winardi. 2001. Studi Kinerja Penyisihan Organik Pada Sequencing Batch Reaktor Aerob dengan Parameter Rasio Waktu Pengisian Terhadap Waktu Reaksi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Yonas, R.; Irzandi, U.; dan Satriadi, H. 2012. "Pengolahan Limbah POME (Palm Oil Mill Effluent) dengan Menggunakan microalgae". Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 1 (1), hlm. 7-13. Yung, K. 2003. Biosand Filtration : Application In The Developing Word. Canada: University of Waterloo. 43

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 JUNI 2013 44