BAB III METODE PENELITIAN. perihal pengaruh panjang serabut kelapa sebagai bahan modifier pada campuran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut adalah diagram alir dari penelitian ini : MULAI. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan selama penelitian di laboratorium adalah sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dipresentasikan pada gambar bagan alir, sedangkan kegiatan dari masing - masing

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian pada penulisan ini merupakan serangkaian penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas, diatas tanah dasar secara aman

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB III METODE PENELITIAN

optimum pada KAO, tahap III dibuat model campuran beton aspal dengan limbah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

dahulu dilakukan pengujian/pemeriksaan terhadap sifat bahan. Hal ini dilakukan agar

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

BAB III METODELOGI PENELITIAN. pemeriksaan mutu bahan yang berupa serat ijuk, agregat dan aspal, perencanaan

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Rencana kerja ditunjukkan oleh Gambar 3.1, yang merupakan bagan alir

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pertambahan jumlah penduduk yang terjadi secara konsisten di Indonesia dari

BAB IV. HASIL dan ANALISA Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari persiapan,

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010.

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

Gambar 4.1 Bagan alir penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

BAB III LANDASAN TEORI

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan diagram alur seperti pada gambar 5.1.

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

Penelitian ini menggunakan tiga macam variasi jumlah tumbukan dan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah.(1998):Pemanfaatan Asbuton untuk Lasbutag dan Latasbusir, Direktorat

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

JOB SHEET PRATIKUM KONSTRUKSI JALAN

BAB IV METODE PENELITIAN

Dengan kata lain, penelitian eksperimen mencoba meneliti ada tidaknya hubungan

DAFTAR PUSTAKA. 1. Bina Marga Petunjuk Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal Beton. Saringan Agregat Halus Dan Kasar, SNI ;SK SNI M-08-

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERENCANAAN GRADASI AGREGAT CAMPURAN. dari satu fraksi agregat yang penggabungannya menggunakan cara analitis.

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMERIKSAAN BAHAN SUSUN BETON

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN A.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar. 1/2" (gram)

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Pemeriksaan BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR. Penanggung Jawab. Iman Basuki

III. METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball)

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRTE-WEARING COURSE ABSTRAK

LAMPIRAN A HASIL PENGUJIAN AGREGAT

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

Foto Alat. Pengujian Marshall

BAB III LANDASAN TEORI

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ASPAL (RING AND BALL TEST) (PA ) (AASHTO-T53-74) (ASTM-D36-69)

PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram alir penelitian adalah sebagai berikut : PERSIAPAN. AGREGAT BNA ASPAL pen 60/70 JERAMI

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 UMUM Metodologi penelitian pada penelitian ini merupakan serangkaian penelitian perihal pengaruh panjang serabut kelapa sebagai bahan modifier pada campuran beraspal yang diuji melalui uji marshall, uji marshall immersion, uji los angeles, dan uji wheel tracking, serta analisa terhadap hasil pengujian tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Mercu Buana untuk uji los angeles dan uji marshall, sedangkan untuk uji wheel tracking, penelitian dilakukan di Laboratorium UPT Penyelidikan, Pengukuran, dan Pengujian DPU Provinsi DKI Jakarta. Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan selama masa penelitian di laboratorium adalah sebagai berikut : Persiapan material yang akan digunakan ( aspal pen 60/70, agregat, semen portland, dan serat sabut kelapa ). Pemeriksaan material yang akan digunakan. Perhitungan Pb untuk menentukan kadar aspal optimum. Pembuatan benda uji dengan kadar aspal optimum + serabut kelapa 0,3% + variasi panjang serabut kelapa 0,5 cm, 1 cm, 1,5 cm, 2 cm. Uji marshall, marshall immersion, uji los angeles, dan wheel tracking untuk mengetahui pengaruh panjang serabut kelapa dalam campuran beraspal dan menentukan panjang optimumnya. III-1

Secara skematis, keseluruhan tahap pelaksanaan penelitian ini dapat dijabarkan dalam bentuk diagram alir yang dapat dilihat pada Gambar 3.1. Mulai Persiapan Alat dan Bahan Aspal pen 60/70 Filler Semen Agregat Serabut Kelapa Tes Fisik Tes Fisik Tes Fisik Perancangan Campuran Laston AC-WC dengan KAO yang didapat dari rumus : Pb = 0,035.( %CA )+0,045.( %FA )+0,18.(% filler )+ K KAO (Kadar Aspal Optimum) Variasi Panjang Serabut Kelapa (0 cm, 0,5 cm, 1 cm, 1,5 cm, 2 cm ) Pada Campuran Laston AC-WC Uji Marshall, Marshall Immersion, Los Angeles, dan Wheel Tracking Analisa dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian III-2

3.2 JUMLAH SAMPEL Dalam penelitian ini dibutuhkan 19 sampel, dengan rincian sebagai berikut : Pengujian Marshall dan Marshall Immersion 1. Campuran aspal KAO dengan panjang serabut kelapa 0 cm = 3 buah 2. Campuran aspal KAO dengan panjang serabut kelapa 0,5 cm = 3 buah 3. Campuran aspal KAO dengan panjang serabut kelapa 1 cm = 3 buah 4. Campuran aspal KAO dengan panjang serabut kelapa 1,5 cm = 3 buah 5. Campuran aspal KAO dengan panjang serabut kelapa 2 cm = 3 buah Pengujian Los Angeles 1. Campuran aspal KAO dengan panjang serabut kelapa optimum = 3 buah Pengujian Wheel Tracking 1. Campuran aspal KAO dengan panjang serabut kelapa optimum = 1 buah 3.3 PENYIAPAN BAHAN PENELITIAN Bahan baku untuk campuran aspal beton campuran panas yang dipakai untuk penelitian ini adalah : Aspal minyak pen 60/70 Agregat Serabut Kelapa Semen Portland III-3

3.4 ACUAN NORMATIF SNI 03-1968-1990 : Metode pengujian analisis saringan agregat kasar dan halus. SNI 03-1969-1990 : Metode pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat kasar. SNI 03-1970-1990 : Metode pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat halus. SNI 03-2417-1991 : Metode pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles. SNI 06-2432-1991 : Metode pengujian daktilitas bahan-bahan aspal. SNI 06-2433-1991 : Metode pengujian titik nyala dan titik bakar aspal dengan alat cleveland open cup. SNI 06-2434-1991 : Metode pengujian titik lembek aspal dan ter. SNI 06-2441-1991 : Metode pengujian berat jenis aspal padat. SNI 06-2456-1991 : Metode pengujian penetrasi bahan-bahan bitumen. SNI 03-4428-1997 : Metode pengujian agregat halus atau pasir yang mengandung bahan plastis dengan cara setara pasir. SNI 03-4804-1998 : Metode pengujian bobot isi dan rongga udara dalam III-4

agregat. SNI 03-6723-2002 : Spesifikasi bahan pengisi untuk campuran beraspal. SNI 03-6399-2000 : Tata cara pengambilan contoh aspal. SNI 03-6819-2002 : Spesifikasi agregat halus untuk campuran beraspal. SNI 03-6757-2002 : Metode pengujian berat jenis nyata campuran beraspal padat menggunakan benda uji kering permukaan jenuh. SNI 03-6819-2003 : Spesifikasi agregat halus untuk campuran beraspal. RSNI M-01-2003 : Metode pengujian campuran beraspal panas dengan alat marshall. SNI 06-6721-2002 : Metode pengujian viskositas dengan saybolt furol. JRA, 1998 : Metode pengujian campuran beraspal panas dengan alat wheel tracking. III-5

3.5 PENGUJIAN SIFAT FISIK AGREGAT Pada tahap awal, pengujian bahan dilakukan terhadap agregat melalui analisa saringan. Pengujian terhadap agregat dilakukan untuk mengetahui karakteristik yang dimiliki oleh agregat yang selanjutnya akan digunakan untuk keperluan perencanaan campuran beraspal. 3.5.1 PENGUJIAN SIFAT FISIK AGREGAT KASAR Pengujian sifat fisik agregat kasar meliputi beberapa pengujian yang terdiri dari : 1. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar Pemeriksaan agregat kasar bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki agregat kasar tersebut sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang ada dalam campuran beraspal. Adapun jenis dan maksud dari pengujian ini adalah sebagai berikut : Analisa Saringan Pengujian ini bertujuan untuk memeriksa distribusi ukuran butiran agregat kasar dengan menggunakan saringan. Saringan yang dipergunakan antara lain adalah saringan ¾ ( 19,1 mm ), ½ ( 12,7 mm ), ⅜ ( 9,52 mm ), No. 8 ( 2,36 mm ), No. 16 ( 1,18 mm ). III-6

Berat Jenis Pengujian berat jenis dimaksudkan untuk menentukan berat jenis kering, berat jenis permukaan jenuh, berat jenis semu, serta penyerapan agregat kasar. Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 03-1969-1990. Berat Jenis Kering Adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis kering adalah : Berat jenis kering = Bk Bj Ba Keterangan : Bk = Berat benda uji kering oven ( gr ). Bj = Berat benda uji kering permukaan jenuh ( gr ). Ba = Berat benda uji kering permukaan jenuh dalam air ( gr ). Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh Adalah perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis kering permukaan jenuh adalah : Berat jenis kering permukaan jenuh = Berat Jenis Semu Bj Bj Ba III-7

Adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis semu adalah : Berat jenis semu = Penyerapan Bk Bk Ba Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa persentase antara berat air yang dapat diserap oleh pori terhadap berat agregat kering. Rumus yang digunakan untuk menentukan penyerapan adalah : Penyerapan = Bj Bk Bk. 100% Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Sipil Universitas Mercu Buana dengan langkah-langkah sebagai berikut : Benda uji dicuci untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang melekat pada permukaan benda uji. Benda uji dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C sampai berat tetap. Benda uji didinginkan pada suhu kamar selama 1 3 jam, kemudian ditimbang dengan ketelitian 0,5 gram ( Bk ). Benda uji direndam dalam air pada suhu kamar selama 24 ±4 jam. Benda uji dikeluarkan dari air, kemudian dilap dengan kain penyerap sampai selaput air pada permukaan hilang. Benda uji kering permukaan jenuh ditimbang ( Bj ). III-8

Benda uji diletakkan dalam keranjang, digoncang untuk mengeluarkan udara yang tersekap, kemudian ditimbang dalam air ( Ba ). 2. Pengujian keausan dengan mesin los angeles Pengujian keausan agregat terhadap kehancuran dapat diperiksa dengan melakukan pengujian los angeles, dimana gradasi dan berat yang telah ditetapkan dimasukkan bersama dengan bola baja ( jumlah bola tergantung tipe gradasi yang digunakan ) ke dalam mesin los angeles, setelah itu diputar dengan kecepatan 30/33 rpm selama 500 putaran. Nilai akhir dari hasil pengujian keausan dinyatakan dalam persen, yang merupakan hasil perbandingan antara berat bahan yang lolos saringan No. 12 terhadap berat awal bahan. Untuk penelitian ini, selain agregat yang diuji melalui pengujian los angeles, campuran beraspal dengan panjang serabut kelapa optimum pun akan diuji untuk mengetahui nilai keausannya yang dapat dilihat dari persentase antara berat benda uji setelah pengujian dibandingkan berat benda uji sebelum pengujian. Pengujian ini dilaksanakan di Laboratorium Sipil Universitas Mercu Buana. 3.5.2 PENGUJIAN SIFAT FISIK AGREGAT HALUS Pengujian agregat halus bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki agregat halus tersebut sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang ada dalam campuran beraspal. Adapun jenis dan maksud dari pengujian ini adalah sebagai berikut : III-9

Analisis Saringan Fraksi B ( agregat halus ) menggunakan saringan No. 30 ( 0,6 mm ) dan No. 200 ( 0,075 mm ). Berat Jenis Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis kering, berat jenis permukaan jenuh, berat jenis semu, serta penyerapan agregat halus. Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 03-1970-1990. Berat Jenis Kering Adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis kering adalah : Berat jenis kering = Bk ( B+500 Bt ) Keterangan : Bk = Berat benda uji kering oven ( gr ). B = Berat piknometer berisi air ( gr ). 500 = Berat benda uji keadaan kering permukaan jenuh ( gr ). Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air ( gr ). Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh Adalah perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam III-10

keadaan jenuh pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis kering permukaan jenuh adalah : Berat jenis kering permukaan jenuh = Berat Jenis Semu 500 ( B+500 Bt ) Adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis semu adalah : Berat jenis semu = Penyerapan Bk ( B+ Bk Bt ) Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa persentase antara berat air yang dapat diserap oleh pori terhadap berat agregat kering. Rumus yang digunakan untuk menentukan penyerapan adalah : Penyerapan = ( 500 Bk ) Bk. 100% Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Sipil Universitas Mercu Buana dengan langkah-langkah sebagai berikut : Benda uji dikeringkan dalam oven pada suhu 110±5 C sampai berat tetap, kemudian benda uji didinginkan pada suhu ruang sebelum akhirnya direndam dalam air selama 24±4 jam. Air perendam dibuang secara hati-hati agar tidak ada butiran yang hilang, kemudian agregat ditebarkan di dalam talam dan III-11

dikeringkan dengan cara membolak-balikan benda uji sampai tercapai keadaan kering permukaan jenuh. Benda uji diisi ke dalam kerucut terpancung, lalu dipadatkan dengan batang penumbuk dengan ditumbuk sebanyak 25 kali untuk memastikan keadaan benda uji kering permukaan jenuh. Sebanyak 500 gram benda uji dimasukkan ke dalam piknometer berisi air suling, kemudian diputar sambil diguncang agar tidak ada gelembung udara di dalamnya. Piknometer direndam dalam air dengan suhu 25 C, kemudian ditimbang dengan ketelitian 0,1 gram ( Bt ). Benda uji dikeringkan dalam oven dengan suhu 110±5 C sampai berat tetap, kemudian didinginkan. Benda uji ditimbang kembali untuk mengetahui nilai Bk nya. Piknometer berisi air penuh dengan suhu 25 C ditimbang untuk mengetahui beratnya ( B ). 3.6 PENGUJIAN SIFAT FISIK BAHAN PENGISI ( FILLER ) Pengujian yang dilakukan adalah pengujian berat jenis yang dimaksudkan untuk menentukan berat jenis bahan pengisi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara berat filler dan berat air suling yang mempunyai isi yang sama pada suhu tertentu. Bahan pengisi yang digunakan adalah Semen Portland. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Sipil Universitas Mercu Buana. III-12

3.7 PENGUJIAN MUTU ASPAL PEN 60/70 Pengujian aspal dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat fisik aspal dan kualitas aspal yang akan digunakan dalam penelitian. Pengujian-pengujian mutu aspal yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah : Uji Penetrasi Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal yang dilakukan dengan memasukkan jarum penetrasi berdiameter 1 mm ke dalam aspal sedalam 0,1 mm yang kemudian dibebani dengan beban tertentu yaitu sebesar 50 gram sehingga diperoleh beban gerak seberat 100 gram ( berat jarum + beban ) selama 5 detik pada temperatur 25 C. Nilai penetrasi dinyatakan dalam angka yang merupakan kelipatan 0,1 mm. Alat yang digunakan adalah penetrometer yang dilengkapi dengan pengukur waktu berskala 0,1 detik. Waktu berlangsungnya penetrasi harus dapat diukur dan teliti hingga 0,1 detik. Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 06-2456-1991. III-13

Sumber : aatousinternational.tradeindia.com (2015) Gambar 3.2 Alat Uji Penetrasi Aspal Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Sipil Universitas Mercu Buana dengan langkah-langkah sebagai berikut : Benda uji diletakkan ke dalam wadah, kemudian dimasukkan ke dalam bak perendam yang berada pada suhu 25 C Sebelum penetrometer digunakan, jarum penetrasi dibersihkan terlebih dahulu dengan toluene atau pelarut lain. Sampel dipindahkan ke bawah alat penetrasi, lalu jarum diturunkan sampai menyentuh permukaan benda uji. Kemudian angka di arloji penetrometer diatur menjadi angka 0. Pemegang jarum dilepas dan secara serentak, stopwatch dijalankan selama jangka waktu 5 detik ± 0,1 detik. III-14

Nilai angka penetrasi didapat dari pembacaan pada arloji penetrometer, lalu dibulatkan hingga angka 0,1 mm terdekat. Kegiatan di atas dilakukan tidak kurang dari 3 kali untuk benda uji yang sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan mempunyai jarak satu dengan yang lain dan dari tepi dinding lebih dari 1 cm. Uji Titik Lembek Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pada temperatur berapa aspal mulai mencair karena pembebanan tertentu. Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan diameter 9,53 mm seberat ± 3,5 gram mendesak turun lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berdiameter luar 23,026 mm dan berdiameter dalam 19,85 mm, sehingga aspal tersebut menyentuh pelat yang terletak di bawah cincin pada ketinggian 2,54 cm sebagai akibat dari pemanasan dengan kecepatan 5 C/menit. Suhu pada saat aspal mulai melembek karena pembebanan tertentu diperoleh dengan percobaan ring and ball. Apabila suhu titik lembek suatu bahan aspal terlalu tinggi, maka aspal tersebut kurang peka terhadap suhu dan aspal tersebut kurang elastic. Aplikasi pengujian titik lembek di lapangan adalah sebagai acuan dalam pelaksanaan pencampuran, penghamparan, dan pemadatan aspal. Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 06-2434-1991. III-15

Sumber : alattekniksipil.indonetwork.co.id (2015) Gambar 3.3 Alat Uji Titik Lembek Aspal Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Sipil Universitas Mercu Buana dengan langkah-langkah sebagai berikut : Sampel aspal disiapkan pada tempat yang telah disediakan, kemudian bola baja diletakkan di atas sampel tersebut. Thermometer yang berfungsi sebagai alat pengukur suhu air dipastikan dalam keadaan siap. Air sebanyak 800 ml dimasukkan ke dalam piknometer. Aspal yang telah diletakkan pada cincin kuningan dimasukkan ke dalam piknometer lalu dipanaskan secara bertahap. III-16

Suhu dibaca setiap menitnya untuk mengetahui pada suhu dan menit keberapa aspal meleleh dan bola baja jatuh ke dasar pelat. Uji Titik Nyala dan Titik Bakar Pengujian ini dilakukan untuk memeriksa suhu dimana aspal mulai terlihat menyala singkat sekurang-kurangnya 5 detik. Untuk pengujian ini, aspal yang akan diuji dimasukkan ke dalam bejana yang terbuka yang mempunyai luas permukaan tertentu. Pemanasan bejana dapat dilakukan dengan listrik atau gas, asalkan kenaikan suhu konstan dengan kecepatan tertentu. Hasil pengujian dipengaruhi oleh tiupan angin, kecepatan kenaikan suhu, dan untuk membedakan titik nyala dengan bakar secara tepat diperlukan pengujian yang dilakukan dalam ruangan yang gelap. Aplikasi pengujian titik nyala dan titik bakar di lapangan adalah sebagai gambaran mengenai batas pemanasan yang masih dapat diizinkan tanpa menimbulkan bahaya kebakaran ( harus di bawah titik nyala ). Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 06-2433-1991. Sumber : ekokiswantoblog.blogspot.com (2015) Gambar 3.4 Alat Uji Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal III-17

Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Sipil Universitas Mercu Buana dengan langkah-langkah sebagai berikut : Benda uji yang telah dimasukkan dalam cawan diletakkan di atas pelat pemanas dengan diatur sedemikian rupa sehingga pelat pemanas berada di bawah titik tengah cawan. Nyala penguji diletakkan dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah cawan. Thermometer diletakkan tegak lurus di dalam benda uji tetapi tidak sampai menyentuh lantai dasar pada cawan. Penahan angin ditempatkan di depan nyala penguji Sumber pemanas dinyalakan dan pemanasan diatur sehingga suhu mengalami kenaikan sebesar (15 ± 1) c per menit sampai benda uji mencapai suhu 56 c dibawah titik nyala perkiraan. Kecepatan pemanasan diatur menjadi 5-6 c per menit pada menit pada suhu antara 56 c dan 28 c di bawah titik nyala perkiraan. Alat penguji dinyalakan dan diatur agar diameter nyala penguji tersebut menjadi 3,2 4,8 cm. III-18

Nyala penguji diputar sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi cawan) dalam waktu satu detik. Ulangi pekerjaan tersebut setiap kenaikan 2 c. Kenaikan suhu pada setiap interval waktu tertentu dicatat sampai terlihat percikan api ( titik nyala ) dan nyala api ( titik bakar ). Uji Daktilitas Pengujian ini dilakukan untuk mendapat gambaran apakah suatu bahan aspal dalam pemakaiannya punya sifat liat dan elastis yang dipengaruhi oleh beberapa sifat kimia aspal seperti kadar parafin dan hidrokarbon bebas tak jenuh tinggi. Daktilitas aspal adalah sifat liat atau pemuluran suatu bahan aspal yang diukur dari jarak terpanjang pemuluran aspal yang ditarik sampai bahan aspal tersebut putus pada suhu 25 C dengan kecepatan 5cm/menit. Apabila aspal memiliki sifat daktilitas yang terlalu tinggi, maka campuran antara aspal dan batuan menjadi kurang baik karena tidak homogen dan daya lekatnya kurang sedangkan apabila sifat daktilitasnya rendah, aspal menjadi mudah retak. Pengujian daktilitas dilaksanakan dengan alat uji daktilitas aspal yang terdiri dari cetakan, bak air, dan alat penarik bahan uji. Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 06-2432-1991. III-19

Sumber : ekokiswantoblog.blogspot.com (2015) Gambar 3.5 Alat Uji Daktilitas Aspal Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Sipil Universitas Mercu Buana dengan langkah-langkah sebagai berikut : Benda uji disiapkan untuk dicetak pada cetakan daktilitas yang telah dilapisi oleh gliserin dan talek agar aspal tidak menempel. Air yang dituang ke dalam mesin penguji daktilitas ditambahkan gliserin secukupnya sehingga aspal yang ada di cetakan daktilitas akan dapat melayang ketika ditarik dengan mesin penguji. Cetakan daktilitas yang berisi benda uji dipasang pada mesin uji dan benda uji ditarik secara teratur dengan kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus. Perbedaan kecepatan sebesar 5% masih diijinkan. Selama percobaan berlangsung, benda uji harus selalu dalam keadaan terendam sekurang-kurangnya 2,5 cm dari permukaan air dengan suhu 25 ± 0,5 C. III-20

Uji Berat Jenis Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis bahan aspal yang akan digunakan dalam penelitian. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dengan berat air suling yang isinya sama pada suhu 25 C. Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 06-2441-1991. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis aspal adalah : Berat Jenis = ( C A ) B A ( D C ) Keterangan : A = Berat Piknometer + Tutup ( gr ). B = Berat Piknometer + Tutup + Air ( gr ). C = Berat Piknometer + Tutup + Aspal ( gr ). D = Berat Piknometer + Tutup + Aspal + Air ( gr ). Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Sipil Universitas Mercu Buana dengan langkah-langkah sebagai berikut : Piknometer disiapkan, kemudian ditimbang masing-masing piknometer + tutup ( A ). Piknometer diisi air hingga penuh dan tidak ada gelembung udara lalu ditutup dan bersihkan sebelum akhirnya ditimbang ( B ). Setelah ditimbang dan diketahui beratnya, maka air dalam piknometer dibuang dan piknometer dikeringkan dalam oven selama ± 60 menit dengan suhu 110 C. III-21

Aspal ditimbang sebanyak ± 35 gram dan dimasukkan ke dalam piknometer lalu kemudian dipanaskan dengan oven pada suhu 110 C sampai mencair, kemudian didinginkan pada suhu ±25 C dan ditimbang + tutup ( C ). Piknometer berisi aspal ditambahkan air dan direndam dalam waterbath pada suhu 25 C dalam volume yang sama selama ± 15 menit. Setelah itu piknometer + tutup + aspal + air ditimbang untuk mengetahui beratnya ( D ). 3.8 PEMERIKSAAN SERABUT KELAPA Sebelum digunakan sebagai bahan reinforcement dalam campuran laston ac-wc, serabut kelapa harus dibersihkan terlebih dahulu dari debu atau gabus yang biasanya disebut dengan pith. Setelah itu serabut kelapa dipotong-potong dengan panjang 0,5 cm, 1 cm, 1,5 cm, dan 2 cm, lalu disaring dengan menggunakan saringan No. 4 ( 4,76 mm ) yang bertujuan untuk memperoleh ukuran serat yang dibutuhkan. Serat yang digunakan untuk campuran beraspal ini adalah serat yang lolos saringan No. 4 ( 4,76 mm ) dengan variasi panjang yang telah ditentukan sebelumnya. 3.9 PENGUJIAN CAMPURAN ASPAL BETON Setelah semua bahan uji memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan sebagai material campuran beraspal dengan kualitas yang baik, maka material-material tersebut dicampurkan dalam keadaan panas untuk membentuk suatu campuran beraspal yang akan diuji ke tahap pengujian selanjutnya, yaitu uji los angeles, uji III-22

marshall, uji marshall immersion dan uji wheel tracking untuk mengetahui karakteristik campuran beraspal tersebut. 3.9.1 UJI MARSHALL Pengujian ini dimaksudkan untuk memperoleh nilai ketahanan atau stabilitas terhadap kelelehan plastis ( flow ) dari suatu campuran beraspal. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : Proporsi dirancang dari masing-masing fraksi agregat yang digunakan untuk mendapatkan agregat campuran dengan gradasi sesuai standar campuran laston ac-wc.berdasarkan berat masing-masing agregat dan proporsi rancangan, dapat ditentukan berat jenis agregat campuran. Untuk campuran laston, perencanaan dimulai pada garis gradasi yang diinginkan dengan cara menentukan garis gradasi di antara titik-titik kontrol. Menghitung perkiraan awal kadar aspal optimum ( Pb ) dengan rumus : Pb = 0,035.( %CA ) + 0,045.( %FA ) + 0,18.( % filler ) + K Keterangan : CA = Persen agregat tertahan saringan No. 8. FA = Persen agregat lolos saringan No. 8 dan tertahan saringan No.200. filler = Persen agregat minimal 75% lolos No. 200. K = Konstanta ( 0,5 1,0 untuk laston ). Perkiraan nilai Pb dibulatkan sampai 0,1% nilai terdekat. Setelah menentukan nilai KAO yang mengacu pada hasil perhitungan nilai Pb, maka benda uji yang terdiri atas campuran dari agregat kasar, agregat III-23

halus, aspal, semen portland, dan serabut kelapa dengan panjang yang berbeda-beda ( 0 cm, 1 cm, 1,5 cm, 2 cm ) dibuat untuk diuji dengan pengujian marshall. Pengujian marshall dilakukan sesuai dengan SNI 06-2489-1991 untuk menentukan stabilitas, kelelehan, MQ, VIM, VMA, dan VFA. Dari hasil pengujian marshall terhadap campuran beraspal dengan panjang serabut kelapa yang berbeda-beda, maka akan dapat diketahui kinerja masing-masing campuran beraspal yang dipengaruhi oleh panjang serabut kelapa yang terlihat dari stabilitas, kelelehan, MQ, VMA, VIM, dan VFA nya masing-masing. Campuran beraspal dengan panjang serabut kelapa optimum yang telah dapat ditentukan dari hasil pengujian berat jenis, penetrasi, titik nyala, titik bakar, titik lembek, daktilitas, dan marshall, akan dijadikan sebagai bahan uji acuan untuk selanjutnya diuji dengan pengujian perendaman marshall, los angeles dan wheel tracking untuk menentukan kinerjanya yang terlihat dari IKS dan stabilitas dinamisnya. 3.9.2 UJI PERENDAMAN MARSHALL ( MARSHALL IMMERSION TEST ) Pada prinsipnya, pengujian ini sama dengan pengujian marshall standar, hanya saja waktu perendaman benda ujinya berbeda. Indeks perendaman berhubungan dengan daya lekat aspal terhadap agregat di lapangan dalam keadaan basah, bila daya lekatnya hilang maka jalan akan rusak. Menurut AASHTO T.165-74 atau ASTM D.1075-54 ( 1969 ) ada dua metode ujian perendaman marshall yaitu ujian III-24

perendaman selama 4 x 24 jam dengan suhu ± 50 C dan uji perendaman selama 1 x 24 jam dengan suhu ± 60 C. Pada pengujian ini dipakai metode uji perendaman marshall selama 1 x 24 jam dalam suhu konstan 60 C sebelum ada pembebanan dengan target yang harus dicapai Indeks Kekuatan Sisa ( IKS ) yaitu lebih besar dari 90%. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Sipil Universitas Mercu Buana dengan langkahlangkah sebagai berikut : Bahan uji dan alat uji yang akan digunakan dipersiapkan, dibersihkan, dan diukur diameter serta tingginya sebelum kemudian ditimbang. Benda uji ditimbang dalam air kemudian dicatat beratnya. Benda uji dibagi menjadi 2 buah dengan jangka waktu perendaman antara 30 menit dengan 24 jam. Kemudian dilakukan pengujian marshall untuk mengetahui stabilitasnya masing-masing. Rumus untuk menentukan IKS yaitu : IKS = 1 ( S1 S2 ) S1. 100% Keterangan : IKS = Indeks Kekuatan Sisa ( % ) harus lebih besar dari 90%. S1 = Stabilitas hasil rendaman 30 menit pada suhu 60 C ( kg ). S2 = Stabilitas hasil rendaman 24 jam pada suhu 60 C ( kg ). III-25

3.9.3 UJI WHEEL TRACKING Pengujian Wheel Tracking dilakukan guna memberi gambaran ketahanan campuran terhadap pemadatan sekunder dan perubahan bentuk serta simulasi pembebanan yang akan diterima perkerasan di lapangan. Pengujian dilakukan pada suhu 60 C dengan beban 6,4 ± 0,15 kg/cm² yang setara dengan beban kendaraan berat ( Japan Road Association, 1998 ). Pengujian ini dilakukan di Laboratorium UPT Penyelidikan, Pengukuran, dan Pengujian DPU Provinsi DKI Jakarta dengan langkah-langkah sebagai berikut : Agregat disiapkan sesuai dengan spesifikasi untuk pengujian marshall. Agregat dikeringkan pada suhu 28 C di atas temperatur pencampuran dan sekurang-kurangnya 4 jam di dalam oven. Begitupun dengan wadah pencampuran kira-kira dipanaskan pada suhu 28 C di atas temperatur pencampuran. Masukkan agregat campuran yang telah dipanaskan ke dalam wadah pencampuran, lalu aspal dituangkan kemudian diaduk sampai seluruh agregat terselimuti oleh aspal. Perlengkapan cetakan untuk benda uji dan bagian telapak penumbuk dibersihkan dan dipanaskan sampai temperatur antara 90-150 C. Benda III-26

uji diletakkan di atas cetakan dan dioleskan vaselin pada bagian dalam cetakan, kemudian letakkan kertas saring dengan ukuran sesuai cetakan. Seluruh campuran beraspal dimasukkan ke dalam cetakan dan campuran tersebut ditusuk-tusuk dengan spatula. Kertas saring diletakkan di atas permukaan benda uji dengan ukuran sesuai cetakan. Alat pemadat roda baja dan pengatur jumlah lintasan disiapkan dan disetel sehingga posisi roda baja sesuai untuk pemadatan kemudian setelan beban pemadat diatur dengan menggeser beban sesuai skala pengukur beban. Cetakan yang berisi campuran beraspal diletakkan tegak lurus pada sumbu roda pemadat dengan alat pengatur penggerak landasan pemadat secara manual. Campuran beraspal dipadatkan dengan menggunakan alat pemadat roda baja, kemudian setelah selesai dipadatkan, benda uji dikeluarkan dan dibiarkan pada suhu ruangan. Dari pengujian wheel tracking tersebut diperoleh stabilitas dinamis (lintasan/mm) dan kecepatan deformasi (mm/menit). Berdasarkan spesifikasi yang dikeluarkan Dep. PU 2005, stabilitas dinamis untuk campuran aspal panas minimal sebesar 2500 lintasan/mm. Nilai deformasi diperoleh dari kedalaman permukaan benda uji akibat beban repetisi. III-27

Laju deformasi ( RD ) diperhitungkan sebagai rasio selisih deformasi dengan selisih waktu yaitu : RD = ( d2 d1 ) ( t2 t1 ) Keterangan : d2 = Deformasi saat pengujian berjalan selama 60 menit ( mm ). d1 = Deformasi saat pengujian berjalan selama 45 menit ( mm ). t2 = 60 menit. t1 = 45 menit. Sedangkan stabilitas dinamis ( SD ) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini : SD = L60 L45 D60 D45 Keterangan : SD = Stabilitas Dinamis L60 = Jumlah lintasan pada menit ke 60 L45 = Jumlah lintasan pada menit ke 45 D60 = Kedalaman jejak roda pada menit ke 60 D45 = Kedalaman jejak roda pada menit ke 45 III-28